Wei merasa gelisah dan bersalah melihat tatapan tajam dan pertanyaan istrinya yang begitu menohok di hati. "Ara ....""Untuk saat ini aku hanya bisa melakukan seperti ini, jika kamu tidak setuju, mari kita benar-benar berpisah tempat tinggal agar kita benar-benar bisa berpikir dengan tenang, mau dibawa kemana hubungan kita ini," sela Ara tidak memberikan kesempatan bagi Wei untuk kembali membujuknya."Baiklah, kita akan melakukan apapun yang kamu inginkan selama kamu mau pulang ke rumah. Sebaiknya kita pulang sekarang, Mama pasti merasa cemas karena mengetahui kamu pergi dari perusahan dan tidak kembali pulang ke rumah.""Kamu mengatakan semuanya kepada Mama?" tanya Ara merasa terkejut.Mengapa Wei begitu mudah menceritakan masalah rumah tangga mereka kepada Nina? Walaupun dia adalah ibu kandung Wei dan dekat dengannya tapi Ara benar-benar merasa tidak nyaman mengetahui mama mertuanya itu mengetahui masalah antara dirinya dan Wei."Aku mencarimu di rumah sebelum ke sini," jelas Wei s
Malam hari .... Setelah makan malam, Ara dan Wei satu persatu masuk ke dalam kamar mereka."Kamu mau ke mana?" tanya Wei ketika melihat Ara mengambil selimut di lemari."Aku akan tidur di sofa," kata Ara sambil membawa selimut yang ada di tangannya ke arah sofa yang terletak tidak jauh dari tempat tidur yang ada di kamar mereka.Wei hanya mengerutkan kening melihat istrinya yang saat ini sedang bersiap untuk tidur di sofa dan memakai selimut."Kamu tidur di kasur saja, biar aku yang di sofa," kata Wei sambil bangkit dan menghampiri Ara."Tidak, aku saja yang di sofa," kata Ara bersikeras.Dia yang meminta tidur terpisah dari Wei, jadi dia juga yang harus menanggung akibat dari keputusannya tersebut.Wei tidak dapat berkata-kata melihat sikap keras kepala istrinya saat ini. Dia hanya menatap tidak berdaya ke arah Ara yang saat ini sudah membungkus dirinya seperti kepompong dan tidur di sofa.'Baiklah, tidak masalah Ara bersikeras tidur di sofa, aku masih bisa memindahkannya ketika dia
Beberapa hari setelahnya Ara dan Wei berusaha untuk tetap bersikap normal ketika mereka sedang berada di dekat Nina dan Wuzini. Baru saat mereka berduaan saja sikap Ara kepada Wei kembali menjadi dingin.Wei benar-benar tidak berdaya menghadapi sikap Ara saat ini hingga dia meminta pendapat mama dan papanya tentang apa yang seharusnya dia lakukan saat ini agar Ara mau memaafkan dirinya."Sebenarnya masalah apapun antara suami istri pasti bisa diselesaikan di tempat tidur," kata Wuzini blak-blakan.Nina mendelik mendengar kata-kata tidak tahu malu suaminya. Pantas saja sejak awal mereka menikah jika ada masalah suaminya pasti akan menggunakan cara seperti itu untuk membuatnya tidak berkutik dan menyerah."Benarkah?" tanya Wei ragu.Dia tahu persis antara mamanya dan Ara jelas jauh berbeda. Mungkin mamanya adalah tipe yang akan menyerah setelah ditaklukan oleh papanya di tempat tidur, sedangkan Ara, Wei rasa tidak akan semudah itu. Salah-salah istrinya itu malah akan semakin marah dan
"Apakah kalian akan pergi? Kebetulan sekali aku juga ingin keluar karena merasa bosan di rumah, bagaimana kalau kita pergi sama-sama?" tanya Juwita tanpa malu."Tidak!" tolak Nina tegas.Bagaimana mungkin dia akan membiarkan wanita ini mengikutinya dan Ara ke mall? Juwita pasti akan mengacaukan rencananya untuk berbicara secara pribadi dengan Ara. Selain itu, Nina juga mulai merasa muak melihat sikap ular keponakan papa angkat menantunya ini.Sebelumnya Nina masih bersikap baik karena melihat Paul. Namun, setelah Nina tahu Juwita mulai mengacaukan hubungan antara Ara dan Wei, Nina merasa tidak bisa lagi bersikap ramah kepada Juwita."Tante ....""Stop! Jangan panggil aku Tante, aku bukan tantemu dan kita sama sekali tidak ada hubungan kedekatan!" kata Nina memotong kata-kata Juwita tegas.Ara hanya tersenyum miring melihat raut wajah Juwita yang menjadi jelek ketika mendengar kata-kata Nina dan mendapatkan penolakan tegas dari mama mertuanya tersebut."Mengapa Tante marah? Apakah Tan
"Tentu saja itu benar!" sela Juwita meyakinkan."Itu tidak benar, Ma. Jangan dengarkan dia. Aku dan Luke hanya bersahabat. Luke juga merupakan salah satu korban selamat di kecelakaan pesawat itu, bisa dibilang kami dekat karena merasa senasib," jelas Ara apa adanya."Jangan percaya Tante, mana mungkin ada pria dan wanita yang murni bersahabat tanpa memiliki perasaan apapun?" Sela Juwita berusaha memojokkan Ara.Nina menatap Ara dan Juwita rumit. Walau dia mempercayai menantunya, tapi apa yang dikatakan Juwita juga memang tidak salah. Tidak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita."Apakah di antara kamu dan pria itu salah satunya ada yang memiliki perasaan berbeda?" tanya Nina kepada Ara ragu."Tidak.""Iya!"Ara dan Juwita menjawab pertanyaan Nina bersamaan."Kamu diam, aku sedang bertanya kepada menantuku!" kata Nina kepada Juwita tegas lalu kembali menatap Ara meminta jawaban dari menantunya tersebut."Tidak, Ma. Aku tidak jatuh cinta kepada Luke, sedangkan Luke sendiri a
Di mall Ara dan Nina berkeliling melihat-lihat beberapa barang kebutuhan pokok yang memang sudah waktunya mereka beli.Selesai membeli beberapa kebutuhan pokok, Nina mengajak Ara ke sebuah kafe yang ada di mall dan memiliki tempat yang nyaman untuk berbicara."Kita ke pojok sana saja," kata Nina sambil menunjuk meja di pojokan yang agak menyendiri dari meja lainnya.Ara mengikuti Nina tanpa banyak tanya. Mereka memesan segelas kopi susu hangat dan beberapa makanan ringan dengan toping coklat."Sudah lama sekali kita tidak ke sini, Mah," kata Ara sambil menatap ke sekeliling ruang kafe seperti sedang bernostalgia.Sebelum dirinya menikah dengan Wei, baik Nina maupun Wei, sering mengajaknya ke kafe ini ketika mereka sudah selesai belanja."Kamu benar. Kadang mendatangi tempat-tempat nostalgia juga dapat mengingatkan kita betapa berharganya waktu yang telah kita lewati bersama orang-orang terdekat kita."" ... " Ara terdiam mendengar kata-kata mertuanya."Ara, apakah kamu masih belum ber
"Itu memang benar, tapi tidak ada salahnya kalau kamu mencoba untuk membicarakan hal tersebut kepada Wei. Siapa tahu kalau dengan wanita yang dicintainya, Wei mau mundur barang selangkah dan mengalah," kata Nina sambil tersenyum penuh arti.Dari cara Wei ketika mengeluhkan sikap Ara yang menjadi dingin kepadanya saja, Nina bisa menebak kalau putranya itu akan lebih memilih untuk mengalah dan merubah sikap yang tidak disukai oleh istrinya, selama Ara mau memaafkan dan memberikan Wei kesempatan untuk berubah."Baiklah, Ma. Ara akan mencoba untuk memberikan kesempatan kedua kepada Wei, semoga saja dia tidak akan mengecewakan Ara lagi," kata Ara setelah lama terdiam memikirkan kata-kata mama mertuanya."Itu bagus sekali, Mama ikut senang dengan keputusan yang telah kamu buat. Jangan lupa, kalian juga harus mempertimbangkan kapan kalian akan memberikan mama cucu. Mama sudah lama sekali ingin menimang cucu dari kalian," kata Nina dengan sorot mata penuh harapan." ... " Ara tidak dapat berk
"Kami pernah bertemu di tempat Ara biasa menyendiri," kata Arga sambil menatap intens ke arah Ara.Sikap Arga yang terang-terangan memperhatikan dan menatap Ara intens, membuat Nina menjadi semakin cemas dan khawatir."Oh? Benarkah? Sepertinya kalian memang benar-benar berjodoh," kata Eva dengan nada menggoda."Tidak, dia wanita milik Wei!" sahut Arga acuh tak acuh mengejutkan Eva dan Nina.Eva merasa terkejut mendengar Ara adalah wanita Wei sementara Nina terkejut karena kata-kata Arga benar-benar merupakan jalan keluar yang tidak disangka-sangka untuknya.Dia tidak lagi harus mengungkapkan kalau Lanara itu sebenarnya adalah Ara. Nina yakin, setelah mendengar kata-kata Arga tadi, Eva pasti akan berpikir dua kali untuk tetap menjodohkan Ara dengan Arga."Benarkah?" tanya Eva mengerutkan kening.Di mata Eva, Wei adalah sumber kesialan bagi wanita manapun yang mencintainya.Dia merasa sayang jika wanita muda di hadapannya ini menikah dengan Wei. Eva khawatir apa yang dialami putrinya ak
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar