Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Konferensi pers dijadwalkan di ruang pertemuan utama perusahaan Lee, yang dipenuhi dengan jurnalis, fotografer, dan para pemangku kepentingan lainnya. Ryan berdiri di depan podium, merapikan dasinya dengan tangan yang sedikit bergetar. Ia bisa merasakan ketegangan di sekitarnya, sebab ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kekuatan dan kepemimpinannya di tengah badai yang menerpanya selama ini.Sebelum konferensi dimulai, Ryan menyempatkan diri melihat sekeliling ruangan. Banyak wajah-wajah familiar yang ada diantara para investor, karyawan, dan mitra bisnis. Dan yang paling penting ada sang istri tercintanya juga, Erika. Namun, ada juga banyak wajah asing—wartawan dari berbagai media yang siap meliput setiap kata yang akan ia ucapkan. Semua mata kini tertuju padanya, menunggu apa yang akan ia sampaikan.Tomi berdiri di sampingnya, memberikan semangat dengan tatapan percaya diri. Elsa, Dedi, dan Fery juga hadir, memberikan dukungan moral bagi
Setelah konferensi pers yang sukses, Ryan dan Erika melangkah keluar dari gedung pertemuan dengan perasaan campur aduk. Erika merasakan bangga dan terkejut melihat betapa percaya dirinya suaminya saat berbicara di depan umum. Namun, di balik senyumnya, ada keraguan dan ketidaknyamanan yang menyelimuti pikirannya, terutama saat mendengar bahwa kakaknya - Tanu, hanya ingin berbicara berdua hanya dengan Ryan saja di rumah sakit.“Kenapa kak Tanu hanya mau berbicara denganmu, mas?” tanya Erika, suaranya menampakkan keprihatinan.“Apa dia tidak tahu bagaimana perasaanku? Kita sudah menghadapi banyak hal bersama, dan sekarang, apa dia ingin memisahkan kita lagi?" lanjut Erika dengan kecurigaannya.Ryan menatap istrinya dengan lembut, memahami keraguan yang muncul. Apalagi selama ini sikap Tanu memang terlihat jelas tidak menyukai dirinya.“Mungkin kak Tanu butuh waktu untuk membicarakan sesuatu yang penting, sayang. Aku akan memastikan untuk tidak membiarkan apa pun mengganggu hubungan kita
Di sebuah apartemen mewah di luar kota, Julian duduk gelisah di ruang kerjanya. Matanya memandangi layar laptop yang menyala, namun pikirannya berkelana jauh dari sana. Pikiran tentang Darto yang ditangkap terus menghantuinya. Ia tahu, jika Darto memutuskan untuk membuka mulut, namanya bisa saja terseret dalam kasus penguntitan terhadap Ryan, sebuah insiden yang telah membuat posisinya sebagai pribadi maupun dalam perusahaan semakin rentan dengan segala resiko.Julian berusaha menenangkan dirinya sendiri, mengingat kata-kata Tuan Arman beberapa hari sebelumnya keberangkatannya ke luar kota - di sini, untuk dinas."Jangan khawatir, Julian. Aku akan memastikan semuanya terkendali. Darto tidak akan berani menyebut namamu. Percayalah, selama aku ada, kamu aman," suara Tuan Arman masih terngiang jelas di kepalanya.Meskipun begitu, Julian tidak bisa sepenuhnya mempercayai jaminan tersebut. Darto dikenal sebagai orang yang bisa bertindak tak terduga dalam situasi tertekan, dan jika keadaan
Beberapa bulan telah berlalu sejak konferensi pers bersejarah itu. Ryan, dengan kerja keras dan ketangguhannya, berhasil membawa perusahaan keluarga Lee melewati masa-masa sulit. Berbagai tantangan dan ancaman yang datang bertubi-tubi, baik dari luar maupun dari dalam perusahaan, sedikit demi sedikit mulai menemukan jalan keluarnya.Di tengah semua kekacauan, Ryan tidak pernah sendirian. Keempat asistennya—Elsa, Dedi, Fery, dan Tomi—setia mendampinginya, menjadi pilar yang menopang langkahnya.Hari ini, Ryan duduk di ruang kerjanya, menatap tumpukan laporan yang menunjukkan perkembangan positif perusahaan. Rasa lega mulai merayap di hatinya. Meskipun masalah Julian dan konspirasi di balik layar belum sepenuhnya terselesaikan, ia tahu bahwa upaya yang dilakukan oleh timnya telah membuahkan hasil yang signifikan.Elsa, salah satu asistennya yang merupakan seorang wanita, datang menghampirinya sambil membawa beberapa dokumen baru. Wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya, tetapi ada
Setelah melalui berbulan-bulan penuh gejolak, Ryan akhirnya bisa merasakan kehidupan yang lebih tenang. Usaha kerasnya, bersama keempat asistennya, berhasil membawa perusahaan keluarga Lee kembali ke jalurnya. Pendapatan stabil, proyek-proyek besar mulai berjalan dengan lancar, dan ancaman dari pihak luar semakin teratasi. Meski masalah Julian dan konspirasi belum sepenuhnya selesai, tidak lagi menjadi beban utama di pikiran Ryan. Tuan Lee juga merasa senang karena menantu laki-lakinya cukup busa diandalkan.Pagi itu, Ryan bangun lebih lambat dari biasanya. Sinar matahari lembut yang menembus tirai kamar tidurnya membuat suasana terasa damai. Di sebelahnya, Erika, istrinya yang semakin hari semakin dekat dengannya, masih tertidur dengan damai. Kehidupan rumah tangga mereka yang sempat tegang akibat tekanan pekerjaan kini kembali hangat dan harmonis.Ryan menatap wajah Erika yang tenang, kemudian tersenyum setelah mengecup kening sang istri beberapa kali. Mereka telah melalui banyak ha
Beberapa minggu setelah Ryan dan Erika merencanakan masa depan mereka yang lebih santai, kehidupan mereka tetap berjalan harmonis. Setiap pagi, mereka memiliki kebiasaan sarapan bersama di taman belakang rumah. Ryan kini benar-benar bisa menikmati waktu luangnya tanpa harus merasa tergesa-gesa atau cemas dengan urusan perusahaan, apalagi dengan Tanu yang mulai kembali bekerja, meskipun Ryan masih memantau perkembangan kakak iparnya tersebut.Pagi itu, setelah sarapan, Erika berpamitan kepada Ryan untuk pergi bertemu seorang teman yang sudah lama tidak ia temui. Ryan, yang awalnya ingin menemani, memutuskan untuk tinggal di rumah agar bisa mengurus beberapa hal kecil terkait proyek yang masih dalam tahap awal perencanaan."Hati-hati, sayang." Ryan mencium kening istrinya sebelum masuk mobil."Iya, sayang. Aku akan segera kembali, begitu urusanku selesai." Erika mengelus lengan atas suaminya."Tidak perlu terburu-buru, yang penting kamu happy. Ingat itu, ok!" sahut Ryan dengan mengerlin
Hari masih pagi saat Elsa menyelesaikan analisisnya di kantor. Setelah berjam-jam memutar ulang rekaman demi rekaman CCTV dari beberapa lokasi yang dilewati Erika pada hari kecelakaan, hasil yang dia dapatkan belum juga menunjukkan tanda-tanda ada seseorang yang sengaja membuat insiden itu. Semuanya tampak berjalan biasa saja, tanpa ada yang mencurigakan.Rekaman jalanan dan beberapa CCTV toko hanya menampilkan Erika berkendara dengan tenang, hingga akhirnya mobilnya melaju kencang tak terkendali. Tidak ada kendaraan yang terlihat mencurigakan atau seseorang yang seolah-olah mengikuti Erika. Elsa menghela napas, merasa sedikit lega, tapi juga bingung karena belum menemukan petunjuk berarti.Namun, belum puas, Elsa melanjutkan pengecekan pada CCTV yang ada di sekitar rumah Ryan dan Erika. Ia mendapati rekaman di dekat rumah yang cukup aneh."Itu... siapa ya?" gumam Erika dengan mengerutkan kening saat melihat layar laptop.Dalam rekaman CCTV tersebut - pada hari kecelakaan, terlihat so
"Hah, hah...hahh... apa? Apa yang terjadi? Tidak, hah... tidak!"Di saat Ryan baru saja keluar dari kamar mandi ketika Erika terbangun dari tidurnya dengan napas yang memburu. Tubuhnya penuh keringat dingin tapi terasa lemah, dan seketika ia diserang oleh rasa panik yang menghantamnya seperti gelombang air pasang.Kilatan-kilatan kecelakaan yang ia alami tiba-tiba memenuhi pikirannya. Mobil yang melaju tak terkendali, suara rem yang berdecit tajam, dan saat-saat di mana ia kehilangan kendali penuh atas kendaraan. Tangannya gemetar memegangi tepi ranjang rumah sakit, dan ia mencoba mengingat setiap detail, namun semuanya terasa buram dan menakutkan.Ryan yang awalnya mau duduk di sebelah ranjang, segera bangkit lagi dari duduknya. Dia melihat istrinya terbangun dengan keadaan yang begitu kacau.“Erika, sayang. Kamu tidak apa-apa?” tanyanya lembut, meskipun dalam hatinya, perasaan khawatir tidak bisa hilang dengan mudah.Erika menatap Ryan dengan pandangan bingung dan ketakutan, karena
"Apa maksudmu, Bang Ded?" tanya Elsa dengan nada heran, menatap Dedi dengan bingung - tidak mengerti arah pembicaraannya tadi.Dedi menghela napas panjang, berhenti sejenak di depan lift yang belum terbuka. Ia memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka sebelum melanjutkan pembicaraannya."Aku tahu kamu dekat dengan Pak Ryan. Kita semua dekat dengannya, tapi aku melihat ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional antara kamu dan dia," ujar Dedi dengan serius, menatap langsung ke mata Elsa.Elsa mengerutkan kening. "Maksudmu, aku dan Pak Ryan...?" Ia tertawa kecil, merasa absurd dengan apa yang dipikirkan Dedi. "Bang Ded, kamu salah paham. Aku tidak ada perasaan apa-apa terhadap Pak Ryan. Dia bosku, dan kita hanya bekerja sama. Hubungan kita sebatas profesional, tidak lebih."Namun, Dedi tampak tidak terpengaruh oleh penjelasan Elsa. "El, aku tahu kamu orang yang baik. Tapi terkadang, kedekatan bisa menimbulkan persepsi yang salah, apalagi ketika orang lain melihatny
Beberapa hari setelah perbincangan Ryan dan Rangga, suasana di sekitarnya semakin stabil. Hubungan Ryan dengan orang-orang di sekitarnya mulai membaik, terutama dengan istrinya - Erika, yang sempat syok berat karena mengetahui papanya ikut terlibat dalam konspirasi yang ingin menjatuhkan suaminya. Sementara Nyonya Lee juga ikut syok dan akhirnya harus mengungsi ke luar negeri demi kesehatan mentalnya.Tanu yang sempat khawatir dengan kehadiran Rangga, akhirnya bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa Rangga tidak lagi memiliki ambisi untuk mengambil alih perusahaan. Tindakan Ryan yang memperbaiki hubungan dengan Rangga menjadi kunci untuk menghindari konflik lebih jauh, dan itu membuatnya semakin dihargai oleh keluarga dan orang-orang di sekitarnya.Sementara itu, di rumah, hubungan Ryan dan Erika semakin hangat. Meskipun sibuk dengan urusan perusahaan dan masalah-masalah yang baru saja berlalu, Ryan selalu meluangkan waktu untuk istrinya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama d
Beberapa hari setelah Tuan Lee, Tuan Haris, dan Nadia diproses hukum, suasana di perusahaan Ryan mulai stabil. Tidak ada yang bisa lepas begitu saja dari jerat hukum, jika memang mereka bersalah. Dan Ryan, tidak memiliki toleransi bagi mereka yang berkhianat.Berbeda dengan keadaan Ryan, Tanu justru sedang resah. Keberadaan Rangga yang masih berkeliaran di sekitar perusahaan Lee membuatnya merasa terganggu. Meski Rangga tidak lagi membuat keributan atau mencoba mengambil alih perusahaan, kehadirannya tetap memicu ketegangan yang membuat suasana tidak nyaman. Tanu tidak bisa menyembunyikan rasa jengkelnya, sering kali mengeluh pada Ryan atau Erika tentang hal tersebut.Melihat ketidaknyamanan Tanu dan menyadari bahwa permasalahan di antara mereka bisa saja merusak hubungan keluarga yang tersisa, Ryan memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia merasa sudah waktunya berbicara dengan Rangga, bukan sebagai rival bisnis, tetapi sebagai saudara yang masih memiliki ikatan darah dengan istrinya
Ryan berhenti melangkah dan menoleh kembali ke arah Tanu, matanya tampak serius. Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Tanu membuat suasana yang semula mulai mereda kembali terasa tegang. Erika, yang berdiri di samping suaminya, menatap Tanu dengan cemas, seakan tahu bahwa pembahasan ini akan membawa kembali ingatan-ingatan buruk yang tentu saja masih membekas dengan jelas.Ryan menghela napas panjang sebelum berbicara. "Kak Tanu, aku tahu ini bukan hal yang mudah untuk kita semua. Apalagi, bagimu dan Erika, dia tetaplah papa kalian." Ryan berbicara dengan hati-hati, tak ingin memancing lebih banyak perasaan keduanya terluka."Tapi, Papa..." Suara Tanu tercekat, menelan ludahnya susah. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana jika dia—""Kita harus menyerahkan semuanya pada hukum, Kak Tanu." Ryan memotong dengan tegas, namun suaranya tetap tenang. "Semua bukti sudah jelas mengarah ke Papa. Dia terlibat dalam rencana bersama Tuan Haris dan melibatkan Nadia juga untuk mencelakak
Erika berjalan anggun memasuki ruang meeting, di sampingnya ada Ryan yang selalu tampak tenang namun penuh wibawa. Suara langkah kaki mereka berdua yang berirama membuat suasana di ruangan itu terasa semakin menegangkan. Tanu yang masih berdiri di depan meja konferensi menatap ke arah keduanya, sementara Rangga yang semula tampak percaya diri, kini mulai terlihat tidak nyaman dengan kehadiran mereka.Ryan, yang memegang saham terbesar di perusahaan ini setelah penyuntikan dana besar-besaran saat perusahaan Lee hampir bangkrut, hanya memberikan anggukan kecil kepada Tanu. Ia kemudian berjalan ke arah kursi di ujung meja, posisi yang biasanya diisi oleh pemegang keputusan tertinggi dalam pertemuan semacam ini.Erika, yang selama ini menjadi sosok penting di balik layar - sebab dirinya juga memiliki beberapa persen saham di perusahaan keluarganya ini, tidak banyak bicara. Namun kehadirannya kali ini jelas menunjukkan bahwa dia bukan sekadar anak perempuan dari Tuan Lee, tetapi juga seora
Tanu berdiri tegak di ruang pertemuan yang luas, matanya menatap dengan tajam ke arah sepupunya - Rangga, yang memaksa ikut dalam pertemuan ini. Rangga duduk di hadapannya dengan sikap percaya diri, merasa menjadi bagian dari perusahaan yang saat ini dipimpin Tanu.Rangga, sepupu Tanu yang juga sekaligus keponakan Tuan Lee, kini berani menunjukkan ketertarikannya untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan yang selama ini dijalankan oleh Tuan Lee. Sementara itu, Tuan Lee, ayah Tanu dan Erika, kini tengah mendekam di penjara, jelas telah membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi banyak hal - termasuk merosotnya harga saham perusahaan. Namun, meskipun hubungan keluarga ini mengikat mereka dalam ikatan darah, Tanu tahu bahwa tidak ada tempat bagi Rangga di dalam dunia bisnisnya ini —terutama dengan segala yang telah terjadi.Tangga sendiri - bersama dengan keluarganya yang lain, sudah mendapatkan bagiannya di luar kota - perusahaan cabang yang selama ini ditangani mendiang ayahnya R
Malam itu, Ryan duduk di tepi tempat tidur mereka, memandangi Erika yang duduk masih betah terpaku di kursi dekat jendela, menatap kosong ke luar. Udara malam yang sejuk tampaknya tidak bisa menenangkan kekacauan yang bergejolak di dalam diri Erika.Ryan bisa melihatnya, bagaimana istrinya itu memendam sesuatu yang besar, sebuah kepedihan yang lebih dalam dari sekadar banyak peristiwa - termasuk kecelakaan yang pernah dia alami beberapa waktu lalu."Aku nggak tahu harus bagaimana, mas Ryan," ujar Erika pelan, suaranya serak."Kenapa, hm?" Ryan bertanya maksud perkataan istrinya."Papa... dia... dia..." Erika terhenti, suaranya hampir hilang ditelan perasaan yang mendalam."Selama ini aku merasa terjebak dalam permainan yang tak aku pahami. Semua ini ternyata sudah direncanakan sejak lama, dan aku... aku tidak pernah tahu apa-apa tentang rencana papa." Akhirnya, Erika bisa mengeluarkan kata-kata yang begitu menyesakkan dadanya.Ryan menghembuskan napas panjang, berjalan mendekat dan du
Setelah peristiwa yang mengguncang mereka semua, hari-hari selanjutnya penuh dengan ketegangan meskipun situasi sudah mulai mereda. Ryan masih berusaha menenangkan Erika dan dirinya sendiri setelah semua yang terjadi, sementara Elsa, Dedi, Fery, dan Tomi berusaha memberikan dukungan moral pada mereka berdua. Namun, ada satu hal yang tak banyak orang ketahui, bahkan Elsa sendiri belum menyadarinya.Dedi selalu memperhatikan Elsa dari kejauhan, bahkan sudah sejak lama. Di tengah segala kecemasan dan ketegangan yang mereka alami, Dedi merasa cemas dengan keberadaan Elsa yang selalu berada di dekat Ryan. Entah mengapa, setiap kali melihat Elsa tertawa atau berbicara dengan Ryan, hatinya terasa teriris. Dedi tahu perasaan ini bukan hal yang bisa ia tunjukkan, apalagi di tengah kesibukan mereka yang terus bergulir. Namun, perasaan itu semakin tak bisa ia bendung."Elsa, bisa bantu aku sebentar?" Dedi memanggil, berusaha tidak terlalu terlihat gelisah.Elsa yang sedang berdiri bersama Fery d
Ketika suasana semakin tegang dan tak terkontrol di ruangan gelap itu, tiba-tiba terdengar suara sirine polisi dari kejauhan, semakin dan mendekat ke lokasi. Ryan, Julian, dan Tuan Lee sama-sama tersentak, menyadari bahwa keadaan akan segera berubah drastis.Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dengan keras. Dedi, Fery, dan Tomi masuk berbarengan, wajah mereka tegang namun sedikit lega melihat Ryan masih berdiri meskipun dengan wajah yang tampak lelah dan tubuh penuh luka."Kalian?!" seru Ryan, terkejut melihat asistennya. "Bagaimana kalian bisa tahu kami di sini?" tanyanya kemudian.Dedi mendekat cepat, matanya melirik sejenak ke arah Tuan Lee yang masih tersandar di dinding dan Tuan Haris yang tergeletak di lantai, juga Julian yang diam saja seperti tidak melakukan apapun dalam keadaan ini."Kami dapat info dari Elsa, Pak Ryan. Kami segera ke sini begitu tahu kau dalam bahaya," terang Dedi."Kau tamat, selesai sekarang ini, Tuan Haris. Polisi juga sudah di sini," ujar Fery dingi