Keesokan harinya ....Ara tampak sibuk memasak di rumahnya. Mulai pagi ini, Wei dan Ara sepakat akan tinggal di rumah Paul sementara mereka belum bisa pindah ke rumah yang lain. Rencananya kedepan, mereka akan pindah ke rumah yang lokasinya dekat dengan rumah keluarga kandung Ara.Namun, semua itu harus menunggu hingga Ara siap untuk menemui keluarga kandungnya.Suara dering telepon dari ponselnya, membuat Ara menghentikan kegiatannya sejenak. Dia meraih ponsel yang tergeletak di atas meja makan."Halo?" sapa Ara sambil mengelap tangannya yang basah ke lap makan yang ada di meja."Halo, apakah ini istri tuan Wei?""Ya, benar.""Kami dari klinik desa ingin memberitahukan kalau suami ibu mengalami kecelakaan dan sedang dirawat di klinik kami ...."Ara shock hingga tidak dapat berkata-kata ketika mendengar penjelasan dari pihak si penelepon.Dia duduk merosot di lantai dengan wajah pucat dan tubuh gemetar antara sedih dan cemas. Ara sampai tidak menyadari kalau si penelepon telah menutu
Sampai keesokan harinya, Wei masih belum mendapatkan kabar tentang Ara dan dia semakin cemas."Aku ke kantor polisi saja untuk meminta bantuan," kata Wei kepada Nina dan Wuzini yang saat ini masih setia menemaninya."Sarapan dulu Wei!" kata Nina mengejar dan mengingatkan putra semata wayangnya yang saat ini sudah keluar dari pintu rumah."Nggak usah, Ma," kata Wei sambil bergegas masuk ke dalam mobilnya."Wei!" panggil Nina cemas."Sudahlah ... biarkan saja dia, dia sedang cemas dan kalut, istrinya hilang. Bagaimana dia bisa makan?" Wuzini memegang kedua bahu istrinya dari belakang dan berusaha untuk menenangkannya."Kemana sebenarnya Ara pergi?" tanya Nina cemas.Perasaannya saat ini benar-benar tidak enak. Wuzini memeluk istrinya dari belakang sambil berpikir."Bagaimana kalau kita hubungi orang tua angkatnya? Mungkin dia mengetahui di mana Ara berada saat ini," usul Wuzini kepada istrinya."Kamu benar ... tapi aku tidak punya nomor telepon orang itu," kata Nina sambil menepuk dah
"Kamu bodoh!" kata Rina tanpa rasa takut.Gara-gara kebodohan Max rencana mereka gagal dan sekarang mereka menjadi buronan polisi."Kurang ajar! Jangan kamu kira bisa meremehkanku hanya karena kejadian ini. Bagaimana pun kondisiku kamu tetap boneka mainanku. Jadi jangan macam-macam!" kata Max dengan nada mengancam.Rina tidak berkutik ketika Max melampiaskan kemarahannya pada tubuhnya.Dia terombang ambing di atas kasur sampai sore hari, dengan berbagai gaya mengikuti kemauan Max.Kalau dia sudah tidak membutuhkan pria tua ini, mungkin Rina akan membunuhnya di saat pria ini lengah.Paul dan Hanna merasa senang karena melihat Ara sudah siuman."Bagaimana perasaanmu?" tanya Paul perhatian."Pusing," kata Ara sambil mengurut pelipisnya."Wajar, kamu baru saja siuman. Mungkin setelah beberapa saat nanti kamu akan merasa lebih baik lagi," hibur Paul sambil menepuk kepala Ara."Nak, katakan pada Mama, siapa yang telah membuatmu menderita seperti ini?" tanya Hanna dengan mata yang berkaca-ka
"Luke, saat ini Papa mungkin sedang tidak mood karena dia baru saja bertengkar dengan Mama," kata Ara mencoba membuat Luke tidak salah paham pada sikap Paul saat ini."Ara!" tegur Paul dan Hanna bersamaan.Mereka benar-benar terkejut dengan sikap Ara yang mengungkapkan pertengkaran mereka kepada Luke.Bisa-bisanya Ara menceritakan pertengkaran mereka pada orang luar. Ini benar-benar memalukan.Luke tersenyum mendengar penjelasan Ara dan melihat bagaimana malunya Paul dan Hanna karena ketahuan habis bertengkar oleh orang luar seperti dirinya. "Syukurlah," kata Luke tidak dapat menyembunyikan rasa leganya.Biarpun Paul hanya orang tua angkat bagi Ara, tapi Luke tahu seberapa besar timbangan Paul dan Hanna di hati Ara.Dia tidak ingin menambahkan penghalang bagi cintanya kepada Ara. Cukup Wei saja yang harus dia singkirkan di jalannya. Luke tidak ingin menyingkirkan Paul dan Hanna juga karena itu pasti akan membuat Ara menjauhinya.Paul menatap Luke serba salah. Sebagai orang tua, Paul
Tiga hari kemudian, dengan kesigapan aparat penegak hukum, akhirnya Rina dan Max berhasil dibekuk dan dimasukan ke dalam penjara.Max menghubungi pengacaranya dan meminta mereka untuk menghubungi Luke."Katakan padanya, aku menunggu uluran tangannya. Jika dia tidak mau membantuku, maka aku akan menyeret namanya ke pengadilan," kata Max kepada pengacaranya dengan mata berkilat licik.Max yakin Luke akan berusaha melepaskan dirinya dan Rina, karena mereka satu komplotan. Jika masalah ini sampai di meja hijaukan, nama Luke juga pasti akan ikut terseret.Pengacara Max dengan cepat menghubungi Luke dan menyampaikan apa yang telah Max katakan."Sial! Bisa-bisanya dia mengancamku seperti ini," gumam Luke tidak terima.Dia tidak pernah menyuruh mereka untuk mencelakai Ara, bahkan Wei sekalipun. Dia hanya bekerjasama dengan Max dan Rina dalam menghambat dan mengambil alih perusahaan Wei.Bahkan Luke telah mengingatkan kepada Max dan Rina agar tidak mencelakai Ara. Tapi apa yang mereka lakukan
Sementara itu di Indonesia, Wei sibuk menjalani pemeriksaan. Pihak penegak hukum mencurigai adanya campur tangan Wei dalam kematian Max yang tiba-tiba.Setelah dipastikan bahwa kematian Max tidak ada kaitannya dengan dirinya, barulah Wei bisa bernapas lega.Tiba-tiba dia menepuk dahinya karena ingat belum memberitahukan kepada Ara akan pembatalan penerbangannya ke Prancis.Wei mencoba menghubungi ponsel Ara. Namun, tidak bisa terhubung. Akhirnya Wei menelepon Paul untuk menanyakan kabar istrinya."Halo, Pa. Apakah Ara ada di rumah? Aku menelepon ponselnya tapi tidak diangkat," kata Wei dengan dahi yang mulai berkeringat.Wei khawatir saat ini istrinya sedang marah, dia telah membatalkan keberangkatan tanpa memberitahunya terlebih dulu."Kemana saja kamu? Mengapa baru menelepon sekarang?" tanya Paul tidak seramah biasanya."Maaf, kemarin ketika aku mau berangkat, aku ditelepon pihak aparat. Max bunuh diri di penjara. Jadi aku harus kembali dan diperiksa karena di duga terlibat atas kem
"Kemana Ara? Mengapa hingga malam seperti ini dia masih belum juga pulang?" tanya Hanna kepada suaminya cemas.Putrinya itu keluar hanya pamit mau menjemput temannya di bandara, tapi sampai saat ini belum juga pulang dan memberikan kabar.Ini benar-benar membuat Hanna khawatir. Dia takut kejadiannya seperti kemarin. Ara lama nunggu di bandara, tapi yang ditunggu malah membatalkan keberangkatan tanpa kabar terlebih dahulu."Mungkin dia menginap di rumah temannya itu," kata Paul berusaha menenangkan istrinya.Karena Paul tahu yang dijemput Ara adalah suaminya. Ada kemungkinan mereka saat ini menginap di hotel. "Siapa sebenarnya teman yang ingin dia jemput?" tanya Hanna sambil mengerutkan kening."Aku tidak tahu," kata Paul sambil mengangkat bahunya.Tidak mungkin Paul memberitahu istrinya siapa yang saat ini sedang dijemput oleh Ara. Jika dia bilang yang saat ini dijemput Ara adalah Wei, istrinya pasti akan ngomel panjang lebar dan mengkritiknya.Paul hanya bisa menenangkan istrinya da
"Apakah kamu benar-benar mencintainya, Nak?" tanya Hanna sambil mengusap punggung tangan Ara penuh kasih."Iya, Ma. Aku sangat mencintainya," kata Ara terus terang."Baiklah, jika kamu benar-benar mencintainya, Mama tidak akan menghalangi cinta kalian. Mama harap kalian bisa tetap saling menjaga dan bahagia sampai akhir hayat," kata Hanna mendoakan."Terima kasih, Ma. Mama baik sekali, Ara sayang Mama," kata Ara sambil memeluk Hanna erat.Ara tidak bohong. Perasaannya kepada Hanna saat ini tidak ubahnya kepada ibu kandungnya sendiri.Hanna menjentik dahi Ara sayang."Suruh siapa kamu menjadi anak tunggal dan kesayangan Mama, jika bukan Mama yang menyayangi kamu siapa lagi?" tanya Hanna sambil tersenyum tidak berdaya."Iya, Mama memang is the best!" kata Ara sambil tersenyum bahagia memeluk Hanna erat.Sejak kecelakaan itu, hanya Hanna yang bisa menggantikan kerinduan Ara pada sosok -Eva- mama kandungnya.Ara hanya menghela napas panjang. Entah kapan dirinya bisa memeluk mama kandungny
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar