Satu jam yang lalu ….“Kamu ngapain disini? Bukannya kamu ada di rumah Bibi?” tanya seorang perempuan yang berdiri dibelakang Azizah yang terkejut akan kehadirannya.Azizah menghela nafas setelah tahu siapa yang datang, ia menunduk untuk mengambil kunci rumah yang jatuh karena dikejutkan akan kehadiran Carlinta yang secara tiba-tiba dibelakangnya.Azizah bergumam pelan, menaikkan sebelah alisnya saat kunci rumah direbut paksa oleh Carlinta, sahabatnya itu membuka kembali pintu rumah yang sudah dikunci olehnya. Azizah ditarik paksa buat masuk ke dalam rumah.“Ceritakan kepadamu bagaimana bisa kamu ada disini, sedangkan kamu sudah ada pamit kepadaku kalau sedang ada dirumah bibi?” tanya Carlinta setelah mengunci kembali pintu rumah, dan duduk di sofa ruang tamu bersama dengan Azizah yang ditarik olehnya secara paksa.Azizah memberikan ponselnya kepada Carlinta supaya sahabatnya itu melihat sendiri penyebab dirinya berada di sini dengan satu koper besar berwarna biru. “Darino berulah lag
Darino tersenyum manis saat melihat putri kecilnya yang berlari menghampirinya, ia memeluk gadis kecil itu lalu mengecup kedua pipi Arlin gemas. “Mau langsung pulang?” tanyanya, ditanggapi dengan bergumam.Pada siang hari ini, Darino yang menjemput Arlin karena dirinya sedang tidak memiliki jadwal mengajar dan istrinya sedang demam. Darino dengan senang hati menjemput dan tadi pagi mengantar Arlin pergi ke sekolah.“Mampir beli buah sama beli kue dulu. Boleh?” ujar Arlin, menatap papanya yang menganggukkan kepala dan tersenyum lebar kepadanya.“Apasih yang tidak buat putri papa yang cantik ini,” ucap Darino dengan gemas, ia menoel pangkal hidung Arlin lalu terkekeh setelahnya.Arlin tertawa pelan, menggenggam tangan papanya dan mengikuti langkah Darino ke sisi penumpang sebelah kiri samping pengemudi. Tanpa menunggu perintah, dirinya langsung masuk begitu Darino membuka pintu mobil.Senyum Darino tidak luntur, mengusap puncak kepala putrinya lalu menutup pintu mobil dihadapannya saat
“Halo, Mrs. Carisa,” sapa Arlin dengan sopan, tersenyum manis kepada Carisa yang membalasnya dengan senyuman.“Halo, Arlin cantik,” balas Carisa dengan suaranya yang lembut, tetapi membuat Arlin mendelik.Carlinta berdeham cukup keras, sehingga semua mata tertuju kepadanya. “Mrs. Carisa bukannya ada di sekolah ya sekarang? Kok malah keluyuran?” tanyanya dengan tenang tetapi menyudutkan Carisa yang bergumam pelan seolah tidak melakukan kesalahan.Padahal sudah jelas-jelas Carisa melakukan kesalahan. Saat ini masih jam kerja untuk Carisa, walaupun anak-anak sudah pulang. Kedua, sudah jelas Carisa mengikuti mobil Darino hingga ke toko kue ini dan bersandiwara seolah semua kebetulan.Nadi yang berdiri disebelah Carlinta hanya terdiam mendengarkan yang lainnya berbicara, begitupun dengan Darino yang tampak enggan untuk bersuara dan membiarkan putrinya yang berbicara.“Oh ini … saya ingin mengambil pesanan kue ulang tahun untuk Mrs.Yulia,” ujar Carisa setelah beberapa menit hanya terdiam, m
Azizah menaikkan sebelah alisnya, menatap Darino dan Arlin silih berganti. Ia bingung dengan ayah dan anak itu yang tidak saling bicara sejak satu jam yang lalu, bahkan Arlin selalu menghindar jika didekati oleh Darino.“Kalian sedang ada masalah?” tanya Azizah, jawaban Darino dan Arlin tidak kompak, sehingga membuatnya menghela nafas perlahan. Ia mengusap bahu Arlin yang duduk di sebelahnyaa, menarik supaya lebih dengannya.“Kenapa, hmm? Papa nakal diluar sana?” tanyanya dengan suara lembut, membelai rambut panjang putrinya yang terurai panjang.Arlin menggelengkan kepala, menatap papanya yang duduk di single sofa, lalu mengalihkan atensinya saat kedua matanya bertemu dengan kedua mata milik sang papa. Kini terfokus menatap mamanya yang tersenyum kepadanya.“Mrs. Carisa itu mantannya Papa, kan?” tanya Arlin, ia mendapati tatapan terkejut seperkian detik di wajah sang mama. “Sebelum Papa sama Mama, Papa sama Mrs. Carisa, kan?” tanyanya, lagi.Azizah bergeming, ia tidak tahu harus meng
Arlin memperhatikan Darino yang sedang mengemudi dengan kedua mata yang menyipit, tangan terlipat di dada. Ini sudah dilakukannya sejak dari rumah sampai setengah perjalanan menuju sekolahnya.“Awas yaa Papa genit-genit,” ucap Arlin dengan penuh penekanan, ditanggapi dengan bergumam. “Aku serius loh … Bisa aku jambak tuh Mrs.Carisa kalau Papa nanggepin,” lanjutnya.Darino mengangguk-anggukkan kepala. “Papa tidak akan bersuara, terkecuali kalau itu penting dan teman papa,” tuturnya dengan tenang. Menurutnya, peringatan Arlin bukan apa-apa untuknya, tetapi tidak menyepelekan peringatan sang putri.“Aku hari ini mau ke sekolah karena Mama, kalau bukan karena Mama, mendingan aku dirumah sama Mama bikin kue,” oceh Arlin, mengalihkan atensinya menjadi memperhatikan jalan raya yang dilewati olehnya.“Lagian yaa, kenapa tidak Mama saja sih yang mengantar aku ke sekolah?” imbuhnya, kali ini terdapat nada kesal yang sengaja diperlihatkan olehnya.Darino menoleh sekilas, mendapati putri kecilnya
Darino menatap perempuan yang terbaring di brankar rumah sakit dengan kepala yang diperban. Sudah lima belas menit sejak perempuan itu dipindahkan ke rawat inap, dan perempuan itu belum kunjung terbangun.“Mas ….”Darino menoleh, menatap istrinya yang datang dengan nafas terengah-engah. Dirinya yang memberitahu Azizah bahwa sedang berada di rumah sakit, karena sang istri mengiriminya pesan bertanya sedang berada dimana.Azizah mengatur nafasnya setelah berdiri disisi kanan Darino yang kebingungan. Azizah seperti sedang dikejar anjing, dan membuat wanita itu kehabisan banyak tenaga. Setelah Azizah membaca pesan terakhir dari Darino, ia langsung pergi ke rumah sakit karena panik akan kondisi suaminya.“Aww ….” Darino mengaduh saat lengannya dipukul oleh Azizah, ekspresi sang istri terlihat seperti sedang marah kepadanya. “Kok aku dipukul?” tanyanya, menatap Azizah yang mendesis kesal.“Kamu bikin aku khawatir. Aku lari dari parkiran sampai sini buat lihat kondisi kamu, ternyata kamu bai
“Aku tadi memang bertemu dengan Carisa,” ucap Darino, menatap istrinya yang sedang menatapnya. “Dia mau nemenin aku ke rumah sakit, tapi aku tolak. Mungkin karena itu makanya dia datang ke rumah,” imbuhnya.Azizah memperhatikan suaminya yang sedang berbicara kepadanya. “Terus?” tanyanya karena suaminya itu hanya bergeming, ditanggapi dengan bergumam pelan.“Ya tidak ada terusannya. Untungnya kamu tidak ada di rumah, jadinya kamu tidak terluka,” ucap Darino, mengenggam tangan sang istri lalu mengecupnya.“Aku benar-benar tidak tahu kejadiannya seperti apa kalau kamu ada di rumah, dan Carisa membuatmu terluka,” imbuhnya, menatap kedua mata wanitanya yang sedang menatapnya.Azizah mengusap punggung tangan suaminya, “Mas, kali ini Carisa kelewatan.”“Aku tahu, tapi tidak ada yang bisa kita lakukan.”Azizah menghela nafasnya, ia menarik tanganya lalu bersidekap dada dan berfikir bagaimana caranya membuat Carisa berhenti mengusik rumah tangannya. Carisa membuatnya sedikit naik darah akan se
“Bilang ya kalau sakit,” ucap Darino dengan lembut, menatap Azizah yang menganggukkan kepala.Saat ini pria itu sedang mengobati luka yang didapat oleh Azizah akibat ulah Carisa yang langsung pergi melompat dinding pembatas, sedangkan Darino tidak bisa mengejarnya karena prioritasnya ialah Azizah-sang istri-. Azizah menggigit bibirnya, menahan rasa perih saat suaminya itu mengobati luka pada lengannya setelah mengeluarkan pecahan kaca yang menusuk lengannya. Dalam hatinya, bersumpah akan membalas semua kelakuan Carisa kepadanya.“Mama jadi datang?” tanya Azizah, menatap Darino yang sedang fokus memperban lengannya.Darino menganggukkan kepala, ia sudah selesai melakukan aktifitasnya dan menatap istrinya setelah memastikan luka itu tertutup dengan sempurna. “Mungkin sebentar lagi sampai,” ucappnya, merapihkan kembali P3K miliknya, lalu disimpan dalam laci meja sebelah sofa.Pria dewasa itu duduk kembali di sisi kanan sang istri yang sedang memperhatikannya. “Kamu istirahat yaa. Biar a
Azizah menatap mommynya yang baru saja mengunci pintu kamar, hal itu membuatnya menaikkan sebelah alis tipis. Azizah mengenal mommynya seperti apa, walaupun tidak tinggal bareng selama beberapa tahun ini.“Mom ….”“Kamu tetap di rumah, jangan kemana-mana. Tadi pagi Bi Ina melihat orang mencurigakan yang sedang mantau rumah ini,” ucap Karisya dengan serius, menatap Azizah yang mengerjapkan kedua mata.Azizah kembali mengatupkan bibirnya saat mommynya mendesis, bahkan menempatkan jari telunjuk didepan bibirnya, memberikan isyarat kepadanya untuk tidak berbicara dan membiarkan wanita dihadapannya saat ini yang berbicara. Azizah menganggukkan kepala sebagai respon bahwa dirinya mengerti.“Mommy sama Daddy sudah melihat CCTV. Orang itu memiliki postur tubuh seperti laki-laki, dan menurut Mommy … orang itu bukan orang sembarangan, karena dia tahu rumah ini dan masuk ke area komplek ini,” tambah Karisya.Penuturan yang baru saja diucapkan oleh Karisya membuat Azizah terdiam. Kalau memang lak
Azizah menatap Darino yang sudah bersiap untuk pergi ke kantor dengan pakaian casual, ia tersenyum kepada suaminya yang sedang membalas tatapannya. Pagi ini, Darino ada jadwal mengajar, jadi Darino akan kembali meninggalkan Azizah yang memilih untuk berada di rumah kedua orangtua wanita itu.“Kamu selesai kelasnya siang?” tanya Azizah setelah beberapa menit hanya terdiam, dijawab dengan anggukkan dari sang suami. “Nanti kamu yang jemput Arlin ya berarti?” lanjutnya.Darino tersenyum manis kepada istrinya, mengusap puncak kepala wanita yang sangat ia cintai ini. “Iya, Sayang. Kamu hari ini ikut Mommy ke kantor?” tanyanya dengan suara lembut.“Betul. Nanti Arlin biar aku sama Mommy yang mengantar. Nanti ada guru baru temen Mommy yang akan masuk mengajar di sekolah Arlin, dia juga yang akan menjaga Arlin selama di sekolah,” jelas Azizah, menatap suaminya yang memicingkan mata bingung.“Emangnya harus sejauh ini rencana kamu?” tanya Darino, membuat istrinya menyipitkan kedua mata hingga k
Azizah menghela nafasnya perlahan, ia menyugar surai panjangnya lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Sedangkan kedua orangtuanya hanya terdiam sambil memperhatikan putrinya yang sedang lelah.Azizah datang ke ruang keluarga lima menit yang lalu, setelah Darino kembali ke kamar untuk menjaga Arlin yang sedang tertidur. Ini salah satu alasannya untuk menginap di rumah kedua orangtuanya bersama dengan Darino.“Darino menceritakan apa yang terjadi hari ini, termasuk saat kamu berteriak tadi sore,” ujar Karisya, dan membuat putrinya itu membuka kedua mata. “Seseorang menghubungi Darino untuk bertemu, kan?” tanyanya, dijawab dengan bergumam.Azizah menegakkan tubuhnya, memperlihatkan ekspresi serius saat ini. Atensinya menatap kedua orangtuanya silih berganti, lalu berkata, “Aku tahu siapa yang ngirim pesan itu Mas Darino, dan aku melarang Mas Darino untuk bertemu orang itu.”Januar dan Kariyasa menatap satu sama lain, lalu mengalihkan atensi menjadi fokus memperhatikan Azizah ya
“Mas,” panggil Azizah saat melihat suaminya yang datang dengan membawa coklat dan bunga. “Terimakasih,” imbuhnya setelah kedua tangannya menerima pemberian dari sang suami.Darino tersenyum manis kepada istrinya, mengusap puncak kepala wanita yang sangat disayang olehnya, lalu mengecup kening Azizah cukup lama sehingga Azizah merasakan kehangatan dan ketenangan yang diberikan olehnya melalui kecupan.“Aku tidak sempat untuk membeli makanan yang kamu suka, jadi maaf yaa cuma itu doang yang bisa aku berikan,” ujar Darino dengan suaranya yang lembut, dan tatapan yang penuh cinta kepada sang istri yang memeluknya cukup erat.“Ini juga sudah lebih dari cukup,” ucap Azizah, tersenyum manis kepada suaminya yang menunduk supaya bisa tatapan. “Yang aku tunggu itu kehadiranmu disini,” imbuhnya, kembali mengeratkan pelukannya dengan Darino yang terkekeh pelan dan membalas pelukannya.Beberapa detik kemudian, terdengar suara berdeham dibelakang Azizah, sehingga membuat sepasang suami istri itu me
“GRANDMAA!!”Azizah ingin menahan putrinya yang akan berlari ke arah kedua orangtuanya yang sudah menunggu di teras rumah dengan kedua tangan yang terbuka lebar, ia mendapatkan tatapan dari mommynya yang menggelengkan kepala.“Halo, Cucu Grandma,” sapa Karisya Harimtala, mommy Azizah dan Nenek dari gadis kecil yang berada dalam gendongannya. Ia mengecup gemas pipi Arlin yang tertawa pelan karena kegelian.Azizah mendekati, menyalimi kedua orangtuanya. Dirinya tersenyum kepada Daddynya yang sedang menatapnya. Pria berbadan proporsional diusia yang tidak lagi muda itu mengernyit alis saat melihat putrinya memakai jaket disiang hari.“Kamu sedang sakit?” tanya Januar Andrisata, sebagai Daddy Azizah dan Kakek Arlin, menatap Azizah yang menganggukkan kepala singkat. “Kenapa dipaksa? Daddy sama Mommy kan bisa datang ke rumahmu,” imbuhnya.Azizah mengulas senyum kecil, “Aku yang memang yang ingin jalan-jalan. Bosan cuma di rumah.”Arlin memperhatikan kakeknya yang bergeming. “Grandpaaa,” pan
Azizah menatap datar layar ponselnya yang memperlihatkan dua insan yang sedang berdiri berhadapan di parkiran, Darino dan Carisa. Ia menghela nafasnya perlahan, tidak ada orang lain selain dirinya saat ini.Wanita itu membuka kontak nomor, mencari nomor seseorang lalu menghubungi nomor yang dinamai ‘Mommy’. Azizah menunggu panggilan suaranya diterima oleh seseorang disebrang sana.“Halo, anakku sayang. Sepertinya keadaanmu tidak baik-baik saja,” ucap seorang perempuan disebrang sana, Azizah me-loudspeaker panggilan suara tersebut.Azizah tersenyum tipis, menghela nafas beratnya. “Capek aku, Mom. Perempuan itu menyebalkan,” ocehnya, ditanggapi dengan tertawa dan membuatnya kesal. “Mommy ….” panggilnya dengan suara merajuk.Mommynya berdeham, “Kamu pulang ke tempatnya Mbak?”Azizah menganggukkan kepala, “Ya … lagian kemana lagi tempat aku berlari selain tempat Bunda?” “Ke rumah Mommy dan Daddy. Kamu tidak rindu dengan kami?” sahut seorang pria yang tiba-tiba hadir. Suara berat itu memb
Arlin menatap mamanya dengan tatapan nanar, hatinya mencelos saat melihat mama tercintanya terpeleset karena air dari gelasnya tumpah ketika Arlin ingin turun dari kursi makan. Wajah kecilnya dipenuhi kekhawatiran, namun Azizah segera tersenyum, mengusap puncak kepala putrinya dengan lembut dan mengecup keningnya."Tidak apa-apa, Sayang. Mama baik-baik saja," kata Azizah dengan suara menenangkan. "Kamu jangan khawatir, ya," tambahnya supaya lebih meyakinkan putri kecilnya bahwa dirinya benar-benar dalam kondisi yang sangat baik.Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca. Azizah berusaha untuk tetap tersenyum, meskipun tubuhnya terasa sedikit sakit akibat jatuh tadi."Arlin, hari ini Nenek yang akan mengantar kamu ke sekolah," ujar Azizah, sambil melihat ke arah Mama Darino yang datang menghampiri mereka bersama dengan seorang pria yang memakai pakaian formal.Mama Darino mengangguk, menunjukkan dukungannya. "Jangan khawatir, Arlin. Nenek akan pastikan kamu sampai di sekolah d
Azizah membuka pintu dengan tidak santai, langkahnya cepat menuju pantry. Darino mengikuti dari belakang, melihat kekhawatiran di wajah istrinya. Ketika tiba di pantry, Azizah mengatur nafasnya yang terengah-engah, mendekati Carlinta yang menoleh dengan senyum manis."Azizah, tenang … aku baik-baik saja," kata Carlinta sambil tersenyum menenangkan.Azizah memeriksa tubuh Carlinta dengan cermat, memastikan sahabatnya itu benar-benar tidak terluka. "Kamu yakin? Aku sangat panik tadi," katanya, suaranya penuh kekhawatiran.Carlinta mengangguk, mencoba meyakinkan Azizah. "Aku baik-baik saja, sumpah. Carisa tidak bisa menyakitiku. Suamiku datang tepat waktu dan menarik paksa Carisa keluar dari toko," jelasnya.Darino yang berdiri tidak jauh dari mereka, mendengar percakapan itu dengan perasaan lega. Azizah menghela napas panjang, merasakan beban besar terangkat dari pundaknya. "Aku sangat takut Carisa akan menyakitimu. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika terjadi sesuatu padamu,” u
“Sayang, kok kamu disini?” tanya Darino, dirinya sedikit terkejut dengan kehadiran istrinya disini. Ia menarik Azizah untuk duduk di kursi yang berhadapan dengannya, dan menatap serius sang istri yang seperti sedang mencari seseorang.“Kamu janjian sama Carlinta?” tanya Darino, dijawab dengan gelengan kepala. Jawaban dari wanitanya membuatnya menaikkan sebelah alis, “Terus kamu kesini mau ketemu siapa?” tanyanya, lagi. Kali ini lebih lembut dibandingkan sebelumnya.“Kamu,” jawab Azizh, lalu menaruh ponselnya di meja. “Itu Carisa atau bukan?” tanyanya to the point, menatap Darino yang bergeming memperhatikan foto yang terlihat jelas di layar ponsel miliknya.Darino menaikkan pandangannya, kedua mtanya bertemu dengan kedua mata Azizah yang seperti sedang menyiratkan emosi. Berusaha untuk tetap tenang disaat dirinnya ingin sekali mencari orang yang sudah diam-diam mengambil fotonya dan Carisa, lebih parahnya orang itu mengirimkannya kepada Azizah, sehingga membuat istrinya itu datang ke