"Dedi, lanjutkan rencana berikutnya di perusahaan game yang baru saja bergabung. Buat renovasi sistem dan periklanan untuk promosi," ujar Ryan di awal meeting pagi ini.
"Siap, pak Ryan. Saya dan Tim sudah mempersiapkan rencana yang telah dibuat sedemikian rupa untuk langkah game-game yang kurang laku di pasaran, dengan target yang mengubahnya agar lebih menarik." Dedi berikan penjelasan."Bagus, lanjutkan rencana tersebut. Dan kamu, bagaimana Elsa?" tanya Ryan, beralih pada asistennya yang lain.Elsa adalah satu-satunya asisten Ryan yang perempuan, sebab meskipun beda dari asisten lainnya, Elsa memiliki kepribadian yang tegas dan tidak mudah menyerah.Dedi adalah asistennya Ryan yang paling lama, yang membantunya sejak pertama kali membuka usaha. Dia juga yang ditunjuk untuk membeli saham perusahaan game miliknya Tanu. Ryan memang sengaja memakai nama asisten-asistennya, yang berjumlah lima orang untuk keperluan bisnisnya.Ryan sendiri ad"Jangan biarkan saham kita dikuasai oleh seseorang di pasar saham, Tanu! Jadi, pastikan orang itu takut dan menjual sahamnya supaya tidak mendominasi kepemilikan saham kita!"Tuan Lee, mengingatkan anak laki-lakinya dengan tegas. Ia tidak mau kecolongan lagi untuk harga sahamnya, sebab sempat merosot dan akhirnya dibeli oleh dua orang saja. Dan itupun tidak ia ketahui siapa sebenarnya orang yang membeli.Tapi, Tanu mendengarkan peringatan papanya dengan tidak bersemangat. Pikirannya sedang bercabang menjadi dua, sebab perusahaan game miliknya yang kini telah berpindah menjadi milik orang lain, dan harga beli yang jauh lebih murah. Jelas ia rugi karena sesuai dengan modal yang dulu dikeluarkannya saat membangun perusahaan game tersebut."Tanu, kamu dengar tidak apa yang papa katakan, huh?" bentak tuan Lee - gusar."Hahhh ... iya, pa." Tanu menyahuti dengan lesu dan tidak fokus.Hal ini membuat tuan Lee memicingkan matanya, memperhatikan ke
"Kita pergi ke gedung Graha Raya untuk menemui klien," ujar Ryan memberitahu asistennya yang bernama Fery.Asistennya yang satu ini, biasanya diajak Ryan sebagai supir sekaligus bodyguard sebab tubuh atletis yang kekar memang dimiliki Fery - mantan binaragawan yang bermasalah di tempatnya latihan beberapa bulan lalu.Ryan mengambil Fery, yang saat itu hampir dipidanakan oleh pelatihnya karena difitnah ingin memperkosa kekasih pelatih tersebut. Padahal yang sebenarnya adalah, kekasih pelatih itulah yang memaksa Fery, tapi di saat ketahuan justru gadis itu "playing victim" sementara Fery tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk membela diri sehingga dipaksa untuk mengaku.Untungnya ada Ryan yang membantunya dengan memaparkan semua bukti-bukti sehingga Fery bisa dibebaskan, sementara pelatihnya bersama sang kekasih mendapatkan tuntutan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik."Lewat jalan lain, pak Ryan? Kalau lewat jalan utama, macetnya parah." Fery menawarkan alternatif jalan yang
"Aku memberimu dua pilihan. Ini ada cek senilai 5 miliar, dan kau bisa memilih antara cek ini atau masih dengan niatmu untuk tetap menikah dengan putriku, Erika." Tanpa basa-basi, ayah kekasihnya memberikan sebuah pertanyaan yang membuat Ryan terkejut. Sebagai seorang staff kantor biasa, tawaran ini bukan hanya uang, tapi pilihan antara pembuktian cinta tapi juga pembuktian diri tentang kekayaan. Ini menjadi pilihan yang sulit, meskipun Ryan sudah menetapkan jawabannya. Tapi satu hal yang pasti, ia bukanlah pria pecundang yang mudah untuk menyerah. "Maaf, Tuan Lee. Saya memilih putri Anda, Erika, karena saya mencintainya. Saya, tidak mau kehilangan wanita yang menjadi pilihan hati dan cinta saya," jawab Ryan dengan suara yang terdengar tegas untuk menyakinkan. Rasa cinta yang ada pada darah muda, tidak bisa berpikir realistis. Ia memilih cinta dan ingin menikahi kekasihnya daripada akan lebih dihina karena memilih uang yang tadi ditawarkan. "Hm," gumam Tuan Lee sambil mengang
"Apa maksudnya, Tuan Lee? Apakah ini adalah cara agar saya mundur dan tidak menikahi putri Anda?" tanya Ryan memastikan. Padahal sebenarnya, Ryan juga sudah tahu jawabnya. "Iya, itulah maksudnya. Kami belum pernah melihat kamu sukses sebelumnya dan kami tidak percaya kamu bisa membahagiakan putriku." Tuan Lee mengangguk sambil tersenyum mencibir. Sebenarnya, Ryan masih saja merasa tersinggung oleh perkataan Tuan Lee. Tapi ia tetap berusaha untuk terlihat tenang, memberikan kesan yang baik agar pria dewasa didepannya saat ini tidak sesuka hati menyepelekannya. "Meskipun saya tidak setuju dengan pendapat dan penilaian Anda tentang saya, tapi saya akan menerima tawaran Anda. Tapi bisa saya tahu, kenapa Anda melakukannya?" inilah pertanyaan yang ingin disampaikan oleh Ryan sejak dulu. "Hm ... kamu tidak memiliki apa-apa. Kamu datang dari keluarga tidak mampu dan kami tidak yakin dengan kemampuanmu untuk membahagiakan dan memenuhi segala kebutuhan hidup putriku," ujar Tuan Lee mengemuka
"Dulu saya memilih untuk tidak menikahi Erika, karena saya tidak yakin bisa memberikan kebahagiaan yang pantas untuknya. Tapi saya telah berusaha keras dan berhasil membangun bisnis yang cukup sukses dan saya siap untuk membahagiakan Erika," jelas Ryan dengan tegas di depan sepasang suami istri Lee itu. Mereka masih tidak yakin tentang niat Ryan. Namun, Ryan sudah memperlihatkan hasil bisnisnya dengan data dan fakta yang cukup meyakinkan mereka berdua. "Aku tahu aku telah salah pada awalnya. Tapi aku ingin meminta maaf dan memperbaiki semuanya," ucap Ryan dengan rendah hati, menatap Erika dengan penuh cinta. Tuan Lee dan istrinya saling pandang, berbicara sebentar lalu meminta waktu untuk mendiskusikan hal ini dengan putrinya - Erika. Sementara Erika sendiri melihat dengan tatapan tidak percaya pada kedua orang tuanya. Dan setelah beberapa saat, mereka ingin memberikan kesempatan untuk Ryan yang kini telah sukses dan pantas bergabung dengan keluarga besar mereka. "Kami melihat
Beberapa minggu setelah Julian mulai menyebarkan informasi palsu sehingga bisnis Ryan mulai goyah dan karyawannya mulai merasa khawatir tentang masa depan mereka, takut jika Ryan bangkrut dan mem-PHK mereka. "Apakah Andal tahu apa yang terjadi dengan bisnis kita?" tanya salah satu karyawan kepada Ryan. "Saya rasa semua berjalan seperti biasa saja, Tapi, saya juga tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jangan khawatir dengan kondisi ini, saya pasti akan segera mencari tahu dan mengatasinya." Ryan mencoba menenangkan karyawan tersebut. Ryan yang kebingungan dan tidak tahu apa yang sedang terjadi, belum bisa memberikan solusi apa-apa selain kata-kata menenangkan. Tapi dengan cepat ia mencoba mencari tahu lebih lanjut dan akhirnya mengetahui bahwa informasi palsu sedang beredar tentang bisnisnya. Tentu saja penemuan itu membuat Ryan marah, sebab informasi yang beredar adalah informasi hoax yang dilakukan oleh orang lain dan kemudian disebarkan lagi oleh orang-orang lainnya juga. Rota
Tuan Lee mengajak menantu prianya ke ruang kerja, lalu mempersilahkan Ryan untuk duduk di depannya. Pria setengah tua itu tidak segera mengatakan apapun, dan ini membuat Ryan merasa cemas serta khawatir. Ia tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh papa mertuanya itu. Tapi Ryan juga tidak langsung bertanya, membiarkan papa mertuanya yang memulai terlebih dahulu. Setelah saling diam dalam beberapa menit, barulah Tuan Lee mengeluarkan suara yang ternyata tidak seperti yang dipikirkan Ryan. "Ryan. Jujur, papa cukup merasa bangga dengan keberhasilan usaha dan bisnis yang kau rintis. Kamu juga sudah membuktikan bisa sukses dalam waktu singkat," kata tuan Lee dengan nada suara yang rendah. "Terima kasih, pa." Ryan mengangguk, merespon pernyataan tersebut. Ryan cukup merasa lega mendengar kata-kata papa mertuanya itu. Tapi ia belum bisa tenang, merasa bahwa tuan Lee pastinya punya maksud lain dengan mengajaknya untuk menepi dari yang lainnya, bicara di ruang kerja ini. "Lalu,
Malam ini Ryan berkesempatan untuk menikmati makan malam di rumah mertuanya bersama sang istri untuk yang terakhir kali, sebab malam ini juga mereka akan mengatakan rencananya untuk pindah ke rumah miliknya sendiri. Ruang makan yang dipenuhi dengan perabotan mebel dan perabotan makan yang mahal memang tampak istimewa, khas milik keluarga kaya. Aneka macam makanan lezat juga tertata rapi di atas meja, dengan berdampingan dengan buah-buahan premium. "Ayo, mas Ryan." Erika menggandeng tangan suaminya menuju meja makan. "Ya," jawab Ryan pendek. Setibanya di meja makan, baru ada Tanu - kakaknya Erika, yang duduk sambil makan buah anggur. Sedangkan tuan Lee dan istrinya datang setelah Ryan dan Erika baru saja duduk. Tuan Lee, meminta pada istrinya untuk mengambilkan makanan untuknya terlebih dahulu. Setelah itu yang lain baru mengikuti, sebab seperti itulah memang kebiasaan mereka jika sedang makan bersama. Ryan yang sudah mengetahui kebiasaan ini di kehidupannya yang dulu, tent