Adero sempat terpaku setelah wanita yang ia tabrak berlalu pergi. Ia menggelengkan kepala, mencoba untuk berpikir jernih karena wanita yang menabraknya bukanlah Helena Dwight. Ia membereskan pakaiannya, lalu berjalan menuju ke pintu restoran.
Tangan kanannya mendorong pintu dan ia pun masuk. Menengok ke arah kanan kiri, ia bisa menemukan di mana wanita bermata biru itu duduk. Ia mencoba mengabaikan, tetapi entah mengapa ia merasa bahwa wanita itu memperhatikannya.
Adero mengangkat bahu lalu mendekati kursi yang tampak kosong. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang dengan membawakan buku menu.
Adero membuka buku menu, baginya menu di restoran ini cukup biasa saja, sehingga ia bahkan tidak tahu harus memesan apa. Sepertinya, ia sudah sering memakan jenis makanan yang ditawarkan restoran yang ia datangi ini. Akan tetapi, ia tetap harus memesan makanan karena perutnya sudah lapar.
“Aku pesan salmó marinat amb anet, suquet de rap amb patates, helado de mango, dan agua sin gas o vichy. Sudah itu saja,” kata Adero sambil mengembalikan buku menu.
Pelayan itu sudah menulis pesanan Adero, ia lalu menundukkan kepalanya. “Pesanannya akan diantar secepatnya,” ujar pelayan lalu pergi.
Adero mengamati seluruh bagian restoran, lumayan bagus untuk dijadikan tempat makan bersama kekasih atau keluarga. Ia juga berharap makanan di restoran ini akan sedap, agar ia tidak perlu mencari restoran jauh-jauh saat makan siang di perusahaan.
Adero menoleh saat tanpa sengaja ada keributan kecil yang terjadi. Wanita yang masih belum ia tahu namanya tidak sengaja tertabrak oleh pelayan yang membawa minuman untuk diberikan kepada pelanggan. Dari tempatnya duduk, ia bisa mengamati raut kesal wanita itu, ia mengangkat bahu lalu melihat wanita itu berbicara kepada dua temannya lalu pergi.
Adero mengeluarkan dompetnya, ia menaruh sejumlah uang yang ia yakini sesuai dengan pesanannya tadi. Ia lalu mengejar wanita yang baru saja keluar restoran. Ia mencari keberadaan wanita yang ternyata sedang memainkan ponselnya.
Adero berjalan dengan pelan ke arah wanita itu, ia sedikit menelisik raut wajah wanita itu ketika menerima pesan dari seseorang. Ia lalu menyenggol bahu wanita itu sambil tersenyum.
“Ada yang bisa saya bantu?”
Pertanyaan itu tidak penting bagi Adero, karena sekarang fokusnya pada raut yang tampak tercengang itu. Ia menatap mata biru itu cukup lekat, sebelum mengalihkan pandangan ke arah jalanan.
“Kamu ingin pergi. Kebetulan, kursi mobilku terasa dingin, apakah aku bisa mengantarmu?”
Bukannya menjawab, wanita itu malah tampak sangat terkejut. Adero menikmati setiap gerik yang ditampilkan oleh wanita yang kini ada di depan matanya. Ia juga memandang begitu dalam ke mata biru yang kini menatapnya terang-terangan.
“Namaku Carlson, jika kamu ingin tahu.”
“Ah, ya. Tapi aku sudah memesan taksi, sebentar lagi akan datang.”
Adero sedikit kecewa, tetapi ia bukan pria yang suka memaksa. Jadi, ia hanya mengangguk mantap. “Baik, kalau begitu. Padahal aku membawa jaket untuk menutupi noda di bajumu.”
Adero bukan pria yang munafik, sungguh ia berharap wanita itu akan memanggil namanya saat ia berjalan mendekati mobilnya. Persetan dengan rasa lapar, wanita yang bahkan baru ia temui itu membuatnya sangat penasaran. Ia bukan Helena, tetapi wanita itu begitu mirip, meski sedikit.
“Tuan Carlson.
Adero menghentikan langkah, ia memutar tubuh dan menatap ke arah wanita yang tadi baru saja menolak ajakannya. Ia menatap wanita itu dengan tatapan meminta kalimat yang menggantung itu diteruskan.
“Aku tidak tahu apakah yang aku lakukan hari ini adalah keputusan yang tepat. Tapi, aku akan menerima ajakanmu untuk mengantar aku pulang.”
Adero bisa saja menampakkan wajah penuh bahagia atau semacamnya. Namun, ia hanya mengangguk dan membukakan pintu mobil. Setelah wanita itu duduk di kursi penumpang depan, ia mengambil jaket yang entah sejak kapan ada di kursi penumpang belakang. Mencium aroma jaket itu masih wangi, ia memberikan jaket itu pada sang wanita.
“Pakai jaket itu, jangan sampai noda itu menempel di kursi mobilku.”
Adero menikmati setiap reaksi yang diberikan sang wanita. Ia menutup pintu mobil lalu berputar untuk masuk ke dalam mobil. Ia memarkirkan mobilnya dengan baik sehingga ia bisa melajukan mobilnya ke jalanan.
“Siapa namamu dan di mana rumahmu?”
Adero bukan pria yang suka basa-basi, jadi ia langsung bertanya informasi yang dibutuhkan agar tak terlalu memakan waktu yang lama.
“Namaku Nevilla dan aku tinggal di Mardid Rent Flat.”
Adero mengangguk, ia cukup mengenal tempat tinggal yang nyaman untuk ditinggali sendiri itu. Sehingga, ia pun segera melajukan mobilnya ke tempat yang dituju.
Sepanjang perjalanan Adero begitu fokus, tanpa ia tahu bahwa Nevilla diam-diam sering meliriknya. Wanita itu mengagumi setiap detail dari wajahnya. Sesekali meneguk air liur, berusaha menghilangkan segala pikiran buruk saat menatap rahang tegas dan leher Adero.
Nevilla memilih untuk melihat pemandangan dari kaca mobil yang hitam, baru kali ini ia bisa duduk di mobil yang menurutnya sangat mewah ini. Ia tidak menampik, saat Adero datang menghampirinya sambil mengatakan bahwa kursinya dingin, ia akan dengan senang hati menghangatkannya.
Nevilla menggelengkan kepala, tanpa tahu bahwa Adero melihatnya.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Adero yang merasa heran dengan tingkah Nevilla.
Nevilla menoleh dan menangguk. “Ya, aku baik-baik saja. Memangnya kenapa?”
Adero menggeleng, ia membelokkan mobilnya dan mereka pun sampai di tempat tujuan. Nevilla langsung turun dan menatap flat yang sudah lama ia tinggal itu sambil berharap ia bisa mencari tempat tinggal yang jauh lebih bagus.
Nevilla menatap Adero yang sudah keluar dari mobil. Ia mengamati penampilan Adero yang terkesan sangat mewah dan berwibawa. “Terima kasih telah mengantarkan aku pulang. Jaketnya?”
“Kamu simpan saja,” ujar Adero.
Nevilla tersenyum tipis. “Apa kamu mau mampir dulu?”
Adero menggeleng, karena sekarang ia harus memikirkan perutnya yang sedari tadi meminta untuk diisi. “Mungkin lain kali,” katanya.
Adero lalu menghampiri Nevilla, ia mengusap pipi wanita itu. “Sampai jumpa, Nevi.”
Nevilla memundurkan tubuhnya, tangannya memegang jaket Adero dengan kencang. Ia melihat Adero memasuki mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan dirinya bersama gedung flat.
Nevilla menggigit bibir bawahnya sambil berjalan memasuki gedung flatnya, ia tidak pernah bisa menebak sosok Carlson yang baginya begitu misterius dan tegas. Pria itu juga terang-terangan memanggil ia dengan panggilan Nevi sambil mencoba begitu perhatian. Ia tak menampik bahwa ia terlena pada pandangan pertama pada pria itu.
Sementara itu, Adero menghentikan mobilnya di restoran yang tidak jauh dari tempat Nevilla tinggal. Ia lalu masuk sambil bersenandung kecil seakan baru saja memenangkan hadiah yang teramat besar. Mencari tempat duduk di posisi tengah, ia lalu memanggil pelayan dan memesan makanan yang sesuai dengan seleranya.
Adero memakan makanan restoran itu dengan lahap tanpa sisa, ia juga begitu mengagumi dekorasi yang pemilik restoran ini buat. Sangat cocok apabila bersantap makanan dengan pasangan yang dicintai. Ia merasa begitu kenyang, lalu membayar makanannya.
Adero menyadari bahwa ponselnya bergetar, ia segera membaca pesan yang ternyata dikirimkan oleh Aron. Ia tersentak kaget dan segera keluar dari restoran, entah apa yang baru saja terjadi di rumahnya. Tetapi, ia tahu ini kabar yang buruk.
Sinar matahari pagi hari ini begitu silau, Nevilla membuka mata dan langsung mencari keberadaan ponselnya. Setelah menemukan ponselnya, ia melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dengan mata yang masih mengantuk, ia bangun dari tempat tidur. Betapa terkejutnya, saat ia melihat seseorang yang mengantarnya pulang kemarin, berdiri di dekat pintunya.Nevilla meneguk air liurnya, ia memundurkan langkah bersamaan dengan Carlson yang mendekatinya. Tangan kekar milik Carlson dengan sigap memeluk tubuhnya, membuat ia menegang seketika. Embusan napas berat dari Carlson membuat ia menahan napas. Ia memejamkan mata, ketika wajah Carlson semakin mendekat ke arahnya.Nevilla tidak bisa berbuat apa pun selain menuruti gerakan tubuhnya, ia bahkan tak bisa menolak saat pria itu mengangkat tubuhnya dan membaringkan dirinya di kasur. Ia mendadak bersemu, saat Carlson membuka kaos yang dipakainya. Bentuk tubuhnya yang kekar, serta tatapan yang tak pernah lepas darinya, membuat
Nevilla terpaku sejenak, ia melirik ke arah Serena yang tampak terkejut. Ia menarik napas lalu mengembuskannya. “Kenapa harus aku?”Sungguh, Nevilla sangat menyadari bahwa pertanyaan yang ia ajukan sangat konyol. Ia bekerja di perusahaan itu cukup lama dan bahkan ia malah menanyakan hal yang tidak penting padahal ia hanya perlu menyetujuinya saja.“Sebenarnya aku juga tidak begitu yakin kalau kamu bisa membantu ayahku, tapi Aron tetap bersikeras bahwa kamu memiliki bukti mengenai bagaimana ayahku mendapatkan proyek-proyek besar.”“Kamu salah,” bantah Nevilla. Ia sangat yakin, jika Aron melakukan hal ini karena ingin bertemu dengannya, ia memang beberapa hari ini tidak pernah membalas atau menerima panggilan dari pria itu.Nevilla mencari kertas dan juga pulpen, setelahnya ia menuliskan alamat seseorang dan memberikannya pada Ale. “Kamu bisa menemui sekretaris Viana, dia yang selalu bersama dengan Pak Davi dan Pak Arkan untuk mengurus proyek-proyek besar.”
Nevilla terkejut bukan main setelah tanpa sengaja harus bertemu dengan Aron dan kedua anaknya, yaitu Vincent dan Vena. Tak ada pilihan lain, Nevilla menerima ajakan Aron untuk bergabung dengannya, Serena bahkan tak keberatan akan fakta itu. Mereka kemudian memilih untuk pergi ke salah satu restoran untuk makan siang.Aron melambaikan tangan kepada salah seorang pelayan yang langsung datang menghampiri. Ia lalu menyerahkan daftar menu pada Nevilla dan Serena. Serena tanpa basa-basi memesan makanan kesukaannya dan Nevilla hanya mengikuti Serena tanpa berniat memilih menu yang lain.Aron memerhatikan Nevilla dan ia melihat perubahan yang aneh pada wanita itu. Nevilla biasanya begitu ramah dan sesekali menggoda Vincent, hari ini wanita itu tidak melakukan apa pun, kecuali duduk sambil memandangi seluruh sudut restoran. Aron merasa dirinya ingin menanyakan sesuatu, tetapi ia tahan karena ia tidak memiliki hak apa pun terhadap wanita itu.“Tante Villa habis dari
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, pihak kepolisian memutuskan untuk memulangkan Arkan karena ketika mereka menghubungi pelapor, tidak ada jawaban meski sudah sampai sepuluh kali panggilan. Mereka juga memberikan kembali bukti kuat yang sempat ditunjukkan.“Sebagai polisi, akhir-akhir ini aku tidak cukup mengerti dengan pikiran para pelapor. Memangnya mereka bisa membawa kasus ini ke pengadilan jika dihubungi saja tidak bisa,” omelnya.Para polisi yang ada di situ menepuk pundak polisi yang kini menatap ke arah Nevilla dan Axel. Ia lalu menyerahkan berkas tadi. “Ini kau simpan baik-baik. Aku akan mencoba melacak nomor yang menghubungi kami untuk penangkapan Pak Arkan dan segera memberi tahu,” jelasnya.Nevilla mengangguk mantap, ia bersama Axel kemudian menuju ke sel di mana Arkan berada. Arkan terlihat duduk lalu tersenyum saat polisi datang membukakan gerbang sel. Axel langsung memeluk ayahnya sedangkan Nevilla mengangguk sopan
Sera menyesali perbuatannya, sehingga ia meminta maaf dan akan melakukan hal apa pun. Ia merasa tak berdaya jika harus berurusan dengan polisi, maka ia memohon kepada Arkan untuk tak membawanya ke kantor polisi. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, jika ia harus menetap di penjara.“Aku sudah memikirkan solusi untukmu. Pergi dan temui orang yang telah menyuruhmu melakukan hal ini. Axel akan mengikutimu dan akan ada putraku yang lain juga."Arkan berlalu pergi memasuki kembali bangsal tempat Ale berada. Ia masih tidak menyangka akan mendapati Sera berani mengkhianati kepercayaan. Sudah beberapa tahun, wanita itu selalu menjadi salah satu kepercayaan perusahaan dan ia kini bersekongkol dengan seseorang untuk menghancurkannya.Ale sempat mendengar percakapan di luar tadi. Ia sebenarnya tak menduga jika sang ayah akan dengan cepat mengetahui fakta itu. Ia sengaja diam saja, karena ia meyakini jika Sera melakukan hal ini atas paksaan bukan keinginannya sendiri.
Berita penangkapan manajer perusahaan AIA Company, Daniel Fappe, sedang menjadi topik hangat di antara para karyawan. Mereka masih sibuk berbisik-bisik sebelum waktu masuk perusahaan. Ada yang duduk di kantin bersama karyawan yang lain, berjalan sambil sesekali menyapa karyawan lalu saling memberikan informasi, atau memilih untuk diam-diam berbicara di toilet.Nevilla mendengarkan dengan saksama apa yang dijelaskan oleh Serena. Sahabatnya itu sedari tadi belum berhenti bicara karena masih tidak menyangka jika Daniel yang terlihat baik hati dan tidak sombong itu adalah pelaku kejahatan. Pria itu sengaja memasukkan satu perusahaan setelah melakukan pembayaran besar untuk sebuah proyek kerja sama. Tak tanggung-tanggung, Daniel bahkan hendak membuat AIA Company bangkrut, alasannya ia memiliki dendam pribadi terhadap Aron yang seharusnya tidak membuatnya putus dengan sang pacar. Sesuatu yang benar-benar tak bisa diduga.Suara tepukan tangan membuat para karyawan melihat ke
Nevilla terdiam di samping Ale, ia masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia tidak menyangka bahwa hari ini di depannya Carlson sedang berdiri sambil mengamatinya. Pria itu hampir membuat jantungnya meledak saking kagetnya. Ditambah, ia menyadari jika Aron kini juga telah menatapnya.“Aku dan Nevilla ingin menuju ruanganmu, Kak, tetapi sepertinya kita malah bertemu di sini.” Ale seakan tahu kecanggungan yang telah terjadi, pria itu menyenggol lengan Nevilla.Nevilla melirik sembari tersenyum tipis, berpura-pura mengangguk jika yang diucapkan oleh Ale bebar adanya. “Ya, aku akan ke ruangan Pak Carlson selaku direktur baru.”Nevilla kian menyadari setelah Ale menyebut kata kakak pada keduanya, ya keduanya itu saja dulu yang ada di pikirannya. Ia sempat melihat Aron mendadak menampakkan wajah tidak suka, tidak hanya itu, pria itu bahkan pergi tanpa mengucapkan apa pun. Ayolah, Nevilla tidak begitu mengharapkan pria itu untuk bica
Nevilla melangkahkan kakinya meninggalkan meja kerja. Ia tidak peduli dengan tatapan para karyawan yang lain, ia hanya ingin segera berbicara dengan Carlson dan setelah itu membiarkan mereka seperti orang yang tak saling mengenal. Ketika tadi ia merasakan kesal karena pria itu pura-pura mengenalinya, kini ia sendiri berharap seperti itu. Tetapi sebentar, Nevilla menghentikan langkahnya, ia seakan lupa tujuannya datang ke kota ini.Nevilla kembali berjalan sesaat setelah Carlson menyadari dirinya berhenti mengikuti pria itu. Ia lalu dengan langkah cepat menyejajarkan diri. Ia sempat melirik pada Carlson yang sedari tadi tidak bicara. Ia sedikit menundukkan wajah saat mengetahui dirinya kini menjadi tontonan karyawan yang tidak sengaja sedang melintas atau dilintasi. Ia mendongak kala Carlson membuka pintu ruangan istirahat dan menyuruhnya masuk. Mau tidak mau, Nevilla berjalan memasuki rumah serba putih itu.“Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Nevilla ter
"Terima kasih," ujar Adero lalu memutuskan sambungan telepon. Dia baru saja menghubungi seseorang yang bisa diajak kerja sama untuk mengungkap kembali kasus kecelakan yang terjadi pada Hana. Bagaimana pun, dia tidak bisa bertindak seorang diri, mengingat akan banyak orang yang dilibatkan dalam kasus tersebut.Adero mengambil jaket yang sudah dia siapkan. Hari ini, dia tidak berniat untuk pergi ke perusahaan karena sudah muak dengan segala pembicaraan mengenai penolakan investor yang baginya akan merugikan itu. Ayahnya, Arkan, bersikeras kalau dia harusnya nenerima saja karena selalu ada risiko dalam setiap pengambilan keputusan. Sayangnya, dia tidak menikmati itu, mengingat dia tidak mau rugi besar."Tidak ke kantor?" Ale tersenyum tipis pada Adero yang baru saja keluar dari kamar. Dia sudah menduga kalau kakaknya itu akan melakukan hal seenaknya ketika pendapatnya tidak dihargai. Dia kembali bertanya, "Hari ini mau ke mana?"Adero mengangkat bahu acuh seakan dia tak mau Ale tahu meng
Kepulangan Vena langsung disambut oleh Avalee. Ia bersyukur karena cucunya baik-baik saja. Ia pun mendekat pada Arkan untuk mengetahui kondisi kesehatan Vena. “Bagaimana? Dokter tidak mengatakan hal buruk kan? Aku sungguh khawatir,” ujarnya sambil mengikuti langkah Arkan menuju ruang keluarga.“Apakah Adero dan Ale belum pulang?” tanya Arkan tanpa menjawab pertanyaan Avalee. Ada yang ingin ia bicarakan pada kedua putranya itu. Tentunya terkait dengan kemajuan perusahaan dan kerja sama dengan investor dari Jerman. Ia sudah mendapatkan laporannya dari Nevilla sehingga harus segera bicara mengenai kejelasannya.“Aku bertanya keadaan cucuku. Bisakah kamu tidak mengurusi pekerjaan dulu? Aku yakin mereka bekerja dengan baik.” Avalee tidak suka ketika Arkan malah fokus pada perusahaan saat mereka sedang membahas keluarga di rumah.Arkan mengangguk paham. “Vena baik-baik saja. Dia harus istirahat yang banyak dan meminta obat. Tak ada
Kecelakaan mobil yang mengakibatkan Hana terbunuh karena ada yang salah dengan remnya. Tak hanya itu saja, sebenarnya ban belakangnya pun sudah hampir pecah saat itu. Seseorang yang Adero temui kemarin memberi tahu kalau ini mungkin kasus pembunuhan. Ada seseorang yang merencanakan lebih dulu kecelakaan yang menimpa Hana tetapi tertutupnya kasus membuat segalanya tidak terkuak. Jika ingin membuka kasus ini kembali, pasti membutuhkan waktu yang banyak karena tak mudah untuk dieksekusi lagi.Bayangkan saja. Sudah enam tahu lamanya. Adero sadar kalau saran ibunya memang benar. Ia harus bergerak maju, menjalani kehidupan yang membawanya ke titik melupakan. Namun, semakin ia berusaha untuk melupakan, nyatanya ia tak bisa menghindarinya kalau ia masih penasaran dengan siapa pelaku sebenarnya dan kenap. Hana tidak salah apa pun. Aron yang salah karena menghamilinya dan membawanya pada kematian. Ia tak akan melupakan kenyataan itu. Tak akan pernah.Adero menatap pintu yang sedari tadi
Arkan menatap Aron dengan tatapan menyelidik. Ia masih tak percaya kalau putra tirinya tidak tahu kalau badan Vena sudah panas sejak tadi pagi. Ia mendapatkan pesan dari Juniel yang kebetulan akan mengantar Vena ke sekolah. Juniel yang merasa kalau wajah Vena pucat segera menelepon Arkan dan memberi tahu kalau Vena sakit. Ketika dokter memeriksa pun dikatakan bahwa seharusnya ada gejala lebih dulu sehingga jika ditangani dengan tepat sebelum dibawa ke rumah sakit, Vena tidak akan pingsan.“Apakah kamu tidak membaca pesan dari ibumu? Dia juga meneleponmu beberapa kali. Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Arkan.“Aku harus menggantikan Adero mengurus proyek apartemen Helton. Jadi, aku tidak bisa menolaknya. Pesan dan panggilan itu aku minta maaf." Aron sadar ia telah salah mengabaikan pesan dari ibunya. Ini karena ia punya kesempatan untuk berdekatan dengan Nevilla dan baginya itu kesempatan agar hubungan mereka menjadi lebih baik lagi.Kening A
Kedatangan Nevilla ke perusahaan membuat karyawan yang datang berbisik-bisik. Ia menatap para karyawan dengan pandangan bingung lalu menaiki lift menuju ruangan barunya. Ia menatap pintu lift yang dibuka paksa oleh Malvin. Ia menatap tidak suka meskipun Malvin tersenyum padanya.“Aku tidak menyangka kalau kamu dengan mudahnya mampu menggantikan posisi Viana,” ujar Malvin setelah menekan nomor lantai yang hendak ia kunjungi. “Aku tahu kalau kamu merupakan satu-satunya kandidat yang cocok menggantikan Viana tetapi bukankah ini terasa aneh?”Nevilla ingin menjawab perkataan Malvin tetapi ia menahan diri karena sudah pasti akan terjadi keributan. Malvin juga biangnya gosip sehingga ia harus memastikan kalau pria itu tidak bicara macam-macam pada siapa pun sehingga ia menahan untuk tak bicara sampai pintu lift terbuka.“Bukankah kamu seharusnya turun?” Nevilla memandang Malvin dengan senyum bahagia. Ia berharap lega ketika pintu lift kem
Badan Nevilla terasa pegal karena ia harus menyelesaikan beberapa laporan yang harus dikirim hari ini. Ia menatap layar laptop dengan pandangan mengantuk tetapi ia tahan saja sebab ia harus mengerjakan tugas dengan baik, tak peduli siang atau malam. Ia telah mengambil posisi Viana tanpa perlu bersusah payah. Meski tahu menjadi sekretaris bukan pekerjaan yang mudah, ia sudah mengetahui segala risikonya. Ia menutup layar laptop setelah memastikan kembali semua laporan tidak ada yang salah. Ia menatap gadget yang berdering di meja dengan senyuman. Sudah lama wanita yang menyuruhnya pindah tak menghubunginya lagi.“Pagi, Helen. Ada apa?” tanya Nevilla dengan senyum merekah. Ia ingin sekali melakukan panggilan video tetapi ia tahu Helena tidak akan mau.“Aku minta maaf karena belum bisa memastikan, tetapi kamu harus tahu kalau posisiku di perusahaan akan mampu membawaku menemukan apa yang kamu cari.” Nevilla mendebarkan jawaban dari seberang sana dengan
Suasana makan siang sangat canggung karena Arkan mengajak Aron dan Adero ikut serta. Ale tadi sudah memberi tahu ayahnya agar makan siang di rumah saja tetapi Arkan mengabaikan perkataannya dan malah mengajak kedua kakaknya sendiri. Ia mau tak mau harus hadir agar tidak terjadi hal yang jauh lebih mengerikan daripada saling diam seperti ini.Arkan meneguk minum setelah menyelesaikan makannya. Ia menatap Adero dan Aron yang duduk bersebelahan. Keduanya tak banyak bicara lagi setelah menyelesaikan masalah yang terjadi di perusahaan. “Apakah kalian ingin makan hidangan penutup?” tanya Arkan.“Tidak,” ujar Adero dan Aron bersamaan. Hal ini membuat Ale melirik sekilas sambil menggelengkan kepala.“Baiklah kalau begitu. Setelah ini kalian langsung kembali ke perusahaan?” Arkan menatap Adero dan Aron bergantian. Ia ingin tahu siapa dulu yang akan menjawab.“Kita akan kembali ke perusahaan karena masih ada pekerjaan yang harus di
Serena terkejut ketika Nevilla menaruh beberapa berkas di meja kerjanya. Ia menghela napas kasar kemudian tersenyum. “Aku harus memberikan ini kepada Viana. Oh, malas sekali. Aku benar-benar muak dengan sikapnya. Tidak bisakah dia meminta maaf dengan benar?”Nevilla mengangkat bahu. “Aku berusaha untuk memaafkan apa yang telah dia perbuat padaku tetapi aku tidak ingin menemuinya. Kamu berikan itu padanya, katakan juga untuk segera mengirim email untuk perusahaan Recodeck karena mereka ingin segera membayar uang mukanya. Apakah kamu paham?”“Aku harap dia segera dipecat dari perusahaan!” teriak Serena tanpa memedulikan rekan kerja lain yang menatapnya penuh kebingungan. Ia membawa berkas-berkas keluar dari ruangan. Ia tak akan menolak keinginan Nevilla karena sahabatnya telah berjanji akan membantunya menyelesaikan laporan.Serena melangkah dengan cepat menuju ruangan Viana. Ia sudah mempersiapkan diri dengan baik untuk mengucapkan s
“Apakah Ade belum keluar dari kamarnya?” tanya Avalee saat tahu anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan, tetapi anak tirinya belum ada di tempatnya duduk. “Apakah aku perlu memanggilkan?” Avalee menatap Arkan yang sedang menyesap kopi buatan pelayan rumah.“Dia pasti akan keluar dari kamarnya, jadi sebaiknya Ibu sarapan.” Aron pikir tak penting juga menunggu kedatangan seseorang yang tak menghargai keluarga ini. “Aku dengar Ibu akan mendatangi salah satu kerabat yang putrinya hendak bertunangan, ada baiknya Ibu segara bersiap-siap.”Arkan sengaja membanting garpu ke piring, membuat semua orang yang ada di sana langsung memperhatikan.“Kakek sedang marah ya? Ada apa?” tanya Vena dengan wajah ketakutan. “Vena mau berangkat sekolah saja. Kak Vincent, ayo!” Vena menarik tangan kakaknya sebelum dipeluk oleh Vincent.“Kamu membuatnya ketakutan. Tidak bisakah kamu melakuk