Matahari baru saja terbit di ufuk timur. Perlahan kubuka tirai kamar. Cahayanya menyapu hangat tubuhku. Bermacam tanaman hijau penyejuk mata nampak dari balik jendela kaca kamarku ini. Mas Yuda mendesain kamar ini dengan sempurna. Posisinya sangat pas dengan taman bunga di sampingnya. Dengan cahaya pagi langsung menembus ke dalam ruangan ini. Pagi ini aku akan bersiap hendak menjemput Mas Yuda. Betapa aku sangat merindukan dirinya. Selama ini Mas Yuda telah menjadikan aku ratu dalam hidupnya. Pria itu telah memberiku berbagai macam kejutan indah. Cintanya begitu tulus. Kinilah saatnya aku akan merawatnya dengan baik. Menjadikannya seorang Raja di dalam istanaku. Apapun akan kulakukan demi kesembuhannya. Seberat apapun cobaan akan kuhadapi demi bisa kembali bersamanya seperti dulu. Mungkin Mas Yuda belum bisa mengingatku saat ini. Namun, aku percaya, ini hanya masalah waktu. Allah sedang menguji kesabaranku. Aku akan terus berusaha membuatnya mengingatku. Mengingat moment-moment ind
"Mas Yuda ganti baju dulu! Ini pakaiannya!" pintaku dengan lembut. Masih dengan sikap dinginnya, tanpa menjawab, pria itu meraih pakaian yang ada di tanganku, kemudian mulai memakainya. "Tolong tutup tirainya!" Gegas aku menutup tirai sesuai permintaanya. Astaga! Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup kencang membayangkan apa yang ada di balik tirai ini. Ya Tuhan, begitu merindunya diriku. Ingin rasanya bersandar di dada bidang milik pria yang telah memiliki hatiku ini. "Sudah, Mas?" perlahan kubuka kembali tirai, nampak Mas Yuda telah berganti pakaian dengan baju yang kubawa tadi. Kenapa dia tak pernah mau bertemu mata denganku? "Pagi, Bu Salma! Hari ini Pak Yudatara sudah bisa pulang. Ini obat-obatan yang harus di minum rutin. Ini surat untuk kontrol dua minggu lagi." Seorang perawat masuk membawa obat-obatan Yuda. "Terima kasih, Suster! Untuk makanan Pak Yuda apa saya perlu konsultasi dengan ahli gizi?" "Oh tidak perlu, Bu. Cukup makanan sehat saja. Kondisi Pak Yuda sudah
Mataku melebar saat melihat sebuah mobil yang sangat kukenali telah terparkir di depan rumahku. Mau apa lagi wanita itu datang kemari? Dari mana dia tahu bahwa Mas Yuda pulang hari ini? Setelah mobil berhenti, Pak supir membantu menyiapkan kursi roda untuk Mas Yuda. Bang Safwan tergopoh-gopoh menghampiri kami. Kakak iparku itu membantu memindahkan Mas Yuda ke kursi roda. Kemudian Bang Safwan mendorong kursi roda Mas Yuda menuju pintu masuk rumahku. Mataku menyisir mencari keberadaan Mira. Mobilnya terparkir di sekitar rumahku, pasti wanita itu ada di sekitar sini. "Salma sedang mencari wanita pemilik mobil itu?" tanya Bang Safwan seakan mengerti dengan gerak-gerikku. "Iya, Bang. Dimana perempuan itu?" "Wanita itu yang dulu pernah ke sini bersama suaminya dan mengaku sebagai kakak iparmu. Tadi dia memaksa masuk ke dalam. Aku nggak berani izinkan. Dia marah-marah kemudian memutuskan untuk menunggumu di ruang tamu rumah kost," papar Bang Safwan. "Ya sudah. Suruh ke sini aja, Bang!"
"Yuda ..., kamu ingat aku kan? Aku Mira! Kita dulu saling mencintai." Mira terus memaksa Mas Yuda agar bisa mengingatnya. "Pergi!" tegas Mas Yuda sekali lagi, kemudian suamiku itu beralih menatapku. "Tolong usir perempuan ini. Bikin aku pusing saja!" pinta Mas Yuda. "Baik, Mas. Dengan senang hati," sahutku . "Mira, kamu dengarkan barusan? Sampai kapanpun Mas Yuda tidak akan mengingat masa indahnya bersamamu. Tapi mungkin penghianatan yang telah kamu lakukan padanya yang tak akan bisa dia lupakan. Sekarang pergilah dari rumahku!" "Perempuan sial*n!" umpat Mira dengan wajah merah padam. Sebaiknya aku panggil Bang Safwan saja untuk mengusir Mira. "Ayo bu Mira, silakan keluar! Atau mau saya seret seperti tadi?" Tiba-tiba Bang Safwan sudah muncul dari balik pintu bersama seorang security, kemudian menghampiri wanita gila harta itu. Dengan wajah penuh emosi, Mira melangkah keluar dari rumahku. Kemudian wanita itu pergi melajukan mobilnya. Sungguh drama yang melelahkan. Kasian Mas
POV YUDA Benarkah wanita yang bernama Salma itu adalah istriku? Entah kenapa sejak tiba di rumah ini, aku merasakan sesuatu yang begitu hangat dan lekat. Rasanya sangat tidak asing berada di sini. Wanita yang bernama Mira itu sepertinya bukan orang baik. Aku merasakan kebencian ketika dirinya mendekatiku. Salma masih terlelap di dadaku. Walau terasa masih canggung. Namun aku merasakan adanya getaran yang tak biasa jika berada di dekatnya. Wanita cantik ini sejak awal di rumah sakit telah menggetarkan hatiku. Namun saat itu aku harus waspada pada setiap orang yang aku temui. Menurut wanita yang pernah menemuiku di rumah sakit, Aku hampir terbunuh. Dia bilang, siapapun bisa menjadi tersangka, termasuk Salma. Namun dari pantauanku, Salma tulus padaku. Jika dia memang membunuhku, sudah sejak di rumah sakit dia bisa lakukan. Sangat mudah untuknya membunuh pria lumpuh sepertiku. "Maaas, kamu sudah bangun?" Salma terjaga. Aku tersentak ketika dia langsung mencium pipiku. "Eh, maaf, ak
Pov YudaDengan sabar Salma membantuku turun dari ranjang kemudian duduk di kursi roda. Setelah mengenakan hijabnya kembali, Salma membawaku keluar dari kamar menuju ruang tamu. Dua orang pria tampan yang sepertinya usianya tak jauh dariku berdiri menyambut kedatanganku di ruang tamu. Mereka menatapku hangat, seakan kami sudah begitu dekat. "Hai, Yuda! Apa kabar?" sapa pria yang lebih kekar dan agak gondrong. "Hallo, Bro! Jangan kelamaan sakit, dong! Kasian itu istri cantik dianggurin!"celoteh pria tampan di sebelahnya. Pria ini penampilannya sangat modis seperti artis papan atas. "Elkan, jaga bicaramu! Ingatan Mas Yuda masih belum pulih!" bentak Salma pada pria tampan yang dipanggil Elkan itu. "Tenang Salma, kalau Yuda sampai melupakanmu, ya sudah kamu sama aku aja! Kali ini dia pasti tidak akan keberatan." Elkan terkekeh. Dia masih mencoba menggoda Salma. Kenapa aku tak terima jika ada seseorang yang menggodanya? Apa aku cemburu? "Bagaimana kesehatanmu, Yud? Jika kamu ada wa
Pov Yuda "Bro, kalau kamu masih belum bisa mengingat Salma seutuhnya, tidak apa-apa. Tapi tolong jangan membuatnya terluka. Dia begitu mencintaimu." Elkan nampak serius dengan kata-katanya. "Asal kamu tau, jika Salma tak bertemu kamu lebih dulu? Pasti saat ini dia sudah menjadi istriku." "Apa maksud anda, Tuan Elkan?" sahutku dengan suara meninggi. Entah kenapa aku merasa tak suka melihat kedekatan Elkan dan Salma "Hei, santai, Bro! Aku memang ingin memiliki Salma sejak Almarhum suami pertamanya menitipkan dia padaku. Namun apapun usahaku pasti akan sia-sia. Karena dihatinya hanya ada kamu, Yuda." Penjelasan Elkan membuatku semakin bingung. "Almarhum suaminya?" "Ya, Raihan adalah anak Irsan, suami pertama Salma. Tapi kamu sangat menyayanginya. Irsan dulu kecelakaan dan meninggal saat Salma sedang hamil tua. Irsan menitipkannya padaku. Namun keluarganya menyembunyikanya dariku setelah mereka menerima uang dengan jumlah yang sangat banyak dariku. Dulu mereka memperlakukan Salm
Pov YudaPantas saja waktu itu banyak yang dia tanyakan. Sementara aku tak bisa mengingat apapun. Hingga aku emosi dibuatnya waktu itu. "Aku pikir wanita itu ada maksud jahat pada Mas Yuda. Sepertinya dia mengikuti kami," sahut Salma. Tiba-tiba saja aku merasa sangat pusing. "Mas Yuda kenapa? Mas Yuda pusing, ya?" Salma sangat cemas melihatku memijit kening dan kepalaku. "Iy-iyaaa, kepalaku rasanya nyeri dan berat."jawabku sambil memejamkan mata, berharap rasa sakit ini berkurang. Namun ternyata sakitnya makin hebat. "Kita ke dokter! Elkan, bantu aku bawa Mas Yuda ke mobil. Rein, tolong siapkan mobil!" Salma terlihat sangat panik. Aura kecemasan nampak jelas dari raut wajahnya. Aku terus memegang kepalaku. Di sekitarku terasa seakan berputar. Perlahan Elkan mendorong kursi rodaku. "Tahan ya, Mas. Aku yakin kamu kuat. Sebentar aku ambil tas ke kamar." Astaga! Salma berlari menuju kamar. Bukankah dia sedang hamil? "Salma ... Salma! Jangan lari! kamu sedang hamil!" Aku berteria
"Mas, sepertinya lagi banyak tamu." Langkah Seruni terhenti ketika hendak masuk ke dalam rumah bersama Elkan. "Mereka semua kakak-kakakku. Ayo kita masuk!" Seruni merasa ciut ketika melihat penampilan kakak-kakak Elkan dan keponakannya yang glamour dan elegan. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana. "Kenapa? Takut? Atau malu?" bisik Elkan saat Seruni menolak untuk masuk ke dalam. Seruni menggeleng dengan wajah pucat. Ia takut tidak diterima oleh keluarga besar suaminya. "Ayo Sayang ...!" Seruni menunduk menatap pakaiannya. Untunglah di mall tadi dia sudah berganti pakaian dengan yang baru. Kemeja dan kulot berbahan silk import yang sempat membuat Seruni ternganga melihat harganya. Setelah menarik napas panjang, Seruni menggandeng tangan Elkan untuk masuk ke dalam. "Selamat malam semua ...!" sapa Elkan pada keluarga besarnya yang sedang berbincang di ruang tamu. "Malam ..., nah ini dia yang ditunggu-tunggu2 sudah datang." Semua menoleh ke arah pintu. Seruni m
"Kami akan mengundang kalian di acara resepsi kami minggu depan." Elkan menyerahkan sebuah undangan berwarna perak. "Resepsi?" Salma masih memandang heran dengan keduanya. "Syukurlah. Akhirnya kamu menikah juga. Aku pikir kamu akan seperti Rein." Yuda tertawa lega. Elkan tersenyum namun sesekali masih mencuri-curi memandang Salma dengan lekat. Hal ini pun tidak luput dari penglihatan Seruni dan Yuda. Mereka berbincang hangat. Seruni sesekali ikut tertawa, menjawab secukupnya jika ada yang bertanya. Kesan pertama Seruni pada Salma adalah seorang wanita yang lembut dan ramah. Sungguh Seruni sangat kagum pada sahabat suaminya itu. Seruni pun merasa ada sesuatu antara suaminya dengan Salma. Namun entahlah, dia belum bisa menerka-nerka. Seruni melihat tatapan yang berbeda dari suaminya saat memandang Salma. Raihan dan Maina pun sangat akrab dengan Elkan. Seruni juga melihat suaminya itu sudah sangat familiar dengan lingkungan di rumah itu. Termasuk para pelayannya. Namun Seruni melih
"Elkan .. , akhirnya kamu datang," ucap Salma. Sungguh ia tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Elkan spontan berdiri, lalu menatap wanita yang hampir menjadi istrinya itu dengan lekat. Semua kenangan itu langsung terlintas begitu saja di benaknya. Banyak waktu yang telah mereka lalui bersama. Kenangan itu masih sangat segar di ingatannya. Salma pun demikian. Ia mampu melewati masa-masa sulitnya bersama Elkan. Pria yang mau menemaninya di saat dirinya tak punya siapa-siapa. Pria yang selalu menyemangatinya di saat dirnya lemah. Entah apa yang terjadi jika tak ada Elkan di dekatnya waktu itu. Elkan bahkan mau berkorban demi kebahagiaannya dan Yuda. Seruni merasakan ada sesuatu diantara suaminya dan wanita yang dipanggil Salma itu. Wanita berhijab yang sangat cantik dan anggun. Seruni sempat kagum pada kecantikan wajah Salma yang begitu menenangkan.. "Om Elkan, ayo kita masuk!" Yumaina menarik lengan kekar Elkan untuk masuk ke ruang tamu. "Astaghfirullah ... Sampai l
"Maaf, ya ...! Maaf ...! Saya permisi dulu. Istri saya sudah menunggu!" "Apaa? Istri?" "Mas Elkan becanda ya? "Memangnya Mas Elkan sudah punya istri?" Para wanita penggemar Elkan itu bukannya menjauh, malah semakin penasaran ketika Elkan mengatakan ditunggu istrinya. "Oke ... oke, Aku akan perkenalkan istriku pada kalian." Elkan berkata seraya tersenyum menatap istrinya yang sedang cemberut sejak tadi. Mata Seruni melebar mendengar ucapan Elkan. Wanita itu lantas memberi kode dengan tangannya agar suaminya itu tidak melakukannya. Dia belum siap jika Elkan memperkenalkan dirinya sebagai istrinya di depan umum. "Yang mana istrinya Mas Elkan?" "Ayo dong Mas kenalin sama kita-kita!" Para wanita itu penasaran sambil memandang sekeliling. Elkan tak menyia-nyiakan kesempatan itu, perlahan melangkah menuju meja Seruni. Para Wanita itu terus memperhatikan Elkan yang ternyata menghampiri seorang gadis remaja yang sangat cantik walau tanpa riasan wajah. Gadis dengan rambut panjangnya
"Mas, kita ke mall ini?" Seruni memandang takjub mall besar dan megah di hadapannya. "Iya. kita parkir mobil dulu." Mobil Elkan baru saja memasuki Mall besar di daerah cassablanca. Karena akhir pekan, mall itu tampak sangat ramai pengunjung. Bahkan untuk masuk mencari parkir saja harus sabar mengantri. "Mau nonton dulu, atau belanja?" "Nonton bioskop, Mas? Wah, pasti bioskopnya bagus banget di sini." Elkan terkekeh melihat kepolosan Seruni. Gadis yang unik, namun sangat menyenangkan.. "Aku belanja apa lagi sih, Mas?" "Kata Mama, pakaian kamu itu standar remaja banget modelnya. Nanti orang-orang pikir aku ini bukan suamimu. Tapi Bapakmu." Mereka terbahak-bahak. "Tapi aku enggak ngerti model, Mas." "Gampang. Nanti minta bantuin manager tokonya." Setelah memarkir mobil, Elkan membawa Seruni masuk ke dalam mall. Nampak banyak muda mudi yang berpasangan menghabiskan waktu berakhir pekan. Seruni bergelayut manja pada lengan Elkan. Sesekali berdecak kagum melihat kemegahan mall ya
"Loh, Seruni kamu ngapain di sini?" Bu Astrid menegur Seruni yang berada di dapur. "Selamat pagi, Ma. Aku lagi masak sarapan untuk Mas," sahut Seruni tenang. Ia tak menyadari kalau Bu Astrid sudah melotot pada beberapa pelayan di sana. "M-maaf nyonya. Kami tadi sudah melarang. Tapi Non Seruni tetap mau di sini," sahut salah seorang pelayan. "Nggak apa-apa, Ma. Runi sejak kemarin nggak ngapa-ngapain. Bingung, cuma makan dan tidur aja," jelas Seruni sambil mengupas udang di wastafel. Nyonya Astrid hanya menggeleng-geleng kepala, lalu berjalan meninggalkan dapur, kemudian menghampiri putranya yang sedang minum kopi di teras samping. "Elkan, istrimu itu sebaiknya kuliah saja. Sepertinya dia jenuh di rumah." "Apa? Kuliah? Bagaimana nanti jika ada pria seumurannya yang tertarik dengannya?" pikir Elkan dalam hati. Pasti akan banyak pria yang akan tertarik dengan istrinya yang cantik itu. "Elkan, kok malah ngelamun? Kamu setuju, kan?" "Ya nanti aku bicarakan dulu dengan Seruni, Ma."
"M-massshh ...!" Lagi-lagi Seruni mengigau menyebut kata 'mas'. Suara Seruni hampir mirip seperti desahan di telinga Elkan. Hingga membuat miliknya memberontak di bawah sana. Elkan tak mungkin melakukannya disaat istrinya tertidur. Dia tak bisa membayangkan gadis itu akan terkejut bahkan mungkin berteriak di saat terjaga nanti. Elkan geleng-geleng kepala. Saat ini dia hanya bisa menikmati pelukan Seruni yang cukup erat. Hembusan napas gadis itu menyapu hangat wajahnya. Kini mereka saling berhadapan dan sangat dekat. Elkan mulai bergerak gelisah. Rasa lapar yang tadi menyerangnya kini berubah menjadi rasa yang berbeda. Perlahan didekatkan wajahnya pada Seruni hingga mereka nyaris tak berjarak. Elkan memberanikan diri mengecup singkat bibir ranum milik istrinya. Cukup singkat, namun berkali-kali. Setelah menarik napas panjang, Elkan mencoba untuk mengecupnya lebih lama. Mungkin sedikit melumatnya dengan lembut tidak akan membuat istrinya itu terjaga. Bagai kecanduan, Elkan tak ma
"Ini kamar Mas?" Seruni memandang takjub kamar yang begitu besar, bahkan lebih besar dari rumah mereka di desa. Kamar yang menyatu dengan ruang kerja Elkan itu dilengkapi dengan berbagai elektronik dan perabot mewah. "Iya. Ini rumah orang tua Mas. Semua fasilitas di rumah ini milik Mama dan Papa. Kalau rumah Mas tidak sebesar ini." Elkan duduk di tepi ranjang. Memandang Seruni yang masih terkagum-kagum dengan kamar mewah mirip hotel kelas bintang lima itu. Elkan tersenyum melihat wajah Seruni yang sedang terpesona. "Aku berasa mimpi bisa tidur di kamar ini, Mas." . Elkan langsung teringat sesuatu setelah mendengar ucapan Seruni. Tidur di kamar ini berdua dengan Seruni tentu sangat indah. Ini pasti akan menjadi malam pertamanya yang luar biasa. Pikiran liar pria tampan itu langsung travelling ke mana-mana. Mungkin setelah ini ia akan mengajak Seruni membeli beberapa pakaian, termasuk beberapa pakaian tidur yang sexy dan transparan. Elkan meneguk salivanya saat membayangkan Seruni
Elkan menggandeng Seruni yang nampak sangat gugup. Ia melihat Seruni tidak percaya diri dengan penampilannya yang sangat sederhana. "Selamat datang Tuan muda!" seorang wanita paruh baya membuka pintu dan mempersilakan Elkan dan Seruni masuk. "Mama Papa di mana, Mbok?" "Ada di ruang keluarga, Tuan." Mbok Asih, salah satu asisten rumah tangga mereka memandang Seruni dengan penuh tanda tanya. Selama bertahun-tahun bekerja di rumah orang tua Elkan, baru kali ini anak majikannya itu membawa wanita ke rumah. "Ini Seruni, Mbok. Istriku." Seruni mengangguk seraya tersenyum pada Mbok Asih." "Oalaaah, nikahannya jadi, toh waktu itu? Mbok kirain nggak jadi gara-gara nyonya dan tuan nggak bisa hadir. ya sudah sana cepat dikenali istrinya!" "Iya, Mbok. Seruni memandang Elkan penuh tanda tanya. ia tak mengerti apa yang dibicarakan Mbok Asih. Elkan pun blm sempat membicarakannya. "Yuk kita ke atas. Mama dan Papaku di sana." Seruni memandang setiap foto yang ia jumpai. Ada beberapa fot