POV Elkan Begitu banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan dalam beberapa hari ini. Beberapa klien yang harus aku temui karena beberapa kasus yang belum terselesaikan. Seorang artis ternama ibu kota memintaku untuk menyelesaikan kasusnya, membuatku tak luput dari para infotaiment yang sengaja mencari berita tentang klienku itu. Sebenarnya bukan hanya kali ini aku memiliki klien orang-orang terkenal. Namun kasus yang cukup besar ini melibatkan para pengusaha muda sukses yang juga sedang viral di negara ini. Hampir setiap hari namaku di sebut-sebut oleh pencari berita. Bahkan mereka sampai menduga aku ada main dengan sang artis. Benar-benar unik dunia selebritis ini. [ Elkan, aku ingin bertemu siang ini. Aku tunggu di apartemen. Luna] Panjang umur, ternyata si artis yang sedang ada dalam pikiranku meminta untuk bertemu. Padahal baru tadi pagi aku bertemu dengan asistennya. Aku tidak mungkin bisa menolak. "Tuan Elkan, ada seorang wanita mencari Tuan." Seorang pelayan menghampirik
POV Elkan"Hai tampan!" Kedatangan Luna membuyarkan lamunanku. Artis cantik itu mencium pipi kiri dan kananku. "Wauw ... ck ,ck,ck ...!" Aku berdecak kagum melihat penampilan yang cantik dan seksi di hadapanku. Luna tampak sangat cantik dengan dress selututnya. Wanita berdarah campuran Indonesia Belanda itu selalu tampil memukau. Pantas saja jobnya sebagai model papan atas dan pemain sineton terus berdatangan. Hingga membuat penghasilannya sebagai artis melambung tinggi. Hal ini yang membuat para artis lainnya iri karena tersingkirkan. "Ayo berangkat!" Ajaknya seraya menyelipkan tangannya dibalik lenganku. Luna bergelayut manja padaku. Bagaimana tidak para netizen ramai membicarakan kedekatan kami berdua. Luna seolah mempertontonkan kemesraan kami kepada semua orang. "Naik mobilku saja!" pintanya. "Its oke." Sebuah mobil sport keluaran terbaru seharga dua kali lipat dari mobil sportku, berhenti di depan kami. Seorang supir turun dari pintu kemudi dan membukakan pintu belakanh
Pov Elkan"Terimakasih sudah menemaniku hari ini, El."Luna mengecup kedua pipiku ketika hendak pamit meninggalkan apartemennya Aku tersenyum pada model cantik yang memiliki tinggi di atas rata-rata untuk seukuran wanita itu. "Aku pamit, ya!" ucapku membalikkan badan. Luna melambaikan tangannya ketika aku melangkah keluar dari apartemennya. Siang tadi, setelah lelah menghindari beberapa wartawan dan stasiun TV di restoran itu, aku dan Luna melanjutkan ke lokasi pemotretan. Sebenarnya aku sudah menolak karena pembicaraan kami tentang kasusnya sudah selesai. Akan tetapi Luna memaksa agar aku ikut dengannya. Lagi-lagi model cantik itu mempertontonkan kedekatannya denganku di lokasi syuting. Semoga saja tidak sampai ke telinga Salma. Ya ampun, kenapa selalu Salma yang ada dalam pikiranku.Aku meraih ponsel dari dalam saku jas. Beberapa pesan dan panggilan masuk dari Mira. Wanita itu pasti sangat mengharapkan sekali aku datang. [ Aku tunggu kamu malam ini. Jangan sampai tidak datang
Pov Elkan"Bagaimana Elkan? Apa kamu bisa membantuku?" Aku ingin semua aset Yuda berpindah ke tanganku. Dengar ya, ke tanganku, bukan tangan Rio!" tegas wanita yang mulai menggerayangiku ini. Dia pikir aku akan tertarik dengannya Entah kenapa sejak bertemu Salma, tidak ada seorang wanita pun yang menarik perhatianku. Termasuk para model atau artis papan atas sekalipun. Tidak ada yang istimewa seperti Salma. Mungkin Mira berpikir aku ini adalah laki-laki yang mudah bermain dengan wanita. Tidak taukah dia selama ini aku dan Yuda mati-matian menjaga keperjakaan kami? Beruntung Yuda sudah memiliki istri secantik Salma. Dan sialnya lagi, kita mencintai wanita yang sama. "Elkan ..., kenapa diam? Apa kamu sanggup? Aku tau, sebagai pengacara Yuda, pasti kamu tau di mana semua dokumen-dokumen penting itu. Kamu juga pasti tau caranya bagaimana memenuhi permintaanku tadi." Mira menatapku penuh harap. Aku tersenyum di depannya. Walau sesungguhnya sangat geram dengan perempuan licik ini. "Mir
"Elkan, kamu kenapa? Kamu ada di mana sekarang?" sahutku menerima panggilan ponsel dari Elkan. Sungguh Aku sangat khawatir karena dari suaranya, sepertinya Elkan sedang tidak baik-baik saja. "Salma, t-tolong aku!" Terdengar hembusan napas Elkan yang tersengal. Suaranya terasa berat di telingaku. Kenapa dia sebenarnya? Apa yang terjadi? Napasku memburu. Pikiran-pikiran buruk terus terlintas dikepalaku. Kenapa aku sepanik ini? "El, cepat katakan padaku! Kamu ada di mana? Kamu kenapa?" Aku semakin khawatir karena dia terus meracau tanpa mengatakan keberadaannya. "Aku di rumah, Aku butuh kamu di sini, Salma. Tolong Aku!" Rumah? Astaga! Selama ini aku tidak pernah tahu Elkan tinggal di mana. Selama ini Mas Yuda belum pernah mengajakku ke rumah sahabatnya itu. Bagaimana ini? Sebaiknya aku minta tolong dokter Mariska saja. Semoga saja dokter cantik itu tahu alamat rumah Elkan. Bukankah mereka pernah dekat? Setelah memutuskan panggilan dari Elkan, segera kutekan kontak bernama do
Dokter cantik itu menatapku penuh harap, agar aku dapat menolongnya. Perlahan aku masuk ke kamar yang berukuan besar dan sangat mewah itu. Aku mendekati Elkan yang terus meracau meyebut namaku berkali-kali. "Aku bukan Salma, Elkan! Aku Mariska!" Dokter Mariska terus mencoba menyadarkan Elkan yang sepertinya mabuk. "Elkan, hentikan! Kamu menyakiti dokter Mariska!'" Aku memberanikan diri untuk menghentikan perlakuan bejat itu Seketika Elkan berhenti. Kemudian secara perlahan dia membalikkan badan. Kini laki-laki itu berada beberapa langkah tepat di depanku. "S-Salma ... kamu datang, Sayang. Ini benar-benat kamu, kan?" Elkan mulai melangkah untuk lebih dekat denganku. "STOP!" teriakku histeris ketika melihat Elkan mulai mendekatiku dengan tatapan penuh hasrat. Elkan seketika menghentikan langkahnya. "Salma ... tidakkah kamu rindu padaku? Bertahun-tahun aku mencarimu. Irsan benar-benar meninggalkan seorang istri yang istimewa untukku. Tapi kenapa .... kenapa kamu malah menikah de
Matahari baru saja terbit di ufuk timur. Perlahan kubuka tirai kamar. Cahayanya menyapu hangat tubuhku. Bermacam tanaman hijau penyejuk mata nampak dari balik jendela kaca kamarku ini. Mas Yuda mendesain kamar ini dengan sempurna. Posisinya sangat pas dengan taman bunga di sampingnya. Dengan cahaya pagi langsung menembus ke dalam ruangan ini. Pagi ini aku akan bersiap hendak menjemput Mas Yuda. Betapa aku sangat merindukan dirinya. Selama ini Mas Yuda telah menjadikan aku ratu dalam hidupnya. Pria itu telah memberiku berbagai macam kejutan indah. Cintanya begitu tulus. Kinilah saatnya aku akan merawatnya dengan baik. Menjadikannya seorang Raja di dalam istanaku. Apapun akan kulakukan demi kesembuhannya. Seberat apapun cobaan akan kuhadapi demi bisa kembali bersamanya seperti dulu. Mungkin Mas Yuda belum bisa mengingatku saat ini. Namun, aku percaya, ini hanya masalah waktu. Allah sedang menguji kesabaranku. Aku akan terus berusaha membuatnya mengingatku. Mengingat moment-moment ind
"Mas Yuda ganti baju dulu! Ini pakaiannya!" pintaku dengan lembut. Masih dengan sikap dinginnya, tanpa menjawab, pria itu meraih pakaian yang ada di tanganku, kemudian mulai memakainya. "Tolong tutup tirainya!" Gegas aku menutup tirai sesuai permintaanya. Astaga! Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup kencang membayangkan apa yang ada di balik tirai ini. Ya Tuhan, begitu merindunya diriku. Ingin rasanya bersandar di dada bidang milik pria yang telah memiliki hatiku ini. "Sudah, Mas?" perlahan kubuka kembali tirai, nampak Mas Yuda telah berganti pakaian dengan baju yang kubawa tadi. Kenapa dia tak pernah mau bertemu mata denganku? "Pagi, Bu Salma! Hari ini Pak Yudatara sudah bisa pulang. Ini obat-obatan yang harus di minum rutin. Ini surat untuk kontrol dua minggu lagi." Seorang perawat masuk membawa obat-obatan Yuda. "Terima kasih, Suster! Untuk makanan Pak Yuda apa saya perlu konsultasi dengan ahli gizi?" "Oh tidak perlu, Bu. Cukup makanan sehat saja. Kondisi Pak Yuda sudah
"Mas, sepertinya lagi banyak tamu." Langkah Seruni terhenti ketika hendak masuk ke dalam rumah bersama Elkan. "Mereka semua kakak-kakakku. Ayo kita masuk!" Seruni merasa ciut ketika melihat penampilan kakak-kakak Elkan dan keponakannya yang glamour dan elegan. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana. "Kenapa? Takut? Atau malu?" bisik Elkan saat Seruni menolak untuk masuk ke dalam. Seruni menggeleng dengan wajah pucat. Ia takut tidak diterima oleh keluarga besar suaminya. "Ayo Sayang ...!" Seruni menunduk menatap pakaiannya. Untunglah di mall tadi dia sudah berganti pakaian dengan yang baru. Kemeja dan kulot berbahan silk import yang sempat membuat Seruni ternganga melihat harganya. Setelah menarik napas panjang, Seruni menggandeng tangan Elkan untuk masuk ke dalam. "Selamat malam semua ...!" sapa Elkan pada keluarga besarnya yang sedang berbincang di ruang tamu. "Malam ..., nah ini dia yang ditunggu-tunggu2 sudah datang." Semua menoleh ke arah pintu. Seruni m
"Kami akan mengundang kalian di acara resepsi kami minggu depan." Elkan menyerahkan sebuah undangan berwarna perak. "Resepsi?" Salma masih memandang heran dengan keduanya. "Syukurlah. Akhirnya kamu menikah juga. Aku pikir kamu akan seperti Rein." Yuda tertawa lega. Elkan tersenyum namun sesekali masih mencuri-curi memandang Salma dengan lekat. Hal ini pun tidak luput dari penglihatan Seruni dan Yuda. Mereka berbincang hangat. Seruni sesekali ikut tertawa, menjawab secukupnya jika ada yang bertanya. Kesan pertama Seruni pada Salma adalah seorang wanita yang lembut dan ramah. Sungguh Seruni sangat kagum pada sahabat suaminya itu. Seruni pun merasa ada sesuatu antara suaminya dengan Salma. Namun entahlah, dia belum bisa menerka-nerka. Seruni melihat tatapan yang berbeda dari suaminya saat memandang Salma. Raihan dan Maina pun sangat akrab dengan Elkan. Seruni juga melihat suaminya itu sudah sangat familiar dengan lingkungan di rumah itu. Termasuk para pelayannya. Namun Seruni melih
"Elkan .. , akhirnya kamu datang," ucap Salma. Sungguh ia tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Elkan spontan berdiri, lalu menatap wanita yang hampir menjadi istrinya itu dengan lekat. Semua kenangan itu langsung terlintas begitu saja di benaknya. Banyak waktu yang telah mereka lalui bersama. Kenangan itu masih sangat segar di ingatannya. Salma pun demikian. Ia mampu melewati masa-masa sulitnya bersama Elkan. Pria yang mau menemaninya di saat dirinya tak punya siapa-siapa. Pria yang selalu menyemangatinya di saat dirnya lemah. Entah apa yang terjadi jika tak ada Elkan di dekatnya waktu itu. Elkan bahkan mau berkorban demi kebahagiaannya dan Yuda. Seruni merasakan ada sesuatu diantara suaminya dan wanita yang dipanggil Salma itu. Wanita berhijab yang sangat cantik dan anggun. Seruni sempat kagum pada kecantikan wajah Salma yang begitu menenangkan.. "Om Elkan, ayo kita masuk!" Yumaina menarik lengan kekar Elkan untuk masuk ke ruang tamu. "Astaghfirullah ... Sampai l
"Maaf, ya ...! Maaf ...! Saya permisi dulu. Istri saya sudah menunggu!" "Apaa? Istri?" "Mas Elkan becanda ya? "Memangnya Mas Elkan sudah punya istri?" Para wanita penggemar Elkan itu bukannya menjauh, malah semakin penasaran ketika Elkan mengatakan ditunggu istrinya. "Oke ... oke, Aku akan perkenalkan istriku pada kalian." Elkan berkata seraya tersenyum menatap istrinya yang sedang cemberut sejak tadi. Mata Seruni melebar mendengar ucapan Elkan. Wanita itu lantas memberi kode dengan tangannya agar suaminya itu tidak melakukannya. Dia belum siap jika Elkan memperkenalkan dirinya sebagai istrinya di depan umum. "Yang mana istrinya Mas Elkan?" "Ayo dong Mas kenalin sama kita-kita!" Para wanita itu penasaran sambil memandang sekeliling. Elkan tak menyia-nyiakan kesempatan itu, perlahan melangkah menuju meja Seruni. Para Wanita itu terus memperhatikan Elkan yang ternyata menghampiri seorang gadis remaja yang sangat cantik walau tanpa riasan wajah. Gadis dengan rambut panjangnya
"Mas, kita ke mall ini?" Seruni memandang takjub mall besar dan megah di hadapannya. "Iya. kita parkir mobil dulu." Mobil Elkan baru saja memasuki Mall besar di daerah cassablanca. Karena akhir pekan, mall itu tampak sangat ramai pengunjung. Bahkan untuk masuk mencari parkir saja harus sabar mengantri. "Mau nonton dulu, atau belanja?" "Nonton bioskop, Mas? Wah, pasti bioskopnya bagus banget di sini." Elkan terkekeh melihat kepolosan Seruni. Gadis yang unik, namun sangat menyenangkan.. "Aku belanja apa lagi sih, Mas?" "Kata Mama, pakaian kamu itu standar remaja banget modelnya. Nanti orang-orang pikir aku ini bukan suamimu. Tapi Bapakmu." Mereka terbahak-bahak. "Tapi aku enggak ngerti model, Mas." "Gampang. Nanti minta bantuin manager tokonya." Setelah memarkir mobil, Elkan membawa Seruni masuk ke dalam mall. Nampak banyak muda mudi yang berpasangan menghabiskan waktu berakhir pekan. Seruni bergelayut manja pada lengan Elkan. Sesekali berdecak kagum melihat kemegahan mall ya
"Loh, Seruni kamu ngapain di sini?" Bu Astrid menegur Seruni yang berada di dapur. "Selamat pagi, Ma. Aku lagi masak sarapan untuk Mas," sahut Seruni tenang. Ia tak menyadari kalau Bu Astrid sudah melotot pada beberapa pelayan di sana. "M-maaf nyonya. Kami tadi sudah melarang. Tapi Non Seruni tetap mau di sini," sahut salah seorang pelayan. "Nggak apa-apa, Ma. Runi sejak kemarin nggak ngapa-ngapain. Bingung, cuma makan dan tidur aja," jelas Seruni sambil mengupas udang di wastafel. Nyonya Astrid hanya menggeleng-geleng kepala, lalu berjalan meninggalkan dapur, kemudian menghampiri putranya yang sedang minum kopi di teras samping. "Elkan, istrimu itu sebaiknya kuliah saja. Sepertinya dia jenuh di rumah." "Apa? Kuliah? Bagaimana nanti jika ada pria seumurannya yang tertarik dengannya?" pikir Elkan dalam hati. Pasti akan banyak pria yang akan tertarik dengan istrinya yang cantik itu. "Elkan, kok malah ngelamun? Kamu setuju, kan?" "Ya nanti aku bicarakan dulu dengan Seruni, Ma."
"M-massshh ...!" Lagi-lagi Seruni mengigau menyebut kata 'mas'. Suara Seruni hampir mirip seperti desahan di telinga Elkan. Hingga membuat miliknya memberontak di bawah sana. Elkan tak mungkin melakukannya disaat istrinya tertidur. Dia tak bisa membayangkan gadis itu akan terkejut bahkan mungkin berteriak di saat terjaga nanti. Elkan geleng-geleng kepala. Saat ini dia hanya bisa menikmati pelukan Seruni yang cukup erat. Hembusan napas gadis itu menyapu hangat wajahnya. Kini mereka saling berhadapan dan sangat dekat. Elkan mulai bergerak gelisah. Rasa lapar yang tadi menyerangnya kini berubah menjadi rasa yang berbeda. Perlahan didekatkan wajahnya pada Seruni hingga mereka nyaris tak berjarak. Elkan memberanikan diri mengecup singkat bibir ranum milik istrinya. Cukup singkat, namun berkali-kali. Setelah menarik napas panjang, Elkan mencoba untuk mengecupnya lebih lama. Mungkin sedikit melumatnya dengan lembut tidak akan membuat istrinya itu terjaga. Bagai kecanduan, Elkan tak ma
"Ini kamar Mas?" Seruni memandang takjub kamar yang begitu besar, bahkan lebih besar dari rumah mereka di desa. Kamar yang menyatu dengan ruang kerja Elkan itu dilengkapi dengan berbagai elektronik dan perabot mewah. "Iya. Ini rumah orang tua Mas. Semua fasilitas di rumah ini milik Mama dan Papa. Kalau rumah Mas tidak sebesar ini." Elkan duduk di tepi ranjang. Memandang Seruni yang masih terkagum-kagum dengan kamar mewah mirip hotel kelas bintang lima itu. Elkan tersenyum melihat wajah Seruni yang sedang terpesona. "Aku berasa mimpi bisa tidur di kamar ini, Mas." . Elkan langsung teringat sesuatu setelah mendengar ucapan Seruni. Tidur di kamar ini berdua dengan Seruni tentu sangat indah. Ini pasti akan menjadi malam pertamanya yang luar biasa. Pikiran liar pria tampan itu langsung travelling ke mana-mana. Mungkin setelah ini ia akan mengajak Seruni membeli beberapa pakaian, termasuk beberapa pakaian tidur yang sexy dan transparan. Elkan meneguk salivanya saat membayangkan Seruni
Elkan menggandeng Seruni yang nampak sangat gugup. Ia melihat Seruni tidak percaya diri dengan penampilannya yang sangat sederhana. "Selamat datang Tuan muda!" seorang wanita paruh baya membuka pintu dan mempersilakan Elkan dan Seruni masuk. "Mama Papa di mana, Mbok?" "Ada di ruang keluarga, Tuan." Mbok Asih, salah satu asisten rumah tangga mereka memandang Seruni dengan penuh tanda tanya. Selama bertahun-tahun bekerja di rumah orang tua Elkan, baru kali ini anak majikannya itu membawa wanita ke rumah. "Ini Seruni, Mbok. Istriku." Seruni mengangguk seraya tersenyum pada Mbok Asih." "Oalaaah, nikahannya jadi, toh waktu itu? Mbok kirain nggak jadi gara-gara nyonya dan tuan nggak bisa hadir. ya sudah sana cepat dikenali istrinya!" "Iya, Mbok. Seruni memandang Elkan penuh tanda tanya. ia tak mengerti apa yang dibicarakan Mbok Asih. Elkan pun blm sempat membicarakannya. "Yuk kita ke atas. Mama dan Papaku di sana." Seruni memandang setiap foto yang ia jumpai. Ada beberapa fot