"Nyonya sudah ditunggu nyonya Greta di meja makan."Ucap Winda dengan sopan sesuai permintaan Ibu Siti pada para pelayan.Wajah ibu Siti tersenyum senang, ada rasa bangga tersendiri saat seorang pelayan menyebutnya dengan sebutan nyonya. Dengan angkuh dia berjalan mendahului Winda. Diikuti oleh putri kesayangannya, menuju meja makan. Dimana putra dan menantunya sedang menunggu kedatangan mereka. Setelah duduk, nyonya Greta mempersilahkan ibu mertuanya mulai makan."Silahkan dimakan bu, ini sup daging pilihan yang Greta buat. Enak sekali, Bram sering dibuatkan sup ini setiap hari. Tau nggak bu, sup ini juga baik untuk kesehatan," ucap Bram panjang lebar.Bagaimana olahan daging pilihan dan sayuran yang harganya sangat mahal dihidangkan spesial untuk ibunya, membuat Bram sangat bersyukur. Memiliki istri yang sangat kaya raya, dan juga sangat menyayangi keluarganya. Bram sangat menghargai usaha istrinya, dengan memuji masakan istrinya.Ibu Siti membuka mangkuknya, uap sup itu masih menge
Nyonya Greta semakin kesal, apa pun yang dia lakukan semua serba salah. Segala yang dia buat penuh cinta berakhir dengan tuduhan yang menyakitkan hatinya. Tahu begini, biarlah mbok Rumi dan para pelayan yang melakukan tugasnya. Mulai besok, dia tak ingin memasak lagi."Ayolah sayang kita kembali turun menemui ibu," bujuk Bram pada istrinya itu."Tapi, aku tak mau meminta maaf. Bukan salahku menaruh belatung di sup itu," ujar Greta kekeh, tak ingin disalahkan."Baiklah, tapi setidaknya kita bicarakan baik-baik bersama ibu."Nyonya Greta akhirnya memutuskan mengikuti kemauan suaminya.Ibu mertua dan Nita masih duduk di meja makan. Saat melihat wajah Greta dan Bram turun dari lantai atas, ibu Siti memalingkan wajahnya. Dia merasa sudah dikerjai habis-habisan oleh menantunya saat ini."Bram, besok kalau mau membuatkan masakan buat ibu dan Nita, pakai perasaan dong. Jangan mentang-mentang ibu dan Nita datang dari kampung, terus pelayan kamu dengan seenaknya membuat masakannya yang menjiji
" Ibu, apa yang kalian lakukan di sini?"Wajah nyonya Greta membuat ketiga orang itu terkejut setengah mati.Wajah ibu Siti dan Nita mendadak menjadi tegang, juga tak bersuara. Kenapa Greta bisa berada di sini. Apa dia mendengar semua perkataan buruknya pada Hani. Ah, Kenapa harus secepat ini mereka ketahuan."Ibu, kenapa kalian berada di kamar Hani?" Tanya Greta penuh selidik. "Nita apa ada yang sedang kalian sembunyikan dariku di sini?" Greta bertanya penuh penekanan. "Aduh, apa yang harus aku katakan pada iparku ini. Bagaimana kalau aku salah bicara. Bisa saja Greta akan mengusir aku dan ibu. Padahal aku masih ingin berlama-lama tinggal di rumah ini, masih ingin menikmati fasilitas mewah milik kakak ipar kaya raya ini," gumam Nita dalam hatinya.Sedang Hani tak ingin ikut campur. Dia memilih diam, lebih tepatnya dia ingin sekali melihat bagaimana ibu mertua dan iparnya berdalih. "Ayolah ibu, katakanlah alasannya," gumam Hani dalam hatinya. Dia suah tak sabar mendengar jawaban
Ibu Siti tak bisa melawan rasa takutnya hingga dia jatuh ke lantai dan tak sadarkan diri. Hani menahan tawanya dan merasa berhasil mengerjai ibu mertua nyonya majikannya itu. Kemudian dia memilih kembali menuju ke kamar belakang miliknya dengan santai.Saat melewati ruang tengah, suara dengkuran Nita memenuhi ruangan ini. Hani hanya menggelengkan kepalanya melihat Nita yang tertidur pulas. Bahkan jika terjadi sesuatu pada ibu Siti di kamar tamu, dia takkan menyadarinya. Bagaimana tidak, Hani tertawa lecil, tadi saat selesai makan malam Hani membubuhkan obat tidur di gelas teh milik Nita. Semua itu demi melancarkan rencananya.Kring kring Bunyi telpon di meja kecil mengagetkan Hani.Hani mendekati meja, lalu memberanikan diri mengangkat telponnya."Halo.""Hani," panggil suara di seberang telpon."Iya nyonya, saya disini.""Saya bisa minta tolong sama kamu, katakan pada ibu mertua dan Nita, kalau aku sama mas Bram belum bisa pulang malam ini. Masih banyak urusan yang belum dilakukan d
Bram masuk ke ruangan ibu Siti. Dia tak tega melihat ibunya yang kini terbaring lemah. Sedang Nita, dia hanya menangis di samping ibunya. Teringat lagi kata dokter barusan pada mereka."Ibu anda jangan dibuat stres dahulu. Agar darah tingginya bisa dengan cepat distabilkan kembali."Bram mengusap wajahnya dengan kasar. Greta mendekati suaminya yang masih duduk di bangku panjang depan ruangan ibu Siti. Dia menggenggam tangan suaminya itu dengan erat."Sabar sayang, kita pasti bisa melewati semua ini."Bram menganggukkan kepala. Tiga hari bu Siti mendapatkan perawatan di rumah sakit. Membuat Bram dan Greta bolak balik menuju ke Rumah Sakit.Hingga siang ini ibu Siti dipulangkan. Di depan pintu rumah mewah dia turun, dipapah oleh putranya.Para pelayan menyambut mereka menyiapkan semua kebutuhan ibu Siti. Setelah ibu Siti dibaringkan di atas tempat tidur, mereka membiarkannya beristirahat."Eh pelayan," panggil Nita pada seorang pelayan di dapur."Iya, nyonya," jawab pelayan itu patuh.
Ternyata reaksi obat diet Winda sungguh sangat cepat terlihat. Baru saja diminum beberapa teguk, ibu Siti sudah keluar masuk toilet. Tanpa melihat Hani sudah sangat puas dengan hasil kerja obat buatannya. Sedang Nita masih belum mendapatkan kesempatan mengajak ibunya berbicara."Ibu kamu lama-lama sudah sangat keterlaluan mas.""Sayang, kamu kan tahu ibu itu sudah tua. Dia hanya perlu banyak perhatian dari anak-anaknya.""Tapi bukan begitu juga caranya. Selalu saja berbicara tanpa memikirkan perasan orang lain. Kalau aku memang jahat dari awal juga aku tak mau mengijinkan mereka kemari. Mereka berada di sini sudah aku sambut dengan baik, memberikan semua fasilitas terbagus dalam rumah ini. Bahkan saat makan pun kiya bersama-sama.""Iya sayang, mas mengerti dengan perasan kamu. Mas minta maaf yah, kalau ibu selalu buat kamu tersinggung."Bram lalu memeluk istrinya dalam dekapannya."Kalian sedang membicarakan ibu ya?"Tiba-tiba suara ibu Siti mengagetkan mereka. Ibu Siti berdiri di pi
"Permintaan ibu tak banyak nak, pasti kamu bisa mengabulkannya kan. Ibu yakin istri kamu punya uang yang banyak dan bisa untuk membelikan perhiasan untuk ibu," ucap ibu Siti Bram hanya mengangguk, buat hati ibu Siti semakin bahagia."Kalau kamu membelikannya dengan segera, mungkin ibu bisa lebih cepat sembuh." Ucapnya lagi memohon dengan suara yang dibuat selemah mungkin.Bram hanya menunduk dan terdiam, dalam pikirannya bagaimana caranya dia membujuk istrinya untuk bisa membelikan perhiasan untuk ibunya ini."Bram, kok kamu diam aja?""Bu--kan begitu bu."Bram tergagap dengan pertanyaan ibunya."Kamu diam, berarti tak mau membelikan ibu perhiasan mahal ya?"Rajuk ibu Siti pada putranya."Iya bu, nanti Bram belikan untuk ibu."Bram memilih menenangkan hati ibunya."Begitu dong nak, ibu merasa paling beruntung di dunia, mempunyai putra yang sangat menyayangi ibu," puji ibu Siti.Bram menggaruk tengkuknya yang tak gatal.Tanpa sengaja Hani mendengar pembicaraan Bram dan ibunya. Semua it
Permintaan ibu mertua yang begitu tak masuk akal membuat Greta semakin tak suka. Tapi dia lebih memilih mendiamkannya, apalagi pernikahannya dengan Bram masih seumur jagung. Bukannya apa, hanya saja malas untuk mempermasalahkannya.Sudahlah dengan masalah perhiasan, kelakuan ibu mertua dan iparnya semakin membuat nyonya Greta tak suka. Saat memerintah pelayan dengan kasar. Memperlakukan mereka seenaknya saja. Pada hal selama ini nyonya Greta tak pernah membuat batasan antara dia dan para pelayannya.Semua pelayan di rumah ini dianggap sebagai saudaranya sendiri. Bahkan jika dia ingin meminta bantuan pada pelayannya, nyonya Greta meminta tolong dengan kata yang halus tanpa berteriak. Karena dia yakin pelayannya pasti sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan.Nyonya Greta memilih pergi ke perusahaannya. Mungkin di sana akan lebih baik. Dari pada berdiam di dalam rumah dan melihat kelakuan sang ibu mertua yang begitu kasar. Berulang kali dia meminta suaminya untuk menegur sang ibu, a
Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar
Hani mengajak Niko naik ke panggung. Niko sangat tak menginginkan situasi seperti ini. Sementara Ayunda tersenyum penuh kemenangan. Karena bujukkannya pada Hani berhasil.Hani berniat mendekati Ayunda, agar tak ada jarak di antara mereka. Tiba-tiba Hans mengikuti langkah Niko. Lalu berbisik pada Niko, membuat Niko bernapas lega. Hans pun menganggukkan kepala ke arah Hani."Terima kasih Hani, kamu sudah mewujudkan keinginanku malam ini," ucap Ayunda tersenyum."Siapa bilang aku mengijinkan kamu untuk bertunangan dengan Niko?"Pertanyaan Hani sontak membuat Ayunda terperangah kaget.Seorang pria berbadan kurus dan tinggi berpakaian jas berwarna hitam masuk ke dalam ruangan. Hani tersenyum ke arah pria itu."Harusnya aku yang akan memberikan kejutan untuk kamu Ayunda."Ucap Hani tenang, melihat wajah Ayunda memerah menahan amarah saat pria itu sudah berdiri di sampingnya."Ayunda, aku bawakan kejutan untuk kamu."Pria berjas hitam itu menyerahkan sebuah amplop pada Ayunda.Segera Ayund
"Hentikan!"Niko berteriak emosi.Melihat Ayunda begitu lihai membujuk Hani agar mau mengikuti keinginannya.Niko mendekati mereka, lalu memegang pergelangan tangan Hani. Kemudian mengajak Hani pergi dari sana."Niko!"Teriak Ayunda. Niko enggan untuk sekedar berbalik untuk melihatnya. Langkahnya semakin panjang, mengajak Hani pergi dari sana lalu masuk ke dalam mobil.Lalu memerintahkan Hans untuk melajukan mobilnya. Niko meminta Hans untuk membawa mereka kembali ke hotel.***"Hani, kamu kemana saja, sejak semalam kamu pergi dan tak memberi kabar. Apa kamu tahu aku sangat mencemaskan kamu?"Tanya Niko, yang sudah duduk berdampingan dengan Hani di sofa ruangan tengah.Hani menatap manik mata elang Niko dalam.Niko mengambil tangan Hani dan menggenggamnya. Sungguh dia sangat khawatir, karena Niko sangat tahu sifat Ayunda yang sangat ekstrim. Dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanya. Bahkan kalau bisa dia mengingankan mencelakakan seseorang pasti akan dia lakukan.Hani
Ayunda wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model yang cukup terkenal. Pertemuannya dengan Niko saat acara peresmian perusahaan baru ayahnya yang bekerja sama dengan perusahaan Niko. Keduanya lalu bertukar nomor. Dan Niko berpikir itu hanya sebatas urusan bisnis saja.Saat Ayunda menghubungi Niko, dan memintanya bertemu Niko, pikir Ayunda sudah menjadi bagian dari perusahaan ayahnya. Yang mau belajar tentang bisnis dan berbagi ilmu, itu saja.Semakin hari kedekatan Ayunda dengannya semakin membuat risih. Niko yang saat itu pikirannya sedang terbagi, antara pekerjaan dan mencari keberadaan Hani. Sikap cuek dan dingin dari Niko malah membuat Ayunda tertantang.Setiap hari Ayunda selalu memiliki alasan agar bisa bertemu Niko. Meminta Niko melakukan ini dan itu untuknya. Niko tak ingin kehidupannya terganggu oleh Ayunda berulang kali menolak Ayunda. Penolakan Niko membuat Ayunda tak pernah patah semangat."Semua pria bertekuk lutut, untuk bisa tiba di atas ranjang bersamaku. Kini