Sementara itu di Indonesia, Wei sibuk menjalani pemeriksaan. Pihak penegak hukum mencurigai adanya campur tangan Wei dalam kematian Max yang tiba-tiba.Setelah dipastikan bahwa kematian Max tidak ada kaitannya dengan dirinya, barulah Wei bisa bernapas lega.Tiba-tiba dia menepuk dahinya karena ingat belum memberitahukan kepada Ara akan pembatalan penerbangannya ke Prancis.Wei mencoba menghubungi ponsel Ara. Namun, tidak bisa terhubung. Akhirnya Wei menelepon Paul untuk menanyakan kabar istrinya."Halo, Pa. Apakah Ara ada di rumah? Aku menelepon ponselnya tapi tidak diangkat," kata Wei dengan dahi yang mulai berkeringat.Wei khawatir saat ini istrinya sedang marah, dia telah membatalkan keberangkatan tanpa memberitahunya terlebih dulu."Kemana saja kamu? Mengapa baru menelepon sekarang?" tanya Paul tidak seramah biasanya."Maaf, kemarin ketika aku mau berangkat, aku ditelepon pihak aparat. Max bunuh diri di penjara. Jadi aku harus kembali dan diperiksa karena di duga terlibat atas kem
"Kemana Ara? Mengapa hingga malam seperti ini dia masih belum juga pulang?" tanya Hanna kepada suaminya cemas.Putrinya itu keluar hanya pamit mau menjemput temannya di bandara, tapi sampai saat ini belum juga pulang dan memberikan kabar.Ini benar-benar membuat Hanna khawatir. Dia takut kejadiannya seperti kemarin. Ara lama nunggu di bandara, tapi yang ditunggu malah membatalkan keberangkatan tanpa kabar terlebih dahulu."Mungkin dia menginap di rumah temannya itu," kata Paul berusaha menenangkan istrinya.Karena Paul tahu yang dijemput Ara adalah suaminya. Ada kemungkinan mereka saat ini menginap di hotel. "Siapa sebenarnya teman yang ingin dia jemput?" tanya Hanna sambil mengerutkan kening."Aku tidak tahu," kata Paul sambil mengangkat bahunya.Tidak mungkin Paul memberitahu istrinya siapa yang saat ini sedang dijemput oleh Ara. Jika dia bilang yang saat ini dijemput Ara adalah Wei, istrinya pasti akan ngomel panjang lebar dan mengkritiknya.Paul hanya bisa menenangkan istrinya da
"Apakah kamu benar-benar mencintainya, Nak?" tanya Hanna sambil mengusap punggung tangan Ara penuh kasih."Iya, Ma. Aku sangat mencintainya," kata Ara terus terang."Baiklah, jika kamu benar-benar mencintainya, Mama tidak akan menghalangi cinta kalian. Mama harap kalian bisa tetap saling menjaga dan bahagia sampai akhir hayat," kata Hanna mendoakan."Terima kasih, Ma. Mama baik sekali, Ara sayang Mama," kata Ara sambil memeluk Hanna erat.Ara tidak bohong. Perasaannya kepada Hanna saat ini tidak ubahnya kepada ibu kandungnya sendiri.Hanna menjentik dahi Ara sayang."Suruh siapa kamu menjadi anak tunggal dan kesayangan Mama, jika bukan Mama yang menyayangi kamu siapa lagi?" tanya Hanna sambil tersenyum tidak berdaya."Iya, Mama memang is the best!" kata Ara sambil tersenyum bahagia memeluk Hanna erat.Sejak kecelakaan itu, hanya Hanna yang bisa menggantikan kerinduan Ara pada sosok -Eva- mama kandungnya.Ara hanya menghela napas panjang. Entah kapan dirinya bisa memeluk mama kandungny
"Sialan! Mengapa Lanara selalu berputar di sekitar pria-pria tampan? Tidakkah Luke cukup untuk dirinya? Mengapa dia ingin menggoda pengusaha Indonesia itu juga?" Juwita berkata kepada nenek dan kakaknya dengan perasaan kesal dan tidak puas."Dia benar-benar liar, seperti mamanya," kata Stefani sambil menggelengkan kepala dan menepuk pahanya marah."Tentu saja, bukankah air cucuran atap itu akhirnya akan jatuh kelimpahan juga? Mamanya pandai memikat paman hingga melawan kepada nenek. Anaknya tentu akan memiliki bakat yang sama," cibir Thomas sinis.Itu sebabnya dia tidak pernah mau dekat-dekat dengan Hanna. Selain Thomas merasa Hanna tidak selevel dengan dirinya. Dia juga menganggap Hanna sebagai wanita menjijikkan. "Nenek, apa yang harus aku lakukan?" keluh Juwita sambil menghentakkan kaki kesal.Dia jelas akan kalah jika bersaing dengan Ara. Sepupunya itu tidak hanya cantik tapi juga berbakat. Dia memiliki segalanya dan juga perlindungan dari pamannya."Jangan cemas, kita akan memb
Dupa harum di kamar itu tidak hanya membuat Ara terbius, tapi Wei yang datang setelahnya juga ikut terkena pengaruh dupa tersebut.Stefani telah memperhitungkan segalanya dengan cermat. Dia tahu jika di antara Ara dan Luke ada yang tetap dalam keadaan sadar, maka usahanya akan sia-sia.Luke diketahui Stefani adalah pria yang sopan. Dia juga sangat mencintai Ara. Tentunya luke tidak akan mau menodai Ara di saat cucu perempuannya itu sedang tidak sadar. Walau semua sudah di rencanakan masak-masak oleh Stefani, tetap saja perhitungannya meleset ketika yang memasuki kamar tersebut adalah Wei, bukan Luke sebagaimana yang telah di rencanakan olehnya."Mereka sudah masuk?" tanya Stefani kepada pelayan yang disuruhnya."Sudah, Nyonya.""Bagus, bawa aku ke sana!" kata Stefani sambil bangun dari duduknya.Stefani berdiri di luar kamar belakang hanya untuk mengawasi pergerakan di dalam kamar. Dia mengangguk dan tersenyum puas ketika mendengar suara-suara ambigu keluar dari dalam kamar yang terd
"Siapa yang kamu cari?" tanya Thomas kepada Juwita.Sejak tadi dia melihat adiknya sibuk berkeliling dan celingak-celinguk di seputar ruang pesta."Aku mencari pengusaha Indonesia itu," kata Juwita dengan mata yang masih jelalatan di seluruh ruangan."Coba tanyakan pada pelayan," kata Thomas memberi saran.Juwita mengikuti saran kakaknya dan menarik salah satu pelayan neneknya ke pojok ruangan."Apakah kamu melihat di mana pengusaha Indonesia yang sebelumnya datang bersama pamanku?" tanya Juwita kepada pelayan yang di tariknya itu."Pria itu mengikuti tuan Luke ke kamar belakang. Tapi ketika tuan Luke kembali, pria itu tidak kembali lagi," jawab pelayan itu jujur."Kamar belakang?""Iya, Nona.""Sial!" kata Juwita sambil bergegas ke kamar belakang.Tanpa ba-bi-bu dia langsung menggedor pintu kamar yang masih tertutup rapat dan terkunci.Ara yang sedang tertidur pulas, langsung terbangun mendengar gedoran tersebut.Dia mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Sepertinya suaminya s
Stefani terkejut mendengar kata-kata Wei yang mengatakan kalau Ara adalah istrinya.Sejak kapan? Mengapa dia tidak mengetahuinya?Sementara itu Juwita yang sebelumnya telah mendengar pengakuan yang sama dari mulut Ara tampak tercengang.Dia pikir apa yang dikatakan oleh Ara hanyalah omong kosong belaka. Siapa yang tahu kalau Wei juga akan mengatakan hal yang sama?"Apakah itu benar?" tanya Stefani mengalihkan tatapannya kepada Paul dan Hanna."Itu benar!" kata Hanna tegas.Dia benar-benar merasa puas, melihat ibu mertuanya tampak terpukul, mendengar Lanara telah menikah dengan Wei."Kalian benar-benar tidak sopan! Kalian telah melangkahi izinku!" kata Stefani marah.Dia memelototi Paul dan Hanna. Stefani tahu anak dan menantunya ini tidak pernah menaruh dirinya di dalam hati mereka. Namun, Stefani benar-benar tidak pernah mengira kalau Paul dan Hanna juga tidak akan menaruhnya di mata mereka."Ma, aku tidak ingin mengatur pernikahan putriku, biarlah itu menjadi pilihannya sendiri," ka
"Yakin."Wei tersenyum penuh kemenangan ketika Ara tidak lagi mewaspadainya.Tidak lama kemudian ....Suara-suara ambigu kembali memenuhi ruang kamar tersebut.'Pria memang tidak bisa dipercaya!' Ara tidak tahu apakah harus kesal atau bahagia melihat suaminya mudah sekali tertarik pada tubuh polosnya.Dia merasa tidak berdaya dan terus gemetar di bawah guncangan Wei yang seperti tidak ada lelahnya.Luke hanya berdiri terpaku di depan kamar, mendengar suara-suara ambigu yang menyakitkan hatinya terus terdengar dari dalam kamar.Sebelumnya dia telah bertemu dengan Hanna dan menanyakan tentang kondisi Ara.Hanna bilang, Ara telah sadar dari pengaruh obat dan sedang beristirahat di kamar ini.Siapa tahu ketika dia sampai di tempat ini yang didengarnya adalah suara-suara pertempuran musim semi antara Wei dan Ara.Luke merasa matanya panas dan berkaca-kaca karena menahan rasa sakit di hatinya."Ara ...."Desis Luke dengan suara yang hampir tersedak."Luke, apa yang kamu lakukan di sini?"
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar