.
.
.
Minggu telah berganti minggu, sudah genap satu bulan Jayden meninggalkan pulau Henai dan tidak pernah kembali kesana. Bibi Hans yang mengetahui hal itu merasa sangat janggal tetapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa karena dirinya hanya seorang kepala pelayan.
Beberapa kali ia memang sempat menghubungi kediaman Blue Ocean Hill, tetapi dia selalu mendapat cerita bahwa Tuan-nya itu sangat amat sibuk di ruang kerjanya. Padahal sebetulnya, Jayden tidak perlu melakukan semua hal itu. Biasanya, ia selalu mengecek perusahaannya dari email atau dokumen yang dibawa Suseno ke pulau Henai. Tetapi sekarang, sang Tuan malah mengerjakannya di pusat kota seakan ia sedang menghindari sesuatu di Pulau Henai. Apakah sebenarnya Tuan dan Nyonya-nya itu sedang bertengkar? Batinnya dalam hati sembari melihat Mawar yang terus belajar dengan para guru disana.
Mawar, sang Nyonya, sekarang tidak pernah menanyakan tentang sang Tuan lagi. Seingatnya, terakhir kali
. . . Malam harinya di pusat kota, Jayden masih saja sibuk dengan dokumen-dokumen miliknya. Beberapa kali, ia mendapatkan panggilan dari Suseno tetapi ia selalu menolaknya. Kali ini, Jayden benar-benar hanya ingin menyibukkan diri saja supaya ia tidak kembali marah dengan wanita di Pulau Henai itu. Sudah cukup Mawar mengacaukan dunianya. Saat ia sedang duduk di kursi kerja miliknya, tiba-tiba saja Suseno menghampirinya. Bukankah dia sudah menolak panggilan dari asistennya itu? Tetapi mengapa asistennya itu malah datang ke ruangannya?! Batin Jayden dengan sedikit rasa jengkel dihatinya. Dengan berat hati, ia lalu bertanya kepada sahabatnya itu. “Ada apa lagi? Jangan ingatkan aku lagi pada pulau Henai. Apa kau mengerti?!” Jayden menutup berkas terakhirnya lalu ia beranjak dari sana. “Oh. Tidak Jay. Aku tidak mau mengingatkanmu soal pulau Henai. Hanya saja, aku ingin mengajakmu bersenang-senang. Apa kau mau?” Suseno lalu mengedipkan matan
. . . Tok! Tok! Tok! Sebuah ketukan pada pintu kaca mobil miliknya menyadarkan Jayden dari lamunannya. “Jay. Kau sedang mabuk. Biarkan aku menggantikanmu menyetir.” Suseno telah bersiap untuk membuka pintu pengemudi pada mobil Porsche itu. Tetapi Jayden kemudian menghentikannya. “Tidak usah. Aku akan pulang. Semua urusan di pusat kota, kau yang tangani.” Setelah berkata demikian, Jayden lalu menyalakan tombol pada starter mobilnya dan melaju dari sana dengan kencang. Disitu, diparkiran Club malam, Suseno mengedip-ngedipkan matanya. Apakah dirinya baru saja ditinggalkan begitu saja disana? Lalu bagaimana cara dia pulang? Batinnya lalu berusaha mengejar mobil itu. “Jay, Jay. Tunggu aku! Sial! Apa kau meninggalkanku begitu saja hah?!” Ter-engah-engah, Suseno mengatur nafasnya. Melihat ke kanan dan ke kiri, dia lalu melihat sebuah mobil sedan hendak keluar dari sana. Mungkin, dia bisa menumpang? Batinnya dalam hati sebelum
. . . “Bos. Bagaimana kondisi tangan anda?” Seorang anak buah hari ini berkunjung ke kediaman Rasyid yang ada di pinggiran kota itu. “Sudah lebih baik. Bagaimana yang lainnya?” Sahut Rasyid balik bertanya kepada anak buahnya itu. “Sudah lebih baik juga Bos. Hanya beberapa orang saja yang mengalami retak dan patah tulang. Tetapi sebentar lagi, mereka pasti akan sembuh.” Anak buah itu menjelaskan situasi yang ia ketahui kepada Rasyid yang masih berbaring di ranjangnya. “Baiklah. Apakah kau ada kabar yang lainnya?” Rasyid kemudian bertanya kepada anak buahnya itu. Sudah sebulan, ia menyuruh orang untuk mengawasi Blue Ocean Hill dari jarak jauh. Dan ia ingin mendengar berita tentang kediaman misterius itu. “Tidak ada Bos. Penguasa itu bahkan tidak pernah keluar rumah. Hanya beberapa karyawannya yang datang untuk mengirimkan dokumen-dokumen. Lalu…” “Lalu apa? Cepat katakan!” Rasyid menjadi tidak sabar karena anak buahnya itu
. . . Di Pulai Henai, pada pukul 01.00 dini hari, sebuah pesawat terdengar telah mendarat di landasan yang berada tidak jauh dari rumah pantai itu. Bibi Hans yang mendengarnya seketika terbangun dan langsung membuka pintu utama di rumah besar itu. Ia tahu sang Tuan pasti telah datang. Sambil menengok ke arah beranda, ia terus memperhatikan arah jalan yang saat ini telah menampilkan sosok yang sangat dikenalnya. Benar, itu tuannya! Dengan setelan menawan, tuannya itu dengan gagah menyingsingkan jaketnya dan berjalan untuk menuju ke arah rumah itu. Seperti biasanya, tuan-nya itu begitu tampan dan bahkan sangat tampan. Sangat cocok sekali bersanding dengan Nyonya-nya yang begitu cantik. Apabila Nyonya-nya hamil, pasti mereka berdua memiliki anak yang sangat rupawan. Batin bibi Hans di dalam hati sebelum ia menyapa sang Tuan yang baru tiba itu. “Selamat malam Tuan.” Bibi Hans lalu menyapa kedatangannya. “Selamat malam Bi. Dimana Mawar?” Ja
...Siang hari tampak begitu terik di pusat kota. Suasana panas itu pula yang dirasakan oleh Rasyid yang masih tidak tahu keberadaan Mawar. Ia bingung sekali. Ditemani oleh calon kakek mertuanya, ia saat ini sedang berada di ruang tamu untuk menerima informasi dari detektif swasta yang beberapa waktu lalu sempat disewanya.“Informasi apa yang kau dapatkan?” Rasyid bertanya dengan wajah seriusnya. Ia berharap, informasi kali ini sangat valid, karena ia bisa membunuh siapapun yang dicurigainya.“Begini Pak, sewaktu di kampus, Mawar pernah menjadikan seorang pria menjadi budak dan bahkan bertahun-tahun Mawar selalu memeras dan membulinya.” Kata detektif itu yang membuat sang kakek terkejut.“Apa kau bilang? Aku tahu Mawar arogan, tetapi setahuku dia tidak akan seperti itu.” Sahut sang kakek merasa tidak terima. Ia tahu Mawar sangat kasar, tetapi ia tidak suka mendengar ada orang lain yang menfitnah Mawar me
...Sementara itu di pulau Henai, Jayden terlihat mondar-mandir di dalam kamarnya. Ia berpikir kenapa Mawar begitu lama belajarnya? Seharusnya, bukankah para guru itu sudah pulang?! Sambil mengendap-endap ia lalu mengintip pada pintu yang sedikit dibukanya.Shit! Benar. Guru-guru itu masih saja ada disana. Padahal Jayden sudah sangat rindu untuk bertemu dengan istrinya itu. Beberapa waktu menunggu, akhirnya Jayden merasa bosan juga! Meskipun ia sudah mandi sebanyak dua kali dengan air dingin, tetapi pikirannya tidak bisa segar sama sekali. Bagaimana ini, apakah dia harus keluar untuk mengusir guru-guru itu atau tidak? Batinnya dalam hati sambil memegang dagu lancipnya.Setelah memikirkannya beberapa saat, Jayden memantapkan hatinya. Guru-guru itu harus diusirnya! Ini sudah 5 jam Mawar belajar, dan rasanya itu sudah sangat cukup untuk hari ini! Melangkahkan kakinya ke depan, Jayden lalu menyambar gagang pintu di depannya.“Kalian&hell
...Semenjak saat itu, baik Jayden maupun Mawar sama-sama mengunci diri di kamar mereka masing-masing. Mawar dilantai atas dan Jayden di lantai bawah. Bagai sebuah peperangan, mereka berdua tidak bertegur sapa dan tidak berjumpa satu dengan yang lainnya. Bahkan sudah beberapa hari, mereka menolak untuk makan di ruang makan keluarga. Hal itu tentu membuat bibi Hans yang sudah tua merasa sangat cemas.Pertempuran batin itu sudah berlangsung beberapa hari, dan tidak ada penyelesaian diantara mereka. Jayden memilih untuk menahan emosinya dan Mawar memilih untuk diam sampai ia diceraikan. Rumah yang awalnya bahagia itupun dalam sekejap berubah menjadi sebuah neraka. Bibi Hans saja menjadi tidak betah untuk tinggal bersama Tuan dan Nyonya-nya itu.Melihat situasi itu, mau tidak mau Bibi Hans harus mencari sebuah bantuan. Untuk itu ia menghubungi Suseno untuk datang kesana.“Bibi Hans, ada apa?” Setelah memasuki rumah, Suseno be
...Sementara itu Jayden di ruang kerja rahasianya, mencoba untuk melupakan semua yang didengarnya. Mawar, wanita itu, benar-benar brengsek! Berani sekali dia meminta untuk bercerai?!“Shit!!!” Dengan panas hati, Jayden lalu mengumpat Mawar di sela-sela kesibukannya itu. Brengsek! Mawar benar-benar telah membuatnya sangat marah kali ini. Sambil meneguk segelas Vodka, Jayden berusaha menenangkan dirinya tetapi ia tidak bisa.Dunianya sangat kacau dengan kata-kata dari wanita itu. “Ayo kita bercerai.” Kata-kata sialan itu terus saja terngiang di kepalanya yang membuatnya semakin penat. Menyugar rambutnya frustrasi, Jayden kemudian dikejutkan oleh sebuah suara ketukan pintu dari luar.Tok! Tok! Tok!“Masuk” Ucapnya kemudian di-ikuti oleh langkah kaki Bibi Hans yang membawakannya makan siang.“Tuan. Nyonya bilang, dia mau meminjam laptop anda.” Kata Bibi Hans kepada Jayden yang meny
...“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.“Bi, jangan mati. Kumohon.”Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!“Tidak Bi. Jangan ucap
...Mawar tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Matanya tertutup kain hitam dan kedua tangannya terikat kebelakang. Hanya deru nafasnya saja yang terdengar menggema di ruangan yang dingin dan sepi itu.Sampai akhirnya, langkah kaki terdengar memasuki ruangan yang nampaknya besar itu. Dan tidak beberapa lama kemudian sebuah suara asing akhirnya menggema disana.“Buka kain di matanya!” seru seorang wanita dengan suara mendominasi.“Baik Nyonya!” jawab seorang pria yang sepertinya adalah pengawalnya.Langkah kaki pria itu terdengar mulai mendekat ke arah Mawar. Dan dalam hitungan detik, pria itu telah menarik dan melepas penutup mata hingga Mawar dapat melihat dengan jelas situasi di depannya.Ya, dia saat ini berada di ruang tamu sebuah rumah mewah bergaya Victoria yang sangat besar. Dinding rumah itu berwarna putih dan dikelilingi oleh jendela-jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunung
...Melihat keinginan sang Nyonya, Bibi Hans tidak dapat menahan rasa ibanya. Dia menghela nafasnya sebelum akhirnya dia pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu dari dalam brankas yang dimilikinya. Sekilas, ia terlihat mengamati benda itu. Sepertinya ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Dari sorot matanya, ia tidak ingin memberikan benda itu kepada Mawar. Tetapi ada hal lain di dalam dirinya yang mendorongnya begitu kuat untuk melakukan apa yang dia yakini.Perlahan, BIbi Hans mengambil benda itu dan menggenggamnya. Kemudian, dia lalu menghampiri sang Nyonya yang masih menangis di atas lantai dingin di dapur itu.“Nyonya … “ ucap Bibi Hans ikut bersimpuh di depan sang Nyonya.Bibi Hans memegang tangan Mawar. Tangan itu terasa begitu dingin karena gemetaran. Bibi Hans tahu, ini adalah waktu baginya untuk memberikan benda itu kepada sang Nyonya.“Nyonya, pergilah. Saya akan menolong anda untuk keluar dari
...Selama berhari-hari Mawar dibuat penasaran oleh sikap bibi Hans yang berubah. Beberapa kali, Mawar menangkap bayangan bibi Hans yang selalu sembunyi-sembunyi menuju ke belakang rumah untuk menghubungi seseorang. Tetapi anehnya, ketika ditanya, dia selalu mengatakan bahwa itu adalah telepon dari anaknya. Atau kalau tidak, itu adalah telepon dari suaminya.Mustahil. Ponsel bibi Hans tidak akan mungkin bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya dengan leluasa karena Jayden sudah membuat pembatas jaringan. Lagipula, Bibi Hans sendiri dulu juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menikah. Kalau dia sampai berbohong, pasti ada hal besar yang disembunyikannya, batin Mawar sambil meneguk segelas orange juice miliknya.“Nyonya, saya akan mengambil bahan-bahan makanan yang di drop oleh suruhan Tuan Jayden,” ucap Bibi Hans yang segera diangguki oleh Mawar.Selama beberapa hari ini, Mawar memang tinggal sendiri bersama Bibi Hans
...Hari telah berganti malam di Pulau Henai. Setelah Bibi Hans memasak makan malam, ia bergegas untuk berjalan menuju ke belakang rumah pantai yang besar itu. Disana, ada sebuah kursi kayu di bawah pohon beringin yang cukup remang. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain disana, ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Tidak beberapa lama kemudian, sambungan itu terhubung dan seseorang terdengan berbicara diseberang sana.“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita itu diseberang sana.“Seperti yang Nyonya minta, saya sudah mencari tahu niat Tuan Muda yang sebenarnya,” jawab bibi Hans kepada wanita itu.“Apa katanya?” sahut wanita itu sebelum kembali berbicara, “Kau tahu sifatku dan kau juga tahu apa saja yang bisa aku lakukan kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku,” imbuhnya.“Tentu saya tidak berani Nyonya,” timpal Bibi Hans kemudian melanjutkan perk
...Siang hari terasa sejuk di rumah pantai dengan seluruh jendela kaca yang terbuka. Dengan antusias, Jayden melangkahkan kakinya untuk masuk kesana. Ia berpikir, isterinya itu akan rajin belajar, sama seperti sebelumnya yang dia lihat. Ya, beberapa hari yang lalu, ketika ia dan Mawar sedang bertengkar, Jayden bisa melihat semangat yang membara pada diri wanitanya itu. Sehingga ia berpikir, mungkin hal yang sama juga terjadi saat ini.Saat hendak menarik gagang pintu rumahnya, Suseno tiba-tiba telah berlari keluar dan menabraknya begitu saja. Bruk! “Aw…” keluh sahabatnya itu seketika setelah badan kurus miliknya berbenturan dengan badan Jayden yang kekar. Terasa sakit hingga Suseno mengelus lengannya beberapa kali.“Kau ini kenapa?” tanya Jayden penasaran.“Ja-Jay, mengerikan Jay!” kata Suseno menjawab pertanyaan dari sahabatnya.“Apa yang mengerikan? C
...“Bos, sekelompok kru dari kapal itu telah menyelamatkan diri. Apakah kita perlu menangkap mereka?” tanya pria diseberang telepon itu.“Tidak perlu. Biarkan saja mereka. Aku hanya sekedar bermain-main saja,” jawab Jayden seraya terus menciumi tangan isterinya.“Siap Bos!” sahut bawahannya itu.Menutup ponselnya, Jayden lalu merasakan ada sepasang mata yang saat ini tengah menatap tajam dirinya. Dia tahu, Mawar pasti bertanya-tanya mengenai kejadian hari ini. Tetapi Jayden masih belum ingin memberitahunya apapun. Itu terlalu berbahaya bagi Mawar.“Jay, hentikan aksimu itu!” seru Mawar menarik jemarinya dari mulut suaminya itu. “Sekarang cepat katakan semua hal yang aku tidak tahu!” imbuh wanita itu.Jayden tidak bergeming. Dengan lembut, ia malah mengambil anak rambut isterinya dan merubah topic pembicaraan.“Sayang, rambutmu wangi sekali. Shampoo apa
...Keluar dari rumah pantai itu, Bos Li berdecak dengan sangat kesal. Bagaimana tidak, cucu lelakinya itu telah berani mengepung kapal perang miliknya. Dasar bocah kurang ajar! Sekarang, mungkin yang perlu dia lakukan adalah mundur terlebih dahulu. Tetapi suatu saat nanti, ia yakin, bahwa ia bisa menakhlukkan bocah pemberontak itu dan membawanya kembali ke keluarga Linua.Membawa tongkatnya, Bos Li terus berjalan menuju ke kapal yang telah menjemputnya. Namun di sela-sela perjalanannya, kedua matanya melirik ke arah cucu perempuannya itu.“Diona, sejak kapan kau tahu tentang keberadaan kakakmu di pulau ini?” tanya sang kakek, “Pulau Henai bukanlah tempatmu atau kakakmu,” imbuhnya.“Em, Kakek, aku minta maaf. Aku tahu sejak mata-mataku melihat kakak menculik seorang perempuan,” sahut Diona dengan sedikit merasa bersalah, “Jadi, aku mengikutinya sampai ke pulau ini,”&ldqu
. . . Ceklek! Pintu itu terbuka menampilkan sosok tua yang tidak asing di mata Mawar. Menyipitkan matanya, Mawar sepertinya mengenali siapa pria beruban yang tiba-tiba datang itu. Tunggu, bukankah dia adalah …. Merasa mengenali pria tua itu, Mawar lalu menarik lengan suaminya dan berusaha mengatakan sesuatu padanya. “Jay, orang itu-“ perkataannya terputus karena Jayden lebih dulu memandangnya dengan tatapan lembut. “Dia yang memberimu cek dan selembar foto palsu pernikahanku?” sahut Jayden membuat Mawar terkejut, “Aku sudah tahu sayang,” imbuhnya lalu mencium tangan isteri kesayangannya itu. “Lalu darimana kau bisa tahu?” tanya Mawar yang langsung dibalas sebuah senyuman oleh suaminya. “Aku terlalu jenius untuk hal sekecil itu, sayang,” jawabnya. “Tapi siapa dia Jay?” tanya Mawar penasaran, “kenapa dia ingin membuat kita bercerai?” imbuhnya. “Ckck …,” mendengar itu, sebuah tawa kecil lepas dari mulut pri