“Baiklah, kalau kamu mau melihat anak ini mati. Aku hitung mundur,” ujar Emma sambil mengangkat bayi Elena tinggi-tinggi, “tiga … dua … sa….”“Tidak!” teriak Elena sambil berlutut di lantai. “Pak pengacara, tolong turuti permintaan Emma. Aku tidak peduli soal harta, yang penting putraku selamat.” Elena berkata dengan suara bergetar. Ketua tim pengacara itu hanya menghela napas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Baiklah nyonya Emma, tapi tolong turunkan bayi itu dulu, berikan pada ibunya. Kasihan dia menangis keras sekali.” Pengacara berkata dengan suara memohon.“Banyak omong! Makanya cepat selesaikan. Berikan semua bagian bocah ini atas nama Emma Rodriguez. Aku masih berbaik hati membiarkan bagain yang seperempat buat Elena dan bocah ini, itu lebih dari cukup buat orang kampung seperti dia.”“Baik-baik, nyonya Emma, akan segera saya lakukan.”Pengacara senior itu kembali duduk, lalu mengambil beberapa berkas dari timnya. Suasana di ruangan itu menjadi tegang, Mereka menah
Mata Emma terbelalak melihat wanita itu. “Dia ….”Emma mengerutkan kening, berusaha membongkar ingatannya tentang wanita yang serasa tidak asing itu. Tiba-tiba Emma tersenyum, sekilas rencana licik melintas di benaknya.Emma segera menghabiskan minumannya, lalu merapihkan penampilannya, setelah itu dia berdiri mendekati wanita itu.“Selamat siang, nyonya Clara,” sapa Emma. Demi mendengar ada yang memanggil namanya wanita itu mengangkat wajahnya.“Selamat siang, Anda siapa? Apakah saya mengenal Anda?” tanya wanita itu sambil memperhatikan Emma dari ujung rambut sampai ujung kaki.Emma tersenyum manis, “Boleh saya duduk?” tanya Emma ramah, wanita itu mengangguk, Emma pun duduk di hadannya.“Sudah lama sekali kita tidak pernah bertemu, kamu pasti lupa.”“Katakan, kamu siapa? Dan bagaimana kamu mengenal saya, karena saya baru saja datang ke kota ini.” Wanita itu mendesak sambil mengerutan kening.“Apa kamu masih ingat dengan keluarga Rodriguez?” tanya Emma mengingatkan. Wanita itu terdia
“Apa?!” Clara terbelalak, ia menatap Emma dengan tatapan aneh dan bingung. “Kamu gila, bagaimana mungkin bisa berpikiran seperti itu.”Emma menghela napas dalam. “Percayalah Clara, masa depan anakmu akan terjamin dengan menjadi bagian keluarga rodriguez.”“Sebentar, sebagai anggota keluarga Rodriguez, kamu adalah salah satu ahli waris Diego. Lalu, mengapa kamu menawarkan sesuatu yang konyol ini? Apa untungnya buatmu?” Clara menyela ucapan Emma, ia benar-benar bingung dan tidak habis pikir, mengapa Emma menawarkan anaknya untuk menjadi ahli waris Rodriguez kalau ada ahli waris yang sah? Jauh di hatinya, Clara menangkap sesuatu yang tidak beres, tidak mungkin Emma melakukan itu hanya karena kasihan, pasti dia akan memanfaatkan anaknya untuk keuntungan Emma sendiri.“Kamu benar, aku memang anggota keluarga Rodriguez, tapi aku hanyalah sepupu Diego. Selama Diego tidak mempunyai ahli waris yang sah, dalam hal ini anak, maka aku akan mendapatkan bagian.” Emma berkata datar, ia berusaha
“Maksud tuan, Emma dan Clara bekerjasama? Tapi untuk apa? Dan apa kaitannya dengan Clara?” Mario bertanya sambil menatap Raul penasaran. Oke, memang masuk akal kalau Emma berniat buruk, karena dia pasti ingin membalas dendam. Tapi Clara? Wanita itu sama sekali tidak mempunyai alasan untuk membalas dendam, karena Diego tidak pernah merugikannya, justru sebaliknya, dia yang telah menyakiti Diego.“Kalau menurut cerita kalian, Emma dan Clara sebelumnya pernah terlibat pembicaraan, bukan? Dan Clara mempercayai ucapan-ucapan Emma. Jadi, bukan tidak mungkin sekarang keduanya bekerjasama.” Raul mencoba mengungkapkan pendapatnya.“Tapi, sudah lama sekali Clara menghilang. Dari info yang saya dapat, setelah Clara membatalkan pernikahannya dengan tuan, ia diusir oleh kedua orang tuanya, lalu pergi ke luar negri dan tidak pernah kembali ke mari lagi.” Mario menambahkan.“Nah itu yang harus kamu selidiki, Mario. Besar kemungkinan Clara kembali ke kota ini, dan secara tidak sengaja bertemu dengan
“Selamat datang kembali, nyonya.” Beberapa orang yang merupakan pelayan di kediaman Mendez berlutut sambil munundukan wajah. Elena tertegun, tentu saja ia mengenali wanita yang berada di barisan paling depan itu, dia adalah Carmen, kepala pelayan di kediaman Mendez.Elena menatap Raul dengan penuh tanya, namun pria itu hanya mengedikkan bahu, karena Raul sendiri tidak tahu mengapa para pelayan itu tiba-tiba berlutut. Namun ia bisa mengerti, pasti mereka meminta pengampunan pada Elena, mengingat sikap mereka yang memperlakukan Elena dengan buruk di masa lalu.“Apa-apaan ini, Carmen? Apa yang kalian lakukan?” tanya Elena bingung.“Nyonya, saya dan para pelayan di kediaman ini, memohon maaf dan pengampunan Anda, atas kelancangan dan perbuatan buruk yang pernah kami lakukan dulu, kami sangat menyesal nyonya.”Carmen berkata dengan suara bergetar dipenuhi rasa sesal yang dalam. Elena menghela napas, lalu mendekati Carmen. Perlahan ia menurunkan tubuhnya, lalu meraih Carmen dan membawanya
“Mama mohon, kembalilah pada Raul, Elena.” Nyonya Victoria berkata dengan kesungguhan dan permohonan di wajahnya. Elena tertegun, ia tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Untuk sesaat ia hanya bisa terdiam.“Ma, mama tidak perlu memohon seperti ini, aku tetap putrimu. Berikan kesempatan pada Raul untuk mendapatkan wanita yang baik, yang pantas untuknya.”Elena berkata pada akhirnya, setelah ia berupaya kuat menetralkan perasaannya. Ia baru saja kehilangan Diego, kenangan-kenangan bersama Diego masih merekat erat di hatinya.“Tidak, Elena. Tidak ada wanita lain yang cocok dan pantas buat Raul. Karena, Raul tidak pernah tertarik dengan wanita mana pun. Di hati Raul hanya ada kamu, Elena. Raul hanya mencintai kamu.”Nyonya Victoria berkata dengan sungguh-sungguh. Sesunggguhnya ia juga pernah membujuk Raul agar mencari wanita lain, namun akhirnya ia menyerah dengan kekerasan hati putranya.“Mungkin belum bertemu yang cocok, Ma. Nanti seiring waktu, saat dia bertemu wanita yang cocok past
“Oh, Elena? Kamu kah itu?” tanya Raul seakan tak percaya. Elena menghela napas, tatapannya masih menerawang ke isi kamar yang dulu pernah menjadi kamarnya itu. “Apa kamu mabuk lagi, sehingga berhalusinasi kalau orang lain adalah Elena?”Raul tertegun mendengarkan ucapan Elena, bagaimana Elena bisa tahu? Namun kemudian dia tersenyum sambil mendekati Elena.“Tidak Elena, aku sudah lama berhenti minum, karena pengaruh alkohol saat mabuk, bisa menjadikan kita lengah dan hal itu bisa dimanfaatkan oleh musuh.”“Tapi kamu menikmatinya, kan?” sindir Elena.“Maksudmu?” tanya Raul menatap Elena.“Bukan apa-apa, lupakan,” sahut Elena berusaha mengalihkan tatapan Raul dan hendak mendekati Juan, namun Raul menarik tangannya dengan lembut, hingga jarak keduanya sangat dekat.“Elena, tolong jangan membuat aku penasaran, apa maksud ucapanmu itu?” desak Raul.“Kamu menikmati saat mabuk, kan? Sehingga bisa tidur dengan wanita lain,” jawab Elena spontan.“Tidak, Elena. Saat aku mabuk, asistenku akan me
“Lupakan aku, Raul. Menikahlah dengan wanita lain.” Elena menatap Raul dengan segala keberanian yang ia kumpulkan. Dia sendiri ragu, apa yang dia katakan itu benar atau tidak, tapi mungkin itu yang terbaik. Karena, dia sendiri masih sangat berat dengan Diego.Raul menghela napas, ia berjalan mendekati pagar pembatas balkon. Di edarkannya tatapan ke langit biru.“Itu tidak mungkin Elena, aku sudah bersumpah pada diriku sendiri, hanya ada seorang wanita yang bisa menikah denganku, yaitu kamu. Selain itu, aku juga sudah berjanji dengan dua orang yang menaruh kepercayaan besar padaku. Aku tidak pantas disebut laki-laki, jika aku sampai melanggarnya.” Raul berkata sambil tetap menatap langit.“Dua orang? Siapa?” tanya Elena bingung.“Dua orang yang sudah beristirahat dengan tenang di sana. Kalau aku melanggar janjiku, mereka pasti tidak akan tenang.” Raul terdiam sesaat sambil menengadahkan kepalanya ke langit.“Pertama adalah nenek Maria, beliau sangat mewanti-wanti agar aku selalu bersa
“Elena? Ada apa?” tanya Raul cemas.“Raul, Mia… tolong selamatkan Mia, Emma sudah menyiksanya, dia bahkan nyaris membunuh Mia jika aku tidak mau menandatangani berkas-berkas itu.”Elena menjadi sangat syock, tubuhnya bergetar ketakutan, air matanya tidak terbendung lagi, seketika dia teringat kembali bagaimana kejamnya orang-orang itu menyiksa Mia.Raul segera merengkuh Elena ke pelukannya, ia berusaha menenangkan wanita itu.“Tenang Elena, semua baik-baik saja. Mia sudah berada di tempat yang aman,” ucap Raul sambil mengelus punggung Elena.“Maksudmu? Mia?”“Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukan Mia tergeletak tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka, tidak jauh dari tempat kamu disekap. Aku memerintahkan Miguel dan beberapa orang untuk membawa Mia ke rumah sakit.”“Migu? Berarti Vela…?”“Ya Elena, sebenarnya Vela juga ikut dalam misi penyelamatan dirimu, tapi aku meminta Vela untuk menunggu di mobil.”“Oh, aku harus menemui adikku, dia pasti cemas…” Elena hendak bangun, na
Perlahan Elena membuka matanya, lalu berkedip-kedip sambil memperhatikan sekeliling. Ia menyadari dirinya terbaring di atas sebuah tempat tidur di dalam sebuah kamar yang nyaman. Elena mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, terakhir yang ingat ketika ia akan menandatangani berkas yang disodorkan Emma, tiba-tiba datang serangan dari sekelompok orang bertopeng, mereka menyerang Emma dan orang-orangnya, lalu salah satu dari mereka menangkap tubuh Elena yang dilemparkan oleh orangnya Emma, kemudian membawanya pergi, setelah itu Elena tidak ingat apa-apa lagi.“Siapa sebenarnya mereka? Dan, di mana aku sekarang?” gumam Elena, ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa lemas. Elena ingat, sejak pagi perutnya belum terisi apa pun. Tanpa sengaja Elea menoleh ke samping tempatnya terbaring, sebuah meja penuh dengan makanan dan minuman. Elena menelan ludah, seketika rasa lapar menyergapnya. Ingin rasanya ia menyantap makanan-makanan itu agar tubuhnya mempunyai energi. Tapi tidak, Elena
“Tidak…! Hentikan!!” Elena berteriak histeris, ia tak tahan melihat Mia disiksa seperti itu. Tubuh Elena bergetar ketakutan. “Hentikan Emma, lepaskan Mia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Urusanmu adalah denganku.”“Hmm, bagus. Sekarang cepat tanda tangani berkas-berkas itu, atau kau akan melihat perempuan tua itu mati.”“Baiklah Emma, aku akan turuti keinginanmu, tapi lepaskan Mia, biarkan dia pergi.” Elena mencoba mengajukan persyaratan.“Apa?” Emma bertanya sambil mendekati Elena, “kamu mau mencoba mengelabuiku hah? Setelah dilepas perempuan tua itu akan mencari bantuan, itu kan rencanamu, kamu pikir aku bodoh!”“Tidak, Emma. Aku sungguh-sungguh akan memenuhi keinginanmu, aku akan menandatangani berkas-berkas ini. Aku hanya tidak ingin ada korban dalam masalah ini.” Elena berkata dengan kesungguhan pada kata-katanya, perlahan ia melihat pada Mia yang sudah tidak berdaya.“Lihatlah, Mia sudah terluka dan tidak berdaya begitu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, mau car
“Apa maksudmu, Emma? Dan apa yang kamu inginkan?” Elena bertanya dengan tenang, meskipun dia sudah bisa meraba apa yang diinginkan Emma.Demi melihat ketenangan sikap Elena, Emma menjadi gusar, ia mendekati Elena lalu dengan geram menarik rambut wanita itu hingga Elena merasa kesakitan, ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya menahan rasa sakit. Namun ia tidak berteriak, sebisa mungkin ia menahannya dan berusaha untuk tenang.“Jangan pura-pura lugu, aku tahu meskipun kamu perempuan kampung tapi kalau soal harta kamu tidak bodoh. Itu sebabnya kamu mau menikahi lelaki lumpuh yang sudah mau mati, sehingga bisa menguasai seluruh harta Rodriguez.” Emma berkata berang.“Bukan begitu, Emma. Sedikitpun aku tidak ada keinginan menguasai harta Rodriguez.” Elena berkata pelan, ia terdiam sesaat lalu menatap Emma dengan kesungguhan di matanya. “Begini saja Emma, aku akan memberikan bagianku padamu. Aku hanya akan mendampingi putraku hingga dewasa, setelah itu aku akan mengelola milik keluargaku
Malam terus merangkak hingga kegelapan menyelimuti sekeliling, hanya lampu-lampu jalan dan juga lampu-lampu dari celah jendela setiap bangunan yang menjadi pemandangan malam itu. Raul dan rombongannya mengambil jalan pintas sehingga tidak melalui jalan utama kota. Untungnya, Raul dulu aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga dia hapal setiap sudut wilayah kota itu.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mereka pun tiba di daerah yang di tuju. Raul menghentikan mobilnya diikuti mobil-mobil lain di belakangnya. Raul segera turun, begitu pun Mario dan Miguel. Mereka mengamati sekeliling tempat itu.Miguel kembali melihat map di ponselnya, dan memang titiknya sangat tepat. “Di arah sana lokasinya, tuan.” Migu menunjuk arah sesuai petunjuk peta. Raul dan Mario mengamati arah yang ditunjuk Miguel.“Yah benar, di sana ada bangunan yang terpisah dengan bangunan lainnya, tempatnya terpencil, kalau tidak salah dulu dipakai sebagai istal untuk menyimpan kuda, tapi sepertinya sud
“Bagaimana kalau kita menjebak Emma.” Miguel mengemukakan pendapatnya. “Maksudnya menjebak bagaimana, tuan Miguel?” tanya Mario tertarik.Miguel menghela napas lalu melihat pada Clara, “Kita akan mencari tahu di mana keberadaan Emma melalui nyonya Clara.”“A-apa? Maksudnya bagaimana, tuan?” tanya Clara bingung sekaligus khawatir, “kalau tuan meminta saya menanyakan Emma di mana, pasti dia tidak akan memberitahu, yang ada malah akan curiga kepada saya.”“Tidak, saya tidak akan meminta nyonya menanyakan di mana lokasi Emma,” sahut Migu sambil mengeluarkan ponselnya. “Tapi kita akan melacak keberadaan Emma melalui nomor teleponnya.”“Apa itu efektif, Migu?” tanya Raul penasaran.“Selama lokasinya akurat, maka akan sangat efektif, tuan. Yang penting ponsel sasaran harus aktif dan untuk memastikan kita bisa meminta nyonya Clara menelepon Emma.”Raul mengangguk mengerti, begitu pun Mario dan yang lainnya. “Vela, tolong pinjamkan aku laptopmu, supaya kita bisa melihat peta lebih leluasa diba
“Kamu, apa kamu yang menculik kakakku?” tanya Chavela penuh emosi, ia mendekati Clara dan menarik serta mencengkram lengannya. Clara hanya menunduk dan tidak berusaha melawan. “Bukankah kamu memang menginginkan Elena celaka sehingga kamu bisa merebut harta Rodriguez? “Nona, jaga sikap Anda, jangan menuduh tanpa bukti. Beginikah cara orang-orang terhormat memperlakukan tamu?” Lucy mendekati Chavela, namun Vela tetap tidak melepaskan cengkramannya.“Perempuan ini sudah jelas jahat. Beberapa waktu lalu dia telah memanipulasi data putranya sendiri dan hendak mengelabui kakakku!”“Di sebuah sidang pengadilan pun ada kesempatan bagi tersangka untuk melakukan pembelaan. Apakah Anda yang terhormat akan melakukan hukum rimba?” Lucy menjawab lantang.“Ah persetan! Cepat katakan di mana kakakku?” seru Chavela geram.“Kami tidak tahu di mana nyonya Rodriguez, tapi maksud kedataangan kami adalah baik, untuk memberikan informasi yang akan sangat penting buat kalian.”“Ahm, Vela. Tolong lepaskan Cl
“S-siapa kalian?” tanya Mia tergagap, namun dia berusaha untuk tenang. Sedangkan Elena terlihat ketakutan, wajahnya seketika pucat, ia memegang tangan Mia erat.Mia menghela napas, berusaha mengumpulkan keberaniannya, dia menatap kedua orang yang menghadangnya itu. “Minggirlah, jangan menghalangi jalan kami. Apa yang kalian inginkan? Kami tidak ada urusan dengan kalian.”Mia berkata dengan lantang, namun kedua orang bertopeng itu tidak berkata apa-apa, mereka saling menoleh satu sama lain, lalu salah seorang dari mereka menenglengkan kepalanya yang direspon anggukan oleh rekannya.Detik berikutnya kedua orang itu melangkah maju sehingga tak ada jarak diantara mereka. Mia refleks mundur sambil menarik Elena, namun kedua lelaki bertopeng itu bergerak lebih cepat, menarik tangan Mia dan Elena. Belum sempat Elena dan Mia bereaksi, kedua pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku mereka dan dengan gerakan cepat mendekap mulut dan hidung kedua wanita di depan mereka. Mia dan Elena berusaha mer
“Tuan Mendez…” Clara bergumam lirih, ia ingat saat peristiwa terakhir di kediaman Rodriguez dan baru mengetahui hubungan baik antara Raul Mendez dan Luis. “Tuan Mendez? Siapa dia?” tanya Lucy penasaran.“Dia adalah sahabat Luis sekaligus sahabat mendiang Diego. Dan tuan Raul Mendez juga sekarang adalah kekasih Elena, mantan istri Diego.”“Wow, tokoh yang penting dan tepat, yang bisa membantumu mendapatkan maaf dari mantan suamimu, agar dia menarik tuntutannya dan mengizinkanmu bertemu Hugo.” Lucy mengomentari dengan antusias, namun Clara hanya menghela napas sambil menggeleng. “Aku tidak yakin tuan Mendez mau membantu, dan jika dia maupun aku nggak yakin juga Luis mau memaafkan aku.”“Belum tentu juga, yang terpenting tunjukan kesungguhan dan rasa penyesalanmu, minta bantuan tuan Mendez untuk membujuk Luis, atau…”“Atau apa Lucy? Usulanmu sungguh sesuatu yang sepertinya tidak mungkin, mereka sudah tahu perlakuanku yang hendak menipu mereka.”“Hmh, kamu tuh belum apa-apa sudah menyer