Ternyata orang yang dimaksud oleh Madam Gracia memang Sean Fernandes yang waktu itu. Pria berengsek yang hampir membuat Patricia nyaris mati karena hampir menabraknya dengan mobil, menggoda dan sekarang Patricia kembali berhadapan dengan orang itu di tempat ini. Nasib baik memang tidak pernah berpihak padanya. Dia melihat lelaki itu sedang bersenang-senang dengan beberapa wanita dengan pakaian yang sangat minim.“Yang lain saja, masih banyak yang lain untuk melayani orang itu selain aku,” tolak Patricia mentah-mentah. Dia sama sekali tidak mau berurusan dengan orang itu lagi.“Kamu menolak orang seperti itu? dia akan memberikan uang tips yang sangat besar jika kamu mengantarkan minuman atau melayani kebutuhannya selama dia di sini. Aku tahu kamu sedang butuh uang, manfaatkanlah selagi tidak merugikanmu,” usul Madam Gracia.“Aku memang butuh uang, tapi bukan berarti aku mau melakukan apa pun. Selain itu aku tidak mau mendekati seorang playboy, apa lagi dia menggunakan kekayaan orang tu
“Wanita jalang, sepertinya kamu tidak puas sudah merebut Papa dariku dan sekarang kamu bersenang-senang dengan lelaki lain di belakangnya? Aku yakin uang yang kamu pakai disini adalah uang Papaku,” ucapku dengan tak kalah sinis darinya. Dari dulu, aku ingin sekali menampar, memukul dan merusak wajahnya yang sok cantik ini.“Dengar anak sialan, Papamu yang lebih dulu mendekatiku, memberikan semua yang dia punya padaku. Tentu saja aku tidak bisa menolak pemberian gratis, kita diajarkan untuk tidak menyia-nyaikan pemberian orang lain apa lagi itu barang yang sangat bagus dan berharga.” Wanita ini menjambak rambut Patricia. Dia tidak sudi seujung rambutnya disentuh oleh wanita jalang ini, dengan sangat sengaja Patricia memelintir tangan jalang itu sampai dia mengaduh kesakitan.“Aku sama sekali tidak keberatan Papaku memberikan barang atau uang padamu, aku akan menganggapnya sebagai sumbangan karena kamu tidak mampu untuk menghidupi dirimu sendiri. Tapi kamu yang menggoda Papaku dan merus
Katanya orang itu sudah menunggu di meja dekat bartender, tapi ketika Patricia datang tidak ada satu pun orang yang mencarinya. Patricia celingak celinguk mencari orang itu, siapa tahu dia berada di tempat lain tapi tidak ada yang menunggunya. “Apa ada orang yang menungguku di sini? Madam Gracia bilang aku harus menemui seorang lelaki.” Patricia bertanya pada seorang bartender yang sedang mengelap meja. “Memangnya ada yang ingin menemuimu? Kamu yang anti dengan lelaki itu?” tanya sang bartender sambil menatapku heran. Ya, Patricia memang dikenal anti lelaki oleh beberapa orang yang bekerja di sini. “Madam Gracia yang menyuruhku untuk menemui seorang lelaki di sini,” balas Patricia. Dia tidak peduli dengan tatapan menelisik dari bartender itu. “Apa kamu sekarang sudah mulai berubah? Mau mendekati mereka karena uang?” tanyanya pada Patricia. “Jangan salah paham! Aku hanya menemaninya berbicara saja, bukan untuk hal yang lain. Jika Madam Gracia tidak menyuruhku aku juga tidak akan ma
Patricia memandangi sejumlah uang yang berada di tangannya seolah uang ini akan bertambah jika dipandangi terus seperti itu. lima ratus dolar? Orang itu memberi Patricia lima ratus dolar untuk ongkos taksi? Apa dia tidak berlebihan memberikan uangnya? Hanya perlu dua puluh dolar untuk ongkos taksi tapi dia memberi uang dengan sangat banyak. Selain itu dia juga menelepon perusahaan taksi langsung untuk mengirimkan taksi di depan Athena klub secepatnya. Sepertinya dia mau menyombongkan kekayaannya karena kudengar dia adalah pimpinan dari satu perusahaan yang sangat besar.Tak lama kemudian Patricia sudah sampai di depan rumahnya dan kebingungan memikirkan sisa uang yang ada padanya. Patricia ingin mengembalikannya tapi bagaimana caranya karena dia sama sekali tidak memiliki kontak lelaki itu. Jika dia menggunakan uang ini untuk kepentingannya, Patricia takut suatu saat bertemu dengannya lagi lelaki itu akan menagihnya, memintanya untuk mengembalikan semua yang dia pinjamkan padaku terma
“Siapa kalian?” Patricia sedikit takut melihat beberapa orang tinggi besar datang ke rumahnya. Suara berdebum tadi ternyata suara pintu rusak yang jatuh ke lantai. “Beraninya kalian datang dan merusak rumahku? Ada urusan apa kalian kemari?”Meski dia ketakutan, Patricia tidak mau memperlihatkan ketakutannya di depan orang-orang asing yang datang ke rumahnya entah untuk apa.“Pintu rumahmu sudah sangat rapuh saat kami mencoba masuk ke dalam,” jawab salah seorang uang berdiri paling depan.“Kami sudah bertahun-tahun tinggal di sini, tidak mungkin rumah kami serapuh itu. Sekaran gada keperluan apa kalian datang kemari?” di belakangku, Karin mencengkram erat lenganku. Patricia bisa merasakan ketakutan adiknya, namun dia harus tetap tenang agar adiknya juga tidak terlalu takut.“Ah, Boss menyuruh kami untuk mengirimkan makanan pada kalian.” Begitu orang di depan Patricia mengatakan hal seperti itu, beberapa orang di belakangnya maju dengan membawa beberapa kotak besar yang berisi makanan.
Acara makan siang sudah berlalu dan sekarang kita semua sudah diarahkan ke ballroom yang sangat luas untuk acara pembukaan dari workshop ini. Acara pembukaan ini pasti sangat lama dan hanya diisi dengan bahasan-bahasan tidak penting dari beberapa petinggi perusahaan. Patricia juga harus menjaga sikapnya dengan baik karena menurut Rita, mereka juga akan memerhatikan attitude dari semua karyawan cabang dan anak cabang perusahaan besar Shire Group.Mereka yang datang juga sepertinya dari berbagai rentang usia, perusahaan ini benar-benar tidak membedakan siapa pun, usia berapa pun selama orang-orang tersebut mendedikasikan hidup dan waktu mereka untuk melakukan yang terbaik untuk perusahaan ini. Patricia dengar pimpinan perusahaan ini juga sangat menghargai karyawan mereka seperti keluarga dan memberikan apresiasi yang sangat besar untuk mereka yang memiliki andil besar pada jalannya perusahaan. Bahkan mereka tidak segan-segan memberikan rumah dan kendaraan. Tapi dibalik semua fasilitas
Sejak orang ini bergabung, meja kami yang semula begitu meriah dan ribut menjadi hening dan penuh kecanggungan. Sementara orang yang menjadi sumbernya makan dengan tenang sambil mencomot daging yang sudah matang dari panggangan. Lima orang lain yang berada di meja yang sama dengan Patricia tidak berani membuka mulutnya untuk berbicara sepatah kata pun. Jangankan untuk berbicara, mereka bahkan mengunyah dengan pelan sampai suara kunyahan mereka tidak terdengar sama sekali.“Apa makanan ini sesuai dengan selera kalian? Sepertinya kalian tidak begitu menyukainya,” ujar sang calon pewaris perusahaan, Sean Fernandez yang akhirnya bicara setelah membuat situasi tidak nyaman ini cukup lama.“Kami sangat menyukainya, semua dagingnya berkualitas tinggi, seafoodnya juga sangat segar, bagaimana mungkin kami tidak menyukai makanan ini. Ini yang terbaik yang pernah aku makan,” ucap salah seorang menjawab pertanyaan Sean. Sementara mereka berbicara, Patricia akan menikmati scallop panggang yang seb
William, tidak mungkin dia membawa jaket itu dan pergi lagi entah kemana. Lalu bodohnya Patricia menggantung jaket itu di tempat yang mudah terlihat dan menaruh dompet kartu itu di tempat yang sama. Semoga saja William tidak melihat kartu hitam itu, bisa sangat gawat jika dia tahu kemudian menggunakannya dengan sembarangan. Patricia harus menemui Sean itu untuk memblokir kartu-kartu yang dia punya. Patricia kemudian menelepon Will juga sama sekali tidak diangkat olehnya. Kenapa William begitu berubah banyak setelah dia pergi jauh dari rumah.“Hei, kalian tahu dimana Sean berada?” tanyaku pada rekan kerja yang lain.“Woah, kamu berani memanggil namanya langsung Patricia! hati-hatilah karena ada telinga dan mata dimana-mana. Kamu bisa dianggap tidak sopan,” ujar Ann.“Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan keberadaan orang itu?” Allan bertanya dengan pandangan yang penuh selidik.“Ah, itu… aku ingat dia meminjam sesuatu padaku dan belum dikembalikan, jadi aku ingin mengambil kembali barangku
“Apa-apaan kau! Aku masih bicara dengan ibuku dan kau malah menyeretku masuk kedalam mobil!” protes Patricia. Sean mengunci mobilnya sehingga dia tidak bisa kabur.“Kau sudah pergi meninggalkan pekerjaanmu selama dua jam dan membiarkanmu mengerjakan semuanya sendiri. Bisa-bisanya asisten pribadiku meninggalkan pekerjaannya tanpa persetujuanku. Meeting tadi hampir kacau karena kau tidak menyiapkan apa yang aku butuhkan!” Sean benar-benar marah dengan sikap seenaknya Patricia.“Aku tahu aku melakukan kesalahan, aku juga akan bertanggung jawab dengan menambah jam kerjaku selama beberapa hari. Tolong buka kuncinya, ibuku sedang menunggu di rumah, dia pasti merasa cemas karena aku tidak kembali,” pinta Patricia.“Baiklah.”“Sean! Sean!”Sean keluar dari mobilnya dan tetap mengunci Patricia dari dalam. Dia tidak mau Patricia punya kesempatan kabur dan bersembunyi dibalik ibunya. Maka, dia sendiri yang akan menghadapi ibu dari Patricia. Sean menekan bell pintu dan menunggu beberapa saat samp
Patricia semakin panik karena ternyata ibunya tidak ada di rumah. Semua sudut rumah sudah dijelajahi, namun tidak ada satu pun jejak ibunya berada bahkan dia tidak membawa ponselnya sama sekali. Ponsel milik Karina yang ditinggalkan untuk ibunya.“Kemana dia pergi? Sejak kapan dia pergi dari rumah?” bisik Patricia pada dirinya sendiri. Dia berjalan bolak balik dengan linglung, tidak tahu harus mencari ibunya kemana dan kemana dia harus mencari lebih dulu.“Haruskah aku menelpon polisi dan melaporkan orang hilang?”Ditengah rasa kebingungannya memutuskan sesuatu, Sean menelponnya.“Kau sudah pergi terlalu lama, cepat kembali dan bantu pekerjaanku. Sudah pergi tanpa izinku, pergi terlalu lama, siapa boss Perusahaan tempatmu bekerja, hah!” omel Sean di telepon.“Maaf Sean, aku pergi keluar terlalu lama. Tapi ini benar-benar serius, ibuku menghilang. Dia pergi dari rumah,” jawab Patricia dengan nada yang cemas.“Sudahlah Patricia, kau terlalu cemas berlebihan. Ibumu itu wanita dewasa, dia
Karina yang sedang duduk di sofa sambil memakan cemilannya terlihat bingung melihat kakaknya terlihat cemas. Dia sudah tahu sejak tadi menjemput ibu mereka, Patricia bersikap seperti itu. Dia pikir kakaknya seperti itu karena gugup, tapi sepertinya ada hal lain yang mengganggu pikiran kakaknya.“Ya? Bicara saja, aku akan mendengarkanmu,” sahut Karin. Patricia melirik ke arah kamar tempat ibu mereka berada.“Jangan pernah membicarakan atau mengungkit apa pun pada Mama tentang rumah dan apa pun tentang rumah itu,” ujar Patricia sambil berbisik sangat pelan.“Memangnya kenapa Mama tidak boleh tahu?” tanyanya dengan wajah polos.“Kau lupa apa saja yang sudah terjadi di rumah itu? Perampokan, preman, apa kau ingin Mama tahu dan kembali depresi memikirkan semua itu?”Mendengar hal itu membuat Karina membuka kedua mulutnya kemudian mengangguk.“Benar, aku tidak mau membuat Mama kepikiran hal itu lalu depresinya kembali,” ucap Karin menyetujui ide Patricia.“Berbohonglah apa saja jika dia mul
Patricia meremas kedua tangannya dengan gelisah, perasaan dan pikirannya bercampur aduk karena suatu kejadian yang membuat pikirannya tidak bisa melupakan hal itu dan menghapusnya dari pikirannya. Kejadian itu terus berputar-putar tanpa henti di otaknya dengan cepat.“Apa kamu gugup bertemu dengan Mama?” tanya Karina yang sejak tadi memerhatikan kakaknya yang terlihat tidak tenang di dalam mobil. Karina mengerutkan keningnya karena tidak biasanya kakaknya bersikap seperti itu dengan sangat jelas.“Hah? Ya, tentu saja aku merasa gugup. Ini pertama kalinya kita menjemput Mama pulang, dia akan kembali tinggal bersama dengan kita setelah beberapa tahun. Tentu saja aku merasa gugup,” jawab Patricia.“Aku sangat senang karena akhirnya Mama kembali bersama kita. Aku akan memberitahu Will dan dokter Malvine tentang hal ini. Tapi belakang ini Will sangat sulit dihubungi, ponselnya pun tidak aktif, apa terjadi sesuatu padanya?” tanya Karin padaku dengan wajah penasaran.Patricia menggelengkan k
“Apa yang ingin kamu bicarakan sampai membawaku ke taman rooftop?” tanya Patricia. Dia sama sekali tidak menyangka ada taman rooftop seindah ini.“Berapa dia membayarmu?” wanita itu menatap marah pada Patricia.“Apa maksudmu? Ah, jika maksudmu gajiku sebagai asisten pribadinya itu hampir tiga digit,” jawab Patricia.“Katakan padaku berapa dia membayarmu untuk menjadi teman kencannya? Aku akan membayarmu dua kali lipat jika kau mau menjauhinya,” perintahnya.“Kenapa kamu ingin aku menjauhinya? Harusnya kamu yang menjauh darinya karena dia milikku.”Kata “milikku” yang diucapkan Patricia membuat perempuan Bernama Oliv itu tersulut emosi.“Jaga kata-katamu jalang! Dia tidak akan pernah menjadi milikmu!”“Kamu yang jalang! Sudah tahu dia memilihku masih saja terus menyangkal! Seharusnya kamu sadar diri!”Tangan kanan Oliv terangkat dan menampar keras pipi Patricia sampai menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Tak hanya diam, Patricia juga turut membalas apa yang wanita itu lakukan padanya
Sudah selama dua minggu ini Patricia menjadi kekasih sewaan dari seorang Sean Fernandes. Banyak perubahan yang terjadi di hidupnya, termasuk gaya pakaian dia yang biasanya sederhana dan murah berubah menjadi fashionable dan bermerek mahal. Tak hanya itu, dia juga mendapat perawatan ke salon setiap akhir pekan. Dia benar-benar berubah dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.“Tidak, hari ini aku tidak bisa menginap di tempatku. Aku dan Karina ingin menjemput Mama pulang dari rumah sakit jiwa,” tolak Patricia pada permintaan Sean yang memintanya untuk menginap kembali di rumahnya.“Ya. Dokter Fhadh menyarankan untuk perawatan di rumah agar kondisi ibuku lebih stabil lagi. Katanya, jauh dari keluarga bisa membuat kondisinya naik turun. Dokter Alvin juga dulu menyarankan hal ini tapi aku tidak mendengarkannya dan memilih sibuk bekerja. Jadi, aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama kali ini,” beber Patricia Panjang lebar.“Kalau begitu nanti aku akan kirim makanan untuk kalian berdua,”
Patricia keluar kamar mandi dengan memakai jubah mandi dan handuk yang melilit kepalanya. Dia melihat Sean masih berada di situ dengan sebuah laptop di pangkuannya. Merasa heran karena sudah semalam ini orang itu masih saja bekerja dan dia juga tidak pernah melihatnya beristirahat sedikit pun, sekadar ketiduran di tempat kerjanya pun tidak pernah.“Apa yang ingin kamu bicarakan denganku tadi? Kamu bilang ada yang ingin dibicarakan setelah aku mandi, sekarang aku sudah selesai. Jadi apa itu?” Patricia datang menghampiri Sean lalu terhenti. “Jangan menatapku seperti itu! Atau aku akan melempar kepalamu dengan vas bunga ini!”Patricia mengambil vas bunga kecil yang terletak di meja terdekatnya dan bersiap melemparnya ke kepala Sean.“Apa gunanya mata jika tidak untuk melihat, Patcy. Ternyata seperti itu dirimu setelah mandi, menarik,” godanya pada Patricia. Patricia yang takut segera merapatkan jubah mandinya.“Kapan pelayanmu itu membawakan baju untukku?” tanya Patricia.“Mungkin sebent
Patricia terdiam beberapa saat, dia sadar apa pun jawabannya bisa jadi merugikan dirinya. Terlebih lelaki ini bisa saja memanfaatkan dan memanipulasi situasi yang terjadi.“Apa pun, aku akan melakukan apa pun asalkan kedua adikku aman dan selamat dari ancaman Evelyn. Orang seperti dia pasti tidak main-main dengan ucapannya bukan? Aku juga tidak boleh setengah-setengah untuk melindungi keluargaku. Akan kulakukan apa pun untuk melindungi mereka,” ucap Patricia sambil menatap pada Sean.“Kau yakin dengan jawaban yang keluar dari mulutmu itu? Apa pun, berarti aku berhak meminta sesuatu darimu tanpa penolakan sama sekali bukan?”Patricia kembali terdiam, dia seperti sadar sudah mengucapkan hal yang salah dan ingin menarik ucapannya kembali.“Kau ragu dengan jawabanmu bukan? Ingin menariknya kembali? Tapi apa yang sudah terucap tidak bisa kau tarik kembali. Jadi aku bertanya sekali lagi padamu, apa kau yakin dengan jawabanmu itu?”“Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak punya uang, tidak p
“Apa aku tidak salah dengar?” Sean memutar tubuhnya sehingga menghadap Patricia sepenuhnya, namun Patricia menolak menatap Sean dan memilih melihat lurus ke jalan.“Kau tidak salah dengar, aku menyetujui menjadi wanitamu,” balas Patricia.“Tunggu dulu Patcy, kenapa kau tiba-tiba seperti ini?”“Ini tidak tiba-tiba, aku sudah memikirkannya matang-matang.”“Kapan? Kapan kau memikirkan hal itu?” cecar Sean. “Hei, lihat aku.”Patricia menatap Sean dengan wajah datarnya. Wajahnya terlihat lelah, matanya juga sedikit sembab karena sempat menangis.“Apakah itu penting? Bukankah yang paling penting itu sudah menyetujuinya sekarang?” Patricia menjawab Sean dengan sebuah pertanyaan lagi.“Tidak, ini seperti bukan dirimu,” timpal Sean sambil menggelengkan kepala.“Memangnya kau tahu apa tentang diriku? Jangan bertingkah seolah kau tahu semua tentangku,” balas Patricia sambil memutar bola matanya.“Jujur saja aku merasa senang tapi sekaligus kecewa. Aku memang ingin mendapatkanmu, tapi bukan denga