“Pertanyaan bagus.” Jay menatap wartawan itu dengan senyum tenang, menunjukkan kepercayaan dirinya.Lalu dia mulai menjawab, “Setiap orang memiliki perspektif dan pengalaman hidup yang berbeda dan saya menghormati itu. Dalam hidup ini, kita semua menghadapi tantangan yang berbeda dan bagaimana kita meresponsnya adalah cerminan dari karakter kita.“Saya telah bekerja keras, memanfaatkan kemampuan saya di bidang medis tradisional untuk membangun sesuatu dari nol. Sementara itu, saya tidak bisa mengontrol bagaimana orang lain memilih untuk mengelola situasi mereka.“Prioritas saya adalah memastikan bahwa saya bisa memberikan yang terbaik untuk masa depan saya, dan tentunya, saya tidak bisa mengharapkan semua orang memahami perjalanan saya sepenuhnya.”Dengan jawaban ini, Jay secara cerdas dan diplomatis menyampaikan bahwa kesuksesan dan kondisi keuangan bukan hanya hasil dari keberuntungan, tetapi dari kerja keras dan keputusan yang bijak.Dia juga menggarisbawahi bahwa perspektif orang
“Silakan, Bu Vanya!” ucap salah satu kru televisi.Vanya duduk dengan anggun di kursi tamu studio, wajahnya dihiasi senyum tipis yang seakan-akan menyembunyikan rasa getir di balik penampilannya.“Anu, panggil kak aja.” Vanya mengoreksi.Maka, para kru pun mulai menggunakan panggilan kak ke dia.Tak lama, bunyi musik pembuka program televisi yang dihadiri oleh seratusan pengunjung menggema di studio, menciptakan suasana yang sarat dengan antisipasi.Vanya tahu, ini adalah saat yang tepat baginya untuk memberikan versinya mengenai kisah hidup bersama Jay.Pembawa acara, seorang wanita berpengalaman dengan sikap ramah namun penuh semangat, memulai wawancara dengan pertanyaan sederhana, “Vanya Sagara, belakangan ini kamu jadi sorotan media sosial. Bisa ceritakan gimana kamu menghadapi semuanya?”Vanya menarik napas dalam-dalam, tampak seolah menahan beban besar, sebelum menjawab dengan suara pelan yang seakan-akan penuh luka. “Jujur aja, ini berat banget untuk aku. Orang-orang di medsos
Jay menghela napas panjang, menatap layar ponselnya yang dipenuhi dengan berbagai komentar dan reaksi dari publik setelah dia memposting rekaman percakapannya dengan Vanya.Di media sosial, berbagai komentar terus bermunculan."Wow, ini benar-benar membuka mata. Ternyata selama ini Jay yang berusaha diam dan mengalah. Apa yang dilakukan Vanya benar-benar memalukan!" tulis seorang netizen yang mendukung Jay.Yang lain menambahkan, "Vanya cuma mau duit, dan sekarang terbukti! Salut buat Jay yang tetap tenang dan gak mau ngasih uang cuma-cuma buat mantan yang manipulatif."Namun, ada juga yang meragukan rekaman tersebut, "Ini masih bisa jadi fitnah, loh! Siapa tahu Jay sengaja mengedit rekamannya biar dia kelihatan benar?"Sementara yang lain lebih khawatir soal hukum, "Kalau ini benar rekaman aslinya, Vanya bisa kena pasal pemerasan, loh. Hati-hati ya, Mbak Vanya!"Di ruangan lain, Erlangga mendekati Jay yang berdiri di depan layar komputernya. "Bos, publik mulai berbalik mendukung Anda
“Mulut brengsek bau gotmu itu mendingan ditutup aja kalau nggak bisa menghormati perempuan!” hardik Feinata yang tak terima akan ucapan putra Ramon Rusdi yang dinilai merendahkan dia dan kedua temannya.Ini dikarenakan pakaian yang dikenakan Feinata dan kedua temannya memang terlalu minim dan terkesan vulgar, sehingga menimbulkan asumsi liar di pikiran gerombolan putra Ramon Rusdi.“Nggak usah juga merendahkan papaku hanya karena kamu ngerasa bapakmu lebih wah!”Mendengar ayahnya terus diremehkan, dan kini dia beserta kedua temannya direndahkan karena disamakan dengan wanita penghibur, tentu saja Feinata tidak terima.“Kalau yang hebat itu bapakmu dan kamu cuma pecundang yang bisanya teriak-teriak dan maksa ke perempuan kayak cowok nggak laku, mendingan potong aja barangmu di selangkanganmu itu! Nggak guna!”Feinata memang berlidah tajam. Jay tentu saja sudah pernah merasakannya sendiri ketika itu di taman kota.Plakk!Putra Ramon Rusdi ganti menampar Feinata. “Berani sama aku, heh? D
“Bangsat kamu! Cari mati!” Putra Ramon Rusdi semakin murka ke Jay.Dia sangat terhina akan kata-kata Jay yang menohok keras di ulu hatinya.Maka, tinjunya langsung melayang ke Jay. Sayangnya, dia tak punya skill apa pun dalam berkelahi. Dirinya bagaikan semut di depan gajah.“Kamu semakin menunjukkan sisi kekanakanmu! Ha ha!” Jay semakin meledek dan berkelit sangat mudah pada tinju lemah putra Ramon Rusdi.Sebagai balasannya, dia sekali lagi menjentikkan jarinya ke dahi putra Ramon Rusdi sehingga pemuda arogan itu langsung terhuyung mundur dan merasa pusing seketika seolah baru terkena vertigo.Anak buahnya tak terima atas apa yang terjadi pada bos mereka dan mulai bersamaan maju hendak menyerang Jay. Namun, di mata Jay, mereka hanyalah sekumpulan badut yang sedang bermain.“Keroyokan begini justru menegaskan bos kalian cuma pecundang yang nggak bisa apa-apa tanpa bantuan kalian,” ejek Jay.Dia hanya perlu menggunakan sekian kecil persen dari kekuatannya untuk memukul masing-masing dar
Di dalam mobil yang melaju pelan menuju rumah Feinata, Jay duduk di kursi belakang bersama gadis itu.Di depan, Erlangga dan Baskara fokus mengawasi jalan, memberikan Jay dan Feinata ruang untuk berbicara.Feinata duduk dengan gelisah, tangannya memainkan ujung jaketnya, seolah mencari keberanian untuk membuka pembicaraan. Sesekali, dia melirik Jay yang duduk tenang di sebelahnya, tatapan matanya tenang dan penuh perhatian.Setelah beberapa saat terdiam, Feinata akhirnya mengumpulkan keberaniannya. "Jay ...," katanya pelan, suaranya sedikit bergetar. "Aku ... Aku mau minta maaf soal waktu itu di taman kota. Aku marahin kamu, bentak-bentak, padahal kamu cuma mau nolong papaku. Aku benar-benar merasa bersalah sekarang."Jay menoleh padanya, memberikan senyum tipis yang menenangkan. " Feinata, aku udah nggak ingat-ingat lagi kejadian itu. Aku mengerti kamu waktu itu lagi dalam situasi yang sulit, apalagi soal papamu. Aku paham, kok."Feinata sedikit terkejut dengan respons Jay yang begit
Menghadapi pertanyaan kakaknya, Feinata gugup, wajahnya merona merah dan mulai tersipu. “Ah, Kakak, ihh ….” Dia salah tingkah.Ini mengakibatkan Zafia semakin yakin. Mana mungkin sinyal kuat semacam itu tidak terbaca olehnya?“Nah, nah, adik manjaku mulai jatuh cinta ….” Dia sedikit menggoda adiknya.Feinata semakin salah tingkah dan senyum sipunya semakin lebar.* * *Di dalam markas Supreme NeoTech yang megah, Jay berdiri di depan sebuah jendela besar yang menghadap ke arah timur kota Jatayu. Perhatiannya beralih ke 27 ilmuwan muda yang saat ini bekerja di bawah pengawasannya.Masing-masing dari mereka memiliki potensi besar, dan dia telah memberikan mereka ruangan dan fasilitas terbaik.Runa sedang sibuk di ruangannya yang dipenuhi dengan layar besar dan server yang menderu ketika Jay masuk ke sana, ingin melihat langsung.Di sudut ruangan, sebuah AI kompleks sedang diujicoba. AI itu telah dikembangkan dari prototipe sederhana yang dulu dia buat untuk petani di desanya."Data cuaca
“Oh! Ingin mengungkapkan jati diriku?” Jay mengulang kabar itu menggunakan tone suara tanya.Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi hingga kemudian muncul senyum di wajah tampannya.Namun, di mata Baskara, senyum yang dilihatnya saat ini justru mengerikan bagaikan senyum iblis.“Menarik!” Jay seraya anggukkan kepalanya beberapa kali. “Dari mana kamu mengetahuinya?”Tentu saja dia harus meneliti lebih dulu sumbernya.“Saya mendapatkannya dari anggota yang masih aktif, yang dihubungi dia ketika dia berkeluh kesah karena tidak bisa masuk kembali ke PhantomClaw karena Anda pecat.”Baskara kemudian memberikan tablet di tangannya agar Jay melihat sendiri hasil percakapan melalui chat dua orang itu.“Hm, sepertinya aku terlalu lunak padanya, cuma kasi pemecatan dan uang ratusan juta untuknya tutup mulut dan melanjutkan hidup baru. Kurasa nggak perlu lagi berbaik hati pada siapa aja yang nggak layak di PhantomClaw.”Kemudian, Jay menyandarkan punggungnya ke kursi besarnya sambil melebarkan sen