Tepat jam delapan malam, Renata sudah berdandan dan sudah siap untuk pergi ke rumah lamanya. Mengingat ia baru pulang dari paris tak lupa juga membawa beberapa oleh-oleh untuk ibunya."Mas, aku sudah siap apa bisa kita berangkat sekarang? ibu sudah menunggu kita dari tadi katanya dia juga sudah membuat makanan kesukaanmu," ajak Renata yang sudah tak sabar. Daren yang masih mengenakan kemeja pun, lelaki tampan itu menyuruh istrinya untuk menunggu di mobil. "Tunggu aku di mobil," perintah Daren dengan sikap yang dingin dan wajah tampannya datar. "Tapi mas aku...""Aku bilang kamu tunggu di mobil, aku belum selesai berpakaian," kata Daren untuk yang kedua kalinya dengan nada yang penuh penekanan. Sampai membuat Renata terhenyak kaget tak berani membangkang wanita bertubuh seksi itu menghela nafas kasar lalu terpaksa lebih dulu keluar dari mobil dan menuruni tangga menuju parkiran. Dengan perasaan yang kesal, Renata terus menggerutu. Rasanya sudah tak betah tinggal di rumah yang baru
Daren terkejut, saat ibunya tiba-tiba ada di belakangnya. Dengan cepatnya ia memasukkan. ponsel ke dalam saku jasnya. "B-bukan siapa-siapa Bu, hanya klienku saja," jawab Daren dengan singkat yang terlihat sangat nervous. Nyonya Hilda menggelengkan kepala, tak lupa juga dia mengingatkan putranya. "Daren! kenapa kamu menyuruh Renata untuk pergi lebih dulu, mana membawa barang-barang, seharusnya sebagai seorang suami kamu harus peka. Perhatikanlah sedikit jangan biarkan istrimu kerepotan membawa barang-barangnya sendiri, ibu tidak suka dengan sikapmu," tegur wanita paruh baya itu dengan sedikit meninggi. Daren menghela nafas kasar, lalu ia meminta maaf padanya. Karena tidak mau terus menjadi masalah yang besar yang terus di bahas. "Baiklah Bu, maafkan aku lain kali aku tidak akan mengulanginya lagi, kalau begitu aku pergi dulu," Daren pamit tanpa ingin mendengarkan banyak beberapa nasehat dari ibunya. "Ck, benar-benar Daren tidak peka. Padahal mereka menikah sudah tiga tahun. Masa s
Setelah ponselnya tidak berdering lagi, Anna yang baru saja merebahkan diri perlahan dia mulai bangun kembali. Lalu meraih ponselnya. Melihat sebuah pesan yang di kirimkan oleh Bosnya membuat ia terkejut. "Anna! berani sekali kali kamu tidak mengangkat telponku? apakah kamu memang sudah tidur atau pura-pura tidak dengar? besok aku ingin proposal proyek properti yang akan kita impor harus selesai dan kau berikan ke ruanganku langsung," ucap Daren yang memberikan sebuah perintah. Anna menghela nafas panjang, setelah membaca isi pesannya. "Di dalam chat saja, tuan Daren selalu saja marah tidak jelas. Lagi pula malam-malam menelpon aku apa istrinya tidak marah?" Anna menggelengkan kepala dan tidak habis pikir. Baru saja Anna ingin membalas chat dari Bosnya, tapi mengingat dirinya yang sudah terlanjur menghiraukan panggilan tadi membuat wanita cantik itu pun mengurungkan niatnya. "Tidak! lebih baik aku tidak membalas pesannya, dengan begitu dia pasti benar-benar mengira aku tidur," te
Malam semakin larut, Renata terlihat sangat bahagia saat Daren akhirnya setuju menginap di rumahnya. "Mas apa kamu mau mandi dulu? aku sudah menyiapkan air hangat untukmu?" tanya Renata yang sengaja menawarkan. Daren berdehem, lalu ia beranjak dari sofa setelah menyimpan ponselnya. Tanpa banyak bicara lelaki tampan berperawakan tinggi itu pun berjalan menuju ke kamar mandi setelah mengambil kimono tidur yang di sediakan oleh istrinya. Melihat sang suami yang sudah masuk, Renata pun menatap serius ke arah ponsel Daren. Entah kenapa dia merasa dari tadi suaminya terus saja memperhatikan ponselnya terus. "Sebenarnya siapa yang mas Daren hubungi terus? padahal aku baru saja pulang dari luar negeri masa dia tidak sedikit pun merindukan aku," batin Renata bertanya-tanya seraya menatap terus ke arah benda canggih yang berbentuk pipih itu. Dengan langkah yang pelan, Renata begitu penasaran. Lalu ia mencoba untuk mengambil dan melihat ponsel Daren. Beberapa kali Ia mencoba untuk membuka k
Setelah meminum jamu, entah kenapa Daren merasa tubuhnya seakan panas dan merasakan tak karuan. Terlebih lagi saat merasakan sentuhan jemari Renata di dada bidangnya. "Aku sangat merindukan dan mencintaimu mas," ungkap Renata, seraya menatap sang suami dengan jarak yang mengikis dekat. Bahkan karena tak tahan Renata mengambil lebih dulu untuk mencium bibir Daren. inisiatifNamun hampir saja Renata mendaratkan bibirnya, tiba-tiba saja Daren tak sengaja melihat sebuah gelang tali yang sangat familiar baginya. Sampai membuat lelaki tampan itu pun terpaksa menghentikan Renata sejenak. tibaRenata yang melihat Daren yang tiba- bangun dengan tatapan fokus ke arah meja yang ada di belakangnya. "Mas Daren! kenapa? aku ini istrimu kenapa kamu malah..." belum tuntas Renata mengungkapkan kekesalan yang ada di dalam hati. Daren lebih dulu mengambil dan melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Renata terkejut dan heran. "Tunggu, jawab aku yang jujur Renata, apakah ini gelang milikmu?" tanya
Pagi hari yang cerah, cahaya matahari menyinari gordeng. Renata yang masih terbaring di atas ranjang dia sangat terkejut dan kecewa saat melihat suaminya sudah berpakaian rapih dan segera bersiap untuk pergi ke kantor. "Mas Daren, kamu bangunnya pagi-pagi sekali," Kata Renata seraya beranjak dari atas ranjang dengan keadaan yang masih mengenakan gaun tidur yang tipis. Daren yang masih berdiri di depan cermin sembari merapihkan dasinya, perlahan mulai memutar badan dan menyahut. "Iya, hari ini aku ada rapat penting dan sepertinya aku tidak akan pulang malam ini karena ada perjalanan bisnis mungkin sekitar dua harian," Daren sengaja memberitahukan Renata. Mendengar sang suami yang akan keluar kota, membuat Renata seolah tidak rela. karena semalam baru saja dia ingin bercinta tapi sayang Daren malah ketiduran. "Dua hari lama sekali mas, padahal aku masih rindu sama kamu. Dan semalam kamu malah ketiduran," Protes Renata seraya memeluk Daren dari belakang. "Maafkan aku, mungkin aku te
Pratama GrupAnna yang terlihat begitu bersemangat setelah pamit pada ibunya, ia berjalan menyusuri lobi kantor menuju ruangan kerjanya. Namun tak sengaja berpapasan dengan Dirga yang kebetulan juga baru datang. BRUUKK! Seketika Anna terkejut saat melihat Dirga yang tak sengaja menabraknya, sampai semua berkas yang ada di tangannya semua jatuh ke bawah lantai. "Astaga! maafkan aku nona, aku tidak sengaja," sesal Dirga, lalu segera membantu Anna untuk membereskan beberapa berkas yang berserakan. "Tidak papa, mungkin aku juga tadi kurang fokus berjalannya," balas Anna yang masih membereskan beberapa file penting, namun Dirga yang membantu pun tak sengaja menyentuh tangan Anna. Sampai membuat tangan keduanya saling bersentuhan, dan Dirga perlahan menatap jelas wajah cantik sekertaris baru dari Kaka sepupunya itu. "Ka-kamu Anna kan?" Dirga memberanikan diri untuk bertanya karena ingin memastikan. Anna yang masih ingat pada Dirga saat meeting dulu dia pun mengangguk dan mengiyakan sem
Mendengar perkataan bosnya, Anna menatap nanar hatinya seolah tertusuk ribuan belati. Bagaimana bisa kata-kata seperti itu di lontarkan untuknya. "Tapi tuan, waktu itu aku tidak tahu ternyata anda sudah memiliki seorang istri. Makanya aku terpaksa setuju, tapi setelah tahu rasanya semua ini tidak pantas dan aku tidak aku melanjutkan perjanjian kita, jika anda ingin aku membayar semua uang biaya pengobatan ibu, bagaimana jika gajiku setiap bulan di potong saja," pinta Anna yang berusaha mengusulkan permintaannya. Daren tersenyum getir, saat mendengar perkataan Anna yang seolah berusaha mengatur dirinya. "Kau bilang apa Anna? kau ingin membatalkan apa yang telah aku minta dalam perjanjian kita? di sini aku adalah bosmu dan kau tidak punya kualifikasi untuk mengatur semuanya termasuk membatalkan apa yang telah kita setujui," Hardik Daren yang begitu marah sembari menyandarkan kedua tangan di dinding. Anna menelan saliva, ia merasa sangat takut saat atasannya itu terlihat sangat murka
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem