Ruangan semakin mencekam ketika Mahendra Tan berdiri tegap di tengah pusat teknologi itu, matanya yang tajam menatap Rendy Wang dengan penuh kecurigaan. Di sampingnya, Clarissa berdiri sedikit lebih santai, namun Renata bisa merasakan hawa penuh manipulasi yang tersembunyi di balik senyum angkuhnya.“Kau benar-benar nekat, Rendy, untuk muncul di sini tanpa undangan,” ucap Mahendra, nada suaranya penuh ketegangan yang nyaris bergetar. Ia tak menyukai kehadiran Naga Perang, apalagi di markas besar Tania Industries, tempat semua rahasia teknologi persenjataan tersimpan. Bagi Mahendra, kedatangan Rendy hanya berarti satu hal yaitu ancaman.Naga Perang menatap balik dengan tenang, tidak sedikit pun goyah oleh intimidasi Mahendra. "Aku datang bukan untuk mencari masalah, Mahendra. Hanya melihat apa yang bisa kau tawarkan—karena rumor tentang Tania Industries cukup menggugah minatku."Mahendra menyipitkan mata, seolah ingin menelusuri maksud tersembunyi di balik kata-kata Rendy. Ia tak perca
Rendy memperhatikan setiap gerak-gerik Clarissa dengan waspada. Tatapan matanya yang tenang menyembunyikan ketegangan yang ada di balik permukaan, namun di dalam dirinya, ia tahu betul bahwa Clarissa tidak pernah melakukan sesuatu tanpa maksud terselubung. Mahendra mungkin terang-terangan memusuhi, tetapi Clarissa, dengan segala senyum sinisnya, adalah musuh yang lebih berbahaya. Di balik penampilannya yang anggun dan profesional, Clarissa masihlah mantan pembunuh bayaran yang memiliki dendam pribadi terhadap Rendy Wang.“Jadi, apa rencanamu, Clarissa?” Rendy akhirnya angkat bicara, suaranya rendah dan dingin. “Kau pasti tidak mengundang kami ke sini hanya untuk memamerkan mainan-mainan barumu. Ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini.”Clarissa, yang sedang berdiri di samping hologram senjata canggihnya, hanya tersenyum penuh tipu daya. "Tentu saja, Rendy. Kau terlalu pintar untuk tidak menyadari itu." Suaranya lembut, namun ada nada licik yang menyelinap di dalamnya. “Aku han
Clarissa mundur selangkah, membiarkan senyumnya melebar. Aura dingin yang menyelimutinya semakin terasa. Rendy tetap berdiri tegak, matanya mengamati setiap gerakan Clarissa dan Mahendra. Pikirannya berputar cepat, menimbang-nimbang langkah berikutnya."Kau tahu," Clarissa mulai lagi, nadanya kini lebih ringan tapi tetap tajam, "Aku selalu menikmati permainan ini. Menyusupkan sedikit informasi palsu, mengawasi reaksimu, dan membiarkanmu bermain dalam ilusi bahwa kau mengendalikan keadaan." Ia melirik Renata sekilas. "Tapi kau terlalu percaya diri, Rendy. Sejak dulu, kau selalu menganggap dirimu satu langkah di depan, padahal kau sudah jauh tertinggal."Mahendra yang sedari tadi hanya mengawasi kini maju ke depan, suaranya penuh kepuasan. "Kami sudah memikirkan semuanya, Rendy. Dari bisnis sampai jaringan informasimu. Semua celahmu kami temukan. Kau mungkin hebat di Horizon City dan Kartanesia, tapi di Shadow Islands? Ini adalah wilayah kami."Renata mengepalkan tangan di sisinya, mera
Saat helikopter yang membawa Rendy dan Renata mendarat dengan mulus di Pegunungan Andesia, Jessy menatap pemandangan gunung bersalju dengan mata penuh tekad. Dia mengangguk singkat ke arah Rendy sebelum berbalik, bersiap untuk menjalankan misinya yang jauh lebih berbahaya. Tidak ada waktu untuk bersantai. Informasi yang dia peroleh tentang Kitab Kultivasi tidak bisa dianggap remeh, dan lawan utamanya, Sheila, sudah satu langkah di depan.Begitu Jessy masuk kembali ke helikopter, dia bertukar pandang dengan Ketua Klan Naga Emas, Septian Long, yang duduk di sebelahnya, dan Ketua Merak Putih, Lilian Shang. Keduanya adalah sekutu tangguh, namun Jessy tahu bahwa mereka semua punya agenda masing-masing. Meski tujuan mereka sejalan untuk sementara waktu, kecurigaan tidak pernah sepenuhnya hilang.Helikopter meluncur di udara malam, menuju Kota Angker di Negeri Malam. Suasana di dalam kabin semakin berat seiring perjalanan mendekati titik krusial. Lilian memandang Jessy dengan tatapan dingin
Sheila melancarkan serangan pertama, melesatkan pisau belati ke arah Jessy yang hanya menghindar dengan satu gerakan gesit. Pisau itu terbang membelah udara, nyaris mengenai Jessy yang sudah berdiri tegak dengan sorot mata tajam. Mereka saling mengukur, ketegangan begitu terasa di udara.Dengan sekali hentakan kaki, Sheila kembali melompat maju, melepaskan pukulan yang begitu cepat hingga hanya bayangannya yang tertinggal. Jessy, dengan ketangkasan yang hampir melampaui kemampuan manusia biasa, menepis serangan Sheila. Kilatan senjata logam mereka beradu, mengisi ruangan dengan suara dentingan yang memekakkan telinga. Sheila terus menerjang, dengan gerakan-gerakan liar dan agresif yang seolah-olah tak mengenal batas.“Sudah selesai, Jessy!” Sheila berseru, memutar tubuhnya dengan lincah, dan berhasil menebas ujung lengan baju Jessy, membuat darah mulai merembes keluar. Namun, Jessy tak goyah. Alih-alih gentar, dia menatap Sheila dengan senyum penuh ketenangan.“Jangan terlalu yakin,”
Jessy menatap Septian dan Lilian dengan tatapan tegas saat mereka berada dalam perjalanan kembali. "Kalian harus bertemu Naga Perang," katanya, menekankan perintah itu. Meskipun secara operasional ia yang mengatur misi, Jessy tahu, begitu pula mereka, bahwa pada akhirnya, Rendy Wang—si Naga Perang—tetaplah pemimpin tertinggi mereka, sosok di balik semua strategi yang berjalan di dalam Klan Naga Emas.Saat mereka akhirnya tiba, Jessy maju terlebih dahulu menemui Rendy. Dengan hati yang berdebar, ia menyerahkan Kitab Kultivasi itu, kitab yang begitu langka dan berharga hingga mampu mengantarkan seseorang menembus Alam Dewa. Dalam pandangannya, momen ini lebih dari sekadar misi—ini adalah upaya membuktikan diri, bahwa semua keberaniannya adalah untuk mendapatkan pengakuan dan kebanggaan dari sosok pemimpin yang ia hormati lebih dari siapa pun.Rendy menerima kitab itu dengan tatapan tenang, mengangguk singkat tanpa ekspresi berlebihan. Ia meletakkan kitab tersebut di mejanya dengan gerak
Rendy memandangi peta holografis, mata tajamnya menyapu detail wilayah di mana dua artefak suci lainnya berada. Kitab Kultivasi Kuno baru langkah awal, dan ia tahu, untuk mengendalikan musuh-musuh yang semakin kuat—The Killer, The Infinity, Sheila dan Empat Penjuru Angin, Clarissa, dan sekarang Shakira dengan Banshee-nya—maka ia membutuhkan kekuatan penuh dari Tiga Artefak Suci."Jessy, ini tugas berat, tapi kau adalah satu-satunya yang sanggup," ujar Rendy, suaranya mantap. "Pedang Langit Lima Elemental dan Golok Penghancur Naga. Kita harus mendapatkan keduanya sebelum mereka berpindah tangan.”Jessy mengangguk, menatap peta yang memperlihatkan pegunungan bersalju yang tampak tak tersentuh manusia, gurun luas yang penuh ilusi, dan sebuah reruntuhan yang tersembunyi di dasar samudra, masing-masing tempat yang diyakini menjadi lokasi dua artefak suci yang tersisa. Sejak lama, legenda menyebutkan bahwa dunia ini dibentuk dari Lima Elemental: Api, Air, Angin, Tanah, dan Petir. Kelima ele
Di dalam perjalanan menuju Khatulistiwa, Naga Perang Rendy Wang duduk dalam diam, menatap ke arah jendela jet pribadinya, matanya menyiratkan kecemasan yang tak dapat disembunyikan. Bayangan Cindy Huang berkelebat di benaknya. Terlepas dari segala kemegahan dan kekuasaan yang ia miliki, dalam hatinya Cindy tetaplah seseorang yang penting, lebih dari sekadar gadis penjual lemper sederhana. Ada sesuatu yang tak tergantikan dalam dirinya, sesuatu yang membuat Rendy merasa tenang dan terhubung dengan dunia yang jauh dari hiruk pikuk kekuasaan dan pertempuran.Renata Zhang, yang duduk di kursi seberang, memperhatikan ekspresi Naga Perang dengan hati yang terasa berat. Meski ia selalu mendukung Rendy, kali ini ada kekosongan yang menguasai hatinya. Renata tahu bahwa meski dirinya tangguh dan kompeten dalam segala urusan profesional, ada sesuatu pada Cindy yang membuatnya merasa kalah – ketulusan hati yang belum tentu bisa ia miliki. Ia merasakan persaingan yang aneh di dalam hatinya, bukan
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind
Tanpa ragu, Rendy Wang melangkah maju, tubuhnya masih berlumuran debu pertempuran. Portal dimensi di hadapannya berputar liar, cahaya biru kehijauan berpendar seperti ombak liar. Setelah mengalahkan Zhang Wei dan menyelamatkan Negeri Langit dari kehancuran, ia tahu ini adalah satu-satunya jalan pulang. Dengan satu tarikan napas, ia melangkah masuk.Saat portal menutup di belakangnya, kegelapan langsung menyergap. Kesadarannya menghilang.Ketika membuka mata, aroma kayu tua dan udara dingin menyeruak ke hidungnya. Dia mengenali tempat ini—kamar sempit di rumah Keluarga Huang, Paradise Hill, Kota Buitenzorg. Dinding-dinding kayu masih sama, catnya mengelupas di beberapa tempat, dan kasur tipis di bawahnya berderit saat ia bangkit."Sepertinya kamar ini memang gerbang antar dimensi," gumamnya. "Setiap kali kembali ke Khatulistiwa, selalu melalui tempat ini."Sebelum sempat berpikir lebih jauh, suara nyaring menusuk telinganya."Untuk apa lagi pengangguran itu pulang ke rumah?" suara cemp
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai sutra jendela kamar, mengusap wajah Rendy Wang yang perlahan terbangun. Ia membuka matanya, mendapati ruangan yang begitu akrab—suasana mewah Resort Red Lotus Resort and Club yang pernah ia kunjungi sebelumnya. Meski begitu, ada keanehan yang menyelinap ke dalam ingatannya, seolah waktu telah mengubah segalanya. Aroma lavender dan kayu manis yang lembut menyatu dengan semilir angin dari balkon, mengiringi kebingungan yang menggelayuti pikirannya.Saat tangannya meraba permukaan lembut sprei sutra, ia mendapati sosok di sampingnya. Punggung putih mulus Renata, istrinya kah? Benar-benar mengundang kehangatan sekaligus teka-teki. Dalam keheningan pagi itu, Renata terbangun dan menatap Rendy dengan tatapan penuh tanya."Kak Rendy, sudah bangun?" suaranya serak namun penuh keakraban, mengisi ruangan dengan nuansa kenangan.Rendy mengerutkan dahi, matanya menyusuri sosok Renata yang kini tampak lebih dewasa, lebih matang. "Renata... kenapa kita di sin
Langit masih bergetar hebat setelah kehancuran Zhang Wen. Namun, sebelum Rendy Wang sempat bernapas lega, Negeri Langit bergetar kembali. Dari reruntuhan medan perang, aura kegelapan yang lebih kelam muncul. Udara di sekeliling membeku, dan langit yang sebelumnya mulai cerah kembali diselimuti awan hitam pekat."Tidak... Ini tidak mungkin..." gumam Rendy, merasakan tekanan yang jauh lebih dahsyat dibandingkan yang ditimbulkan oleh Zhang Wen.Dari balik kabut hitam, muncul sosok berbalut jubah gelap dengan mata merah menyala. Energinya begitu besar hingga membuat tanah di sekelilingnya merekah. Sosok itu tertawa kecil, suaranya menggema seperti berasal dari dunia lain."Rendy Wang... kau mungkin telah mengalahkan Zhang Wen, tapi kegelapan sejati tak akan pernah bisa dihancurkan oleh cahaya sekecil milikmu. Aku adalah Kegelapan Abadi, pemilik sejati kegelapan di alam semesta ini!"Rendy menggertakkan giginya. Ia sudah mengerahkan seluruh kemampuannya dalam pertempuran melawan Zhang Wen,