“Aku mana bisa nemenin dia, Mi. Aku ke sini buat menghadiri konferensi, bukan buang-buang waktu.”“Astaga, Dev, apa salahnya kamu temenin sebentar. Nggak bakal lama kok. Paling cuma dua sampai tiga jam. Lagian kliniknya buka sampai malam. Acara kamu selesainya kan sore. Kasihan Ajeng lho, Dev. Kasihan dia sendiri. Kalau ada apa-apa gimana? Kamu juga kan yang repot?”Radev berdecak kecil. Saat itu sedang tea break. Lalu Megan menelepon memberinya titah untuk menemani Ajeng ke klinik ortodontik ternama di Singapura. Ajeng ingin memasang veneer yang sudah sejak dua minggu yang lalu dipesan.“Pokoknya Mami nggak mau dengar Ajeng pergi sendiri ya, Dev.”“Mi, tapi aku kan—“Klik!Panggilan sudah diputus sepihak sebelum Radev berbicara.“Shit!” Radev yang tidak mampu menahan rasa kesalnya meletakkan ponsel ke meja dengan sedikit bantingan.Ia tahu pasti Ajeng merengek-rengek menelepon Megan agar membujuk Radev untuk memenuhi keinginannya.Radev menggeram sendiri. Bukan begini cara mengambil
Jari-jari panjang itu terselip di helaian rambut Starla sambil bergerak perlahan mengusap kepala perempuan itu.Starla tidak mengira jika keberadaannya di apartemen Radev malam ini akan berujung di ranjang lelaki itu. Mereka baru saja selesai bercinta sepuluh menit yang lalu. Radev tidak hanya dominan di keseharian. Tapi lelaki itu juga sangat mendominasi di atas ranjang. Ia membuat Starla melakukan apa pun yang diinginkannya tanpa sanggup untuk menolak.“Capek?” ujarnya lembut dengan tangan masih mengelus kepala Starla.“Lumayan,” jawab perempuan itu pelan.“Mau aku bikin capek lagi?"Senyum mengembang di bibir Starla. Ia yang tadinya tidur telentang memiringkan badannya mengarah pada Radev hingga mereka saling bertatapan.“Dev, aku pulang sekarang ya?” pinta Starla.“Udah jam dua,” jawab Radev keberatan. Ia tidak ingin melepas Starla. Perempuan itu harus tetap berada di sisinya sampai pagi.“Tadi aku ke sini cuma mau bersih-bersih. Tahu bakal kayak gini aku nggak akan mau.” Starla m
Suasana foodcourt yang Starla dan Radev kunjungi sore itu sangat ramai oleh pengunjung. Meskipun banyak meja tersedia tapi ternyata tidak cukup untuk orang-orang yang terus berdatangan.Tampak beberapa orang berjalan mondar-mandir membawa nampan di tangan mencari tempat duduk yang masih kosong. Beberapa dari mereka memilih bergabung dengan pengunjung lain yang di mejanya masih tersisa kursi kosong. Pemandangan ini wajar terlihat karena besok adalah weekend dan hari ini adalah kerja terakhir bagi sebagian besar pekerja kantoran.Yang tidak biasa adalah karena Radev tumben mengajak Starla makan di foodcourt. Saat ini jumat sore, mereka baru saja pulang dari kantor dan berniat menghabiskan waktu di luar.“Bapak yakin kita makan di sini?” tanya Starla tadi merasa ragu melihat keramaian di tempat itu.“Sure. Nggak ada salahnya sekali-sekali makan di sini.”Dan inilah mereka sekarang. Belum mendapat tempat duduk untuk menyantap makanan.“Itu ada dua kursi yang kosong, pas untuk kita.” Radev
Hari itu divisi keuangan dan pajak sedang sibuk-sibuknya sejak mendapat surat pemberitahuan bahwa beberapa petugas dari kantor perpajakan akan mengadakan audit. Para karyawan divisi tersebut harus bekerja ekstra keras. Kia tampak kusut karena pemberitahuan audit datang begitu mendadak.Mumpung hari ini pekerjaannya sedang sedikit santai Starla bermaksud membantu.“Ada yang bisa gue bantu, Ki?” Starla datang menawarkan diri.Kia mengangkat mukanya dari tumpukan berkas-berkas di meja. “Lo urus Pak Boss aja deh, La. Yang ini biar gue sama Octa yang ngerjain.”“Gue lagi santai sih, makanya ke sini mau ngebantu lo. Urusan sama Pak Boss udah kelar semua,” jawab Starla memberitahu.“Hm, apa ya? Lo duduk aja deh. Si Pongki tadi udah gue suruh ngopy invoice.”Starla akhirnya duduk memerhatikan Kia yang kelabakan. Sementara anak-anak divisi lain sudah banyak yang pulang. Di kantor mereka anak-anak divisi keuangan sering diledek karena pekerjaannya lebih banyak dan sering pulang terlambat karena
Sebuah lounge hotel ternama malam itu menunjukkan geliatnya melebihi malam-malam sebelumnya. Hanya saja ada satu hal yang berbeda. Tempat itu saat ini tidak dibuka untuk umum. Ajeng menyewanya untuk merayakan momen pergantian usia.Tempat itu dibuat seprivat mungkin. Hanya bagi para tamu yang memiliki undangan yang diizinkan masuk merayakan pesta ulang tahun Ajeng.Ajeng yang berbahagia malam itu tampak cantik bagai ratu. One shoulder dress kuning terang melekat sangat pas di tubuhnya dan mengekspos pundak serta lehernya dengan teramat jelas. Warnanya yang mencolok memikat berpasang-pasang mata agar menjadikan dirinya sebagai satu-satunya pusat atensi.Pesta ulang tahun itu dihadiri oleh teman-teman dekat Ajeng, keluarga, serta karyawan Gendari dan Casanova Garment. Namun, yang paling membuat perempuan itu begitu berbahagia adalah kehadiran sang tunangan yang saat ini sedang mendampinginya.Radev tidak bisa mengelak untuk hadir di acara tersebut. Itu adalah hal yang mustahil. Meski ac
Starla terkesiap begitu mengetahui siapa laki-laki yang berada di dekatnya saat ini. Entah mengapa ia harus bertemu lagi dengan laki-laki itu. Meski bukan hal yang mustahil karena acara ini sangat potensial untuk mempertemukan mereka.“Boleh ikut duduk di sini? Siapa tahu kamu butuh teman curhat.”Starla terpaksa menganggukkan kepala menjawab pertanyaan itu.Gathan menempatkan diri di sebelah Starla. Mereka duduk bersisian mengarah ke jendela kaca atau lebih tepatnya membelakangi titik acara yang saat ini sedang berlangsung.Gathan berdeham memancing Starla yang diam tanpa kata di sebelahnya. Sudah sejak awal tadi ia memerhatikan Starla. Apapun gerak-gerik perempuan itu tidak sedetik pun lolos dari pengawasan matanya. Termasuk ketika Starla diam-diam menjauh dari kumpulan orang-orang.“Wanna share something with me?”Kali ini Starla terpaksa menolehkan kepalanya pada Gathan yang sejak tadi mencoba memancingnya untuk bicara.“Aku nggak tahu kalau kamu juga ada di sini,” ucap Starla.Pr
Starla duduk membatu di sebelah Gathan yang menyetir di sebelahnya. Tidak sepatah kata pun terlontar dari mulut mereka berdua. Starla tidak tahu kenapa Gathan yang jelas-jelas sepupu Ajeng malah menolongnya dengan memberi tumpangan. Walau bagaimanapun Starla harus berterima kasih atas kebaikannya itu sehingga ia bisa terhindar dari Radev.Setelah dua ratus meter mereka menjauh dari hotel perempuan itu meminta agar Gathan berhenti. Ia ingin pulang sendiri. Gathan membuatnya malu dan tidak nyaman.“Tolong berhenti di sini. Aku turun di sini saja,” pinta Starla agar Gathan menepi.Bukannya memenuhi permintaan Starla pria itu malah menekan pedal gas semakin dalam.“Gathan, tolong berhenti dulu, aku mau turun di sini,” pinta Starla sekali lagi.“Aku akan antar kamu sampai ke rumah,” jawab pria itu bersikeras.“Makasih, tapi nggak usah, biar aku naik taksi.”“Yakin mau pakai taksi? Tengah malam begini? Radev bisa frustasi kalau terjadi sesuatu pada asisten kesayangannya,” ucap pria itu lagi
"Saya butuh kamu ada di sini sekarang. Banyak yang harus kamu lakukan.”Itu bunyi pesan dari Radev yang Starla baca ketika ia menyalakan ponsel. Sudah sejak kemarin alat komunikasinya itu mati. Starla memang sengaja agar Radev tidak bisa menghubunginya.Tahu pesannya terkirim Radev langsung menelepon Starla. Tapi pria itu harus kecewa karena Starla tidak meresponnya.“Ini perintah, Starla! Datang ke apartemen saya sekarang! Atau ...” Pesan berikutnya masuk dan sepertinya sengaja digantung. Radev membiarkan Starla menebak sendiri apa isi ancaman itu.Starla membalas pesan itu. Jari-jemarinya bergerak lincah mengetik huruf demi huruf.“Atau saya potong gaji kamu. Begitu, Pak? Itu kan ancaman andalan Bapak? Saya juga bisa mengancam Bapak. Ini hari Minggu, Pak. Jadi jangan paksa saya kerja. Saya bisa laporin Bapak ke Disnaker.”Tidak ada lagi balasan dari Radev setelahnya. Mungkin ia tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan.“La!!! Ikan lo gosong nih!!!”Teriakan adik tirinya membuat Star
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua