Beranda / Romansa / Kedai Juni & Juli / Bab 3. Nyiur Melambai

Share

Bab 3. Nyiur Melambai

last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-02 15:37:42

Zalma adalah seorang wanita yang berusia pertengahan enam puluh namun wajahnya terlihat lebih muda beberapa tahun meski kerutan sudah tampak di sana sini, postur tubuhnya pun masih bisa dibilang sangat proporsional karena kegemarannya akan senam yang telah dilakoninya semenjak usia muda. Selain itu, Zalma sangat menjaga makanan dan minuman yang di konsumsinya. Dia hanya mau menyantap hidangan yang dia yakin sudah diolah dengan baik, bahan berkualitas dan terjaga kebersihannya. Maka dari itu, jarang sekali Zalma makan di luar rumah, kalaupun ia mau makan di luar, ia harus yakin restaurant yang dikunjunginya memiliki semua standard kualitas hidangan yang dia pakai.

Namun malam ini ada sedikit perbedaan. Zalma mengajak kedua cucunya makan malam di restaurant Nyiur Melambai milik temannya. Zalma sudah mengenal betul chef yang bertanggung jawab terhadap semua hidangan yang di buatnya sehingga ia merasa yakin bahwa semua hidangan sesuai dengan standard Zalma, selain itu, temannya si pemilik restaurant yang sopirnya tadi menjemputnya ke tempat arisan ingin berkunjung ke sana untuk memeriksa beberapa hal, jadi Zalma berfikir ia sekalian ke sana sehingga bisa pulang ke rumah bersama Juni dan Juli serta Badi. Selain itu, ada hal yang ingin dia utarakan kepada Juni dan Juli dan rasanya sebuah restaurant dalam keramaian mal cocok sebagai tempat ia menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan, suasana santai dan tidak kaku memang dibutuhkan untuk saat ini. Bukan buat Juni dan Juli tapi untuk dirinya.

Juni nampak tergesa memasuki restaurant sementara Juli sedang sibuk melihat-lihat daftar menu di tangannya. Setelah sampai di tempat mereka duduk, Juni segera memeluk dan mencium Zalma dan mengambil posisi duduk di hadapannya.

“Tumben Nek, makan di luar.”

Zalma tersenyum mendengar pertanyaan Juni.

“Iya, Nenek bosan makan di rumah terus.”

Juli berkata bahwa ia sudah siap memesan, Juni pun demikian, Zalma segera memanggil pelayan untuk memesan. Dengan sigap pelayan mencatat semua pesanan mereka. Setelah mengulang pesanan dan dibenarkan oleh Zalma, pelayan pun pergi meninggalkan mereka.

“Tadi gimana arisannya, Nek?”

“Seru banget Jul karena tadi Nenek ketemu teman lama yang sudah pindah ke Belanda. Hari ini dia ke Bandung karena ada urusan keluarga, jadi sekalian kita ketemuan deh,” Zalma berkata riang, wajah nya yang masih terlihat cantik nampak berbinar-binar.

“Cucu Nenek gimana nih kabarnya?” Zalma bertanya sambil mencubit pipi Juli yang duduk di sebelahnya,” Baru dua bulan gak ketemu kamu sudah lebih cantikkan Jul, Juni juga gantengan, kumis nya bikin lebih gagah.”

Juli cemberut. ”Jadi selama ini aku jelek dong Nek kalau dibilang cantikkan.”

Juni tertawa demikian juga Zalma.

“Kan Nenek bilang cantikkan, berarti dulu sudah cantik sekarang lebih cantik lagi.”

 Mereka tertawa bersama-sama.

“Kita baik-baik aja Nek, rencana nanti kita mau buka kedai makanan, biar bisa jadi pengusaha, gak usah capek-capek kerja sama orang, yah siapa tahu kita bisa sukses sebelum umur 30 tahun,” Juni tersenyum sambil membayangkan jikalau impian dia sukses sebelum umur 30 tahun bisa benar-benar tercapai.

Zalma mengangguk. “Mama kamu sudah cerita sama Nenek, bagus kalau kalian sudah punya pemikiran seperti itu sejak muda, tapi usaha sendiri itu gak gampang loh.”

“Iya Nek, maka dari itu kita ke sini tuh mau diskusi sama Nenek soal makanan, kan Nenek jago tuh dan juga mau minta diajari resep bakmi, kan kata mama…,” kalimat Juli terhenti ketika pelayan membawakan makanan dan minuman pesanan mereka.

“Ayo kita makan dulu setelah itu baru cerita-cerita lagi ya.”

Juni dan Juli mengangguk. Mereka pun menikmati hidangan yang ada di hadapan mereka tanpa banyak bicara, hanya sedikit mengomentari apa yang mereka makan. Memang sudah menjadi tradisi dalam keluarga mereka kalau makan tidak diperbolehkan banyak bercerita apalagi berdiskusi karena biar bisa lebih menikmati tesktur dan rasa makanan yang disantap.

Setelah selesai mereka menyantap makanan, Juni dan Juli tampak menikmati minuman juice buah segar dingin yang mereka pesan. Juni memesan juice alpukat sementara Juli memesan juice buah mangga. Zalma juga tampak menikmati segelas ramuan rempah rempah dan teh hangat.

Setelah hening beberapa saat, Zalma berbicara pelan.

“Nenek sudah tahu bahwa kalian ingin belajar resep bakmi Nenek.”

Juni dan Juli saling berpandangan kemudian mengangguk.

“Sayangnya, Nenek tidak bisa mengajari kalian resep itu.”

Juni dan Juli tampak sedikit terkejut.

“Kenapa Nek?” tanya mereka hampir bersamaan. 

Zalma terdiam cukup lama, keningnya berkerut seakan memikirkan suatu hal yang sangat berat.

“Nenek bisa mengajari kalian resep yang lain, asal bukan resep bakmi itu.”

“Jadi betul dulu Nenek pernah punyai kedai bakmi di Bandung?” tanya Juni

Zalma mengangguk.

“Kok Nenek gak pernah cerita sama kita sih?” Juli menatap Zalma dengan penuh tanda tanya.

“Terus, saban kali kita ke Bandung, kok Nenek gak pernah bikinin bakmi buatan Nenek, kita penasaran Nek, masakan yang Nenek bikin kan enak-enak, bakmi Nenek pun pasti enak, kalo gak, mana mungkin Nenek sampai buat kedai bakmi?Iya gak Jul,” Juni menatap Juli meminta persetujuan, Juli mengangguk setuju.

Zalma tersenyum sambil menatap Juni dan Juli.

“Nenek tahu mama kamu keceplosan cerita soal hal ini sama kalian, Nenek gak nyalahin mama kamu karena Nenek yakin satu saat ini akan terjadi, rahasia ini tidak mungkin Nenek sembunyikan terus menerus.”

Zalma menghela nafas.

“Alasan Nenek tidak bisa mengajari kalian resep itu karena akan membahayakan hidup kalian juga hidup Nenek dan mama papa kamu.”

Juni dan Juli tampak terkejut mendengar perkataan Zalma. Rahasia apa yang ada di resep itu sehingga bisa membahayakan hidup seseorang. Bukankah itu hanya resep membuat bakmi bukan resep membuat bom nuklir.

“Kok bisa membahayakan Nek? Memang resepnya bisa juga buat manggil kuntilanak ya Nek?” tanya Juli polos.

Zalma tertawa terbahak-bahak.

“Bukan itu Jul, kok kamu bisa punya ide seperti itu sih? Pasti gara-gara kebanyakan nonton film horror ya.”

“Nonton Youtube horror Nek yang pasti,” Juni menimpali.

Juli kembali cemberut.

Zalma meminum teh rempah-rempahnya dan menikmati sensasi hangat yang melewati tenggorokannya, badannya terasa lebih segar setelah meminum ramuan itu.

“Meskipun Nenek tahu bahwa rahasia ini pasti akan kalian ketahui nantinya tapi Nenek masih cukup berat untuk menceritakannya.”

“Kalau emang Nenek masih berat, kita gak apa apa kok Nek, gak usah cerita dulu sekarang,” Juli menatap Zalma dengan penuh pengertian.

Zalma menggeleng.

“Nenek memang harus cerita Jul, kalian juga sudah dewasa sekarang, pasti kalian bisa memahami dengan baik.”

Juni dan Juli bisa merasakan ketegangan di suara Zalma. Mereka merasakan beban batin yang berat ditanggung Zalma selama ini dan untuk melepaskannya memang butuh waktu dan keberanian. Juni dan Juli diam-diam sudah mempersiapkan diri untuk mendengar kisah rahasia yang mungkin menyimpan kejutan buat mereka.

“Kisah yang nanti akan Nenek ceritakan akan mengubah hidup kalian,” kata Zalma seakan bisa membaca pikiran Juni dan Juli.

Zalma melirik jam yang ada di pergelangan tangan kirinya.

“Sudah jam setengah sembilan, sebentar lagi restaurant akan tutup, sebaiknya Nenek akan ceritakan soal ini di rumah saja, biar lebih bebas. Juli, kamu tolong hubungi Badi, suruh dia jemput di lobby utama.”

Juli mengangguk, segera ia meraih ponsel dan memencet sebuah nomor.

Juni juga melihat ponsel yang dia letakkan di meja, tidak ada pesan dari siapapun. Ia kemudian meletakkan nya kembali.

Zalma memanggil pelayan untuk menyelesaikan pembayaran. Dalam hati, ia masih tidak yakin akan menceritakan kembali kisah yang telah dirahasiakan selama bertahun-tahun, sebuah kisah yang mengorek luka lama yang kalau bisa akan ia kubur dalam-dalam dan tidak akan diingat lagi. Tapi ia tahu bahwa hal ini tidak mungkin dia lakukan.

Juni dan Juli berhak tahu siapa mereka sebenarnya, gumamnya dalam hati.

Bab terkait

  • Kedai Juni & Juli   Bab 4. Foto Bersejarah

    Juli mengerjapkan matanya ketika seberkas sinar matahari pagi masuk dari atas jendela kamar. Tirai berwarna coklat tua di jendela kamar itu masih tertutup rapat. Udara dingin dari AC membuat Juli masih enggan untuk beranjak dari posisi tidurnya. Sejurus ia nampak bingung dengan kondisi kamar yang ditempatinya, berbeda dengan kamar yang biasa ia tempati. Tapi kemudian ia baru sadar kalau saat ini ia sedang berada di rumah Nenek Zalma.Dengan mata setengah terpejam ia menatap jam dinding di bagian atas tembok kamar. Jam delapan, gumamnya dalam hati. Tumben suasana rumah masih terasa sepi. Juli sudah hafal kebiasaan sang Nenek kalau mereka berlibur ke sini, biasanya sekitar jam tujuh pagi, Nenek sudah sibuk memasak bersama dengan Asih, asisten rumah tangganya untuk kemudian membangunkan ia dan Juni agar segera bersiap sarapan. Kalau sarapan tidak boleh terlalu siang, nanti bisa sakit maag, wanti-wanti Nenek Zalma mengingatkan kalau mereka masih bermalas-malasan bangun pagi untuk

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • Kedai Juni & Juli   Bab 5. Romansa

    “Rendy!” Pria berkaos coklat muda, celana pendek hitam serta bersendal jepit yang dipanggil Randy itu hanya tersenyum memandang Juli yang seperti baru melihat hantu di pagi hari. “Kenapa Jul? Kok lu kayak kaget lihat gue.” Juli merasa wajahnya memerah menahan malu. “Ng-ngak apa-apa kok Ren.” “Sorry, tadi gue main nyelonong masuk aja, soalnya pintu pager gak dikunci.” “I-iya gak apa-apa kok.” Juli masih menahan rasa malu. “Juni ada?” “Juni lagi ke pasar sama Nenek, Ren.” Rendy mengangguk. “Kemarin malam dia telpon gue, ngabarin kalau udah sampai Bandung. Jadi gue pagi-pagi ke sini mau ajak dia ke ngopi bareng di coffee shop gue. Baru buka minggu lalu.” “Wah, congratz Ren.” Juli tersenyum simpul. Meski dia berusaha terlihat tenang di depan Rendy tapi hatinya masih bergejolak tidak karuan. Tiba-tiba Juli seperti teringat sesuatu. “Eh, masuk yuk, ngapain kita ngobrol

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • Kedai Juni & Juli   Bab 6. Sang Pewaris

    Jelita Maharani menatap tumpukan kertas yang berserakan di hadapannya dengan pandangan kesal. Sesekali jari tangannya memijat dahi dan keningnya. Kacamatanya tampak sesekali dinaikkan, bukan karena tidak sesuai dengan ukuran wajah tapi karena perasaan gelisah yang tanpa sadar membuatnya melakukan gerakan itu.Jelita adalah seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahunan namun wajahnya nampak lebih muda dari usia sebenarnya. Masih terlihat cantik dan menawan. Ia juga memiliki aura kelembutan dan ketegasan yang terpancar seperti dua medan magnet yang sebenarnya saling bertolak belakang tapi bisa disatukan dalam diri wanita itu.Sebagai seorang pemimpin sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bahan pangan bernama PT. Pangan Cakrawala yang memiliki berbagai macam jenis usaha yang meliputi restaurant, penjualan daging mentah sampai wine mahal, Jelita harus mampu berpikir kreatif dan bertindak tepat dan tegas karena kalau tidak, perusahaannya tidak akan mampu bertahan sa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-07
  • Kedai Juni & Juli   Bab 7. The Body

    “Lu jadi ikut gak?”Sherly menatap jam dinding di tembok ruangan. Waktu menunjukkan pukul 03.30 sore.“Ya udah, gue ikut deh, tapi nanti gak apa-apa sama si Adrian kan?”Amel menggeleng.“Gak lah, kita cuma mau party bentar kayak biasa, gak lama juga, laki gue bisa curiga kalo gue pulang terlalu malem.”“Barusan laki lu telpon kan?”“Iya, ngabarin kalo dia ada meeting. Adrian juga baru kirim pesen, party nya mulai jam 6 di hotel biasa.”Sherly mengangguk.“Ya udah, gue mandi dulu deh.”Sementara Sherly menghilang di pintu kamar mandi, Amel membereskan pakaian senamnya dan memasukkannya ke dalam tas olahraga berwarna biru cerah. Beberapa perempuan menyapanya sebelum pergi beranjak dari ruangan itu.Amel dan Sherly adalah teman sejak masa SMA dulu. Mereka memiliki kegemaran yang sama yaitu olahraga. Berbagai macam olah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • Kedai Juni & Juli   Bab 8. Cinta, Dimana

    Dimas menghabiskan seporsi nasi goreng kambing kesukaannya dengan lahap. Setelah meeting dengan beberapa direktur anak perusahaan PT.Pangan Cakrawala, membuat tenaga dan pikirannya seperti tercurah habis. Ada beberapa masalah yang akhirnya bisa diselesaikan di dalam meeting itu. Dimas bersyukur.Hotel Ribza yang terletak di kawasan Jakarta Selatan ini memang kerap digunakannya untuk mengadakan meeting. Ia merasa nyaman dengan suasana dan pelayanannya. Terlebih lagi, salah satu pemilik hotel bintang lima ini adalah temannya semasa SMA dulu sehingga ia bisa mendapatkan harga khusus pada saat mengadakan kegiatan di sana.Setelah meeting selesai, biasanya dilanjutkan dengan acara makan malam bersama di restaurant dalam hotel ini. Makanan yang disajikan sungguh luar biasa enak, menurut Dimas. Terkadang, ia juga sering makan di sana, bersama keluarganya atau sendiri. Ia lalu melihat ke jam di tangannya. Waktu menunjukkan puku

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Kedai Juni & Juli   Bab 9. Janji Hati

    Kedai kopi milik Rendy terletak tidak jauh dari pusat perbelanjaan yang ada di jalan Braga. Tempat yang dipakai untuk membuka kedai itu dulunya juga merupakan sebuah kedai kopi. Karena pemilik sebelumnya hendak pindah ke luar Bandung, maka ia menyewakan tempat itu dan menjual seluruh isinya. Suatu hari, Rendy melihat kertas yang ditempel di jendela kedai itu dengan tulisan DISEWA beserta nomor yang bisa dihubungi di bawahnya. Kebetulan, Rendy juga sedang mencari tempat untuk membuka kedai kopi. Tanpa berlama-lama, ia pun menghubungi si pemilik tempat. Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya kesepakatan tercapai dan secara resmi Rendy menjadi penyewa tempat itu serta membeli seluruh isi nya yang kebetulan juga sesuai dengan keinginan Rendy. Jadi ia tidak perlu repot mencari ke sana ke mari barang-barang yang dibutuhkan karena semua sudah tersedia lengkap di tempat itu. JaRe adalah nama yang dipilih Rendy untuk kedai kopinya. Singkatan dari Janji Rendy, sebuah komitm

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11
  • Kedai Juni & Juli   Bab 10. Meleset

    “Saudara Rama, saya Briptu Sularso.”Rama menyambut uluran tangan Briptu Sularso, seorang pria yang terlihat masih muda, berambut cepak dan berbadan tegap. Sedari tadi Rama melihat Briptu Sularso dan satu orang temannya terus berada di kamar tempat Amel dirawat, meminta keterangan dari Dimas sehingga membuatnya menyingkir sejenak ke ruang tunggu.“Bisa saya meminta keterangan saudara? Mengenai Ibu Amel.”“Bisa, bisa pak.” Jantung Rama masih berdetak kencang. Ia belum pernah berurusan dengan aparat kepolisian. Ini adalah yang pertama kali dan sudah cukup membuat Rama seperti hendak dipenjara.“Apakah saudara pernah melihat Ibu Amel minum minuman keras?”Rama terdiam sejenak. Ia nampak berpikir.“Sepertinya tidak Pak. Apakah mama saya mabuk?”“Ibu Amel tidak dalam kondisi mabuk kok, ini hanya pertanyaan umum saja.”Rama mengangguk.“Kami sedang c

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • Kedai Juni & Juli   Bab 11. Pertengkaran

    Tepat jam lima sore, Dino menjemput Rama di lobby Rumah Sakit Flamboyan tempat Amel di rawat. Mobil berjenis minibus itu kemudian langsung tancap gas masuk ke dalam jalan tol menuju ke kota Bandung.Rama memang bersahabat erat dengan Dino. Selain karena satu jurusan di bangku kuliah, ada banyak persamaan di antara mereka, salah satunya adalah mereka berdua sangat menyukai musik. Bagi Rama dan Dino, hidup tanpa musik itu ibarat makan sayur tanpa garam, hambar rasanya.Dino bukan asli Jakarta, keluarganya lama bermukim di Bandung sebelum memutuskan pindah ke Jakarta karena ayahnya mendapat promosi dari tempatnya bekerja untuk menjadi kepala cabang perusahaannya yang berada di Jakarta.Awalnya Dino menolak pindah ke Jakarta, ia lebih memilih tinggal bersama kakek dan neneknya di Bandung, lagipula ia juga sudah dua tahun menjalani perkuliahannya di sebuah universitas ternama di kota ini. Tapi, karena bujuk rayu ayah dan ibunya juga Rio, adiknya, akhirn

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-14

Bab terbaru

  • Kedai Juni & Juli   Bab 62. Awal Baru

    Dimas tengah serius membaca laporan rugi laba PT. Pangan Cakrawala ketika mendadak telepon genggamnya yang tergeletak di atas meja berbunyi.Ternyata Briptu Sularso.“Ya, halo Larso.”“Selamat siang Pak, Ibu Jelita bersama Bapak?”“Tadi kayaknya keluar Larso, ada apa?”“Saya coba telpon Ibu tapi gak diangkat-angkat.”“Memang ada apa Larso?”“Saya tahu siapa pembunuh Putri….”Dimas yang saat itu sedang minum hampir saja tersedak.“Siapa Larso?”“Pak Dimas tolong tanyakan ke sekretaris Ibu kemana beliau pergi, kita susul.”“Maksudnya?”“Saya jemput Pak Dimas, sekarang!”**************Telepon genggam di dalam tas Jelita kembali bergetar namun karena diletakkan di bangku yang kosong di sebelahnya, ia menjadi tidak tahu.“Jad

  • Kedai Juni & Juli   Bab 61. Ternyata

    Wanita muda itu menatap selembar foto yang ada di tangannya sambil tersenyum. Sesekali ia mengelus wajah seorang wanita separuh baya yang ada di foto itu.“Sebentar lagi semuanya akan selesai Bu….,” kata wanita itu pelan.Ia lalu mengambil sebuah botol kecil berisi cairan bening yang ada di atas meja. Bibirnya kembali tersenyum.“Mereka akan rasakan akibatnya.”Wanita itu lalu tertawa terbahak sambil meletakkan kembali botol itu di atas meja. Terlihat sebuah tulisan di depan botol itu yang ditempel dengan menggunakan kertas berwarna putih. Sianida.***************Kedai Juni & Juli siang hari ini terlihat ramai. Beberapa pengunjung yang berasal dari perkantoran sekitar ruko nampak makan siang di sana. Belum lagi pengunjung lainnya yang memang sengaja datang untuk bersantap dan menikmati hidangan di kedai ini.“Jun, untuk bookingan nanti sore yang acara ulang tahun it

  • Kedai Juni & Juli   Bab 60. Kembali ke Masa Lalu

    Pesta ulang tahun Abah Rudi berlangsung sangat meriah. Meski hanya dihadiri oleh keluarga dekat tapi tidak membuat suasana menjadi kaku dan membosankan. Suara gelak tawa dan canda terus menerus mewarnai pesta itu yang berlangsung dari sore sampai malam hari.Lastri menyewa sebuah villa di kawasan Lembang yang letaknya cukup jauh dari keramaian. Ini merupakan permintaan Abah dengan alasan biar bisa lebih dekat dengan keluarga. Lastri menyanggupi tanpa banyak bertanya.Briptu Sularso hadir di pesta itu tepat waktu. Sambutan yang diberikan keluarganya ketika ia menyapa di depan pintu sungguh luar biasa. Semua berebut memeluk dan menciumnya. Entah karena memang ini pertama kalinya ia bisa datang tepat waktu di acara keluarga atau karena rasa kangen yang sekian lama ditahan.Lastri melongokkan kepalanya di depan pintu sambil melihat ke kanan kiri, seperti mencari-cari. Tidak lama kemudian, senyum merekah di wajahnya.“Masuk Mas, disini kan dingin.”

  • Kedai Juni & Juli   Bab 59. Menguak Fakta

    Kamar kos itu tertata dengan rapi. Meski tidak cukup luas tapi tetap nyaman. Tidak banyak barang yang terdapat di sana, hanya ada sebuah ranjang, lemari baju, meja dan kursi kerja serta sebuah televisi ukuran 19 inch yang terletak di atas rak.Di dinding kamar itu hanya terpasang dua buah foto. Satu foto keluarga dan satu foto si penghuni kamar.Hari hampir menjelang tengah malam tapi si penghuni kamar masih tekun mendengarkan isi rekaman yang telah di dengarnya berulang kali. Sesekali ia mencatat beberapa hal yang dianggapnya penting di sebuah buku kecil.Setelah selesai mencatat, ia merenung sejenak. Mengingat kembali pertemuannya di kedai kopi apartemen Paradise Land bersama dengan Dimas dan Jelita beberapa hari yang lalu.“Siapa Zalma itu Bu?”Jelita memandang Briptu Sularso, berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaannya.“Nama lengkapnya Zalma Duni, mantan istri Cahyo, suami saya.”“Apa yang terjad

  • Kedai Juni & Juli   Bab 58. Viral

    Rani menatap layar di telepon genggamnya dengan serius, matanya mengikuti gerakan seseorang yang sedang menari dengan diiringi lagu menghentak. Sesekali tangan dan bahunya mengikuti gerakan orang tersebut. Setelah dirasa sudah bisa mengingat seluruh gerakan itu, Rani kemudian menutup telepon genggamnya sambil tersenyum. “Kur…!” Seorang laki-laki kurus dengan memakai seragam kemeja berwarna coklat muda dan celana panjang berwarna senada dengan sedikit terburu-buru menghampiri Rani. “Iya Mbak Rani.” “Meja Ibu udah diberesin belum?” “Sudah Bu.” “Meja Bapak?” “Sudah juga Bu.” “Ya udah kalo gitu. Kamu tolong beliin nasi uduk di depan kayak biasa buat saya ya,” kata Rani sambil menyerahkan uang kepada laki-laki itu. “Baik Bu.” Laki-laki yang bernama Okur itu kemudian bergegas pergi. Setelah Okur menghilang dari pandangan matanya, Rani menatap jam di dinding. Baru jam 8 pagi, masih belum ada yang datang

  • Kedai Juni & Juli   Bab 57. Pembukaan Kedai

    Juni menatap papan nama yang tergantung di atas ruko nomor 17A itu dengan rasa haru. Tidak disangka akhirnya ia dan Juli berhasil juga membuka usaha yang selama ini mereka inginkan. Sekilas ia teringat semua yang telah mereka alami selama berada di Bandung. Juni lalu tersenyum kecil. “Woy, bengong aja!” Juni tersentak kaget mendengar sebuah suara yang berteriak nyaring di dekat kupingnya. Ternyata suara Juli yang saat ini sedang berdiri di sebelahnya. “Nama kita bagus juga ya Jul kalau dipasang jadi merek gitu.” Juli menatap papan nama yang bertuliskan Kedai Juni & Juli itu sambil mengangguk. “Kayak berirama gitu ya Jun.” “Irama apaan sih maksudnya?” “Puitis gitu, kan di belakangnya huruf i semua.” “Iya juga….”, ujar Juni, “Nek Zalma, Papa sama Mama udah sampai mana Jul?” “Barusan gue telpon sih masih di jalan katanya.” Mereka berdua kemudian masuk ke dalam ruko yang telah berubah bentuk menjadi sebu

  • Kedai Juni & Juli   Bab 56. Curahan Hati

    Jelita memandang wajah Dimas yang sedang menunduk di hadapannya dengan pandangan tajam. Mereka berdua sedang duduk di luar kedai dengan ditemani dua gelas kopi yang asapnya masih terlihat mengepul.“Mama minta kamu segera tinggalkan Rahadi!” Jelita berkata tegas.Pelan-pelan Dimas mengangkat wajahnya.“Kenapa Ma?” Dimas berkata lirih.“Hubungan kalian itu aib bagi keluarga Kusuma!”“Jadi Mama udah tahu?”“Mama sudah tahu dari dulu.”“Maksud Mama? Dari dulu kapan?”“Pokoknya Mama sudah lama tahu kamu begitu sama Rahadi.”Dimas kembali menundukkan kepalanya. Rasanya ia ingin berteriak dan segera berlari meninggalkan tempat ini.“Mama sengaja diamkan dulu, karena Mama waktu itu pikir ini semua hanya sementara, hanya karena sedang ada masalah sama Amel kamu jadi begitu, tapi ternyata Mama salah…”Dimas menelan

  • Kedai Juni & Juli   Bab 55. Harapan

    Briptu Sularso memandangi foto-foto yang diambil di tempat kejadian perkara di kamar hotel tempat Putri ditusuk dengan seksama. Ia lalu memandang juga foto-foto di kamar kos tempat ditemukannya tubuh Hadi yang bermandikan darah, seperti membandingkan. Keningnya berkerut.“Dua kejadian ini sepertinya saling berhubungan,” gumam Briptu Sularso pelan.Ia teringat kecelakaan yang menimpa Amel. Kecelakaan yang sepertinya disengaja.“Pertama Amel, kemudian Hadi dan sekarang Putri.” Briptu Sularso bergumam kembali sambil tangannya mengambil spidol berwarna biru dan menuliskan beberapa hal di papan tulis putih di belakangnya.Ia menulis kata Amel lalu dilingkari, di bawahnya kata Hadi juga dilingkari, di bawahnya kata Putri juga di beri lingkaran. Setelah menulis tiga kata itu, ia lalu menatap papan tulis itu sebentar kemudian menghela nafas.“Dan sekarang, Amel ditahan karena kepemilikan obat terlarang,” kata Briptu Sula

  • Kedai Juni & Juli   Bab 54. Jalan Soreli

    “Lu tahu dari siapa sih San?” Juni kembali mengulang pertanyaannya.“Emang udah pasti itu alamat Panti Bunda Bernyanyi San?” Juli menyambung pertanyaan Juni dengan rasa penasaran.Lagi-lagi Sandra hanya tersenyum.“Kok senyum-senyum terus sih, kita penasaran nih,” kata Juli sambil memajukan tubuhnya ke depan.“Iya...gue jelasin deh. Waktu Juni cerita soal panti ini, gue inget punya tante yang tinggal di daerah Senen, namanya tante Wenny, jadi, gue tanya aja dan ternyata tante gue itu tahu.”“Wah, gak nyangka ya, untung aja gue cerita ke elu ya San,” ucap Juni dengan wajah sumringah.“Menurut tante lu itu, pantinya masih ada San?”“Dia gak yakin sih kalau pantinya masih ada Jul, soalnya udah lama pindah dari Senen, tapi dia inget alamatnya dimana, itu juga kalau nama jalannya sekarang gak berubah ya.”“Dimana alamatnya?”&ldquo

DMCA.com Protection Status