Home / Urban / Kebangkitan Naga Perang / 170. Penolakan Halus

Share

170. Penolakan Halus

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2024-11-06 22:14:24
Rendy memutar pandangannya ke arah Katrin, ekspresi wajahnya tak tersentuh oleh kehangatan atau kemarahan, hanya tatapan yang dingin dan terukur. Sejenak, dia seperti mempertimbangkan ajakan Katrin, tapi kemudian ia tersenyum tipis, sebuah senyum yang penuh teka-teki, sulit ditebak artinya.

“Perjalanan ke Chung Kuo, ya?” tanyanya, menekankan kata-kata itu. “Tawaran yang menarik, Katrin. Tapi saat ini, ada lebih banyak hal yang perlu aku urus di sini.”

Katrin menghela napas pelan, kecewa namun tak ingin memperlihatkannya. Senyum dingin itu, meski tampak ramah, menyiratkan sesuatu yang lebih dalam, mungkin sebuah penolakan halus yang membuat hatinya teriris. Namun ia tak mau menyerah begitu saja.

“Kalau begitu, bagaimana dengan rencana pembangunan Megastruktur yang sedang dikerjakan oleh perusahaan Dragon War?” tanyanya, mencari topik lain. “Apa kita perlu mencari investor dan kemitraan untuk pengembangan teknologi? Aku lihat Jessy terlalu memaksakan diri dengan menggunakan dana perusaha
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kebangkitan Naga Perang   171. Siasat Licik The Killer

    Rendy melangkah masuk ke Red Lotus dengan ketenangan yang dingin, sorot matanya menyapu seluruh ruangan yang dipenuhi cahaya temaram dan wangi khas campuran dupa dan parfum mahal. Tempat ini memancarkan atmosfer eksklusif, namun baginya, malam itu ada yang terasa ganjil. Ia mencari-cari sosok Jessy, namun yang ia temukan hanyalah petugas keamanan yang mendekatinya dengan wajah tegang."Bos Jessy sudah lama tidak muncul di sini," kata petugas itu dengan suara nyaris berbisik. Rendy mendengar nada ketakutan dalam ucapannya, seolah pria itu menyadari betapa besar ancaman yang bisa datang darinya.Rendy memperhatikan pria itu dengan tatapan tajam, lalu memerintahkan, "Panggil asisten Jessy sekarang juga." Rasa curiga mulai menggerogoti dirinya, terutama karena Jessy yang seharusnya bertanggung jawab justru tak ada di tempatnya.Setelah beberapa saat, pria lain muncul, wajahnya berseri namun licik—terlalu tenang untuk orang yang seharusnya berada di bawah komando Jessy. Pria ini menatap Re

    Last Updated : 2024-11-07
  • Kebangkitan Naga Perang   172. Black Swamp

    Langit mulai gelap ketika Rendy berjalan menjauh dari Red Lotus. Aroma malam yang dipenuhi kabut tipis bercampur dengan sisa adrenalin yang masih mengalir di nadinya. Benaknya berputar cepat, mencoba merangkai setiap potongan yang tersebar, namun semuanya terasa kabur, terbungkus dalam misteri yang pekat.Rendy merogoh ponselnya dan menatap layar yang kosong dari pesan Jessy. Sejak kepergiannya untuk mencari Artefak Kuno, gadis itu seolah menghilang tanpa jejak. Kini, Bhadrika yang muncul seolah menggantikan posisinya di Red Lotus, sosok yang sangat mencurigakan dan tak bisa dianggap remeh. Rasa tidak tenang terus menghantuinya—bayangan Jessy yang tak diketahui keberadaannya dan kehadiran pria yang tak jelas identitasnya.Langkah Rendy terhenti di tepi trotoar, pikirannya diselimuti kecemasan yang samar. Dalam remang lampu jalan, ia menelusuri kembali wajah Bhadrika, menilai senyum licik pria itu yang seakan menyimpan ratusan rahasia. Kenangan pertemuannya dengan The Killer tiba-tiba

    Last Updated : 2024-11-07
  • Kebangkitan Naga Perang   173. Munculnya Musuh Lama

    Rendy menahan napas sejenak, mencoba memahami situasinya. Dia dikepung, tidak ada jalan keluar yang terlihat, hanya sosok-sosok berwajah dingin dan asing, menatapnya seperti serigala menunggu mangsa. Hatinya menggelora, tetapi dia tahu bahwa kepanikan hanya akan membuatnya semakin rentan. Dalam sekejap, sosok-sosok itu semakin mendekat, mengepungnya dalam jarak yang semakin sempit. Kabut tebal melingkar di sekitar mereka, memperkuat aura ancaman yang menggantung di udara.“Jadi, inikah cara kalian menyambut tamu?” ucap Rendy dengan nada tenang yang berbahaya, meski matanya tak lepas dari Bhadrika.Bhadrika tersenyum tipis, seakan menikmati ketegangan yang ia ciptakan. “Kau harus tahu, Bos, kau adalah tamu istimewa. Tentu saja untukmu, kami menyiapkan sesuatu yang… berbeda.” Dia melangkah lebih dekat, menatap Rendy dengan tatapan yang penuh kebencian yang tak tersamarkan lagi. “Kau pikir bisa masuk ke Red Lotus, memerintah seenaknya, tanpa konsekuensi?”Rendy mengepalkan tinjunya, mema

    Last Updated : 2024-11-07
  • Kebangkitan Naga Perang   174. Kekalahan Telak

    Rendy tertegun sejenak, napasnya seolah terhenti saat sosok The Killer melangkah maju, menembus kabut dengan langkah yang mantap dan penuh kepercayaan diri. Pria itu terlihat nyaris tak tersentuh oleh waktu ... tatapan matanya yang tajam menyorotkan aura dingin yang mematikan, bibirnya menyunggingkan senyum tipis, seolah menikmati ketakutan yang ia bawa bersamanya. Bhadrika mundur selangkah, wajahnya berubah cemas. Tampaknya kehadiran The Killer bukan bagian dari rencananya. Namun, dia mencoba menutupinya dengan senyuman yang dipaksakan. "Selamat datang, Bos. Saya tidak tahu Anda akan hadir di sini malam ini," ujarnya dengan nada sopan yang terdengar kaku. The Killer hanya mengangkat sebelah alis, tidak sedikit pun memedulikan Bhadrika. Tatapannya terkunci pada Rendy, seperti elang yang sudah mengincar mangsanya sejak lama. “Rendy,” suaranya dalam dan menggema di antara bayang-bayang. “Kau membuatku harus mencarimu sendiri. Itu tindakan yang sangat ceroboh.” Rendy berusaha tetap

    Last Updated : 2024-11-08
  • Kebangkitan Naga Perang   175. Misteri Hilangnya Jessy

    The Killer tertawa rendah, suara dingin dan sinisnya memenuhi udara yang pekat dengan ketegangan. Ia berdiri dan memandangi Rendy yang masih terbaring, lalu melangkah mundur sejenak, seolah memberi kesempatan terakhir. "Aku kagum dengan keberanianmu, Rendy. Namun, keberanian tanpa batas hanya akan membuatmu hancur," katanya dengan nada penuh kepastian. "Kau tahu, dunia ini hanya milik mereka yang memahami kapan harus berhenti dan kapan harus menyerang. Tapi kau... kau tidak pernah belajar." Rendy menahan sakit yang mencengkeram tubuhnya, dengan susah payah bangkit hingga berlutut. Tatapannya tajam, penuh perlawanan, meski napasnya terengah dan wajahnya penuh luka. Dengan segenap tenaga, ia berusaha berdiri tegak, tak membiarkan rasa sakit atau ancaman membuatnya gentar. "Kalau itu yang kau pikirkan... kau salah menilaiku," desis Rendy sambil menahan batuk yang membuat darah keluar dari bibirnya. "Aku sudah terlalu jauh untuk mundur." Mata The Killer menyipit, senyumnya memudar. "Su

    Last Updated : 2024-11-09
  • Kebangkitan Naga Perang   176. Penghianatan Dua Klan

    Baca lanjutan POV Jessy dari Bab 153. Tiga Artefak Suci***Jessy tersenyum puas sambil menatap Golok Penghancur Naga di tangannya. Bayangan wajah Rendy berkelebat di pikirannya, memancing desir hangat yang membuat kewaspadaannya goyah, meski sesaat lagi ia akan menyerahkan artefak itu pada Naga Perang.Namun, dalam ketenangan yang mengecoh itu, ancaman datang dari arah tak terduga. Dua sosok yang tak pernah ia curigai, Septian Long dari Klan Naga Emas dan Lilian Shang dari Klan Merak Putih, saling berpandangan, seolah sepakat dalam kebisuan yang menegangkan. Tanpa peringatan, mereka menyerangnya bersamaan, dari kiri dan kanan. Sepintas saja, mereka telah berada cukup dekat hingga Jessy tak sempat menghindar—terlalu dalam ia mempercayai mereka.Darah hangat merembes dari sudut bibirnya saat Jessy terdorong ke belakang, napasnya terengah, tubuhnya terguncang oleh luka dalam yang parah. Dengan suara serak, ia berbisik, “Kenapa?”"Hahaha ... ia tanya kenapa, Lilian?" ucap Septian yang la

    Last Updated : 2024-11-10
  • Kebangkitan Naga Perang   177. Penolong Atau Musuh?

    Jessy menyaksikan ketiga sosok itu bertukar ancaman dalam ketegangan yang terasa begitu nyata, seakan ruangan menjadi lebih sempit, udara terasa sesak. The Killer berdiri di tengah mereka, posturnya kokoh, wajahnya tertutup bayangan gelap, namun matanya memancarkan kepercayaan diri seorang pemburu yang sedang bermain-main dengan mangsanya.Lilian memajukan langkahnya dengan tatapan penuh kebencian. "Kau seharusnya tahu diri, pecundang. Tak ada tempat bagi seorang seperti dirimu dalam perebutan kekuatan ini."Namun, The Killer hanya memiringkan kepalanya, seolah-olah perkataan itu hanyalah bisikan angin. Dengan gerakan cepat, tanpa sedikit pun peringatan, ia mengayunkan tangannya ke depan, melepaskan semburan energi berwarna kelam yang langsung menghantam Lilian. Sinar pekat itu meluncur dengan kecepatan kilat, mendarat tepat di depannya dan menghentikannya seketika. Lilian terhuyung, wajahnya memucat.“Jangan terlalu percaya diri,” ujar The Killer dengan suara rendah, tajam seperti bi

    Last Updated : 2024-11-11
  • Kebangkitan Naga Perang   178. Klan Tengkorak Hitam

    Jessy hanya bisa menghela napas putus asa saat sosok The Killer mendekat dan mencengkeram lengannya, menariknya keluar dari gedung tanpa perlawanan. Tubuhnya lemah, pergerakannya terbatas. Sepanjang perjalanan, ia merasakan aura dingin yang mengelilingi pria itu—terlalu sempurna, terlalu terukur dalam setiap gerakan. Ia pernah merasakan kehadiran The Killer yang asli, dan kali ini, ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tak sepenuhnya hidup dalam genggaman ini.Perjalanan menuju distrik timur Kota Javali terasa semakin mencekam, dengan jalan-jalan yang gelap dan kosong serta bangunan terbengkalai yang menambah kesan terlarang. Jessy merasa dadanya menegang saat tiba di sebuah bangunan besar dan gelap, terkesan tidak terawat namun memancarkan aura aneh yang membuat bulu kuduknya meremang. Begitu sosok The Killer ini membawanya masuk, pandangan Jessy disambut oleh sekelompok orang yang diam tanpa ekspresi, berdiri berbaris rapi. Wajah-wajah mereka terlihat mirip satu sama lain—terutama,

    Last Updated : 2024-11-11

Latest chapter

  • Kebangkitan Naga Perang   517. Godaan Sheila

    Mata Sheila menyipit, bibirnya membentuk senyum penuh misteri. "Oh begitu? Jadi... kamu sudah tahu semua tentang tubuhku, ya?" Nadanya melengking manis, tapi ada sesuatu yang membuat udara di antara mereka mendadak terasa lebih panas. "Apa kita pernah... bercinta di sana?"Uhuk!Rendy tersedak kopi, buru-buru menahan batuknya dengan tisu. Wajahnya memerah, entah karena panas kopi atau pertanyaan lugas yang sama sekali tidak ia duga."Hihihi..." Sheila terkikik geli, menatapnya dengan tatapan jahil. Ia menyender santai di sofa, memperlihatkan leher jenjangnya dengan sangat disengaja. "Kenapa? Kaget mendengar pertanyaanku? Bukankah aku... kekasihmu?" godanya dengan suara manja, hampir berbisik."A-aku..." Rendy berusaha menguasai diri, tapi lidahnya terasa kelu. Matanya berusaha fokus ke cangkir di tangan, tidak berani menatap langsung ke mata Sheila yang berbinar penuh rasa ingin tahu.Melihat Rendy gugup justru membuat Sheila semakin bersemangat. Ia mendekat sedikit, memperkecil jarak

  • Kebangkitan Naga Perang   516. Hadiah Kecil Sheila

    Gemuruh sorak-sorai membahana di seluruh penjuru Dark City. Malam itu, langit Negeri Malam seolah terbakar oleh kembang api yang menghujam ke udara, meledak dalam semburat warna merah darah dan biru keunguan. Udara dipenuhi aroma manis dari bunga-bunga yang dihiasi sepanjang jalan, bercampur dengan bau hangat makanan yang dibakar di setiap sudut festival.Kemenangan atas Azerith — Sang Pewaris Malam yang selama ini menjadi duri dalam upaya Sheila untuk membangun negeri ini — terasa seperti beban besar yang akhirnya terangkat dari dada semua orang. Negeri Malam, untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, merasakan apa itu kebebasan.Renata dan Jessy berdiri di tengah kerumunan, senyum mereka merekah di bawah cahaya lentera. Kilatan kebahagiaan di mata mereka membuat keduanya tampak lebih muda dari biasanya. Rencana untuk kembali ke Negeri Khatulistiwa pun mereka tangguhkan tanpa ragu, terpikat oleh atmosfer penuh sukacita ini.“Aku rasa... kita memang harus tinggal lebih lama,” ujar Je

  • Kebangkitan Naga Perang   515. Menghancurkan The Killer

    The Killer berdiri di tengah medan, darah hitam menetes dari lengannya, menodai tanah Negeri Malam yang retak. Untuk pertama kalinya dalam berabad-abad, ia merasakan tekanan—bukan dari satu musuh, tapi dari kekuatan bersatu.Jessy menggenggam erat pedang lebarnya yang bergetar karena energi spiritual. Napasnya berat, tapi matanya penuh keyakinan. Di sisi lain, Renata mengaktifkan mode serangan penuh dari Nova-Core, tubuhnya dilapisi armor spiritual tipis berkilau biru muda. Kupu-kupu logam di belakangnya mulai berubah, mengepakkan sayap berbentuk bilah tajam, siap menghujani The Killer kapan saja.Sementara itu, Rendy, walau masih berlutut dan tubuhnya gemetar, membuka matanya perlahan. Cahaya keemasan samar mulai berkedip di dalam irisnya — tanda bahwa sebagian kecil energi Naga Perang mulai bangkit kembali.The Killer menggeram rendah, suaranya seperti dua dimensi bertabrakan.“Aku... tidak akan berakhir di sini...”Dengan satu gerakan memutar, tubuhnya membelah menjadi sepuluh baya

  • Kebangkitan Naga Perang   514. Penyergapan The Killer

    Namun, di tengah keheningan yang sakral, di antara debu-debu yang melayang pelan bagai abu dupa, sebuah aura kelam menyusup perlahan. Tak seperti kebencian Azerith yang membara dan membuncah, aura ini dingin… nyaris tak terdeteksi, namun menyusup ke dalam setiap pori-pori dunia, seperti kabut maut yang tak menyuarakan langkahnya.Rendy jatuh berlutut. Pedang Kabut Darah tertancap lemah di sampingnya, menahan tubuhnya yang gemetar karena kelelahan. Luka-lukanya belum sembuh, dan energi spiritualnya hampir habis, terkuras oleh Segel Jiwa dan tebasan terakhir yang nyaris membelah dunia.Tiba-tiba, udara di belakangnya bergetar—bukan oleh angin, melainkan oleh kehadiran yang tidak seharusnya ada.Sebuah bisikan lirih mengalir di antara angin.“Akhirnya… saatnya menuai bayangan terakhir dari Naga Perang.”Rendy mengangkat kepala, pelan.Dari balik kegelapan yang masih menyelimuti sebagian Negeri Malam, muncul sosok yang menyatu dengan bayangannya sendiri. Hitam pekat tanpa bentuk jelas, wa

  • Kebangkitan Naga Perang   513. Segel Jiwa

    Azerith terdorong mundur, wajahnya kini lebih menyerupai bayangan iblis daripada manusia. Dengan tatapan penuh amarah dan kebencian, ia memutar tubuhnya. Pedang Iblis Merah ditebaskan dalam gerakan spiral yang nyaris mustahil ditangkap mata telanjang. Setiap sabetan memotong udara, menciptakan bilah-bilah energi merah gelap yang melesat seperti anak panah roh—menyasar bukan tubuh, tapi langsung pada jiwa.Namun, Rendy tak mundur.Dengan satu putaran cepat, Pedang Kabut Darah menyapu seluruh bilah serangan. Dalam sekejap, tercipta pusaran merah-putih yang menghisap dan membelokkan serangan itu, meledakkannya menjadi hujan cahaya yang luruh ke tanah seperti bintang jatuh yang kehabisan nyala.Azerith tertegun. Napasnya berat, jiwanya tergerus perlahan.Rendy berdiri di tengah pusaran cahaya yang perlahan mereda, tubuhnya luka namun tak gentar. Ia menatap lawannya—mata yang tak lagi menyimpan rasa benci, hanya keteguhan.“Aku tidak akan melawan kutukanmu dengan sihir,” gumamnya pelan namu

  • Kebangkitan Naga Perang   512. Pedang Iblis Merah Azerith

    Angin terhenti begitu saja, seperti makhluk hidup yang menahan napas. Debu menggantung di udara, tak sempat jatuh. Waktu—biasanya tak terbendung—kini seperti dipaksa berhenti, membeku dalam ketegangan yang mencekam.Dari balik semburan cahaya yang menyilaukan mata, dan langit yang retak seperti kaca dihantam palu raksasa, dua sosok berdiri. Tak sempurna. Tak utuh. Namun masih tegak—meski dunia seolah menolak keberadaan mereka.Rendy terhuyung, nafasnya tersengal seolah paru-parunya terbakar dari dalam. Darah mengalir dari pelipis dan sudut bibirnya, menggurat merah pekat di wajah yang dipenuhi luka dan debu pertempuran. Namun, cahaya merah menyala di sekeliling tubuhnya, tak padam sedikit pun. Justru semakin membara.Aura naga itu bukan lagi sekadar energi—ia menjadi bagian dari dirinya. Sisik merah menyala terbentuk dari cahaya murni, mengilap seperti batu rubi. Tanduk melengkung memanjang dari pelipisnya, sementara sayap raksasa perlahan mekar dari punggungnya, mengepak pelan seperti

  • Kebangkitan Naga Perang   511. Pertarungan Negeri Malam - II

    “Jangan menyerah!” Suara itu meluncur membelah senyap, nyaring dan penuh nyawa. Gaungnya memantul di tebing-tebing gelap Negeri Malam, menghentak dada siapa pun yang mendengarnya. Tegas. Tak tergoyahkan. “Kekuatan mereka memang besar… tapi bukan tak terbatas! Jika kita mampu bertahan, maka mereka akan tumbang—oleh kesombongan dan kekuatan mereka sendiri!”Laras berdiri terpaku. Nafasnya berat, terseret di antara angin dingin dan aroma darah yang menggantung di udara. Kepalanya menunduk perlahan, bayangan luka dan kehilangan berkecamuk di matanya. Dengan gerakan lirih, ia membuka payung ungu kesayangannya—gerakan kecil yang mengandung ribuan kutukan.“Ini sudah melewati batas…” ucapnya, suara nyaris tak lebih dari bisikan yang terbawa angin. Lalu, dengan ketenangan yang menakutkan, ia menancapkan payung itu ke tanah.KRAAAK ...Begitu ujung payung menyentuh tanah, suara retakan halus terdengar—seolah bumi sendiri merintih. Aura ungu merembes keluar dari celah tanah, melilit udara sepert

  • Kebangkitan Naga Perang   510. Pertarungan Negeri Malam

    Langit Negeri Malam seakan telah robek.Azerith melesat keluar dari kawah api yang ia ciptakan sendiri. Tubuhnya diselimuti aura hitam pekat, berkilauan seperti logam cair yang mendidih. Sayap iblis terbuka lebar di punggungnya—bukan sayap biasa, tapi sayap yang terbuat dari bayangan penderitaan ribuan jiwa. Di belakangnya, dua mata raksasa tanpa kelopak muncul di langit, menatap ke segala arah.“Rendy…” suara Azerith menggema seperti jeritan dari dasar neraka, “Aku sudah mati... berkali-kali... untuk negeri ini. Tapi ayah kami—ayahku—dibunuh olehmu. Kau dan ambisimu untuk perdamaian, hanya menyisakan pembantaian!”Rendy tak menjawab. Sorot matanya tajam, dan api merah dari Pedang Kabut Darah makin membara. Aura spiritual di sekeliling tubuhnya membentuk cincin cahaya merah tua yang berdenyut seirama dengan detak jantungnya.“Kau ingin kebenaran, Azerith?” seru Rendy, melayang perlahan maju. “Bukankah aku sudah bilang kalau ayahmu ingin menghancurkan dunia dan bersekutu dengann kekuata

  • Kebangkitan Naga Perang   509. Kehebatan Empat Penjuru Angin

    Tak jauh dari situ, Lintang mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Tongkat itu memancarkan cahaya biru langit, lalu menyala terang seperti bintang meledak.“Wahai semesta! Beri aku kekuatan!”Lintang menghentak tanah dengan ujung tongkat. Seketika, dari bawah tanah muncul jaring akar-akar bercahaya yang menjulur dan menyambar para prajurit tanpa jiwa, menarik mereka masuk ke dalam bumi yang menganga. Suara jeritan mengerikan bergema ketika tubuh-tubuh itu ditelan tanah.Tiga prajurit melompat dari sisi kanan—Lintang memutar tongkatnya, mengubahnya menjadi cambuk cahaya. Dengan gerakan cepat dan presisi, cambuk itu membelit leher dan tangan lawan-lawannya, lalu ditarik ke satu arah hingga mereka saling bertabrakan dan meledak menjadi abu.*****Dari atas reruntuhan, melayanglah Lily, gaunnya mengepak, kipas giok di tangan kanannya terbuka perlahan.“Jangan meremehkan kelembutan…”Ia mengibaskan kipas sekali. Angin yang keluar bukan sekadar angin—ia adalah gelombang serangan berbentuk kelo

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status