Nevilla terdiam di samping Ale, ia masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia tidak menyangka bahwa hari ini di depannya Carlson sedang berdiri sambil mengamatinya. Pria itu hampir membuat jantungnya meledak saking kagetnya. Ditambah, ia menyadari jika Aron kini juga telah menatapnya.
“Aku dan Nevilla ingin menuju ruanganmu, Kak, tetapi sepertinya kita malah bertemu di sini.” Ale seakan tahu kecanggungan yang telah terjadi, pria itu menyenggol lengan Nevilla.
Nevilla melirik sembari tersenyum tipis, berpura-pura mengangguk jika yang diucapkan oleh Ale bebar adanya. “Ya, aku akan ke ruangan Pak Carlson selaku direktur baru.”
Nevilla kian menyadari setelah Ale menyebut kata kakak pada keduanya, ya keduanya itu saja dulu yang ada di pikirannya. Ia sempat melihat Aron mendadak menampakkan wajah tidak suka, tidak hanya itu, pria itu bahkan pergi tanpa mengucapkan apa pun. Ayolah, Nevilla tidak begitu mengharapkan pria itu untuk bica
Nevilla melangkahkan kakinya meninggalkan meja kerja. Ia tidak peduli dengan tatapan para karyawan yang lain, ia hanya ingin segera berbicara dengan Carlson dan setelah itu membiarkan mereka seperti orang yang tak saling mengenal. Ketika tadi ia merasakan kesal karena pria itu pura-pura mengenalinya, kini ia sendiri berharap seperti itu. Tetapi sebentar, Nevilla menghentikan langkahnya, ia seakan lupa tujuannya datang ke kota ini.Nevilla kembali berjalan sesaat setelah Carlson menyadari dirinya berhenti mengikuti pria itu. Ia lalu dengan langkah cepat menyejajarkan diri. Ia sempat melirik pada Carlson yang sedari tadi tidak bicara. Ia sedikit menundukkan wajah saat mengetahui dirinya kini menjadi tontonan karyawan yang tidak sengaja sedang melintas atau dilintasi. Ia mendongak kala Carlson membuka pintu ruangan istirahat dan menyuruhnya masuk. Mau tidak mau, Nevilla berjalan memasuki rumah serba putih itu.“Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Nevilla ter
Adero memilih untuk tidak mengejar Nevilla, meskipun ia ingin sekali menarik wanita itu untuk tetap bersamanya. Ia menggelengkan kepala dan hendak meninggalkan tempatnya berdiri, tetapi ia melihat Viana tidak sengaja menumpahkan minuman kepada Nevilla. Ia buru-buru mendekat, menarik Nevilla serta melihat keadaannya.“Kamu bisa kembali, Viana. Aku yang akan mengurus dia,” ujar Adero. Ia bisa melihat wajah khawatir dengan tatapan memelas dari Viana sebelum wanita itu pergi dari hadapan dirinya dan Nevilla.“Sebaiknya kamu ikut denganku,” kata Adero sambil menarik pergelangan tangan Nevilla.Adero cukup tersentak kala Nevilla melepaskan genggaman tangannya. Meski begitu, ia tetap menampakkan wajah biasa dan menatap wanita itu meminta penjelasan. Melihat Nevilla menatap kemejanya yang kotor, ia tidak tahan lagi tetapi sebisa mungkin bersikap biasa saja.“Aku akan kembali ke ruanganku dan mencoba meminta bantuan dari karyawan lain
Nevilla tidak bisa berhenti menatap Carlson yang terlihat khawatir. Ia jelas-jelas tidak begitu memusingkan ucapan Aron, ia hanya ingin sedikit menarik perhatian Carlson yang ia tebak bahwa pria itu mungkin menyukainya. Ia mengalihkan pandang pada Ale yang sedang menyesap kopi, pria itu sudah datang sedari tadi tetapi belum mengucapkan sepatah kata pun.Nevilla tidak mau kalah, ia juga mengambil gelas kopi dan meneguknya. Jujur saja, ia memang sedari tadi merasa haus karena menunggu sangat lama. Ia menyelipkan rambutnya ke telinga sebelum kembali menyesap kopi.“Aku tidak tahu apakah kemeja itu akan cocok untukmu, tetapi kata si pemilik toko itu, kemeja itu sering menjadi incaran para pekerja kantor.”Nevilla menaruh gelas ke meja, ia lalu membuka tas kertas dan melihat kemeja yang dimaksud. Ia tersenyum dan berkata, “Aku rasa ini cocok untukku. Terima kasih banyak.”Nevilla melihat label harga kemeja itu, ia membekap mulutnya send
Nevilla menatap Ale dan Carlson bergantian, ia menghela napas kasar lalu duduk dengan malas. Ia tidak menyangka, jika Pak Javier akan membatalkan rencana pertemuan mereka, padahal mereka sudah dalam perjalanan sehingga mereka kini mampir di restoran siap saji untuk makan siang.“Aku benar-benar tidak habis pikir, dia membatalkan pertemuan dengan mendadak. Apa ia tidak memiliki banyak waktu sehingga baru memberi tahu?” Carlson terlihat kesal kemudian menyeruput kopi pesanannya.Nevilla melirik pada Ale, ia mencoba bersikap biasa saja meski sebenarnya ia tidak ingin berada di sini karena rasanya tidak menyenangkan. Ia ingin segera kembali ke perusahaan tetapi tak kuasa menolak karena pasti Ale akan mengomel. Ia mengalihkan padangan dari meja menuju ke seluruh sudut restoran, ia tidak melihat banyak pengunjung walaupun restoran ini memiliki desain yang unik.“Pak Javier mungkin lupa memberi tahu, jadi sebaiknya kita memaklumi saja. Apakah sebaikny
Nevilla menyadari tatapan Carlson berubah padanya setelah yang pria itu lakukan padanya. Ia sendiri masih tidak mengerti dengan apa yang dilakukan oleh pria itu. Jika memang Carlson hendak melindunginya mengapa pria itu mengatakan akan selalu ada bersamanya. Bukankah itu aneh?Namun, yang Nevilla syukuri adalah ia tidak perlu menatap mata Aron dan mendapatkan segala bentuk rasa tidak adil dari pria itu. Nevilla juga kian menyadari, mendekati Aron tidak akan menguntungkan apa pun. Ia harus jauh lebih cerdik daripada pria yang hanya bisa memberikan harapan palsu padanya.Serena menyenggol lengan Nevilla yang sedari tadi melamun di tempat. Nevilla menoleh dengan wajah jengah, sebab ia yakin Serena akan memberi tahu topik hangat kembali karena tatapannya terlihat antara percaya tidak percaya. Jadi, Nevilla berharap tidak ada gosip yang aneh-aneh.“Sebentar, aku perlu memastikan berita ini benar atau tidak. Aku tidak ingin disebut sebagai penyebar berita palsu,
Berita tentang Viana yang menyukai Adero telah diketahui oleh karyawan A.I.A Corporation. Ha ini menimbulkan banyak reaksi, ada yang mengatakan kalau Viana terlalu berani, ada pula yang terang-terangan berpendapat kalau Adero tidak akan menerima cinta Viana, juga tentang pembicaraan jika Viana mengikuti jejak Nevilla. Tentu tidak ada yang merasa asing dengan kedekatan Aron dan Nevilla sehingga ikut menjadi bahan pembicaraan di grup pesan karyawan.Serena menatap Nevilla yang sedang membuat kopi, tidak tahu kenapa sahabatnya masih bersikap tenang. “Apa kamu benar-benar tidak akan memberikan klarifikasi apa pun? Kamu dan Pak Aron tidak memiliki hubungan yang spesial, setidaknya kamu harus memberi tahu agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lagian, kamu akan menunggu Pak Aron sampai kapan? Kamu harus mencari pria yang bisa menghargaimu seperti Ale misalnya.”Mendengar apa yang dikatakan oleh Serena, membuat Ale yang baru menegak kopi harus tersedak. Ia segera mengambi
Dengan rasa penasaran yang tinggi, Adero melangkah mendekati kerumunan karyawan kantor dan mendapati Nevilla dipeluk oleh Serena. Ia tersenyum saat beberapa karyawan memberikan jalan agar ia bisa mendekati Serena dan Nevilla. Ia tidak tahu apa yang tengah terjadi akan tetapi melihat Ale keluar dari ruangan sambil membawa kotak. Penciuman Adero yang tajam, langsung menghentikan Ale untuk melihat isi kotak yang benar dugaan kalau isinya bangkai tikus. Ia menyuruh Ale untuk membuang, sementara ia melihat office boy membersihkan meja Nevilla. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Adero untuk memastikan kalau memang tidak terjadi hal buruk pada Nevilla.Nevilla mendongak dengan raut wajah pucat. “Apa kamu tidak lihat? Aku ketakutan. Siapa yang akan mengira kalau ada kotak berisi bangkai tikus berada di meja kerjaku. Lagian, aku heran sekali padahal ada karyawan ketika aku masuk ruangan akan tetapi tidak ada yang tahu siapa yang telah menaruh kotak tersebut. Aku benar-be
“Apakah Ade belum keluar dari kamarnya?” tanya Avalee saat tahu anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan, tetapi anak tirinya belum ada di tempatnya duduk. “Apakah aku perlu memanggilkan?” Avalee menatap Arkan yang sedang menyesap kopi buatan pelayan rumah.“Dia pasti akan keluar dari kamarnya, jadi sebaiknya Ibu sarapan.” Aron pikir tak penting juga menunggu kedatangan seseorang yang tak menghargai keluarga ini. “Aku dengar Ibu akan mendatangi salah satu kerabat yang putrinya hendak bertunangan, ada baiknya Ibu segara bersiap-siap.”Arkan sengaja membanting garpu ke piring, membuat semua orang yang ada di sana langsung memperhatikan.“Kakek sedang marah ya? Ada apa?” tanya Vena dengan wajah ketakutan. “Vena mau berangkat sekolah saja. Kak Vincent, ayo!” Vena menarik tangan kakaknya sebelum dipeluk oleh Vincent.“Kamu membuatnya ketakutan. Tidak bisakah kamu melakuk
"Terima kasih," ujar Adero lalu memutuskan sambungan telepon. Dia baru saja menghubungi seseorang yang bisa diajak kerja sama untuk mengungkap kembali kasus kecelakan yang terjadi pada Hana. Bagaimana pun, dia tidak bisa bertindak seorang diri, mengingat akan banyak orang yang dilibatkan dalam kasus tersebut.Adero mengambil jaket yang sudah dia siapkan. Hari ini, dia tidak berniat untuk pergi ke perusahaan karena sudah muak dengan segala pembicaraan mengenai penolakan investor yang baginya akan merugikan itu. Ayahnya, Arkan, bersikeras kalau dia harusnya nenerima saja karena selalu ada risiko dalam setiap pengambilan keputusan. Sayangnya, dia tidak menikmati itu, mengingat dia tidak mau rugi besar."Tidak ke kantor?" Ale tersenyum tipis pada Adero yang baru saja keluar dari kamar. Dia sudah menduga kalau kakaknya itu akan melakukan hal seenaknya ketika pendapatnya tidak dihargai. Dia kembali bertanya, "Hari ini mau ke mana?"Adero mengangkat bahu acuh seakan dia tak mau Ale tahu meng
Kepulangan Vena langsung disambut oleh Avalee. Ia bersyukur karena cucunya baik-baik saja. Ia pun mendekat pada Arkan untuk mengetahui kondisi kesehatan Vena. “Bagaimana? Dokter tidak mengatakan hal buruk kan? Aku sungguh khawatir,” ujarnya sambil mengikuti langkah Arkan menuju ruang keluarga.“Apakah Adero dan Ale belum pulang?” tanya Arkan tanpa menjawab pertanyaan Avalee. Ada yang ingin ia bicarakan pada kedua putranya itu. Tentunya terkait dengan kemajuan perusahaan dan kerja sama dengan investor dari Jerman. Ia sudah mendapatkan laporannya dari Nevilla sehingga harus segera bicara mengenai kejelasannya.“Aku bertanya keadaan cucuku. Bisakah kamu tidak mengurusi pekerjaan dulu? Aku yakin mereka bekerja dengan baik.” Avalee tidak suka ketika Arkan malah fokus pada perusahaan saat mereka sedang membahas keluarga di rumah.Arkan mengangguk paham. “Vena baik-baik saja. Dia harus istirahat yang banyak dan meminta obat. Tak ada
Kecelakaan mobil yang mengakibatkan Hana terbunuh karena ada yang salah dengan remnya. Tak hanya itu saja, sebenarnya ban belakangnya pun sudah hampir pecah saat itu. Seseorang yang Adero temui kemarin memberi tahu kalau ini mungkin kasus pembunuhan. Ada seseorang yang merencanakan lebih dulu kecelakaan yang menimpa Hana tetapi tertutupnya kasus membuat segalanya tidak terkuak. Jika ingin membuka kasus ini kembali, pasti membutuhkan waktu yang banyak karena tak mudah untuk dieksekusi lagi.Bayangkan saja. Sudah enam tahu lamanya. Adero sadar kalau saran ibunya memang benar. Ia harus bergerak maju, menjalani kehidupan yang membawanya ke titik melupakan. Namun, semakin ia berusaha untuk melupakan, nyatanya ia tak bisa menghindarinya kalau ia masih penasaran dengan siapa pelaku sebenarnya dan kenap. Hana tidak salah apa pun. Aron yang salah karena menghamilinya dan membawanya pada kematian. Ia tak akan melupakan kenyataan itu. Tak akan pernah.Adero menatap pintu yang sedari tadi
Arkan menatap Aron dengan tatapan menyelidik. Ia masih tak percaya kalau putra tirinya tidak tahu kalau badan Vena sudah panas sejak tadi pagi. Ia mendapatkan pesan dari Juniel yang kebetulan akan mengantar Vena ke sekolah. Juniel yang merasa kalau wajah Vena pucat segera menelepon Arkan dan memberi tahu kalau Vena sakit. Ketika dokter memeriksa pun dikatakan bahwa seharusnya ada gejala lebih dulu sehingga jika ditangani dengan tepat sebelum dibawa ke rumah sakit, Vena tidak akan pingsan.“Apakah kamu tidak membaca pesan dari ibumu? Dia juga meneleponmu beberapa kali. Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Arkan.“Aku harus menggantikan Adero mengurus proyek apartemen Helton. Jadi, aku tidak bisa menolaknya. Pesan dan panggilan itu aku minta maaf." Aron sadar ia telah salah mengabaikan pesan dari ibunya. Ini karena ia punya kesempatan untuk berdekatan dengan Nevilla dan baginya itu kesempatan agar hubungan mereka menjadi lebih baik lagi.Kening A
Kedatangan Nevilla ke perusahaan membuat karyawan yang datang berbisik-bisik. Ia menatap para karyawan dengan pandangan bingung lalu menaiki lift menuju ruangan barunya. Ia menatap pintu lift yang dibuka paksa oleh Malvin. Ia menatap tidak suka meskipun Malvin tersenyum padanya.“Aku tidak menyangka kalau kamu dengan mudahnya mampu menggantikan posisi Viana,” ujar Malvin setelah menekan nomor lantai yang hendak ia kunjungi. “Aku tahu kalau kamu merupakan satu-satunya kandidat yang cocok menggantikan Viana tetapi bukankah ini terasa aneh?”Nevilla ingin menjawab perkataan Malvin tetapi ia menahan diri karena sudah pasti akan terjadi keributan. Malvin juga biangnya gosip sehingga ia harus memastikan kalau pria itu tidak bicara macam-macam pada siapa pun sehingga ia menahan untuk tak bicara sampai pintu lift terbuka.“Bukankah kamu seharusnya turun?” Nevilla memandang Malvin dengan senyum bahagia. Ia berharap lega ketika pintu lift kem
Badan Nevilla terasa pegal karena ia harus menyelesaikan beberapa laporan yang harus dikirim hari ini. Ia menatap layar laptop dengan pandangan mengantuk tetapi ia tahan saja sebab ia harus mengerjakan tugas dengan baik, tak peduli siang atau malam. Ia telah mengambil posisi Viana tanpa perlu bersusah payah. Meski tahu menjadi sekretaris bukan pekerjaan yang mudah, ia sudah mengetahui segala risikonya. Ia menutup layar laptop setelah memastikan kembali semua laporan tidak ada yang salah. Ia menatap gadget yang berdering di meja dengan senyuman. Sudah lama wanita yang menyuruhnya pindah tak menghubunginya lagi.“Pagi, Helen. Ada apa?” tanya Nevilla dengan senyum merekah. Ia ingin sekali melakukan panggilan video tetapi ia tahu Helena tidak akan mau.“Aku minta maaf karena belum bisa memastikan, tetapi kamu harus tahu kalau posisiku di perusahaan akan mampu membawaku menemukan apa yang kamu cari.” Nevilla mendebarkan jawaban dari seberang sana dengan
Suasana makan siang sangat canggung karena Arkan mengajak Aron dan Adero ikut serta. Ale tadi sudah memberi tahu ayahnya agar makan siang di rumah saja tetapi Arkan mengabaikan perkataannya dan malah mengajak kedua kakaknya sendiri. Ia mau tak mau harus hadir agar tidak terjadi hal yang jauh lebih mengerikan daripada saling diam seperti ini.Arkan meneguk minum setelah menyelesaikan makannya. Ia menatap Adero dan Aron yang duduk bersebelahan. Keduanya tak banyak bicara lagi setelah menyelesaikan masalah yang terjadi di perusahaan. “Apakah kalian ingin makan hidangan penutup?” tanya Arkan.“Tidak,” ujar Adero dan Aron bersamaan. Hal ini membuat Ale melirik sekilas sambil menggelengkan kepala.“Baiklah kalau begitu. Setelah ini kalian langsung kembali ke perusahaan?” Arkan menatap Adero dan Aron bergantian. Ia ingin tahu siapa dulu yang akan menjawab.“Kita akan kembali ke perusahaan karena masih ada pekerjaan yang harus di
Serena terkejut ketika Nevilla menaruh beberapa berkas di meja kerjanya. Ia menghela napas kasar kemudian tersenyum. “Aku harus memberikan ini kepada Viana. Oh, malas sekali. Aku benar-benar muak dengan sikapnya. Tidak bisakah dia meminta maaf dengan benar?”Nevilla mengangkat bahu. “Aku berusaha untuk memaafkan apa yang telah dia perbuat padaku tetapi aku tidak ingin menemuinya. Kamu berikan itu padanya, katakan juga untuk segera mengirim email untuk perusahaan Recodeck karena mereka ingin segera membayar uang mukanya. Apakah kamu paham?”“Aku harap dia segera dipecat dari perusahaan!” teriak Serena tanpa memedulikan rekan kerja lain yang menatapnya penuh kebingungan. Ia membawa berkas-berkas keluar dari ruangan. Ia tak akan menolak keinginan Nevilla karena sahabatnya telah berjanji akan membantunya menyelesaikan laporan.Serena melangkah dengan cepat menuju ruangan Viana. Ia sudah mempersiapkan diri dengan baik untuk mengucapkan s
“Apakah Ade belum keluar dari kamarnya?” tanya Avalee saat tahu anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan, tetapi anak tirinya belum ada di tempatnya duduk. “Apakah aku perlu memanggilkan?” Avalee menatap Arkan yang sedang menyesap kopi buatan pelayan rumah.“Dia pasti akan keluar dari kamarnya, jadi sebaiknya Ibu sarapan.” Aron pikir tak penting juga menunggu kedatangan seseorang yang tak menghargai keluarga ini. “Aku dengar Ibu akan mendatangi salah satu kerabat yang putrinya hendak bertunangan, ada baiknya Ibu segara bersiap-siap.”Arkan sengaja membanting garpu ke piring, membuat semua orang yang ada di sana langsung memperhatikan.“Kakek sedang marah ya? Ada apa?” tanya Vena dengan wajah ketakutan. “Vena mau berangkat sekolah saja. Kak Vincent, ayo!” Vena menarik tangan kakaknya sebelum dipeluk oleh Vincent.“Kamu membuatnya ketakutan. Tidak bisakah kamu melakuk