Brak! Jevano menutup pintu mobilnya dengan kasar. Kemudian menekan tombol penguncian pada kunci mobilnya.Lelaki tampan itu sudah tiba di parkiran kantor Sanjaya. Pun Jevano mengedarkan pandangannya. Semata-mata untuk mencari kehadiran Nadisa.Akan tetapi, Jevano tidak dapat menemukannya. Yang ia temukan justru adalah …"Kak Jevan, tunggu!"Karenia Winata. Gadis cantik yang merupakan pegawai di kantor milik keluarga Nadisa. Karenia terlihat seksi dengan blus merah darah dan rok hitamnya. Membentuk lekuk tubuhnya dengan menawan.Tapi alih-alih tertarik, Jevano justru menghela napas panjang."Kak Jevan! Karen senang sekali bisa melihat Kakak lagi hari ini!" ujar Karen, seraya berlari mendekati Jevano.Karenia menyelipkan rambut bergelombangnya ke belakang telinga. Kemudian mengamit lengan kanan Jevano."Kak Jevan, Karen kemarin malam lihat Kakak, lho. Karen sedang menunggu taksi di depan kelab Star Seven, lalu Kakak lewat dengan sangat keren pakai motor sport. Sayang sekali, sepertinya
"Bohong. Kamu pasti bohong, 'kan?! Kamu nggak mungkin bekerja di sini!" tuduh Nadisa.Satu alis Jevano terangkat. Lelaki tampan itu mengikis jarak antara wajahnya dengan wajah cantik Nadisa. Kemudian menjawab dengan senyuman miring di bibirnya."Aku tidak bohong, Nadisa. Tante Ayu yang memberikanku izin untuk masuk ke Sanjaya."Nadisa berdecak kesal. Ia mendorong kasar bahu Jevano agar menjauh darinya. Kemudian menunjuk wajah Jevano dengan telunjuknya tanpa segan."Dasar pembual!" Nadisa berujar kencang, lalu kedua kaki jenjang berlapiskan sepatu haknya melangkah pasti meninggalkan Jevano. Memasuki bangunan kantor milik keluarganya.Narendra hendak menyusul Nadisa, tapi Jevano menghalangi langkahnya. Menjegal kaki Narendra hingga sang Bagaskara terhuyung, untungnya tidak sampai jatuh ke lantai.Narendra melirik ke arah Jevano. Mendapati ekspresi penuh kebencian di sana."Jangan terlalu dekat dengan Nadisa, Gembel. Kamu tidak pantas untuknya."Ucapan menusuk itu membuat Narendra menata
Narendra berlari mengejar Nadisa. Akan tetapi, tepat beberapa meter sebelum Narendra mencapai sang dara, seorang pria paruh baya bertubuh gempal menghalanginya."Narendra? Kamu sudah membawa seluruh berkas yang saya minta?" tanya pria tersebut.Narendra masih memusatkan atensinya pada Nadisa yang berlari melintasi area lobi kantor. "Tunggu, Pak–""Kamu lihat apa sih, Narendra? Kamu tidak menghargai saya, ya?!" tanya pria tersebut dengan kesal. "Asal kamu tahu, tugas saya hari ini sangat banyak! Saya harus segera memasukkan data kamu ke dalam database sebelum kamu resmi menjadi pegawai Sanjaya besok. Jadi cepat ikut saya ke ruangan HRD!"Mendapati nada bicara yang meninggi dari pria di depannya, Narendra pun memutuskan untuk menurutinya. Kedua kaki Narendra mengekori langkah si pria gempal itu. Mengurungkan niatnya untuk sekadar mengetahui kondisi Nadisa dan menenangkannya.Dalam hati, Narendra berharap, semoga Nadisa baik-baik saja, meski tidak ada dirinya di samping sang dara.Di saa
Nadisa sudah tidak tahu lagi kesialan apa yang akan menanti dirinya setelah ini. Semuanya kacau balau. Nadisa bahkan sudah tidak dapat memprediksi apa yang akan Jevano lancarkan untuk mendekatinya, serta menghancurkan seluruh rencana Nadisa untuk tetap jauh darinya.Kring! Kring!Firasat buruk kian menggunung di benak Nadisa, tatkala telepon kantor yang tergeletak apik di atas meja kerjanya berbunyi. Yang Nadisa tahu, itu pasti telepon dari Intan, resepsionis kantornya. Dan Nadisa curiga bahwa hal buruk akan segera ia dengar dari sang resepsionis Sanjaya."Ya?" tanya Nadisa, segera setelah menerima teleponnya."Selamat pagi, Nona Nadisa. Saya menerima kabar dari Nyonya Ayu Sanjaya bahwa meeting pagi ini akan dipimpin oleh Nona dan Tuan Muda Jevano. Dapatkah Nona menuju ruang meeting sekarang? Seluruh staf sudah berada di sana. Atau meeting-nya sebaiknya ditunda, Nona?" tanya Intan dengan suara lembutnya.Nadisa menyugar rambut hitam panjangnya ke belakang. Berusaha mengumpulkan kesaba
Pada Sabtu pagi ini, mentari mulai beranjak naik di langit Kota Jakarta. Disertai kicauan burung yang sedang terbang dengan bebasnya, meninggalkan sarang mereka untuk mencari makan.Tidak ingin kalah dari para burung di Jakarta, Narendra Bagaskara pun turut serta meninggalkan kostnya. Berjalan dengan tempo yang cukup cepat. Berniat untuk berolahraga pagi sekaligus mencari sarapan.Di sela ayunan langkah Narendra, kepalanya malah sibuk memikirkan kemungkinan peristiwa yang telah terjadi kemarin, tanpa sepengetahuan dirinya. Agaknya, Narendra kini menyesali keputusannya untuk pulang dari kantor Sanjaya, tanpa sedikit pun menemui Nadisa kemarin sore.Apakah Nadisa kemarin pulang bersama Jevano?Apakah Nadisa menyukai Jevano?Apakah … dirinya tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Nadisa?Pertanyaan itu terus saja mengganggu pikiran Narendra. Hingga tanpa sadar, Narendra telah menginjakkan kakinya di area perumahan sang gadis Sanjaya.Astaga, Narendra sudah menempuh jarak nyaris enam k
Arloji di pergelangan tangan kiri Jevano Putra Hartono menunjukkan pukul sembilan pagi, tatkala dirinya melangkah keluar dari mobil yang ia tumpangi. Di akhir pekan ini, Jevano sudah tiba di kediaman Sanjaya. Berniat mengajak Nadisa untuk sekadar berkeliling atau makan bersama. Pokoknya, Jevano ingin menghabiskan waktunya dengan sang dara jelita.Haikal juga ikut serta dengan Jevano saat ini. Agaknya, Jevano berniat mengantisipasi terulangnya peristiwa yang tidak ia inginkan. Seperti saat dirinya lepas kendali dan membawa Nadisa dengan kecepatan mobil yang menggila. Alhasil, Jevano pun sukses ditinggalkan oleh sang gadis Sanjaya."Tunggu di sini, Haikal." Jevano berkata tegas.Haikal mengangguk patuh di tempatnya. Ia masih bertahan di kursi pengemudi. Sementara Jevano berjalan menuju pintu utama kediaman Sanjaya. Kemudian mengetuk pelan pintu di hadapannya.Tok! Tok!Tak perlu waktu lama, seorang wanita cantik bernama Ayu Sanjaya pun membukakan pintu untuk Jevano. Membuat Jevano sege
Nadisa Tirta Sanjaya menjadi orang pertama yang memecah keheningan di lapangan kompleks perumahannya. Gadis cantik itu mengembuskan napas dengan gusar. Berhasil menjadikannya pusat atensi dari dua lelaki di dekatnya.Sungguh, Nadisa kini merasa kesal.Nadisa sudah repot-repot menghindari sang Mama di rumah. Semua itu karena Jevano Putra Hartono yang seakan memperalat mamanya. Tapi lihatlah, si biang kerok itu malah dengan berani dan percaya diri menampakkan dirinya di hadapan Nadisa. Dengan cara yang kelewat tidak sopan, pula.Benar-benar pengganggu."Kamu ini nggak pernah ada kapoknya untuk menggangguku ya, Jevan?" tanya Nadisa seraya berkacak pinggang."Aku itu orang yang penuh tekad." Jevano menyahut enteng."Bukan," sanggah Nadisa. "Kamu bukannya penuh tekad, tapi kamu bebal. Kalau kamu harap dengan bebalnya kamu itu, aku akan berbalik menyukaimu, kamu salah besar, Jevan "Gadis itu memungut satu bola basket yang tergeletak di lapangan. Kemudian memantulkannya beberapa kali ke tan
Nadisa memutar tubuhnya, kemudian berjalan menjauhi Jevano. Membiarkan lelaki tampan itu memandangi punggung sempitnya yang perlahan namun pasti mulai menciptakan jarak. Sementara Nadisa justru kian mendekat pada Narendra Bagaskara."Ayo, Narendra. Kita pergi." Nadisa berkata pelan.Narendra mengangguk dengan cepat. Mengekori Nadisa yang melangkahkan kedua kakinya menuju pintu lapangan itu. Sementara Jevano masih setia membatu.Gadis Sanjaya itu keluar dari lapangan yang tadi didatanginya, kemudian melihat satu unit mobil mewah yang terparkir tidak jauh darinya. Ada seorang lelaki di kursi pengemudi. Seseorang dengan setelan jas hitamnya. Sepertinya ia adalah tangan kanan dari Jevano Putra Hartono.Nadisa menyipitkan mata, berusaha mempertajam penglihatannya.Lelaki di kursi pengemudi itu awalnya sedang fokus memperhatikan telepon genggamnya, tetapi firasat bahwa seseorang tengah memperhatikannya membuat ia mendongak. Haikal terlonjak pelan, saat dirinya menyadari Nadisa sedang meliha