“Senang bisa bertemu denganmu, Darino Arlando.”Fernandra tersenyum kepada pria yang baru saja berdiri dihadapannya, ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Darino yang datang bersama Azizah. Mereka bertemu di cafe, memilih tempat duduk paling pojok supaya lebih private tanpa bharus memesam ruangan VIP.Darino memperhatikan penampilan Fernandra yang mengenakan kemeja berwarna biru dongker dan celana panjang berwarna abu-abu terang, berhenti untuk menatap kedua mata Fernandra yang berbinar dengan senyum manis di bibir pria itu.Azizah menggigit bibir bawahnya, menatap Fernandra dan Darino silih berganti. Dirinya sudah menebaknya, situasinya akan seperti ini. Canggung, bagaimana caranya obrolan malam ini lancar? Tanpa adanya kesalahpahaman yang mungkin akan terjadi.“Oh iya ….” Fernandra berusaha untuk bersikap sebaik mungkin, memberikan kesan bagus pada pertemuan pertamanya dengan Darino. Lebih tepatnya menghargai pria dihadapannya saat ini sebagai suami dari Azizah, dan memba
Beberapa jam sebelumnya ….“So, sekarang kamu ada waktu untuk kita mengobrol?” tanya Fernandra, tersenyum kecil kepada Azizah yang tengah menatapnya. “Aku rasa, kita perlu bicara … satu sampai dua jam. Bisa?” tambahnya.Azizah terdiam, dirinya melirik jam arloji pada pergelangan tangannya. Satu jam saja sudah terlalu untuknya, dan menurutnya itu sudah termasuk selingkuh karena berbicara dengan laki-laki lain yang notabennya masalalu, tanpa seizin suami.“Bukan tentang membahas yang sudah terjadi. Ini tentang nanti sore, kalaupun masih ada waktu, kita bisa membahas rencana selanjutnya,” tutur Fernandra, ia sangat tahu bahwa perempuan yang sedang bersamanya saat ini sedang gelisah dan kebingungan.“Tetapi jika kamu takut semuanya berantakan, ya it’s okay. Kita bicara lain, setelah kamu mendapatkan izin dari suamimu itu,” lanjutnya.Azizah bernafas lega, tetapi perasaannya tetap mengganjal. Seharusnya ia senang karena Fernandra tidak memaksanya untuk berbicara, entah kenapa perasaannya s
Azizah menatap Darino yang berdiri dihadapannya saat ini, mereka baru saja sampai di rumah setelah pertemuan dengan Fernandra. Pertemuan yang berakhir dengan damai, dan tidak ada keributan yang terjadi diantara mereka.Azizah bisa bernafas lega sekarang, karena Fernandra benar-benar bisa diajak kerjasama. Masalalunya itu bisa profesional, bisa membedakan mana yang harus diprioritaskan dan hal yang bisa dinanti-nanti. Tetapi disisi lain, dirinya sedikit merasa bersalah karena harus menutupi rencananya dari Darino-suaminya-.Wanita itu bergumam pelan, menaruh tangannya pada pundak suaminya dan menatap kedua mata sang suami yang sedang menatapnya. “Aku tidak akan menanyakan bagaimana pandangan kamu tentang Fernandra, tapi aku akan menanyakan hubungan kamu sama Carisa sekarang,” tuturnya, membuat pria dihadapannya saat ini menaikkan sebelah alis.Sesuai dengan prediksi Azizah, Darino akan bingung dengan ucapan yang baru saja ia katakan. Azizah memang sengaja membahas Carisa, karena diriny
Fernandra duduk dengan kaki kanan yang menopang pada kaki kirinya, tangan kirinya terdapat rokok yang menyala dan kedua matanya menatap Carlinta yang sedang menatapnya dengan mata yang bengkak.“Kamu itu terobsesi sama Azizah, bukan cinta!”Fernandra menaikkan sebelah alis, “Apa aku akan mendengarkan ocehanmu yang tidak bermutu itu, hm?” ucapnya dengan nada datar, lalu menyesap rokok dan mengembuskan asap dari hidung.Berbeda dengan Carlinta yang duduk terikat dibangku menatap tajam kearah Fernandra yang sedang menatapnya. Dirinya berusaha keras untuk bisa melepaskan diri dari tali sialan yang sudah mengikatnya kurang lebih tiga hari.“Kamu tidak mencintainya.”“Tidak bisa diterima oleh logika,” tukas Fernandra, ia bangkit lalu melangkahkan kaki mendekati Carlinta yang menaikkan dagu menantangnya.Pria itu mencapit dagu Carlinta lalu menekanannya, kedua matanya bertemu dengan kedua mata Carlinta yang menatapnya tajam. “Hanya orang bodoh yang terobsesi sama orang lain tapi melakukan ef
Fernandra tersenyum menyambut kedatangan Azizah yang berdiri dihadapannya dengan ekspresi yang beragam, kesal, marah, dan sedih. Ia menipiskan bibirnya, lalu memberi jalan untuk Azizah masuk ke dalam ruang kerjanya, dan menutup pintu setelah memastikan tidak ada karyawannya yang berada di lantai 15, lantai khusus untuknya.“Sepertinya kamu menemukan hal yang tidak menyenangkan di rumah Carisa,” ujar Fernandra, melirik Azizah yang duduk dengan sedikit tidak santai dan kepala yang bersandar pada sandaran sofa. Sedangkan dirinya menutup kulkas setelah mengambil satu botol minuman soda dan satu botol minuman teh.“Kalau ingin air putih, silahkan kamu ambil sendiri di sana,” ucap pria itu saat duduk di sisi kiri Azizah, menaruh dua botol tersebut di meja kaca, lalu menatap Azizah yang menegakkan tubuh.Azizah tersenyum kepada Fernandra, “Ini saja sudah cukup. Thank, Nandra,” tuturnya, mengangkat botol minuman soda di tangan kanannya. Ia membukanya dengan tenaga yang full, seolah sedang mel
“Kamu yakin? Dia bisa saja nyerang kamu.”Fernandra menatap Azizah yang kini berdiri dihadapannya dengan kepala yang mendongak supaya bisa bertatapan dengannya. Ia ingin memastikan Azizah yakin dengan pilihannya yang ingin menemui Carlinta seorang diri, tanpa ada orang lain.Sesuai dengan rencana Fernandra kemarin, hari ini Azizah bertemu dengan Carlinta untuk berbicara berdua dan selanjutnya itu menjadi urusan Fernandra yang akan membuat Carlinta tidak sadarkan diri, lalu Azizah akan memanfaatkannya untuk mengambil beberapa gambar.Azizah menganggukkan kepala, “Aku hanya ingin bertanya dan berbicara dengannya.”Fernandra menaikkan kedua bahunya, menaruh tangannya pada bahu Azizah. “Kalau dia macam-macam sama kamu, teriak saja. Aku tunggu disini,” ucapnya, diangguki oleh Azizah.Pria itu memutar knop pintu, lalu mendorongnya dan mempersilahkan Azizah untuk masuk ke dalam ruangan. Azizah mengulas senyumnya sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan, meninggalkan Fernandra yang berdiri di
Langit menggelap, Azizah duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya, seorang diri tanpa ada orang lain yang berada disisinya. Ingatannya kembali teringat saat bertemu dengan Carlinta, sampai saat ini masih belum bisa mengerti jalan pikiran Carlinta.Wanita itu menghela nafas beratnya. Malam ini khusus untuknya merenung dan berpikir, disaat suaminya dan putrinya sudah terlelap tidur. Hanya … tidak tahu bagaimana ending dari permasalahan yang sedang dihadapi olehnya saat ini.‘Kamu ingin menyakiti Nadi? Kamu tidak akan bisa, Azizah. Kamu tahu karena apa? Karena Nadi dan Arlin itu tidak bisa dipisahkan, mungkin perasaan mereka saling terikat satu sama lain.’Ucapan Carlinta beberapa jam yang lalu terlintas dipikirannya. Azizah tidak akan bisa menyakiti Nasi, bocah laki-laki yang tidak tahu apa yang terjadi, bocah laki-laki yang selalu ada dan membuat Arlin-putrinya- bahagia, bocah laki-laki yang menangis saat ditemui olehnya di apartement milik Fernandra.“Sialan!” umpatnya dengan s
“Mas, kamu sudah lama disini?”Azizah menatap kedua mata suaminya yang sedang menatapnya. Perasaannya tidak karuan, jantungnya berdegup cukup kencang, seperti sedang ikut lari tanpa pemasanan, keringatnya terus membasahi kening. Ia hanya berharap, pria dihadapannya saat ini mengatakan ‘baru saja’.Darino bergumam pelan, menggelengkan kepala, “Baru kok. Pas aku mau buka pintu, eh kamu sudah keluar. Kenapa memangnya? Ada yang terjadi?” ujarnya dengan suara lembut, mengusap pelan surai panjang wanitanya.“Oh … aku hanya teringat, lipstik aku masih atau tidak, soalnya aku mau beli lagi kalau habis, mumpung diskon,” ucap Azizah diakhiri dengan terkekeh, ia sedikit bisa lebih tenang.Darino menggeleng-gelengkan kepala, merangkul pinggang Azizah lalu membawanya pergi dari depan kamar. Azizah yang tersenyum supaya suaminya tidak curiga bahwa dirinya sedikit panik tadi.“Oh iya, Mas. Arlin sudah tidur, kah?” tanya Azizah untuk memecahkan suasana yang sedikit canggung, mendongak untuk memperhat
Azizah memicingkan mata saat berpapasan dengan Carisa yang mengabaikannya, tersenyum kepadanya pun tidak. Ada perasaan aneh dalam hatinya, sangat aneh dengan sikap Carisa yang baru saja diperlihatkan kepadanya.“Entah dia memang sudah tobat, atau ini adalah salah satu rencananya untuk menghancurkan rumah tanggaku?” monolognya, lalu menaikkan kedua bahunya dan kembali melangkahkan kakinya pergi.Azizah tersenyum saat melihat suaminya dan Fernandra jalan bersama, ia mempercepat langkahnya lalu berhenti tepat dihadapan Darino yang langsung merangkul pinggangnya. Hubungan mereka memang baik-baik saja, Darino mengerti situasi yang dijalani oleh Azizah.“Kalian abis darimana?” tanya Azizah, menatap Darino dan Fernandra silih berganti, tetapi fokusnya hanya untuk Darino yang membelai lembut surai panjangnya.“Biasa urusan laki-laki,” jawab Darino, membuat istrinya mengerucut bibir, dan itu sangat menggemaskan dikedua matanya. Atensinya kini tertuju ke arah Fernandra, “Sorry banget yaa aku sa
Azizah menghela nafasnya perlahan, ia menatap langit yang sudah gelap dan hanya dihiasi oleh bintang-bintang. Hanya ada dirinya saja di halaman belakang villa di saat semua orang tertidur, termasuk suaminya.Ingatan perempuan itu kembali pada saat semuanya terbongkar. Rencananya bersama Fernandra, dan saat dirinya mengikuti Darino. Dua jam yang lalu mereka berdebat cukup sengit, baru bisa berhenti satu jam yang lalu.“Kamu masih memikirkan kejadian tadi?”Suara berat milik seorang pria tiba-tiba saja hadir, membuat Azizah menoleh dan mendapati Fernandra yang kini memilih untuk duduk di kursi kosong sisi kirinya. Fernandra memberikan kaleng soda kepada Azizah.“Thanks,” ucap Azizah setelah menerima kaleng tersebut, dan langsung membukanya tanpa berfikir panjang.Fernandra hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk, mengalihkan atensinya menjadi menatap langit yang gelap. “Hubunganmu dan Darino akan baik-baik saja, kalau itu yang membuatmu tidak bisa tidur,” tuturnya dengan tenan
Darino menatap seorang laki-laki yang berdiri dihadapannya dengan ekspresi wajah datar. “Kamu suka sama istri saya?” tanyanya, membuat Darnius menaikkan sebelah alis. “Jujur saja, tidak ada orang lain selain saya dan kamu,” imbuhnya.Darnius memicingkan mata, “Aku suka sama istri kamu?” tanyanya, lalu menyunggingkan senyum miringnya. “Istri kamu itu sempurna. So, siapa sih yang gak suka sama dia?” tambahnya dengan nada bicara yang santai.Darino hanya bergeming, memberikan ruang dan waktu untuk Darnius yang terkekeh. “Aku fikir, orang kaya kamu gini, tidak akan sadar kalau aku tertarik sama Azizah,” lanjutnya.Sementara itu di belakang tembok, terdapat dua insan berbeda jenis sedang berdiri membelakangi tembok dengan earbuds yang menyumpal di salah satu telinga masing-masing, Azizah memakainya ditelinga kanan, dan Fernandra memasang di telinga kiri.“Darino tahu kalau aku ikutan kaya gini?” tanya Azizah dengan suaranya yang pelan, menatap Fernanda yang sedang menatapnya. Ia memicingka
Azizah menaikkan dagunya menantang perempuan yang ada dihadapannya saat ini, ia bersidekap dada dan ekspresi wajahnya datar. Sedangkan Carisa menyentuh pipi kanan yang merah karena ditampar oleh Azizah.Pertengkarangan keduanya menarik perhatian tamu undangan yang lain, terkecuali Fernandra yang tersenyum miring di belakang Darnius yang siap untuk mendekati Azizah. Fernandra melirik ke arah Darino, memberikan isyarat untuk pria itu bertindak.“Aku sudah cukup sabar ya, Carisa. Kali ini aku tidak akan sabar lagi,” ucap Azizah dengan penuh penekanan, melangkah maju sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan Carisa yang menelan saliva.Azizah menyunggingkan smirk smilenya, lalu berbisik di telinga kanan Carisa, “Aku tahu ini rencana kamu untuk menjatuhkanku.”Carisa menatap Azizah yang tengah menatapnya setelah menjauhkan wajah dari telinganya. Perempuan dihadapannya saat ini tidak seperti Azizah yang sering ia temui, suasana disekitarnya pun menjadi merinding. Aura Azizah saat ini sepe
Azizah melangkahkan kedua kakinya dengan anggun mendekati meja bundar yang diisi oleh Darino, senyumnya tak luntur hingga tiba duduk di sebelah sang suami yang menyambutnya dengan hangat.“Ini dress yang aku beli waktu itu?” tanya Darino dengan suaranya yang lembut, menatap wanitanya yang menganggukkan kepala. Hal itu membuat senyumannya semakin lebar, “Aku fikir akan kebesaran atau kekecilan, ternyata pas untuk kamu,” lanjutnya setengah berbisik.Azizah terkekeh pelan, mendekatkan wajahnya pada telinga kiri suaminya, “Aku harus cantik, karena mantan kamu disini, Mas. Benar begitu bukan?” bisiknya, menyunggingkan senyum manisnya kepada Darino yang bergumam pelan.Azizah menjauhkan wajahnya saat mendengar suara microphone yang berdengung, atensinya kini menatap Fernandra yang berdiri di atas panggung kecil di atas sana, lalu melirik melalui sudut matanya. Ia mendapati kedua insan berbeda jenis itu saling bertatapan satu sama lain, walaupun keduanya berbeda meja.Wanita itu menoleh ke s
“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”Darino menatap Fernandra yang berdiri dihadapannya dengan mengangkat tab dan senyum miring. Hal itu membuat Darino menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan rencana apa yang direncanakan oleh pria dihadapannya, dan penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh Fernandra.“Ada hal yang harus aku beritahu,” ucap Fernandra tanpa menatap Darino yang memicingkan mata, ia fokus menatap layar tab berukuran 12”inch, lalu terkekeh pelan. Fernandra menaikkan pandangannya, “Lebih baik duduk di sana. Tidak nyaman jika bicara sambil berdiri seperti ini,” ucapnya, mengulurkan tangan ke arah sofa berwarna putih, memberikan isyarat kepada Darino untuk melangkah lebih dahulu.Darino mengindahkannya, melangkahkan kakinya mendekati sofa putih yang terletak di dekat jendela, diikuti oleh Fernandra yang masih memfokuskan atensinya ke arah layar tab yang memperlihatkan sebuah rekaman CCTV dua orang yang sedang duduk berdua, telinga kanannya disumpal oleh eabuds berw
“Gimana hubunganmu dengan Azizah? Overall okey?” tanya Fernandra dengan santai disela-sela melangkahnya, mengikuti langkah Azizah yang sedang melakukan panggilan video dengan Arlin, 6 langkah darinya.Darino bergumam menanggapinya, kedua matanya memperhatikan istrinya dan sesekali mengedarkan atensinya untuk memastikan tidak ada yang berniat jahat kepada istrinya yang terlihat happy saat memperlihatkan seisi ruangan di lantai satu ini.“Hubungan aku dan Azizah tidak pernah ada masalah,” ucap Darino, lalu menoleh saat pria di sisi kirinya ini tertawa. “Hanya ada binatang buas di luaran,”: tambahnya, semakin membuat Fernandra tertawa.“Seperti itu kamu bilang tidak pernah ada masalah?” celetuk Fernandra, tersenyum penuh arti kepada Darino yang otomatis menghentikan langkah dan menatapnya. “Ada yang ingin aku bicarakan. Tidak di sini. Ikut aku,” bisiknya, memberikan isyarat kepada Darino yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya.Fernandra melangkah kaki mendekati Azizah yang meno
Azizah bersedekap dada dengan ekspresi wajahnya yang datar, menatap perempuan yang ada dihadapannya saat ini. Carisa Hargantasya, masalalu dari suaminya dan perempuan yang masih mengejar Darino, bahkan berusaha untuk merebut Darino darinya.Tidak ada orang lain disini, termasuk suaminya yang sedang pergi ke kamar mandi.Azizah tidak ceroboh, ia memperhatikan sekitar, lalu tersenyum miring saat daun sirih di depan sana bergerak disaat tidak ada angin. Sudah jelas sekali ada orang lain yang sedang mengupingnya. Tidak usah menebaknya lebih lanjut, dirinya sudah mengetahui siapa orang itu.“Gimana tadi perjalanannya? Lancar?” tanya Azizah dengan suara lembut, mengulas senyum manisnya kepada Carisa yang menaikkan sebelah alis bingung. “Pasti capek ya nyetir sendiri? Aku saja tadi bergantian sama Mas Darino,” tambahnya, diakhiri dengan tersenyum tipis.“Kamu ….”“Oh sebentar ….” Azizah masuk ke dalam mobilnya, lalu kembali kehadapan Carisa yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya. I
“Fernandra sudah menunggu disana?” tanya Darino, menoleh ke sisi kirinya untuk melihat wanitanya yang menoleh.“Aku tidak nanya kepadanya setelah aku mengabari kalau kita akan datang ke pembukaan villa-nya,” ucap Azizah dengan santai, lalu mengalihkan atensinya memperhatikan jalan tol yang sangat senggang pada pagi menjelang siang ini.Darino hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk-angguk, “Aku kira, kamu bertukar pesan dengannya,” ucapnya tanpa menatap Azizah.Azizah tersenyum tipis, bodoh jika dirinya tidak memahami penuturan yang baru saja diucapkan oleh Darino kepadanya. Kalimat menyindir untuknya, mungkin juga lebih tepatnya kalimat sarkas yang ditujukan kepadanya.Azizah merupakan wanita pintar dan peka terhadap sekitarnya. “Aku tidak seperti itu, Mas. Aku sangat menjaga perasaan kamu yng masih menjadi suami aku,” imbuhnya, melirik suaminya yang terdiam.Azizah membalas yang sama, ia melemparkan kalimat sarkas untuk Darino, dan dirinya sangat yakin bahwa Darino menyada