Selang infusan itu menempel di punggung tangannya dengan sebuah jarum yang terselubung tersembunyi di balik diantara kulit dan dagingnya yang berada di dalam vena arterinya. Bukan hanya selang infusan yang menempel ditubuhnya, namun juga juga selang oksigem yang menjadikan perbantuan sebagai alat pernapasan untuk membantunya tetap hidup dalam komanya dibeberapa bulan terakhir ini. Lebih tepatnya empat bulan lamanya.
Pria yang sedang terbaring tak berdaya itu bernama Kendrick Gibran. Dia adalah satu-satunya penerus yang dicalonkan untuk memimpin perusahaan Gibran Grup oleh kakeknya sendiri, Gibran atau orang sering menyebutnya Tuan Gibran.“Aku ingin dia tak mati! Dia adalah satu-satunya penerus Gibran Grup!” bentak seorang pria paruh baya yang berdiri dengan bertumpu pada sebuah tongkat berwarna hitam berpolet keemasan mengkilap dengan desain berbentuk kepala burung elang di bagian ujung pegangannya.Pria paruh baya itu menunjuk telak pada seorang pria berjas putih yang hanya bisa menundukkan kepalanya dan diam mendengar cecarannya yang keluar dari mulutnya.“Jika rumah sakit ini masih belum bisa membuat cucuku itu tersadar dan sembuh aku akan langsung memindahkannya ke Kuala Lumpur, dan jangan harap aku akan meneruskan investasiku di sini. Bila perlu akan ku tutup rumah sakit yang tak berguna ini!” cecarnya sekali lagi yang membuat sang dokter berjas putih bersama asisten yang berada disampingnya terdiam menunduk juga membuat tubuhnya bergetaran hebat bah diserang demam yang cukup hebat dikala itu.Pria yang berpakaian serba hitam berjas itu memegangi keningnya ketika mendengar cecaran dan ancaman dari pria paruh baya itu membentak dokter pribadi Kendrick. Dia buka hanya malu melihat ayahnya berbicara kasar pada seorang dokter yang harus dihormati, namun dia juga merasa cemas jika apa yang dikatakan ayahnya benar terjadi. Dirinya akan rugi besar. Sebab, dia memiliki beberapa persen saham di sana walaupun tak banyak. Rumah sakit itu akan bangkrut yang berujung pada kerugian yang lumayan besar.“Pah, sudahlah, jangan seperti itu! Dia kan hanya seorang dokter yang kerjanya memeriksa dan mengobati Kendrick saja. Dia bukan tuhan!” ucapnya denhan nada rendah agar si dokter tak mendengar bujukan pada ayahnya. Si pemilik perusahaan Gibran Grup.Secara perlahan napasnya mulai teratur seiring dengan tarikan napasnya yang panjang. Bahunya yang menegang pun terlihat mulai turun merendah. Cengkeraman tangannya pada tongkat yang menopang tubuhnya tuk berjalan kini mulai terlihat loggar.“Aku tak mau tahu, aku ingin mendengar kabar baik tentang kondisinya dalam waktu dua minggu kedepan ini. Jika tidak, aku akan benar-benar menutup rumah sakit ini!”Akhirnya pria paruh baya yang sudah beruban itu pergi bersama dengan suara langkah sepatunya yang beriringan dengan irama ketukan dari suara tongkatnya.Tengku Gibran berhasil menenangkan ayahnya dengan mengusap-usap punggung ayahnya sambil bergumam, “tenanglah Pah, aku juga tak akan tinggal diam. Aku akan berusaha demi kesembuhan Kendrick. Kesembuhannya adalah hal utama bagiku!”Di satu sisi lainnya.
Nayara sedang terduduk merenung dihadapan meja belajarnya yang berderer beberapa buku tebal terpajang di sana. Cahaya lampu yang temaram menambah suasana hatinya yang semakin mendalam.“Huuufffttt....” helaan napas panjangnya tak jua menyudahi permasalahan yang kini sedang membelit hadir di dalam lingkar keluarganya.Beberapa kardus yang terbuka kosong sudah terjagrag di sisi ranjang tidurnya untuk segera bersiap diisi dengan segala barang-barang pribadi miliknya yang berada di dalam kamarnya tersebut.Malam ini dia harus segera mengosongkan seluruh kamarnya dan juga seisi rumahnya. Sebab besok hari dia harus segera pergi dari rumah yang sudah dia tinggali selama empat belas tahun terakhir ini. Dia akan kembali pada rumahnya yang kecil. Berada dipinggiran kota yang sudah kosong dua tahun terakhir karena ditinggalkan oleh orang yang pernah menyewa rumahnya di sana.Hatinya mungkin terasa sakit, namun kepalanya dilarang untuk merasakan hal yang sama. Dia terus berfikir bagaimana cara agar dirinya dan keluarganya tetap dapat bertahan hidup dengan kondisi ekonomi yang benar-benar turun tak seperti dahulu di mana segala kesulitan seperti ini dia tak pernah memikirkannya.Seminggu kemarin dirinya masih bisa pulang pergi kemanapun dengan kendaraan roda empat yang selalu terjajar di garasi rumahnya dan juga masih dilayani oleh beberapa pelayan jika dirinya hendak makan ataupun tuk sekedar mengambilkan sesuatu barang yang dia inginkan ketika rasa lelah yang menderanya.Walaupun nyatanya Nayara bukanlah seorang gadis yang manja seperti kebanyakan anak-anak orang kaya kebanyakan. Walau sejak dirinya beranjak usia lima tahun sudah terbiasa dengan bergelimangan harta ayahnya, tak menjadikan dirinya sebagai anak manja yang selalu ingin dilayani dan selalu ingin memerintah pada seorang pelayan.Mengetahui keluarganya mengalami gulung tikar yang cukup parah, dia tak menyalahkan kedua orang tuanya. Dia malah ingin membantu kedua orang tuanya untuk kembali merintis perekonomian keluarganya apapun itu dia akan selalu senang membantunya.“Nay, barang kamu udah semua?” tanya ayahnya ketika selesai memasukkan semua barang bawaannya untuk dipindahkan ke rumah lama mereka dengan menggunakan mobil box besar dari jasa pengiriman barang.“Udah yah!” jawa Nayara yang tengah menyelendangkan tasnya ke bahu.Detik-detik keberangkatan, Pak Wisnu ayahnya Nayara menatap dalam-dalam rumah yang kini bukan menjadi miliknya dari tampak depan. Dia tampak berat melepaskan semua kenangan yang ada di dalam rumah itu, tersirat beratnya tarikan napas yang dia lakukan ketika menatap rumahnya untuk yang terakhir kalinya.“Ayo yah! Nayara udah nunggu!” ajak istrinya, Rahmi. Dia meletakkan kedua telapak tangannya di atas bahu suaminya yang menegang.“Ayo!” setujunya.***Nayara dan keluarganya sampai di rumah lama mereka. Rumah di mana Nayara pernah menghabiskan masa kecilnya hingga umur lima tahun.
Tampak sekali rumah yang sudah tua namun tak usang karena sehari sebelumnya, ayah Nayara meminta tolong pada kerabatnya untuk mrmbantu membenahi rumah lamanya dengan upah yang sepadan.
“Nay, kamu beresin kamar kamu sendiri aja!” suruh Ibunya yang melihat anak semata wayangnya tengah membereskan bagian ruang tamu dengan menata beberapa foto yang terbingkai kayu ke atas meja dan juga lemari, serta menempelkannya di tembok.“Biar Ayah kamu aja nanti yang beresin!” tambahnya seraya meletakkan beberapa tas dan kopernya ke kamar Nayara.“Gak apa-apa kok Bu,” Nayara bersikukuh ingin membantu kedua orang tuanya.“Udah-udah, anak cantik Ayah istirahat aja. Besok kan masih bisa,” Ayahnya ikut serta menyuruh Nayara untuk tak membantu. Dia sendiri merasa bersalah telah membawa anaknya ke dalam kehancuran perekonomian keluarga. Dia menyesal telah membawa anaknya pada sebuah kesusahan.“Okey deh, tapi nanti malem aku ya yang masak makan malem!” pintanya dengan membuat kesepakatan kepada kedua orang tuanya seperti biasa. Dia selalu dilarang untuk ikut kesusahan.Namun hal yang tak bisa dilarang oleh kedua orang tuanya dalam membantu adalah perihal memasak.
“Iya-iya!” setuju Ayahnya seraya menganggukkan kepalanya dan Ibunya yang tersenyum melihat anak semata wayangnya yang sudah menjadi seorang gadis yang dewasa.***Hari-hari terus berlalu, Nayara yang kini bukan lagi seorang kaya raya. Dia hanya seorang anak dari kedua orang tuanya yang baru saja membuka kedai makanan di pinggiran kota. Tepatnya tak jauh dari rumah mereka sendiri. Berjarak sekita tiga ratus meter saja.
Dipagi hari yang masih gelap, dimana penghuni rumah lainnya masih tertidur pulas dalam lelapnya. Nayra dan keluarganya baru saja pulang dari pasar membeli beberapa bahan untuk nanti mereka berjualan makanan dalam beberapa menu yang terbagi dalam tiga sesi yaitu, sarapan, makan siang dan makan malam.Tampak sangat hangat kerja sama yang dilakukan Nayara dan kedua orang tuanya. Mulai dari menyusun bahan baku ke dalam lemari penyimpanan dan lemari es hingga mengelap meja dan menyapu serta mengepel lantai.Tepat dijam tujuh pagi, barulah kedai Family Taste milik mereka dibuka.Nayara bertugas menyebarkan selembaran brosur promosi kedainya. Ayahnya memasak di dapur dan ibunya akan setia melayani setiap tamu yang datang.
Memang keadaan dihari pertama ini tak terlalu ramai, walaupun sebuah banner besar sudah terpampang jelas di depan kedai mereka akan promosi yang Menawarkan beli satu gratis satu. Namun situasi itu tak sama sekali memadamkan semangat keluarga terawbutydan tetap bersemangat dalam berjualan mereka.
"Silakan Pak, Bu, Kakak makan di tempat kami.. Beli satu gratis satu.." Nayara terus mengulangi ucapannya pada setiap orang yang berlalu lalang di depan kedainya. Dia mencoba untuk menarik perhatian orang yang berlalu lalang.Jam yang menempel di dinding rumah sakit sudah menunjukkan pada pukul sepuluh tepat, dimana terik mentari begitu tegas dan yakin menelisik ke celah-celah jendela ruangan yang di mana Kendrick masih tenang dalam tidur panjangnya.Di sebuah kursi sofa panjang ada seorang pria berjas hitam tengah terdengkur dalam tidurnya dengan posisi duduk dan kepala yang tertunduk seperti bunga layu yang sudah lama tak disirami. Dia tak menyadari jika orang yang sedang dia tunggui tersebut baru saja bangun dan tersadar. Berdatangan dua orang dokter yang tengah melihat dan mengecek bagaimana kondisi keadaan Kendrick yang baru saja sadar dari tidur panjangnya.Usai semua dokter itu selesai, wajah Kendrick menatap ke arah orang yang masih mendengkur disampingnya. Suasana yang sudah menjadi gaduh oleh suara langkah kaki lalu lalang orang di luar ruangan namun pria itu masih tampak sangat nyaman dalam lelapnya.Namun dia tak bisa menunggu lebih lagi sampai orang itu terbangun. Akhirnya Ken
Di pagi harinya.Matahari mulai menunjukkan teriknya melalui celah-celah tirai jendela kamar Nayara yang menyorot langsung ke tempat tidurnya yang terlihat sudah sangat rapi.Nayara keluar dari kamarnya. Tangan kanannya membuka pintu dan langsung menghadapkan dirinya pada pemandangan kedua orang tuanya yang Tenga bersiap pergi ke kedai untuk kembali berjualan."Nay, kok udah rapi? Mau ke mana?" tanya ayahnya yang seketika menghentikan kegiatannya yang sedang memasukkan bumbu-bumbu dapur ke dalam sebuah tas besarnya yang khusus untuk membawa bahan-bahan untuk berjualan di kedai.Nayara hanya bisa menyimpulkan garis bibirnya dengan indah dan manis. Dia segera duduk di samping Ibunya yang sedang mengemas sayuran hijau."Hari ini Nay ada interview kerja. Semoga keterima, doain ya! Bu, Yah!" seru Nayara yang langsung menyambar roti dan juga meneguk habis satu gelas susu dalam sekaligus."Kamu kerja di mana?" tanya ayahnya tiba-tiba
Nayara dan para calon pekerja lainnya tengah berhamburan keluar dari ruangan yang menampung mereka untuk proses kualifikasi dan mengisi beberapa kuisioner dengan jumlah ratusan soal yang sengaja dibuat oleh Kendrick dan Jennie atas persetujuan Tuan Gibran."Pertanyaannya tadi kok agak aneh-aneh yah? Masa ada pertanyaan suka warna merah muda atau gak? Itu kan gak ada hubungannya sama kerja kantoran.." ujar salah satu calon pekerja yang berbisik pada teman disebelahnya dan terdengar hingga ke telinga Nayara.Nayara yang mendengarnya hanya menoleh sekilas kemudian pandangannya beralih ke lantai yang sedang dia injak. Jantungnya berdegup kencang dan sangat cepat. Dia terlalu banyak menaruh harapan pada seleksi saat ini. Dia berharap jika tawaran pekerjaan ini memang untuknya dan Jennie akan meloloskannya dengan mudah.Takk... Takk... Takk...Terdengar suara pantulan sepatu fantopel ke lantai yang berasal dari langkah kaki mulusnya Jennie yang berjalan keluar dari ru
"Ahhhhh......"Nayara berteriak meluapkan seluruh kekesalannya pada dirinya sendiri yang telah berbuat hal yang membuat dirinya masuk ke dalam lingkaran kesulitan karena tak bisa memilih apalagi menolak apa yang sudah ditetapkan oleh Kendrick.Jennie yang berada duduk didepannya dia hanya bisa tersenyum-senyum sendiri melihat temannya yang sedang galau durjana. Keduanya tengah bersantai di depan mini market yang ditemani dengan indahnya sinarnya rembulan dimalam hari."Kamu kenapa gak mau jadi asistennya Pak Kendrick? Kan bukannya enak yah? Gaji kamu lebih gede dari para karyawan lain yang udah kerja dua tahun di sana loh!" tutur Jennie yang tak habis pikir dengan sikap temannya itu yang malah menjadi galau berlebihan."Kamu tahu? Lelaki berjas yang aku ciprati waktu pergi ke kantor tadi pagi sampe basah kuyup di pinggir jalan itu, ternyata Pak Kendrick!!!" jelas Nayara dengan akhir nada yang dia buat memelengking ketika menyebutkan nama Kendrick sembari
Nayara mencoba untuk menghentikan bersinnya dengan menutup hidungnya dengan sapu tangan pemberian Kendrick yang berada di dalam jasnya. Kemudian dia membantu Kendrick untuk duduk di kursi sofa di ruang tengah.Mata Nayara yang masih sembab karena menangis tanpa dia sadari ketika melihat Kendrick kesusahan dan celaka tadi."Apa perlu kita ke rumah sakit aja Pak? Saya takut kaki Bapak kenapa-kenapa?" tanya Nayara sambil menyingsingkan sedikit ke atas celana katun Kendrick untuk melihat apakah lukanya parah atau tidak.Kendrick tak langsung menjawabnya dia malah terpanah pada Nayara yang Sembab, "Kamu tadi kenapa nangis?""Euh? Apa? Siapa yang nangis?" Nayara malah bertanya balik pada Kendrick dengan wajah yang polosnya karena tak menyadari tangisan nya sendiri.Tangan Kendrick bergerak menyeka sisa air mata yang masih tertinggal di pipi Nayara. Nayara yang pipinya disentuh oleh Kendrick langsung terkejut. Dia agak memundurkan sedikit tubuhnya dari jangkau
Akhirnya Athaya, Kendrick dan Nayara berada di meja makan. Ketiganya sarapan pagi bersama. Nayara tampak kaku dan canggung karena inilah pertama kali dirinya makan didampingi dua orang pria yang cukup asing baginya."Habis ini kamu gak perlu pergi ke kantor!" ucap Kendrick dengan mulut yang masih penuh dengan makanan didalamnya.Nayara menghentikan mulutnya yang sedang mengunyah makanan. Matanya tertuju pada Kendrick."Iya Pak!" sahut Nayara.Kendrick menundukkan kepalanya. Namun matanya sedari tadi mencuri-curi pandang ke arah Nayara. Ada sesuatu yang tak asing pada Bayar setelah memakai pakaian yang sudah lama tak ada pemiliknya.***Sepeninggalan Athaya yang sudah selesai mengobati Kendrick dan juga memberikan Nayara resep obat alerginya. Nayara kini tengah mencuci piring. Dan Kendrick masih terduduk dikursinya.Matanya menatap punggung Nayara yang sedang sibuk mencuci piring. Pikirannya seolah kembali kemasalalunya.Dim
Langkah Nayara dia urungkan,"kenapa Pak?" tanya Nayara."Kamu yakin pulang jam segini?" tanya dengan ragu. Dia terlalu gengsi untuk mengkhawatirkan seorang karyawan seperti halnya Nayara.Nayara melirik ke arah jam dinding yang menempel di dinding di samping Kendrick. Jam menunjukkan pukul sebelas tepat. Nayara menarik napas, dia yakin."Iya Pak, lagian saya besok kan harus kerja lagi!" ucap Nayara dengan penuh keyakinan yang dia pak sama. Padahal hari ini adalah hari pertama baginya pulang ke rumah hingga larut malam sendirian. Dia biasanya, bila pulang larut malam selalu akan ada supir yang menjemputnya. Namun kali ini dia sendiri saja bersama dengan sepedanya."Apa perlu...""Saya pulang dulu ya Pak, selamat malam!" Nayara segera memotong kalimat Kendrick yang hendak memberikan pinjam sepeda listriknya padanya. Namun Nayara sudah berburuk sangka terlebih dahulu, mengingat kelakuan Kendrick yang mengigau ketika tidur.Nayara lari terbirit keluar
Mata Kendrick begitu fokus ke arah Nayara yang sedang mempersiapkan sarapan untuk dirinya. Dirinya memang sengaja memeritah pada Nayara, sebagai ganti balas dendam karena kejadian cipratan air diwaktu yang sudah lalu.Entah kenapa dirinya yang hanya berniat mengerjai Nayara satu hari saja dirumahnya. Namun semenjak Kendrick melihat Nayara mengenakan pakaian itu dia ingin selalu berada di samping Nayara. Ada sesuatu hal yang dia rindui telah terobati."Hari ini kita pergi ke kantor Pak?" tanya Nayara seraya menghidangkan makanan di atas meja dan memberikannya ke hadapan Kendrick. Hanya sekedar nasi goreng dan sedikit olahan salad yang dia buat."Loh kok nasi goreng?" tanya Kendrick agak kurang berkenan melihatnya. Tangannya menjauhkan piring berisi nasi goreng itu dari dirinya."Di dalam kulkas bapak tuh kosong, hanya ada bahan makanan itu saja" jelas Nayara yang kemudian duduk. Dia hendak menarik piring yang berisi nasi goreng buatannya. Namun setelah mendeng
Nayara duduk di sofa dengan helaan napas yang panjang. Dia merasa sedikit lega karena bisa memisahkan diri dari Kendrick juga Yuri.Tangan Nayara langsung merogoh pada saku celananya untuk mengambil ponsel miliknya yang ada di dalam.Dia berusaha menenggelamkan diri untuk tidak merasa bosan selama menunggu Kendrick dan Yuri di dapur sana.Setengah jam berlalu.Nayara baru tersadar jika diri masih berada di ruang tamu sendirian dan belum melihat Kendrick atau pun Yuri keluar dari sana. Dirinya hanya ingin memastikan dan membawa tasnya yang tertinggal di sana untuk diri dapat pergi dari rumah Kendrick sesegera mungkin.Akan tetapi, dirinya harus segera pergi ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan yang sudah tertunda dan harus segera dia selesaikan hari itu juga.Alhasil, dirinya hanya bisa mondar-mandir naik turun tangga untuk menuju ke arah dapur."Kamu sedang apa?" tanya Kendrick yang memecahkan lamunan Nayara yang sedang hanyut dalam pikirannya sendiri.Seketika Nayara langsung menghen
Yuri yang baru saja menghidangkan makanan di atas meja makan dia agak sedikit tertegun melihat kemesraan yang dilakukan Kendrick pada Nayara. Sedangkan Nayara sendiri dia agak merasa canggung diperlakukan seperti itu oleh Kendrick. Dia jelas tak biasa bersikap seperti itu pada bosnya. “Maaf aku tak sempat memberitahu pihak kantor karena tadi terlalu khawatir mengetahui keadaan Kendrick yang demam tinggi tadi pagi!” tutur Yuri sambil duduk di kursi, dia berusaha untuk memperlihatkan sikap yang dewasa dan tak kekanakan. Tak cemburu walaupun hatinya saat ini tengah memberontak atas dirinya yang hanya diam saja melihat seseorang yang dia sukai malah mesra dengan wanita lain. Nayara menarik napas. Dia ingin menghilangkan sikap canggungnya di depan Yuri. Dia pun duduk di kursi di samping Kendrick. “Tak masalah! Saya malah harus mengucapkan terima kasih pada Kak Yuri karena telah merawat Kendrick untuk saya!” ujar Nayara dengan senyuman yang membuat Yuri semakin kesal karen
Keesokan harinya.eNayara pergi ke kantor seperti biasanya. Namun ada hal yang baginya berbeda hari ini. Yaitu kehadiran Kendrick yang masih belum dia lihat sejak tadi pagi. Dia pun belum mendapatkan informasi apakah Kendrick akan izin kerja ataupun masuk kantro siang hari ini."Nay kok, hari ini Pak Kendrick belum masuk kerja sih?" tanya salah satu karyawan yang merasa heran akan bosnya yang tak biasa absen dalam kerja masuk kantor."Gak tahu juga, soalnya aku belum ada konfirmasi dari Pak Kendricknya. Ponselnya gak aktif!" jawab Nayara yang merasa masih belum bisa memberikan jawaban pasti padanya.Hingga waktu berselang dua jam dari jam masuk kantor Kendrick masih belum juga masuk kantor. Hal itu membuat Nayara menjadi kebingungan dan juga ada sedikit rasa khawatir di pikirannya akan Kendrick bosnya.Dia pun sudah berulangkali menghubungi ponsel Kendrick namun tetap saja tak ada jawaban dari sana.Maka hal yang terakhir bisa dia lakukan adalah dengan
“Nayara!” Kendrick dari arah belakang memanggil Nayara yang sedang berjalan ke arahnya. Ternyata tak hanya Nayara saja yang menoleh ke arah panggilan Kendrick namun Yuri yang ada di samping Nayara dia juga ikut menoleh ke suara yang sudah sangat dia kenal dan tak asing lagi di telinganya.“Kendrick!” sapa Yuri yang langsung mendahului Nayara yang baru saja hendak menghampiri Kendrick namun langsung di susul oleh Yuri. Sontak Nayara langsung menghentikan langkah kakinya dengan tatapan wajah yang agak sedikit kecewa.Yuri mengembangkan senyumannya sangat indah ke arah Kendrick yang tersenyum padanya. Ramah seperti biasa ketika keduanya saling bertemu.“Heum,” Kendrick hanya berdeham padanya dan dia terus berjalan melalui Yuri yang berharap jika Kendrick akan datang pada dirinya. Kendrick malah datang untuk menghampiri Nayara yang dibuatnya terkejut.“Kau ke man
Nayara berbisik ke telinga Kendrick dengan perlahan nan ragu. “Pak, saya ingin ke toilet!" bisiknya dengan wajah yang meringis karena sudah tak tahan menahannya sejak keluar mobil tadi. Kendrick berdehem untuk mengalihkan kekesalannya dan merubahnya menjadi senyuman yang terlihat seperti tengah tersenyum ke arah Nayara. "Kamu ini disaat seperti ini malah ke toilet!” gumamnya dengan tekanan nada yang kesal dan juga mata yang diam-diam memelototi Nayara yang hanya bisa senyum-senyum merasa bersalah padanya. “Maafkan aku, aku janji hanya sebentar. Sekalian aku ingin memperbaiki riasan wajahku!” mohon Nayara yang kini memegangi lengan Kendrick dan memperlihatkan jika dirinya betulan ingin segera pergi ke toilet. Kendrick menghela napas panjangnya dengan wajah yang pasrah. “Ya, sudahlah! Tapi cepatlah kembali padaku!” ujarnya yang akhirnya mau melepask
Nayara dan Kendrick berjalan memasuki gedung acara pernikahan dengan langkah kaki yang sangat elega nan tenang layaknya sepasang terpadu kasih. Kini giliran di dalam gedung untuk kedua kalinya puluhan pasang mata hanya tertuju pada mereka berdua. Namun untuk kali ini Nayara tak terlalu canggung apalagi kaku karena Kendrick telah mengajarinya untuk tetap tenang di dalam pusat perhatian orang banyak dan tetap menampilkan senyuman yang cantiknya. “Wah, Kendrick ternyata kau benar datang?!” seru seseorang yang keluar dari kerumunan dan berjalan menuju ke arahnya sambil memegangi gelas yang masih berisi air berwarna merah di dalamnya. Mungkin pemiliknya hanya baru meminumnya beberapa kali teguk saja. Kendrick segera berbisik ke telinga Nayara sambil berpura-pura tersenyum ke arah orang yang sedang dalam perjalanan menuju ke arahnya. “Dia adalah Keanu, teman satu sekolahku di Amerika. Dia adalah pr
Cukup membutuhkan waktu satu jam saja untuk membuat riasan di wajah Nayara. Usai itu dirinya diantar ke luar ruangan untuk menemui Kendrick yang sedang menunggunya di depan. “Bagaimana Tuan?” tanya seorang pelayan yang sangat ahli di bidang tata rias. Kendrick menganggukan kepalanya dan juga mengacungkan jempolnya yang menandakan jika dirinya suka dengan apa yang menempel di tubuh Nayara saat ini. “Ayo kita segera pergi!” ajak Kendrick yang menengadahkan telapak tangannya untuk digenggam oleh Nayara agar dapat jalan bersama menuju mobil. Nayara mengernyitkan keningnya. Dia memandang ke arah Kendrick dengan tatapan heran. Ini bukan Kendrick yang biasanya. “Ayolah, kau harus berpura-pura menjadi kekasihku satu malam ini demi uang yang sebesar gaji satu bulanmu itu,” goda Kendrik yang membisiki di telinga Nayara. Aroma tubuh Nayara terhirup menelusuk
“Aku akan mengganti waktumu menemaniku di pesta dengan gaji satu bulan kerjamu bagaimana?” kata Kendrick yang akhirnya harus mengeluarkan penawaran yang mungkin tak bisa ditolak oleh Nayara saat ini.Nayara menoleh ke arah Kendrick yang masih memegangi tangannya. Pandangannya seolah kurang jelas mendengarkan dari penawaran dari Kendrick bosnya.Kendrick menganggukkan kepalanya."Kamu akan aku bayar sebanyak satu bulan gajimu bekerja di kantor jika kamu mau menemaniku malam ini di pesta pernikahan temanku!” kata Kedrick yang memperjelas maksudnya dengan raut wajah yang lebih meyakinkan lagi.Nayara mengulum bibirnya ke dalam untuk menahan senyumannya. Dia menjadi sangat bahagia.“Benarkah? Apa tidak akan berubah?”“Sudahlah, ayo pergi!” paksa Kendrick yang langsung menarik Nayara untuk segera keluar dari kantor dan mas
Nayara masih ada di kantor menatap layar komputernya dengan jari tangan yang menari ke sana kemari di atas papan ketik.Dia sedang mengerjakan tugas yang tadi diperintahkan Kendrick pada dirinya. Itu bukakn semua kesalahan dirinya. Bukan dia maksud untuk menyangkalnya. Namun dia tahu betul file yang terakhir dia buat seperti apa mengenai laporan keuangan yang dia buat minggu lalu.Kendrick keluar dari ruangannya. Dia menemukan yang ada di ruangan itu hanya ada Nayara seorang saja. Padahal hari sudah mulai gelap namun Nayara masih berada di depan layar komputernya.“Kenapa kamu tidak pulang?” tanya Kendrick dengan nada yang datar namun dengan wajah yang menatap ke arah punggung Nayara yang menghadap meja kerjanya.“Saya masih harus menyelesaikan tugas yang Bapak perintahkan atas kesalahan yang saya buat!” katanya dengan nada bicara yang kurang enak didengar di telinga Ken