"Bagaimana? Apa kau terkejut?" tanya Pandya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya."Ba–bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki tenaga dalam sama sekali—bisa melawanku hanya dalam beberapa hari?" Catra balik bertanya namun lebih mengarah bertanya pada diri sendiri."Mungkin keberuntunganku lebih kuat dibandingkan rencanamu untuk membunuhku selama ini. Dan mungkin juga ini cara dewa agar aku bisa membalaskan dendam," jawab Pandya sambil menaikkan alisnya tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya.Catra menggertakkan giginya sekuat tenaga untuk menahan emosinya. Dia tidak bisa mengelak setelah perbuatannya tertangkap basah seperti itu. Ditambah kini kondisinya tidak bisa dikatakan baik setelah melawan Pandya dengan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan yang biasa dia keluarkan, walaupun itu juga bukan kekuatan penuhnya.Catra berusaha mencari celah untuknya dapat melarikan diri dikondisi itu. Walaupun, itu hal yang memalukan baginya, tapi setidaknya kini dia memiliki rahasi
Sudah hampir dua minggu berlalu, dan sebentar lagi Pandya akan bisa keluar dari ruang pengobatan. Dan dengan keluarnya dia dari ruang pengobatan itu, juga berarti Ujian tahap kedua juga akan segera dimulai.Setelah seminggu lebih dia berlatih secara bergantian dengan gurunya dan juga pengikutnya, kini dia memiliki kemampuan yang sudah berkembang dengan sangat pesat. Bahkan kemampuannya kini sudah setingkat empu di tahap awal menurut Akandra. Ditambah dengan begitu banyaknya kitab yang dibawakan oleh sang guru, yang berhasil dia serap dengan cepat dengan kemampuan tenaga dalam milik Sakra.Dia benar-benar merasa mendapat banyak keuntungan yang jauh lebih besar, dibandingkan kecurangan yang dia alami selama ini. Bahkan, mungkin kemampuannya tidak akan sebesar saat ini walau dia memiliki tenaga dalam sejak awal. Tapi, kini dia sudah bisa menerima semua cerita Sakra tentang leluhurnya yang merupakan pendekar nomor satu, walaupun dia masih ragu dengan kemampuannya sendiri yang bisa mengiku
Pandya memikirkan perkataan Akandra yang memang masuk akal. Walaupun dia belum pernah melihat perpustakaan yang dimaksud selama di akademi, tapi dia yakin jika tidak mungkin hanya ruangan sempit—padahal harus bisa menampung begitu banyak murid di dalamnya. Apalagi semua kitab yang menjadi incaran itu akan sangat berpengaruh untuk kemampuan para murid selanjutnya."Baiklah, aku akan mencoba mengingat semua kitab ini dan berusaha mencarinya ketika di perpustakaan nanti!" Pandya kembali bersemangat setelah paham dengan alur dan peraturan untuk keuntungan ketiga itu."Tapi ada satu hal yang harus kau lakukan sebelumnya! Jika tidak maka hak mu akan hangus dan kau di anggap gagal ujian tahap 1," ucap Akandra menghilangkan senyuman dari wajah Pandya.Pandya cukup terkejut dengan penjelasan Akandra yang belum pernah didengar olehnya. Dia tidak mengerti hal apa lagi yang harus dia lakukan, padahal dia juga sudah mengikuti ujian dan tidak ada masalah yang terjadi."Tidak perlu khawatir, kau hany
PHUUUUU!Suara terompet terdengar di seluruh penjuru akademi. Semua murid terlihat langsung bergegas menuju halaman utama tanpa menunggu arahan dari guru pendamping. Pandya yang tidak tahu menahu tentang arti dari suara itu, hanya bisa melihat sekeliling dengan tatapan bingung.Dipta yang melihat sang pangeran tidak bergerak dari tempatnya langsung memberi isyarat untuk segera bersiap-siap keluar. Pandya hanya mengikuti arahan Dipta dan ikut bergegas keluar dari asrama bersamanya. Di sepanjang jalan menuju halaman, Pandya memanfaatkan waktu agar Dipta dapat menjelaskan tentang apa yang sedang terjadi."Jadi setiap terompet itu berbunyi kita harus berkumpul di halaman utama selain waktu makan?" tanya Pandya memastikan.Dipta hanya menjawab dengan anggukan kepala, karena mereka harus segera berpisah untuk berbaris sesuai urutan mereka. Pandya lupa untuk menanyakan nomor urut yang di maksud, tapi melihat barisan nomor 6 kosong—dia berpikir jika itu tempatnya dan langsung berdiri di baris
Agha mulai memasukkan tangannya ke dalam kotak, yang mendapatkan tatapan penuh harap dari para murid. Suasana hening dengan tatapan tajam dari ratusan pasang mata itu, membuat gerakan tangan Agha sengaja diperlambat. Akandra yang paham dengan kelakuan iseng rekannya, hanya bisa menggelengkan kepalanya perlahan.SEEET!Satu papan nomor sudah berhasil ditarik keluar, namun nomor yang ada di atasnya tertutupi oleh tangan Agha yang memegangnya. Semua murid tampak berharap dan seakan menghipnotis papan itu agar muncul nomor mereka. Namun, nyatanya nomor yang muncul pertama kali adalah nomor 30.Kini semua tatapan beralih dan tertuju pada Dipta, tak terkecuali Pandya yang menatapnya dengan senyuman dan langsung dia balasnya dengan anggukan kepala. Sebelumnya, Pandya sudah memberikan sebuah catatan yang berisi kitab apa saja yang bisa membantu salah satu kekuatan Dipta agar lebih menonjol, sehingga dia bisa memperdalam ilmunya—dibandingkan harus mempelajari ilmu baru yang tidak sesuai dengan
PAAAAAATS!Pandya merasa tubuhnya dialiri listrik dengan tenaga yang cukup besar, hampir saja dia tidak bisa mengontrol diri karena Sakra melakukannya secara mendadak. Tapi, dia berhasil bertahan dan membuat murid-murid lain maupun pemimpin akademi tidak menyadari apa yang terjadi padanya. Walaupun, dia masih belum benar-benar mengerti kenapa tiba-tiba Sakra melakukan hal itu padanya.Secara perlahan Pandya mulai membuka matanya, setelah sengatan listrik tadi terasa menyatu di tubuhnya dan tidak membuatnya merasa kesakitan lagi. Saat matanya terbuka sepenuhnya, Pandya tampak lebih terkejut dengan apa yang kini dia lihat dan rasakan. Dia tidak menyangka jika kini yang dia lihat maupun dengar jauh lebih akurat dari sebelumnya.Semut yang berjalan di salah satu sudut bisa terlihat dengan jelas, bahkan suara gertakan gigi salah satu murid yang cukup jauh darinya juga terdengar cukup jelas. Tubuhnya jauh terasa lebih ringan dan bertenaga, dengan otot-otot di tubuhnya yang semakin terbentuk
Pandya bangun cukup pagi dengan badan yang sudah kembali bugar, setelah semalam dia harus bertahan dengan efek samping yang masih cukup kuat—karena banyaknya kitab yang dia pindai. Sebenarnya Pandya bukan murid pertama yang terbangun, sebab tidak sedikit murid yang begadang semalaman karena khawatir tentang ujian tahap 2 yang akan dilaksanakan dalam beberapa jam lagi. TRAAAK!Pandya meletakkan pedang Sakra yang sudah di asahnya menjadi sangat tajam di atas pembaringan, sambil mulai menyiapkan perlengkapan lainnya. Walau belum ada yang mengetahui ujian apa yang akan para murid hadapi, tapi tidak ada larangan bagi murid untuk membawa perbekalan.Saat ini, semua jurus bela diri yang dipelajari Pandya semalam, sudah melekat dipikiran dan setiap otot tubuhnya. Bahkan otot-otot tidak tubuhnya semakin bertambah, seiring bertambahnya kemampuan bela diri miliknya.'Aku sudah tidak sabar, akan seperti apa ujian tahap ke 2 itu!' ucap Sakra tiba-tiba yang tampak bersemangat sambil melayang di ha
PHUUUUU!Suara terompet membuat beberapa murid tampak tercekat dan gugup. Padahal, mereka baru mendengar suara pertama—dan berarti itu tanda untuk mereka bisa menikmati sarapan. Walaupun, tidak semua murid bisa menikmati sarapan mereka dengan santai di saat seperti ini.Pandya berjalan keluar dengan santai dengan Dipta yang mengikuti di belakang. Sudah sejak tadi Pandya tahu jika ada sepasang mata yang menatapnya. Bahkan, tatapan itu memang seperti disengaja agar dia bisa mengetahuinya.Tapi, Pandya tidak ambil pusing tentang hal itu. Baginya saat ini ada hal yang lebih penting, dibandingkan hanya gertakan kosong. Ujian tahap ke 2 sudah di depan mata, dia tidak akan peduli dengan saudara-saudara tirinya. Jika memang mereka berencana menjatuhkannya Pandya tidak akan tinggal diam, tapi juga bukan berarti dia yang akan memulai pertarungan.TAAAK!Tibra yang baru saja datang di ruang makan, langsung meletakkan nampan di meja dengan kasar. Semua tatapan mengarah padanya, yang langsung diba
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar