Brengsek! Siapapun dia, aku tak akan memaafkan orang itu!”
Daren mengebrak meja dengan tangannya sampai terdengar suara dentuman keras. Lalu, setelah beberapa detik saat emosimenguasai diri, ia menatap Rudi dengan tajam.“Aku mau orang itu diseret ke hadapanku secepatnya!”Tentu saja sebagai seorang bawahan, Rudi dengan sigap segera menyelidiki tentang Anna lebih dalam sesuai perintah sang bos. Lalu, ia pun segera undur diri.Tak berselang lama, muncul sebuah pesan pop-up di handphone Daren. Melihat pesan itu, wajah kembali memasang wajah kesal."Ck, apa yang sudah dia adukan lagi pada ibu. Semakin membuatku muak saja."Sementara itu, di rumah sakit.Suara alarm di ruangan operasi terdengar berbunyi, pertanda kegiatan dalam ruangan medis telah selesai. Anna beranjak dari kursi tunggu.Dengan cepatnya ia menghampiri Dokter yang baru saja keluar."Dok! bagaimana kondisi ibu saya?" Anna bertanya dengan penuh kecemasan.Pria paruh baya itu perlahan membuka masker, dan melepas kaca mata putihnya. Lalu menjawab pertanyaan Anna."Operasi berjalan dengan lancar, jadi nona bisa menunggu setelah pasien melewati masa kritisnya.""Benarkah itu Dokter?" Anna terlihat senang dan sudah bisa bernafas lega. Tak lupa ia meminta untuk menjenguk ibunya, tapi Dokter belum mengijinkan sebelum ibu Ratih melewati masa kritis dan masa pemulihannya.Anna sedikit kecewa karena tidak bisa langsung melihat kondisi ibunya, tapi dia masih merasa bersyukur karena akhirnya sang ibu bisa di operasi.Setelah Dokter pergi, Anna yang baru saja ingin berjalan ke arah jendela, tiba-tiba saja suara ponselnya berbunyi, dengan cepat ia segera meraih dan mengusap layar benda pipih canggih yang ada di tangannya.Kedua bola manik mata coklat jernihnya membulat, saat menerima dan setelah membaca satu pesan yang dikirim oleh atasannya."Hari ini cepat datang ke perusahaan, ada jadwal meeting dengan Klien. Aku ingin kau membantuku, aku beri waktu satu jam, jika tidak yang salahkan jika orang-orangku memaksamu," perintah Daren dengan penuh penekanan, dalam pesannya.Anna menghela nafas panjang, dia tak habis pikir jika ada seorang bos yang begitu memiliki hati yang kejam. Bagaimana bisa karyawan yang sedang mendapatkan sebuah musibah, malah terus di tekan untuk masuk tanpa ada toleransi sedikit pun."Dasar pria tak punya hati, jika bukan demi ibu. Aku sudah tak ingin melihat atau pun bekerja lagi padanya," Anna menggerutu kesal. Tapi mengingat hanya dia yang menjadi tulang punggung untuk ibunya, membuat Anna tidak punya pilihan lain lagi selain terpaksa harus tetap bisa bertahan dalam pekerjaan yang sudah susah payah dia dapatkan.Waktu terus berjalan, satu jam telah berlalu. Setelah Anna pulang ke rumah dan mengganti pakaiannya. Dengan cepat ia mencari cari taksi untuk segera pergi ke pergi ke perusahaan.Meskipun dalam kondisi tubuh yang lemas dan lunglai, setelah satu hari satu malam terus menunggu perkembangan kondisi sang ibu di rumah sakit.Walau pun terkadang membuat Anna sangat sedih, dan ingin rasanya ia menjerit meneriaki keadaan sulit titik terendah dalam hidupnya di saat ini. Tapi Anna tetap berusaha untuk tetap tegar dan mencoba untuk menyembunyikan semuanya sendiri."Anna! Kamu pasti bisa fokus bekerja lagi, anggap saja kamu dan tuan Daren tidak terjadi apa-apa," Anna berusaha menyemangati diri sendiri dalam hati, meskipun dia tak tahu, apakah dia mampu atau tidak untuk menghadapi dan kembali bertatap muka dengan pria yang sebenarnya sudah tidak ingin dia temui lagi.Wanita mana yang mau menghabiskan banyak waktu, bersama laki-laki yang sudah mengambil hal yang paling berharga dalam dirinya, yang seharusnya ia berikan pada pria yang kelak dia cintai di masa depan.Tapi bagi Anna itu adalah sebuah rintangan dalam hidupnya, antara ego sendiri yang harus terkalahkan oleh kewajibannya sebagai seorang anak yang ingin membahagiakan dan memberikan perawatan medis terbaik untuk ibunya, yang sudah merawat dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang."Kamu tidak boleh cengeng Anna," Anna berusaha untuk menghapus air mata yang kembali menetes di kedua matanya, hatinya sungguh berat saat membayangkan kembali bertemu dan bekerja di dalam ruangan yang sama dengannya.Sesampainya di Pratama GroupSemua para karyawan yang tengah berlalu lalang memasuki perusahaan sudah mulai terlihat sepi, saat jam menunjukkan angka 07. 10 pagi.Anna yang baru saja tiba, dengan cepatnya ia turun dari taksi. Lalu berjalan tergesa-gesa. Mengingat jam kantor sudah melebihi batas waktu masuk."Gawat! Aku datang terlambat, semoga pria itu belum datang. Kalau sudah bisa gawat kena omelannya," Anna bergidik ngeri saat membayangkan wajah muram dan arogan pemilik perusahaan tempat di mana dia bekerja.Melihat di parkiran belum ada mobil mercedes hitam yang selalu dipakai oleh bosnya, yang ada hanya mobil bentley berwarna putih, membuat Anna hanya sedikit bernafas lega."Sepertinya dia belum datang, baguslah." Anna bernafas lega, lalu mempercepat langkah kaki, hingga akhirnya sampai di pintu utama perusahaan dan..Kedua bola mata Anna terbelalak, saat melihat Daren sudah datang lebih awal darinya, yang saat ini sedang menegur dan memberi arahan pada para karyawan di sana."Astaga! ternyata sudah datang," pekik Anna, tak ingin kena omel dan tidak ingin berdebat, dengan cepatnya wanita cantik berambut panjang itu pun perlahan mulai berjalan mundur, lalu memutar badan untuk menghindar.Namun sial, Anna tidak melihat seorang OB yang sedang mengepel lantai, sampai membuatnya tak sengaja menumpahkan air. Hingga membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan tubuhnya saat heels yang tengah ia pakai terpeleset."Aaakkkkhhhh...."Hampir saja Anna terjatuh ke bawah lantai, beruntung Daren yang melihat. Dengan refleks pria itu pun segera meraih dan menangkap pinggang rampingnya.Deg!Kedua insan itu saling memandang, dengan jarak yang mengikis dekat. Sampai tak menyisakan banyak ruangan di antara mereka. Bahkan mereka sampai merasakan nafas hangat satu sama lain.Jantung Daren berdegup sangat kencang, saat lelaki itu menatap jelas wajah cantik dan bibir merah Anna."Kenapa dia terlihat sangat cantik dari sebelumnya?" Daren bertanya-tanya dalam hati.Mendengar para karyawan yang berbisik dan menatap ke arahnya, membuat Anna segera mendorong pelan dada bidang bosnya, lalu segera menjaga jarak. Karena tidak ingin jika sampai menjadi bahan gunjingan. Terlebih lagi dari para karyawan wanita di sana."Benar-benar menyebalkan, pasti dia sengaja mencari perhatian dan kesempatan pada tuan. Pake acara jatuh segala lagi," cibir beberapa karyawan wanita seraya menatap nyalang pada Anna."Iya benar, semoga saja tuan tidak mudah di rayu olehnya." Timpal karyawan wanita lainya, sembari menggelengkan kepala.Anna yang sudah tidak ingin mendengar semua cibiran-cibiran dari rekan kerjanya, dengan cepat ia segera pergi ke ruangannya, melihat orang-orang yang selalu saja menyalahkan dirinya.Daren yang masih berdiri mematung, entah kenapa tiba-tiba saja dia merasa tak tega. Saat melihat Anna dicibir oleh para karyawan lainnya. Dengan darah yang mendidih ia memutar badan dan menatap tajam."Sampai kalian hanya bergosip saja? Sana cepat kerja!" Tunjuk Daren sambil berkacak pinggang tak lupa dengan nada tinggi dan arogan."Ba-baik tuan, maafkan kami," semua karyawan di sana, tak ada yang berani membantah. Mereka segera kembali ke meja kerja masing-masing.Anna yang baru sampai di ruangan, menutup wajah dengan kedua tangannya dan menangis. "Kenapa, akhir-akhir ini aku selalu sial seperti ini," lirihnya pasrah.Ketika Anna masih terlarut dalam kesedihannya, tiba-tiba saja Daren yang ikut menyusul masuk. sembari mengerutkan kedua alis tebalnya saat melihat Anna yang sedang menangis."Sudah datang terlambat, sekarang malah menangis. Sebenarnya kamu mau bekerja atau apa Anna?" bisik Daren yang malah mencibir. Anna menarik nafas dalam-dalam, lalu segera menyusut air mata dengan kedua tangannya. Saat melihat Daren yang tiba-tiba saja ada di depannya. Daren mendengus kesal, saat Anna tidak menggubris pertanyaannya. Tapi malah terlihat menyibukkan diri dengan membuka beberapa map proyek, yang akan di presentasikan saat meeting nanti. Brak! "Aku bertanya padamu Anna, apa kamu tuli?" Daren marah. Sampai membuat Anna tersontak, dan terpaksa menjawab pertanyaan bosnya, yang angkuh, arogan dan super menyebalkan dalam pandangan Anna saat ini. "Tentu saja saya, mau bekerja tuan." jawab Anna singkat dengan nada ketus, tanpa mau menatap wajah Daren. "Hmm, bagus. Hari ini setelah pulang kerja aku ada
Setelah Anna menyeduh dan mengaduk kopi yang sudah di buat, lalu ia segera kembali ke ruangan kerja dengan langkah cepat dan cukup bersemangat untuk me memberikan permintaan bosnya itu.Tibanya di depan pintu, Anna menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya pelan. Dan segera masuk untuk segera menyuguhkannya pada sang bos. "Tuan, ini kopinya," kata Anna yang masih setia berdiri. Daren yang masih sibuk dengan tumpukan pekerjaan di atas meja, dia menyuruh Anna untuk menyimpannya lebih dulu. "Simpan saja, aku akan meminumnya nanti," perintahnya dengan nada ketus. Anna hanya mengangguk, lalu kembali ke meja kerjanya lagi yang berada tidak jauh dari meja kebesaran Daren. Rasanya ia ingin mengumpat sikap bosnya yang semena-mena memberi perintah. "Ternyata aku benar kan, jika dia hanya ingin mengerjai aku saja. Tapi sudahlah biarkan saja kalau dia meminumnya bagus," batin Anna. Satu pesan masuk di ponsel Daren, Daren menjeda pekerjaannya sejenak. Terlihat satu pesan dari ibunya yang sela
Anna terkejut, dengan cepatnya ia bangun dan segera menjaga jarak dari Daren. Yang tak sengaja tertimpa olehnya. "Ma-maafkan aku tuan, aku tidak sengaja," sesal Anna dengan wajah yang memerah sampai ia salah tingkah. Suasana ruangan Itu terasa hening dan cangung, terlebih lagi Daren yang masih terdiam dan tak percaya apa yang sudah terjadi. "Baju tuan kotor, aku akan segera mengambil gantinya," Anna berusaha mengalihkan diri dengan kesibukan dan segera pergi dari ruangan sang bos, dengan perasaan malu setengah mati. Daren yang masih duduk, lelaki itu itu memegang bibirnya dengan jantung yang berdegup kencang dua kali lebih cepat, saat mengingat kejadian yang begitu intens tadi. "Lagi-lagi dia membuat kecerobohan, tapi sentuhan bibirnya lumayan lembut juga," Daren menyusut sudut bibir. Untuk yang pertama kalinya dia merasakan sebuah ciuman dari seorang wanita. Daren tanpa sadar tersenyum, entah kenapa setiap melihat wajah cantik sekertaris barunya itu. Fantasi liarnya kembali munc
Anna yang masih duduk termenung, rasanya ia ingin segera pergi menjenguk ibunya yang sudah sadar, tapi di lain sisi wanita cantik itu masih bingung mencari alasan tentang uang biaya operasi dan rumah sakitnya. Daren yang baru selesai ganti baju dan baru keluar dari ruang pribadinya, membuat Anna terkejut. "Sudah waktunya kita pergi menemui tuan Arson, kamu sudah siap Anna? jangan lupa kamu harus benar-benar mempresentasikannya," Daren tak bosan untuk terus mengingatkan. Anna mengangguk patuh, lalu memberanikan diri untuk meminta ijin. Meskipun sebenarnya dia ragu. "Tu-tuan sebelumnya saya ingin meminta ijin untuk pulang lebih awal, karena hari ini ibuku sudah siuman setelah melakukan operasi," ungkap Anna dengan permintaannya. Daren terdiam, saat mendengar perkataan Anna yang terlihat sangat serius. Membuat hatinya merasa tidak tega. Tapi Daren sebagai pebisnis pantang merugi dan tetap ingin Anna bersikap profesional dalam pekerjaannya. "Kau boleh pulang setelah menemani aku meet
Disepanjang perjalanan menuju resto yang sudah di sepakati, sesuai permintaan bosnya. Anna menjelaskan beberapa materi di depan Daren, sebelum pada para klien. Dengan penuh keseriusan Anna terlihat begitu memahami beberapa point yang sudah ia tuliskan dalam sebuah materi proyek, Daren yang terkesima hanya menatap kagum. "Bagaimana, apa semua yang aku jelaskan sudah sesuai yang tuan tentukan?" tanya Anna seraya membereskan semua semua file yang ada di tangannya. Daren seketika kembali fokus, dan kembali duduk tegap. Lalu menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Anna, dengan mode wajah seriusnya. "Hm, lumayan. Cara penyampaimu sangat mudah untuk di pahami tapi..." Daren menjeda perkataannya sejenak. . Kening Anna berkerut dan merasa heran, entah apa lagi yang masih kurang padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan cara kinerjanya. "Memangnya tapi kenapa tuan?" tanya Anna penasaran. Berharap jika pria yang ada di depannya tidak membuat dirinya kesal lagi. Tanpa ragu Dar
Beberapa jam kemudian, semua para klien Daren bertepuk tangan, setelah Anna menjelaskan semua proposal properti, dari bahan mentah yang terjamin beserta beberapa ketentuan sesuai kontrak yang telah di tetapkan oleh bosnya. Prok...Prok...Suara tepuk tangan menggema di sebuah ruangan VIP resto ruangan resto terbesar di kota itu. Para pria berdasi itu menatap kagum dengan cara penyampaian Anna yang sungguh menakjubkan dan berhasil mengambil keyakinan mereka untuk menjadi mitra dengan inves yang lebih besar. "Wah, nona Anna selain cantik ternyata cukup cerdas juga tuan Daren anda sangat beruntung bisa memiliki sekertaris cantik dan kompeten," sanjung para rekan Daren. Anna hanya membungkukan badan seraya memancarkan senyum manisnya, saat para pengusaha itu memuji dirinya. "Hmm, iya begitulah. Lumayan," balas Daren, jauh dari lubuk hati dirinya juga tak bisa memungkiri jika Anna memanglah sekertaris yang sejalan dengan dirinya, bahkan bisa di andalkan. Tapi pria tampan yang memiliki si
"Tuan, bukankah aku tadi sudah bilang jika aku hanya ingin ke toilet. Dan mengenai tuan tedy tadi hanya tidak sengaja berpapasan lalu dia bertanya, hanya itu saja," Anna berusaha membela diri. Namun Daren seolah tidak peduli dengan penjelasan yang di katakan oleh Anna. Malah lelaki tampan itu meraih dan mencengkram erat pergelangan tangan sekertarisnya itu dan membawanya ke arah parkiran lalu menyuruh masuk ke dalam mobil dengan sedikit kasar. "Cepat masuk!" Titah Daren dengan nada tinggi dan penuh penekanan. "Tapi tuan, kita kan sedang meeting bersa..." belum tuntas Anna mengatakan kata-katanya. Daren lebih dulu memberitahukan jika meetingnya dan tuan Arson sudah selesai. Hal itu pun membuat Anna sedikit heran, karena bisa-bisanya Daren pergi begitu saja. Ketika Anna di rundung kebingungannya Rudi yang baru keluar dari resto tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Tuan, ini kontrak kerja samanya sudah di tanda tangani oleh tuan Arson," ujar Rudi sembari menyodorkan sebuah map cok
Tepat jam empat sore, akhirnya Anna sampai di ruangan rawat sang ibu yang sangat dia sayangi. Bu Ratih yang masih terbaring lemah di atas brankar. Perlahan mulai membuka kedua pelupuk matanya saat mendengar suara pintu terbuka. Melihat putri kesayangan yang sudah ia cari-cari dari tadi. Membuat keduanya menangis haru. Apa lagi Anna yang begitu bahagia saat melihat orang yang dia sayangi akhirnya bisa melewati masa kritisnya. "Anna!" panggil Bu Ratih dengan nada rendah yang hampir tak terdengar. "Ibu," Anna berjalan menghampiri, lalu memeluk ibunya dengan sangat erat dan pelan. keduanya mengeluarkan air mata bahagia dan haru. Meskipun Anna harus merendahkan diri mendapatkan uang itu dari bosnya, tapi sejenak rasa sakit itu terobati saat melihat ibunya yang perlahan keadaannya mulai membaik. "Putri ibu, kenapa kamu jadi kurusan nak? pasti ini semua karena ibu yang telah banyak merepotkanmu?" lirih Bu Ratih mencecar beberapa pertanyaan pada putri semata wayangnya itu. Anna menggele
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem