"Tentu saja Aku sangat merindukanmu Renata, sudah ini sudah malam aku sangat lelah beristirahatlah," Daren mulai merebahkan diri di samping Renata. Melihat suaminya yang tidur lebih dulu, membuat Renata sangat kecewa padahal sudah susah payah dirinya berdandan dengan sangat cantik malah yang di harapkan tidur dulu. Tapi bagi Renata itu tidak masalah, ada banyak waktu untuk meluluhkan hati suami yang sangat dia idam-idamkan selama ini. "Sabar Renata, nanti juga Daren pasti akan patuh seperti para pria lainya. Tak ingin membuat Daren merasa tak nyaman, Renata pun tanpa banyak bicara mulai menyusul dan tidur di samping Daren dengan perasaan yang sudah menggebu-gebu. "Mas, kenapa kamu membelakangi aku? kita kan sudah jadi suami istri, untuk apa kamu malu," goda Renata seraya memeluk Daren dari belakang dengan kedua jemari lentiknya. Jantung Daren berdegup sangat kencang, saat tangan Renata menggerayangi dada bidangnya dengan begitu agresif. Entah kenapa Daren malah tiba-tiba ingat pada
Tepat jam tujuh pagi, Anna akhirnya tiba di kantor wanita cantik itu berjalan dengan langkah yang terburu-buru setelah turun dari taxi. "Ya ampun, aku telat lima menit, gara-gara macet tadi sekitar tuan Daren tidak marah," gumam Anna seraya memeluk beberapa file di tangannya. Semua orang di kantor sudah fokus di mejanya masing-masing, entah kenapa suasana hari ini terasa berbeda. Kebetulan Rudi yang berpapasan mengatakan beberapa hal pada Anna. "Nona Anna," sapa Rudi. "Pak Rudi, maaf aku telat datangnya tadi karena macet," balas Anna menjelaskan, karena dia tak mau jika nanti bosnya malah akan memanggil dan menegurnya. Rudi yang sudah mendapatkan perintah, dia tidak memperbesar kesalahan Anna tapi dia tanpa sungkan lagi mulai mengatakan beberapa aturan baru yang sudah di putuskan oleh tuannya. "Tidak papa nona Anna, asalkan jangan tiap hari saja. Ada satu hal yang ingin aku sampaikan sekarang ikutlah," pinta Rudi. Anna terdiam, entah apa yang membuat Rudi terlihat begitu serius.
Setelah Anna kembali ke meja kerjanya, ia terlihat tidak fokus saat mengerjakan pekerjaannya karena masih mengingat perkataan semua rekan kerjanya. Mengenai bosnya yang ternyata telah mempunyai seorang istri. "Ck, apa yang sedang aku pikirkan? seharusnya aku tidak banyak berpikir. Mau apa pun juga itu urusan dia," Anna berusaha merutuki diri sendiri karena baginya apa pun status atasannya itu bukanlah ranahnya. Mengingat jam meeting yang sebentar lagi, Anna terpaksa beranjak dan keluar dari ruangannya untuk meminta tanda tangan. "Aku harus ke sana," tegas Anna beranjak dari tempat duduk seraya menghela nafas panjang dan membawa beberapa file penting dari dalam pelukannya. Wanita cantik berpenampilan modis itu berjalan dengan langkah yang anggun menyusuri lobi, hingga akhirnya sampai di depan ruangan atasannya. Tubuh Anna terlihat gemetar, tapi dia menarik nafas dalam-dalam dan mulai mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk. Tok...tok. "Siapa?" tanya Daren di dalam lebih dulu.
Anna yang baru sampai di ruang kerja, dia terduduk lemas dengan perasaan yang tak karuan, apa lagi saat mengingat wanita yang berada di atas pangkuan bosnya. "Dasar pria brengsek! kalau dia sudah mempunyai seorang istri kenapa dia tega merenggut kesucianku," umpat Anna menutup wajah dengan kedua tangan. Entah kenapa Anna merasa sakit hati padahal selama ini tidak ada perasaan apa pun pada atasannya. Beberapa kali bayangan Daren dan istrinya membuat Anna tak bisa konsentrasi lagi untuk menyiapkan beberapa materi, yang sebentar lagi akan di sampaikan di meeting penting. "Ayolah Anna, berhenti memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak kamu ingat," Anna merutuki diri sendiri. Daren yang sudah mengira Renata pulang, tengah cepatnya dia berjalan ke arah ruangan Anna yang berada tidak jauh dari ruangannya karena ada beberapa hal yang lupa dia tambahkan untuk materi proyek yang akan di bahas nanti. Namun baru saja CEO tampan yang di kenal dengan sikap angkuh dan arogan itu, terkejut saat
"Maksudmu apa berkata seperti itu? memangnya wanita mana yang berani mendekati suamiku? Jika ada yang berani mungkin dia cari mati, sekarang katakan padaku mana wanitanya dan aku ingin melihat buktinya, jangan sampai nanti aku hanya mendengar gosip murahan saja," tegas Renata saat Hera menyingung suaminya yang seolah sedang dekat dengan wanita lain. Mendengar perkataan istri bosnya yang terlihat sombong dan arogan. Membuat karyawan itu merasa memiliki kesempatan untuk meluapkan kebenciannya pada Anna melalui tangan orang lain. "Nyonya Renata, tenang dulu. Ini hanya pendapat aku. Jika aku sedang melihat wanita itu mencoba mendekati tuan, aku akan pastikan mengirim buktinya, bagaimana apa nyonya setuju?" tanya Hera memastikan yang sengaja mendekati istri bosnya. Renata tersenyum getir pada karyawan yang ada di depannya. Rasanya dia tidak ingin menyelidiki Daren. Tapi entah kenapa tidak ada salahnya juga jika dirinya sedikit memastikan benar tidaknya perkataan Hera. . "Hm, tergantung
Daren menatap kagum saat Anna mulai mempresentasekan beberapa proyek yang akan di lauchingkan di perusahaannya, semua mata para pria berdasi itu terlihat terkesima seolah terhipnotis akan kepiawaian Anna sebagai kepercayaan Pratama Grup. Prok...prok Suara tepuk tangan menggema di ruang meeting yang di adakan di sebuah gedung kafe mewah, hanya orang-orang tertentu yang bisa membooking-nya. "Wah, Kami sangat kagum dengan nona Anna. Semuanya terlihat jelas dan detail dengan semua keuntungan dan kelebihan produk perusahaan Daren yang terlihat sangat menjanjikan, dan kami sudah yakin akan berinvestasi hari ini juga, semoga kerja sama ini berjalan lancar," seru beberapa pria berdasi sembari memberikan tepuk tangan pada Anna. Setelah mendapatkan ijin dari sang bos, Anna pergi ke toilet untuk beberapa saat, tapi Dirga yang juga ikut meeting. Dia juga sengaja menyusul Anna. Seketika langkah Anna terhenti, lalu dia menoleh ke arah sumber suara yang berada tepat di belakangnya. Lalu Anna ju
Ketika Daren tengah menikmati manisnya bibir Anna, tiba-tiba saja Rudi kebetulan berjalan di lobi itu tak sengaja melihat sang bos dan rekan kerjanya itu tengah melakukan hal sangat membuatnya terkejut. "Tu-tuan ada telpon dari nyonya Renata dan..." Belum selesai Rudi mengatakan beberapa patah kata. Namun melihat hal yang tak seharusnya dia membuat asisten pribadi kepercayaan itu segera menghentikan langkah kaki dan segera memutar badan dan berusaha untuk mencoba tidak melihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat antara kedua orang yang berdiri tepat di pojok dinding restoran. Daren segera melepaskan ciumannya dan segera merapihkan diri, begitu juga dengan Anna. Rasanya ia sangat malu saat ada orang yang tak sengaja melihat mereka. "Kau ingin mengatakan apa Rudi? katakanlah lain kali hubungi aku lewat ponsel dulu jangan asal melihat," tegur Daren yang tidak suka saat moment pentingnya bersama Anna terganggu. "Maafkan tuan, lain kali saya akan menghubungi anda dulu lewat ponsel,
Renata terlonjak kaget, saat melihat suaminya yang baru saja pulang dari kantor. Sampai membuat ia menyimpan beberapa barang mewah yang baru saja di berikan kepada ibu mertua. "Mas Daren! kamu baru pulang?" tanya Renata yang segera menyapa dan menghampiri sang suami. Daren hanya berdehem, dengan raut wajah tampan yang terlihat datar. Saat dirinya masih di selimuti amarah mengingat kejadian tadi saat berada di restoran. Tanpa membuang waktu Daren berjalan menaiki tangga. Renata ingin terlihat menjadi istri yang baik, dengan cepat mengambilkan tas Daren dan mengikuti sang suami ke kamar, setelah berpamitan pada ibu mertuanya. Suasana di antara mereka berdua masih terasa canggung, tapi Renata berusaha untuk menjalin hubungan yang baik lagi setelah mereka tak bertemu selama satu tahun ini. "Mas Daren, hari ini ibu ingin ketemu kita. Malam ini bisakan kalau kita pergi ke rumah lamaku?" tanya Renata dengan permintaannya yang penuh harap. Daren yang tengah melonggarkan dasi masih terdi
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem