Mereka menunggu hingga sore, bersembunyi di balik pepohonan di tepi Padang Rumput Perak. Saat matahari mulai condong ke barat, mereka bergerak mendekati gerbang, bergabung dengan pedagang-pedagang dan petani yang juga ingin masuk ke kota sebelum gerbang ditutup pada malam hari.Gerbang Timur Kota Shanggu adalah struktur besar dari batu dan besi, dengan dua menara pengawas di kedua sisinya. Penjaga bersenjata berdiri di sepanjang tembok, sementara petugas pemeriksaan berdiri di depan gerbang, memeriksa setiap orang yang ingin masuk.Yang membuat Kiran dan kelompoknya waspada adalah papan pengumuman besar di samping gerbang, dipenuhi selebaran "DICARI" dengan gambar wajah mereka—wajah asli mereka, sebelum mengenakan Topeng Spiritual.Hadiah yang ditawarkan untuk penangkapan mereka sangat besar, cukup untuk membuat siapapun tergoda untuk mengkhianati mereka."Jangan panik," bisik Kiran pada teman-temannya saat mereka semakin dekat dengan pemeriksaan. "Bersikaplah wajar. Kita hanya pedaga
Malam telah merayap di atas Kota Shanggu, membawa kegelapan yang hanya sedikit diusir oleh lentera-lentera yang bergoyang di tiap sudut jalan.Kiran dan kelompoknya bergerak dengan hati-hati menyusuri jalan-jalan yang semakin sepi, berusaha tidak menarik perhatian patroli penjaga yang sesekali lewat."Kita tidak bisa menginap di penginapan biasa," bisik Kiran, matanya yang kini berwarna biru cerah mengamati sekeliling dengan waspada. "Terlalu berisiko. Banyak mata-mata Kekaisaran di sana."Jasper mengangguk setuju. "Ada tempat yang lebih aman di kawasan selatan kota. Pasar Gelap Alphaworks.""Pasar Gelap?" Emma mengerutkan kening, tidak menyukai ide tersebut. "Bukankah itu lebih berbahaya?""Justru sebaliknya," jawab Jasper, suaranya yang kini lebih dalam terdengar yakin. "Di sana, tidak ada yang peduli siapa kau sebenarnya, selama kau punya koin untuk membayar. Dan penjaga Kekaisaran jarang berpatroli di sana.""Karena mereka takut," tambah Chen, janggut peraknya bergoyang saat ia me
Di tengah lorong Sunny Row, di antara toko ramuan terlarang dan kios penjual jimat kutukan, berdiri sebuah toko dengan papan nama yang hampir tidak terlihat: "Crafty Chimera". Toko itu tampak lebih terawat dibandingkan toko-toko lain di sekitarnya, dengan jendela yang bersih meski ditutupi tirai tebal dan pintu kayu yang diukir dengan simbol-simbol perlindungan."Ini tempatnya," ucap Jasper. "Crafty Chimera menjual segala macam perlengkapan sihir, termasuk peta dan informasi. Pemiliknya dikenal tidak pernah bertanya terlalu banyak."Kiran mengangguk, dan mereka melangkah masuk ke dalam toko. Lonceng kecil berdenting saat pintu terbuka, mengumumkan kedatangan mereka.Interior Crafty Chimera jauh lebih luas dari yang terlihat dari luar, dengan rak-rak tinggi berisi buku-buku kuno, botol-botol ramuan berwarna-warni, kristal sihir berbagai ukuran, dan berbagai artefak yang berkilauan di bawah cahaya lentera.Udara di dalam toko terasa hangat dan berbau seperti perkamen tua, lilin, dan rem
Ruangan belakang toko Crafty Chimera terasa jauh lebih hangat dibandingkan ruang depan. Dinding-dindingnya dilapisi kayu gelap dengan ukiran-ukiran rumit, dan rak-rak berisi buku-buku kuno dan artefak langka berjajar rapi.Sebuah meja bundar dari kayu mahoni berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh empat kursi berukir dengan bantalan beludru merah.Lila menggerakkan tangannya dalam pola rumit, dan simbol-simbol bercahaya muncul sejenak di dinding sebelum memudar. Udara di ruangan itu terasa bergetar pelan, lalu kembali tenang."Mantra kedap suara," jelas Lila, berbalik menghadap mereka. "Tidak ada yang bisa mendengar percakapan kita sekarang."Kiran, Jasper, dan Chen berdiri dalam diam, masih terkejut dengan pertemuan tak terduga ini. Lila menatap mereka dengan tatapan menilai, lalu mengisyaratkan mereka untuk duduk di kursi-kursi yang mengelilingi meja."Jadi," Lila memulai, suaranya tenang dan profesional, "kalian bisa mengungkapkan keinginan kalian sebenarnya sekarang. Aku akan
"Apa yang terjadi?" tanya Chen, menyadari ketegangan dalam suara Lila.Lila menatap sekeliling dengan waspada, seolah takut dinding pun bisa mendengar. "Kekaisaran semakin paranoid. Mereka tahu ada gerakan bawah tanah yang mendukung pemberontakan. Mata-mata ada di mana-mana, bahkan di tokoku.""Termasuk pelanggan-pelanggan di luar?" tanya Jasper, mengedikkan kepala ke arah pintu.Lila mengangguk. "Terutama pria bertudung di dekat konter. Dia adalah mata-mata Kekaisaran, berpura-pura sebagai pembeli biasa.""Bagaimana kau bisa bertahan?" tanya Kiran, kagum dengan keberanian temannya."Dengan berhati-hati," Lila tersenyum tipis. "Dan dengan menjual informasi ke kedua belah pihak. Kekaisaran mengira aku mata-mata mereka, sementara pemberontak mengira aku mendukung mereka.""Dan kenyataannya?" tanya Chen.Lila menatap mereka satu per satu, lalu berbisik, "Aku mendukung siapapun yang bisa menghentikan perang yang akan datang."Ia melipat peta itu dengan hati-hati dan menyerahkannya pada Ki
Malam di Kota Shanggu terasa mencekam saat kelompok Kiran bergegas keluar dari penginapan The Sleeping Dragon. Kristal-kristal di langit-langit gua masih redup, memberikan penerangan minim yang justru menguntungkan mereka.Pasar Gelap Alphaworks yang biasanya ramai kini lengang, hanya beberapa sosok mabuk dan pedagang malam yang masih berkeliaran."Kita harus bergerak cepat," bisik Kiran, menarik tudung jubahnya lebih rendah untuk menutupi wajah. "Jika Jasper benar-benar pergi ke Hutan Cemara, dia dalam bahaya besar."Emma mengangguk, wajahnya yang kini berambut hitam dengan mata hijau terlihat tegang. "Klan Stormhowl tidak akan bermurah hati pada anggota Klan Moonfire yang tersisa.""Terutama jika mereka tahu Jasper adalah keponakan Forester," tambah Chen, janggut peraknya bergetar saat ia berbicara.Mereka bergegas menuju kandang hewan di belakang penginapan.Gallileon, monster iblis berbentuk beruang besar dengan bulu hitam kemerahan, mendengus tidak sabar saat melihat Kiran. Di sa
Di tengah tanah lapang, Jasper berlutut di tanah, tubuhnya penuh luka dan darah.Pakaiannya robek di beberapa tempat, menampakkan luka bakar yang masih berasap. Wajahnya yang biasanya angkuh kini dipenuhi memar dan luka gores, namun matanya masih menyala dengan kebencian dan hasrat.Mengelilinginya dalam lingkaran besar, puluhan anggota Klan Stormhowl berdiri dengan wajah mengejek. Mereka bersorak dan bertepuk tangan setiap kali Jasper terkena serangan, seolah menikmati tontonan gladiator yang kejam.Di hadapan Jasper, dua sosok berdiri dengan angkuh. Yang pertama, pria tua bertubuh kekar dengan rambut dan janggut abu-abu, mata kuningnya berkilat kejam di bawah alis tebal.Di sampingnya, pria yang lebih muda namun tidak kalah mengintimidasi, dengan bekas luka panjang melintang di wajahnya dan tangan yang diselimuti api biru."Patriark Lothian dan Wakil Ketua Ranale," bisik Chen, mengenali kedua pemimpin Klan Stormhowl.Kiran mengangkat tangannya, memberi isyarat pada yang lain untuk t
Jasper tersenyum lemah, darah masih mengalir dari sudut bibirnya. "Aku harus melakukannya," bisiknya. "Untuk keluargaku. Untuk klanku.""Dan hampir mati karenanya," Chen menggelengkan kepalanya, tangannya masih memancarkan energi penyembuh ke luka-luka Jasper. "Beberapa luka ini sangat dalam. Butuh waktu untuk pulih sepenuhnya."Mereka terus bergerak, meninggalkan Hutan Cemara dan menuju ke arah timur, ke Hutan Ek Hitam—hutan lebat dengan pohon-pohon ek kuno yang batangnya hampir hitam karena usia.Hutan ini terkenal angker, dihindari oleh kebanyakan penduduk Kota Shanggu karena rumor tentang roh-roh yang menghantui di antara pepohonannya."Kita akan aman di sini untuk sementara," ucap Pigenor saat mereka mencapai tepi Hutan Ek Hitam. "Tidak banyak yang berani masuk ke hutan ini, bahkan manusia serigala."Mereka menemukan tempat berlindung di bawah pohon ek besar yang akarnya membentuk semacam gua alami. Chen segera melanjutkan pengobatan Jasper, sementara yang lain berjaga bergantian
Alis Magister Farouk terangkat, seketika memperlihatkan wajahnya yang culas dan jahat."Dua ratus pot? Itu jumlah yang sangat banyak untuk perjalanan biasa. Bahkan penyihir tingkat tinggi jarang membutuhkan lebih dari lima atau enam untuk perjalanan panjang."Kiran mencoba mencari alasan yang masuk akal, namun Roneko menyambar pertanyaan itu dengan percaya diri."Kami memiliki kebutuhan khusus," kata Roneko dengan suara lembut, memainkan perannya dengan baik. "Perjalanan kami melintasi daerah dengan energi spiritual yang rendah."Magister Farouk menatap mereka beberapa saat, kemudian mengangguk perlahan. Namun ada kilatan tersembunyi dimatanya. Namun semua ini tak lolos dari pengawasan Kiran, dan Roneko."Baiklah. Dua puluh pot mana kualitas terbaik. Itu akan menjadi dua ratus lima puluh dinar emas."Kiran mengeluarkan kantong koin dari balik jubahnya dan menghitung jumlah yang diminta.Sementara itu, Magister Farouk berjalan ke ruang belakang dan kembali dengan kotak kayu berukir. Ia
Awan kelabu menggantung rendah di atas Zahranar, seolah kota itu diselimuti selendang abu-abu yang meredam cahaya matahari.Jalanan yang biasanya ramai oleh pedagang dan pengunjung festival kini tampak lengang.Para penjaga berseragam biru tua Kekaisaran Zolia berdiri di setiap persimpangan, mata mereka waspada mengawasi setiap orang yang lewat.Di sudut-sudut kota, pengumuman tertulis ditempelkan pada dinding-dinding bangunan—peringatan tentang mata-mata berbahaya dari Qingchang yang sedang bersembunyi di kota.Wajah-wajah penduduk menyiratkan kecemasan, berbisik-bisik tentang pencurian Kyuubi berekor sembilan dan kemungkinan penyusupan musuh.Di kamar Penginapan Bulan Sabit, Kiran berdiri di dekat jendela, mengamati situasi di luar dengan seksama. Meskipun wajahnya tenang, matanya menyiratkan perhitungan dan kewaspadaan."Penjagaan semakin ketat," kata Kiran, berpaling pada tiga sosok yang menunggu instruksinya. "Mereka menempatkan penjaga di setiap sudut kota."Roneko, dalam wujud
Kapten Bao terdiam, ia seperti sedang mencerna informasi itu. "Pedang seperti apa yang memiliki kekuatan sebesar itu?"Ekspresi Kapten Bao setengah mengejek.Wajar jika Kapten Bao meremehkan. Dia bukan penyihir. Namun kalimat dan ekspresinya membuat ekspresi Lyra berubah."Saya tidak tahu, Kapten," jawab Lyra berusaha sopan."Dalam seluruh pengetahuan saya tentang senjata sihir, saya belum pernah mendengar pedang dengan kemampuan seperti ini. Kecuali..." Lyra sengaja menghentikan kata-katanya, mencoba melihat perubahan di wajah Kapten Bao."Kecuali?" Ujar Kapten Bao masih dengan wajah tawar."Kecuali legenda tentang Pedang Crimson yang dimiliki oleh Sage Alaric," kata Lyra antara ragu-ragu, juga senang melihat perubahan di wajah Kapten Bao.. "Tapi itu hanya legenda. Pedang itu konon hilang setelah kematian Sage Alaric seratus tahun lalu," sambungnya.Mata Kapten Bao berkilat berbahaya. "Sage Alaric... dan Phoenix Api - The Flame?" Ia berbalik dengan gerakan cepat, jubahnya berkibar d
Matahari telah menyingsing di ufuk timur. Semburatnya mewarnai langit Kota Zahranar dengan SINAR keemasan yang perlahan mengusir kegelapan malam. Alun-alun kota, yang semalam dipenuhi dengan kegembiraan festival dan pertunjukan sirkus, kini menjadi pusat kekacauan yang tidak terduga.Tenda-tenda berwarna-warni Sirkus Arvandil yang biasanya berdiri megah kini tampak berantakan, beberapa bahkan robek di beberapa bagian. Para pekerja sirkus berlarian dengan panik, sementara kerumunan penonton yang penasaran mulai berkumpul di pinggiran alun-alun, berbisik-bisik tentang apa yang telah terjadi."Pencuri! Seseorang mencuri aset berharga Sirkus Arvandi!""Jadi Rubah ekor sembilan itu menghilang?""Astagaa... Aku tau dia dibeli dengan harga yang sangat mahal..."Itulah percakapan yang terjadi diantara para anggota sirkus, maupun masyarakat Kota Zahranar yang pagi-pagi benar sudah datang menyaksikan kehebohan.Di tengah kekacauan itu, sekelompok prajurit berbaju zirah biru tua dengan simbol
"Belenggu ganda," gumam Kiran, alisnya bertaut dalam konsentrasi. "Kerangkeng ini dan kalung di lehermu sama-sama disihir untuk menahanmu. Satu sihir menguatkan yang lain." Ia menoleh pada Burs yang terus mengawasi sekeliling. "Ini akan membutuhkan waktu lebih lama dari yang kuperkirakan.""Bisakah Anda mematahkannya?" tanya Burs, suaranya tenang namun matanya terus bergerak waspada, menyapu area sekitar yang masih sunyi."Kita tidak punya banyak waktu," tambah Kon, melirik ke arah timur di mana langit mulai semakin terang. "Fajar semakin dekat."Kiran tidak langsung menjawab. Ia menutup matanya sejenak, merasakan struktur sihir yang mengikat kerangkeng dan kalung. Setiap sihir memiliki pola, seperti kunci yang membutuhkan gembok yang tepat. Dan setiap penyihir memiliki tanda tangannya sendiri—cara unik dalam menenun energi magis."Sihir ini..." gumamnya, "memiliki pola yang kukenal. Sihir Barat, ciri khas Zolia." Matanya terbuka, kini dipenuhi keyakinan. "Aku bisa mematahkannya,
Kiran dan kawan-kawannya berhenti di balik sebuah tenda besar saat seorang penjaga berjalan melewati jalur mereka. Ketiganya menahan napas, menyatu dengan bayangan hingga penjaga itu berlalu, terhuyung-huyung dalam langkahnya yang tidak stabil."Penjagaan mereka lebih lemah dari yang kuduga," bisik Burs, matanya mengawasi penjaga yang kini menjauh, sesekali tersandung kakinya sendiri."Kesombongan," balas Kiran pelan, suaranya nyaris tak terdengar. "Mereka merasa aman di ibukota, dilindungi oleh nama besar mereka dan hubungan dengan bangsawan tinggi." Ada jejak menghina disana."Ditambah lagi, mereka terlena oleh kesuksesan penampilan perdana dan pesta yang berlebihan."Kemudian... mereka melanjutkan perjalanan, bergerak dari bayangan ke bayangan dengan kecepatan dan ketepatan yang hanya bisa dicapai melalui latihan bertahun-tahun. Setiap kali ada suara, mereka berhenti, mendengarkan, kemudian melanjutkan ketika yakin aman.Akhirnya, mereka tiba di area kerangkeng hewan. Berbeda deng
Cahaya bulan menembus jendela kayu penginapan Bulan Sabit, menciptakan pola-pola keperakan pada lantai kamar yang sederhana. Kiran duduk bersila di tengah ruangan, tubuhnya tak bergerak bagaikan patung. Hanya dadanya yang naik turun dalam ritme teratur menandakan bahwa ia masih hidup. Aura keemasan tipis menyelimuti tubuhnya, berpendar lembut dalam kegelapan kamar seperti kunang-kunang yang menari perlahan.Kon bersandar di dinding dekat jendela, jari-jarinya mengetuk pelan pada bingkai kayu yang sudah tua. Matanya yang tajam tak pernah lepas dari jalanan kota yang semakin sepi seiring malam semakin larut. Sementara Burs duduk di kursi kayu dekat pintu, posturnya tegang meski wajahnya menampakkan kelelahan. Sesekali ia menguap, namun tatapannya tetap waspada, menyapu ruangan dan pintu secara bergantian."Sudah lima jam," gumam Burs, melirik Kiran yang masih bermeditasi dalam keheningan. Ia mengusap wajahnya seolah ia memiliki hiasan jenggot tipis. "Berapa lama lagi menurutmu?"Kon
"Ada apa, Tuan Rashid?" tanya Kiran dengan suara lemah. "Kami baru saja hendak beristirahat." Sorot mata Kiran terlihat seperti menegur, membuat Tuan Rashid merasa malu.Namun... Faridah, yang berdiri di belakang Rashid, melongokkan kepalanya ke dalam kamar. Matanya melebar melihat Kon dan Burs yang tampak seperti anak-anak biasa, tidak ada tanda-tanda dari sosok hantu mengerikan yang ia lihat sebelumnya."Itu dia! Anak itu!" teriak Faridah tiba-tiba muncul, lalu menunjuk ke arah Kon. "Dia berubah menjadi setan mengerikan! Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!" Ekspresi ketakutan masih ada di mata Faridah, namun keangkuhannya kembali bangkit.Kon menatapnya dengan mata bulat yang polos. "Apa yang Bibi bicarakan?" tanyanya dengan suara kekanak-kanakan. "Aku hanya anak biasa."Rashid menatap Faridah dengan ekspresi yang semakin tidak sabar. Di belakangnya, beberapa tamu penginapan lain mulai berbisik-bisik, beberapa tertawa kecil melihat tingkah Faridah."Nyonya Faridah," kata
Kon, yang berdiri di samping Kiran, merasakan kemarahan memuncak dalam dirinya. Wajahnya merah padam, dan tangannya terkepal erat. Ia membuka mulutnya, siap melontarkan kata-kata yang mungkin akan membuat situasi semakin buruk.Namun, sesuatu dalam dirinya berubah. Wajahnya berubah menjadi keji licik ciri khas Imp sesungguhnya. Namun perempuan gemuk yang sombong ini tidak mencium gelagat bahaya. Dia masih terus menampilkan sikap pongah, merasa superior dan diatas angin."Cukup sudah!" Batin Kon dengan amarah yang tak terkendali."Sepertinya kemarahan ini tidak lagi bisa ekspresikan dalam wujud manusianya!""Harus melakukan sesuatu yang dramatis, yang membuat perempuan gembrot ini kapok...!"Dengan gerakan cepat yang hampir tak terlihat, Kon mencopot ilusi manusia, sosok remaja berwajah polos, lugu yang mudah di tindasBOOM!.Sosoknya berubah drastis —tidak menjadi Imp kecil bersayap, melainkan sesuatu yang jauh lebih mengerikan. Tubuh Kon memanjang dan melayang, kulitnya berubah