Saat itu, Aris dan timnya bergerak cepat setelah mendapatkan petunjuk tentang lokasi para penguntit yang telah meneror Ryan dan Erika. Mereka memang sengaja tidak langsung melakukan penangkapan di mall, menghindari kericuhan dan kepanikan pengunjung. Jadi, saat Ryan dan Erika pulang dengan pengawalan, beberapa orang mengejar para penguntit tersebut. Kini, Aris dan orang-orangnya datang ke sebuah gudang tua di pinggiran kota, mereka sudah bersiap untuk melakukan penangkapan. Mereka mengetahui tempat ini tentu atas bantuan Tomi yang mengawasi mereka dari jauh, selain memang ada orang-orang khusus yang mengikuti. Sekarang, suasana malam yang gelap membuat mereka lebih mudah bergerak tanpa terdeteksi. Dengan menggunakan alat komunikasi canggih, Aris memimpin timnya menyusuri area tersebut. “Mari kita pastikan semua pintu keluar tertutup. Mereka tidak boleh lolos,” perintah Aris dengan wajah tegas. Timnya yang terdiri dari beberapa orang bersiap di posisi masing-masing, siap menghadap
Proses penangkapan telah diceritakan oleh Aris, membuat Ryan menunggu dengan tegang saat Aris melanjutkan penjelasannya. Suara Aris tampak serak, dan Ryan bisa merasakan suasana mendesak di balik kata-kata yang disampaikan.“Mereka adalah suruhan dari pesaing kita, Pak. Sepertinya mereka mencoba mengintimidasi kita dan mencari tahu informasi tentang Tuan Lee dan bisnis kita,” Aris menjelaskan, nadanya tegas namun penuh kekhawatiran.Ryan tertegun sejenak. “Apa? Mereka berani melakukan itu? Bukankah ini sudah melampaui batas?” pikirnya, merasa marah dan tak percaya.“Ya, mereka mulai beroperasi secara agresif, terutama setelah insiden yang menimpa Tuan Tanu. Ini terlihat jelas, Pak. Mereka ingin memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan mereka,” Aris melanjutkan, dengan suara yang lebih tenang.Ryan menggelengkan kepala, tidak bisa mempercayai informasi ini. “Tapi kenapa mereka menargetkan kita? Kami bukan orang besar di industri ini. Tuan Lee pun tidak pernah terlihat sebagai ancaman,
Beberapa waktu lalu.Aris memandang para penguntit yang terikat di depan matanya, rasa sabar semakin menipis. Dia merasakan kemarahannya yang kini seperti menyelimuti ruangan, dan suara cambuk yang dia pegang menggema dalam pikirannya - menunggu untuk memberikan hukuman.“Siapa yang berani melawanku, ha?!” teriak Aris, suaranya menggema menembus kesunyian malam. “Kalian akan menyesali keputusan kalian untuk tidak berbicara!” lanjutnya dengan wajah merah padam.Dia menghampiri penguntit pertama, yang telah disekap dengan tangan terikat. Mengintimidasi supaya penguntit tersebut mau bicara, memberitahu siapa orang yang sudah memberikan mereka tugas.“Bisa kau bayangkan bagaimana rasanya jika kami membiarkanmu merasakan kesakitan, dengan cambuk ini?” Aris bertanya dengan nada dingin. “Kami tidak hanya akan menyakiti tubuhmu, tetapi juga membiarkan pikiranmu menderita. Meminta untuk mati saja, huh!"Aris mulai menggerakkan cambuknya, menciptakan suara berdengung yang membuat para penguntit
Saat ini, Aris sedang berada di tempat penahanan. Dia memandangi para penguntit yang kini semakin takut setelah beberapa waktu lalu mengungkapkan nama Darto. Dia memberi isyarat kepada timnya untuk menjaga agar mereka tidak kabur, lalu menghubungi Ryan untuk memberikan kabar terbaru.“Pak Ryan, kita sudah mendapatkan nama yang bisa kita buru. Bos mereka bernama Darto, dan dia yang mengarahkan semua penguntit ini untuk mengikuti kalian,” kata Aris melalui alat komunikasi. Suara Ryan di seberang terdengar cemas.“Darto? Siapa dia?” tanya Ryan.“Sepertinya tidak ada hubungan langsung dengan keluarga Lee, tapi kita harus menyelidiki lebih jauh. Dia bisa jadi ancaman baru bagi keluarga pak Ryan. Saya akan melakukan penyelidikan lebih lanjut,” terang Aris menjawab, bertekad untuk segera mengungkap siapa Darto sebenarnya.Setelah menutup komunikasi, Aris memutuskan untuk membawa para penguntit ke markas utama yang tersembunyi. Dia merasa perlu melakukan lebih banyak penyelidikan untuk memast
Elsa merasa jantungnya berdegup kencang saat mendengar nama Darto disebut oleh Dedi, apalagi saat memandangi layar ponsel yang menunjukkan informasi tentang Darto. Wajahnya Elsa berubah pucat, seakan-akan menemukan sesuatu yang membuatnya ketakutan. Di dalam pikirannya, berbagai kenangan dan momen yang dilalui bersama orang yang bernama Darto muncul satu per satu, membuatnya merasa bingung.“Hai, Elsa! Kenapa, apa kamu kenal orang ini?” tanya Dedi sekali lagi dengan nada ingin tahu, memperhatikan perubahan ekspresi wajah Elsa yang terlihat gelisah.Elsa menelan ludah, berusaha untuk menenangkan diri. Darto adalah seseorang yang telah ada dalam hidupnya sejak lama, seorang "teman baik" yang selalu ada untuknya. Namun, dia tidak pernah tahu detail mengenai pekerjaan atau aktivitas Darto yang sebenarnya. Darto selalu menjaga jarak dengan kehidupan yang lebih gelap, berusaha untuk tidak membebani Elsa dengan masalah pribadinya - lebih tepatnya urusan pekerjaan dan finansial.“Aku… a-ku me
Darto merasakan ketegangan di dadanya saat ia melangkah menuju tempat pertemuannya dengan seseorang yang penting. Malam itu gelap dan sunyi, hanya suara langkahnya yang terdengar di trotoar menuju gang yang sepi. Dia terus memikirkan bagaimana menjaga jarak dari Elsa, meskipun setiap detik terasa menyakitkan. Ia tidak ingin melibatkan gadis itu dalam segala masalah yang sedang dihadapinya.Setelah memastikan tidak ada yang mencurigakan, Darto tiba di sudut gelap di gang tersebut, tempat di mana ia biasa bertemu dengan rekan-rekannya. Dia melihat sosok yang sudah ditunggunya berdiri menunggu di sudut jalan, bertubuh kekar dengan tatapan tajam.“Darto,” panggil sosok tersebut, suaranya dalam dan terdengar berwibawa.“Julian,” jawab Darto, berusaha menampilkan sikap tenang meskipun jantungnya berdebar.“Apakah semua sudah siap?” tanya Julian, sambil melirik ke sekeliling memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka.“Ya, kita sudah mendapatkan semua yang kita butuhkan. Tapi aku ingi
Darto merasakan dinginnya malam menyelimuti tubuhnya saat dia ditangkap dan diborgol. Langkah kakinya terasa berat ketika para petugas menyeretnya ke mobil polisi, pikirannya berkecamuk antara rasa takut dan penyesalan. Ia tidak tahu bagaimana semua ini akan berdampak pada Elsa. Yang terbayang di benaknya adalah wajah gadis itu, penuh harapan dan cinta. Semua usaha untuk melindungi Elsa kini berujung pada kehampaan yang menyakitkan.Mobil polisi itu meluncur ke arah kantor polisi, suara sirine menggema di malam yang sunyi. Darto duduk di kursi belakang dengan hati yang berat, menyadari bahwa semua yang telah ia lakukan untuk melindungi dirinya dan orang yang dicintainya kini malah mengundang masalah yang lebih besar. Dia menoleh ke luar jendela, memperhatikan lampu-lampu kota yang berkelip, mencerminkan semua keputusasaannya."Aku tidak pernah tahu jika orang yang menjadi targetku adalah orang yang berjasa padamu, Elsa. Maafkan, aku." Darto hanya bisa menyesali perbuatannya.Di tempat
Ryan duduk di ruang kerjanya, menatap tumpukan berkas-berkas dan laporan yang berserakan di atas mejanya. Suasana di kantor terasa lebih tegang setelah kabar penangkapan Darto sampai di telinganya, dampak negatifnya mulai terlihat. Ia tahu, sebagai pemimpin di perusahaan Lee - sebab Tanu belum bisa kembali beraktivitas, ia harus bergerak cepat untuk menstabilkan keadaan.Tuan Lee, memasrahkan berbagai permasalahan di perusahaan Lee pada Ryan. Ini karena Ryan juga memiliki power di perusahaan keluarganya, selain sebagai suaminya Erika yang memang memiliki beberapa persen saham perusahaan.Dari pinjaman dana yang dulu diterima bersama Tanu - secara tidak langsung, Ryan juga memiliki kekuatan di perusahaan keluarga Lee. Apalagi sampai sekarang perusahaan juga belum bisa mengembalikan uang pinjaman tersebut.“Tomi, apakah sudah ada kabar terbaru mengenai Darto? Apa dia sudah mengaku siapa yang menjadi bosnya?” tanya Ryan, suaranya mantap meskipun hatinya juga was-was - kekhawatiran.Tomi,
"Apa maksudmu, Bang Ded?" tanya Elsa dengan nada heran, menatap Dedi dengan bingung - tidak mengerti arah pembicaraannya tadi.Dedi menghela napas panjang, berhenti sejenak di depan lift yang belum terbuka. Ia memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka sebelum melanjutkan pembicaraannya."Aku tahu kamu dekat dengan Pak Ryan. Kita semua dekat dengannya, tapi aku melihat ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional antara kamu dan dia," ujar Dedi dengan serius, menatap langsung ke mata Elsa.Elsa mengerutkan kening. "Maksudmu, aku dan Pak Ryan...?" Ia tertawa kecil, merasa absurd dengan apa yang dipikirkan Dedi. "Bang Ded, kamu salah paham. Aku tidak ada perasaan apa-apa terhadap Pak Ryan. Dia bosku, dan kita hanya bekerja sama. Hubungan kita sebatas profesional, tidak lebih."Namun, Dedi tampak tidak terpengaruh oleh penjelasan Elsa. "El, aku tahu kamu orang yang baik. Tapi terkadang, kedekatan bisa menimbulkan persepsi yang salah, apalagi ketika orang lain melihatny
Beberapa hari setelah perbincangan Ryan dan Rangga, suasana di sekitarnya semakin stabil. Hubungan Ryan dengan orang-orang di sekitarnya mulai membaik, terutama dengan istrinya - Erika, yang sempat syok berat karena mengetahui papanya ikut terlibat dalam konspirasi yang ingin menjatuhkan suaminya. Sementara Nyonya Lee juga ikut syok dan akhirnya harus mengungsi ke luar negeri demi kesehatan mentalnya.Tanu yang sempat khawatir dengan kehadiran Rangga, akhirnya bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa Rangga tidak lagi memiliki ambisi untuk mengambil alih perusahaan. Tindakan Ryan yang memperbaiki hubungan dengan Rangga menjadi kunci untuk menghindari konflik lebih jauh, dan itu membuatnya semakin dihargai oleh keluarga dan orang-orang di sekitarnya.Sementara itu, di rumah, hubungan Ryan dan Erika semakin hangat. Meskipun sibuk dengan urusan perusahaan dan masalah-masalah yang baru saja berlalu, Ryan selalu meluangkan waktu untuk istrinya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama d
Beberapa hari setelah Tuan Lee, Tuan Haris, dan Nadia diproses hukum, suasana di perusahaan Ryan mulai stabil. Tidak ada yang bisa lepas begitu saja dari jerat hukum, jika memang mereka bersalah. Dan Ryan, tidak memiliki toleransi bagi mereka yang berkhianat.Berbeda dengan keadaan Ryan, Tanu justru sedang resah. Keberadaan Rangga yang masih berkeliaran di sekitar perusahaan Lee membuatnya merasa terganggu. Meski Rangga tidak lagi membuat keributan atau mencoba mengambil alih perusahaan, kehadirannya tetap memicu ketegangan yang membuat suasana tidak nyaman. Tanu tidak bisa menyembunyikan rasa jengkelnya, sering kali mengeluh pada Ryan atau Erika tentang hal tersebut.Melihat ketidaknyamanan Tanu dan menyadari bahwa permasalahan di antara mereka bisa saja merusak hubungan keluarga yang tersisa, Ryan memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia merasa sudah waktunya berbicara dengan Rangga, bukan sebagai rival bisnis, tetapi sebagai saudara yang masih memiliki ikatan darah dengan istrinya
Ryan berhenti melangkah dan menoleh kembali ke arah Tanu, matanya tampak serius. Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Tanu membuat suasana yang semula mulai mereda kembali terasa tegang. Erika, yang berdiri di samping suaminya, menatap Tanu dengan cemas, seakan tahu bahwa pembahasan ini akan membawa kembali ingatan-ingatan buruk yang tentu saja masih membekas dengan jelas.Ryan menghela napas panjang sebelum berbicara. "Kak Tanu, aku tahu ini bukan hal yang mudah untuk kita semua. Apalagi, bagimu dan Erika, dia tetaplah papa kalian." Ryan berbicara dengan hati-hati, tak ingin memancing lebih banyak perasaan keduanya terluka."Tapi, Papa..." Suara Tanu tercekat, menelan ludahnya susah. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana jika dia—""Kita harus menyerahkan semuanya pada hukum, Kak Tanu." Ryan memotong dengan tegas, namun suaranya tetap tenang. "Semua bukti sudah jelas mengarah ke Papa. Dia terlibat dalam rencana bersama Tuan Haris dan melibatkan Nadia juga untuk mencelakak
Erika berjalan anggun memasuki ruang meeting, di sampingnya ada Ryan yang selalu tampak tenang namun penuh wibawa. Suara langkah kaki mereka berdua yang berirama membuat suasana di ruangan itu terasa semakin menegangkan. Tanu yang masih berdiri di depan meja konferensi menatap ke arah keduanya, sementara Rangga yang semula tampak percaya diri, kini mulai terlihat tidak nyaman dengan kehadiran mereka.Ryan, yang memegang saham terbesar di perusahaan ini setelah penyuntikan dana besar-besaran saat perusahaan Lee hampir bangkrut, hanya memberikan anggukan kecil kepada Tanu. Ia kemudian berjalan ke arah kursi di ujung meja, posisi yang biasanya diisi oleh pemegang keputusan tertinggi dalam pertemuan semacam ini.Erika, yang selama ini menjadi sosok penting di balik layar - sebab dirinya juga memiliki beberapa persen saham di perusahaan keluarganya ini, tidak banyak bicara. Namun kehadirannya kali ini jelas menunjukkan bahwa dia bukan sekadar anak perempuan dari Tuan Lee, tetapi juga seora
Tanu berdiri tegak di ruang pertemuan yang luas, matanya menatap dengan tajam ke arah sepupunya - Rangga, yang memaksa ikut dalam pertemuan ini. Rangga duduk di hadapannya dengan sikap percaya diri, merasa menjadi bagian dari perusahaan yang saat ini dipimpin Tanu.Rangga, sepupu Tanu yang juga sekaligus keponakan Tuan Lee, kini berani menunjukkan ketertarikannya untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan yang selama ini dijalankan oleh Tuan Lee. Sementara itu, Tuan Lee, ayah Tanu dan Erika, kini tengah mendekam di penjara, jelas telah membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi banyak hal - termasuk merosotnya harga saham perusahaan. Namun, meskipun hubungan keluarga ini mengikat mereka dalam ikatan darah, Tanu tahu bahwa tidak ada tempat bagi Rangga di dalam dunia bisnisnya ini —terutama dengan segala yang telah terjadi.Tangga sendiri - bersama dengan keluarganya yang lain, sudah mendapatkan bagiannya di luar kota - perusahaan cabang yang selama ini ditangani mendiang ayahnya R
Malam itu, Ryan duduk di tepi tempat tidur mereka, memandangi Erika yang duduk masih betah terpaku di kursi dekat jendela, menatap kosong ke luar. Udara malam yang sejuk tampaknya tidak bisa menenangkan kekacauan yang bergejolak di dalam diri Erika.Ryan bisa melihatnya, bagaimana istrinya itu memendam sesuatu yang besar, sebuah kepedihan yang lebih dalam dari sekadar banyak peristiwa - termasuk kecelakaan yang pernah dia alami beberapa waktu lalu."Aku nggak tahu harus bagaimana, mas Ryan," ujar Erika pelan, suaranya serak."Kenapa, hm?" Ryan bertanya maksud perkataan istrinya."Papa... dia... dia..." Erika terhenti, suaranya hampir hilang ditelan perasaan yang mendalam."Selama ini aku merasa terjebak dalam permainan yang tak aku pahami. Semua ini ternyata sudah direncanakan sejak lama, dan aku... aku tidak pernah tahu apa-apa tentang rencana papa." Akhirnya, Erika bisa mengeluarkan kata-kata yang begitu menyesakkan dadanya.Ryan menghembuskan napas panjang, berjalan mendekat dan du
Setelah peristiwa yang mengguncang mereka semua, hari-hari selanjutnya penuh dengan ketegangan meskipun situasi sudah mulai mereda. Ryan masih berusaha menenangkan Erika dan dirinya sendiri setelah semua yang terjadi, sementara Elsa, Dedi, Fery, dan Tomi berusaha memberikan dukungan moral pada mereka berdua. Namun, ada satu hal yang tak banyak orang ketahui, bahkan Elsa sendiri belum menyadarinya.Dedi selalu memperhatikan Elsa dari kejauhan, bahkan sudah sejak lama. Di tengah segala kecemasan dan ketegangan yang mereka alami, Dedi merasa cemas dengan keberadaan Elsa yang selalu berada di dekat Ryan. Entah mengapa, setiap kali melihat Elsa tertawa atau berbicara dengan Ryan, hatinya terasa teriris. Dedi tahu perasaan ini bukan hal yang bisa ia tunjukkan, apalagi di tengah kesibukan mereka yang terus bergulir. Namun, perasaan itu semakin tak bisa ia bendung."Elsa, bisa bantu aku sebentar?" Dedi memanggil, berusaha tidak terlalu terlihat gelisah.Elsa yang sedang berdiri bersama Fery d
Ketika suasana semakin tegang dan tak terkontrol di ruangan gelap itu, tiba-tiba terdengar suara sirine polisi dari kejauhan, semakin dan mendekat ke lokasi. Ryan, Julian, dan Tuan Lee sama-sama tersentak, menyadari bahwa keadaan akan segera berubah drastis.Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dengan keras. Dedi, Fery, dan Tomi masuk berbarengan, wajah mereka tegang namun sedikit lega melihat Ryan masih berdiri meskipun dengan wajah yang tampak lelah dan tubuh penuh luka."Kalian?!" seru Ryan, terkejut melihat asistennya. "Bagaimana kalian bisa tahu kami di sini?" tanyanya kemudian.Dedi mendekat cepat, matanya melirik sejenak ke arah Tuan Lee yang masih tersandar di dinding dan Tuan Haris yang tergeletak di lantai, juga Julian yang diam saja seperti tidak melakukan apapun dalam keadaan ini."Kami dapat info dari Elsa, Pak Ryan. Kami segera ke sini begitu tahu kau dalam bahaya," terang Dedi."Kau tamat, selesai sekarang ini, Tuan Haris. Polisi juga sudah di sini," ujar Fery dingi