.
.
.
“Bibi Hans, apakah itu Mawar?” Keluar dari ruang rahasianya, Jayedn bergegas menuju ke ruang tamu dimana seseorang sepertinya tadi terdengar membuka pintu.
“Dimana dia?” Tanya Jayden kemudian karena disana ia tidak mendapati penampakan istrinya itu. Sebelum mendengar jawaban dari bibi Hans yang baru membuka mulutnya, Jayden telah terlebih dahulu masuk ke dalam kamarnya dan mendapati bahwa kamarnya juga sepi. Mawar dimana dia? Jeritnya dalam hati yang tidak kunjung mendapatkan sebuah jawaban.
“Tuan. Tadi bukan Nyonya…” Bibi Hans menjelaskan karena sang Tuan sepertinya salah mengira bahwa yang datang barusan adalah Mawar.
“Lalu siapa?” Masih berdiri, Jayden yang hendak pergi beranjak menjemput Mawar di ladang kemudian dikejutkan oleh penjelasan sang bibi kepadanya.
“Oh. Itu adalah orang suku Henai, salah satu pekerja di ladang. Katanya, Mawar akan tinggal di perkampungan Henai selama beberapa hari.” Ungkapnya kemudian yang
. . . “Mawar! Ayo kita pulang. Dimana kau?” Teriak Jayden ditengah-tengah perkampungan yang sepi itu sehingga suaranya mampu membangunkan seluruh orang yang sedang tertidur disana. “Mawar…” Panggilnya lagi, namun tidak ada sahutan dari rumah-rumah panggung itu. Pasti, Mawar sudah tidak mau lagi bertemu dengannya dan menggunakan cara itu untuk melarikan diri darinya. Tidak. Jayden tidak akan membiarkan isterinya itu kabur begitu saja. Sehingga dengan suara lebih keras ia kemudian memanggil lagi nama isterinya itu. “Ma-war!!!” Serunya yang mulai mendapat perhatian dari penduduk yang mulai keluar dari rumahnya satu-persatu, tidak terkecuali kepala suku yang berusia hampir 100 tahun itu. “Apa yang sedang kau cari anak muda?” Tanya kepala suku itu dengan suaranya yang terdengar bijaksana. Mungkin karena usianya yang hampir satu abad, seluruh orang disana menganggap kepala suku sebagai perwakilan leluhur mereka. Sehingga ketika kepala suku i
. . . Ceplak!!! “Arkk!” Suara cambukan terdengar begitu keras mengenai punggungnya hingga Jayden disana mulai merintih kesakitan. Ceplak!!! “Arkk!” Disela-sela rintihannya ia kemudian memandang ke pintu didepannya dan berkata dengan lembut. “Mawar-” Sayangnya, sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, cambuk itu telah menyambarnya kembali sehingga ia kembali merintih. Ceplak!!! “Arrrk” Menahan rasa sakitnya, pria muda itu kemudain melanjutkan perkataannya, “Ayo kita pulang.” Ceplak!!! “Arkkkk!!!” Sekali lagi, cambuk itu mengenai tubuhnya tetapi sepertinya rasa sakit itu sama sekali tidak menghentikannya untuk terus memandang ke arah dimana isterinya saat ini berada. Pemandangan itu tentu saja membuat seluruh orang di kampung itu merasa iba. Bahkan beberapa wanita disana sampai menangis karena melihat ketulusan dari pria muda yang ingin mengambil hati isterinya kembali itu. Rasanya, para
. . . “Jay… Kumohon jangan mati Jay!” Isaknya di punggung suaminya itu. Dengan pilu, ia terus memukuli punggung Jayden berharap bahwa pria itu tidak mati begitu saja sebelum menjelaskan semuanya. “Jay, bagaimana ini? Kau sudah menculikku... hiks.. kau sudah mengambil hatiku… dan sekarang kau meninggalkanku. Hiks…” Tidak mendapat jawaban dari tubuh itu, Mawar kemudian memeluk tubuh suaminya itu dengan sangat erat dan berbisik di telinganya. “Aku mencintaimu Jay… Jay!!!!!!! Kau dengar aku atau tidak?!!!!!!!!” Sekuat tenaga Mawar berteriak dalam isakannya yang membuat seluruh orang disana menitikkan air mata mereka karena begitu terharu. Wanita itu, sepertinya juga sangat mencintai suaminya. Lalu mengapa mereka berdua bisa berakhir seperti itu?! Batin mereka di dalam hati masing-masing sebelum akhirnya sebuah suara mengagetkan mereka semua. “Ma-war.” Suara itu terdengar begitu lirih dan hampir-hampir tidak terdengar
. . . Brak! Setelah memasuki rumah panggung disana, dengan satu tangannya, Jayden kemudian menutup pintu dan jendela dengan sangat rapat. Bahkan,tadi sebelum menutup jendela, pria itu terlihat menyambar robot J dan melemparnya begitu saja ke luar rumah hingga robot itu mengeluarkan suara kesakitan. Setelah semua tertutup, seketika Jayden menurunkan tubuh yang digendongnya itu dan menghimpitnya didepan dinding kayu rumah itu. “J-ja-jay? Ke-ke-kenapa? A-ada apa denganmu?” Dengan terbata-bata Mawar yang saat ini tengah disudutkan di dinding itu kemudian bertanya kepada pria yang saat ini menatap tajam ke arah dirinya. Bagai se-ekor burung elang, pria itu terus menatapnya sehingga membuat tubuh Mawar bergetar seketika. “Jay. Ada ap- Emmm,,,” Sebelum menyelesaikan pertanyaannya, seketika bibir wanita itu telah kembali ditangkup oleh bibir milik Jayden yang tanpa aba-aba langsung menyambarnya. Merasakan ciuman itu, Mawa
. . . Matahari telah terbit begitu tinggi di perkampungan Pulau Henai. Semua orang telah berangkat bekerja baik di kebun anggur, menangkap ikan maupun mencari kayu bakar di hutan disekitar sana. Sehingga suasana sepi sangat terasa di perkampungan itu, menyisakan dua insan yang masih tertidur setelah malam panjang mereka. Berbalutkan selimut yang tipis, pasangan suami isteri itu saling berpelukan dengan tubuh mereka yang masih belum mengenakan apapun. Waktu telah berlalu dengan cepat hingga akhirnya salah satu dari mereka terbangun karena sorot matahari pada celah kecil dinding kayu itu yang menyilaukan. Mengerjapkan matanya, wanita itu dapat merasakan rasa sakit yang seketika menjalar disekujur tubuhnya hingga ia akhirnya ia menyadari kehadiran sebuah tangan besar yang terus meraba-raba tubuhnya. “Arrkkkk!” Teriak Mawar seketika sebelum akhirnya ia memukul kepala suaminya itu untuk membangunkannya. “Brengsek kau Jay! Arrk!
. . . Sementara itu, didepan rumah kepala suku, beberapa orang telah berkumpul karena sesuatu hal aneh telah terjadi di perkampungan itu. “Kepala suku… Bagaimana ini?” Tanya seorang tetua yang saat ini begitu sedih karena isterinya telah hilang. Kemarin, tetua itu masih melihat isterinya itu pergi bekerja. Lalu setelah itu, ia melihat isterinya pulang dengan membawa Mawar. Kebetulan, sesuatu hal aneh sempat dirasakan oleh tetua itu karena suara sang isteri sedikit berbeda. Tetapi, ia tidak bisa mengkonfirmasinya karena Tuan Jayden tiba-tiba saja berkunjung ke perkampungan mereka dan membuat kehebohan. Dan setelahnya, ia tidak berjumpa dengan isterinya lagi, namun hanya sebuah benda aneh yang ditemuinya. “Apa ini?” Kepala suku itu bertanya-tanya di dalam hatinya, tetapi ia tidak menemukan jawabannya. Sampai kemudian, seseorang yang mereka kenal tiba-tiba saja muncul di belakang mereka dan memberikan sebuah penjelasan.
. . . Sementara itu, di pulau kecil disamping Pulau Henai, Bos Li yang saat ini sedang berjemur di atas pasir putih dengan celana pantai bergambar daun kelapa nampaknya dikejutkan oleh kehadiran pembantunya. “Bos! Bos!” Dari atas perahu kayu, Kasim terlihat berlarian dan tersandung-sandung untuk menghampiri Bos besarnya yang sedang menatap nanar dirinya. Menegakkan tubuhnya, Bos Li kemudian duduk di atas pasir dan menanti suruhannya itu datang. Sebetulnya, bos Li berharap jika pesuruhnya itu lebih elegan disaat menghampirinya. Tetapi sudahlah, Kasim memang orangnya seperti itu. Sehingga, Bos Li hanya bisa membiasakan dirinya dengan Kasim yang selalu mengagetkannya. “Bos! Bos! Hah…hah…” Ter-engah-engah, Kasim mengatur nafasnya karena ia berlari begitu cepat. “Bicaralah.” Bos Li sudah tidak sabar mendengar sehingga ia kemudian membentak pesuruhnya itu. “Cepat Sim….!” Bos Li semakin tidak tahan dan ia kembali mengambil tongkat dis
. . . “Jay. Bibi itu sudah kembali. Apa yang sebenarnya terjadi?” Mawar bertanya kepada suaminya itu sesaat setelah Jayden kembali ke perkampungan Henai. Wanita itu kebingungan karena Bibi itu tadi sempat berkata bahwa ia tidak pernah mengajak Mawar menginap di perkampungan itu. Lalu, siapa yang mengajaknya menginap dan bahkan memberikan tiket kapal padanya?! Wajah mereka benar-benar sama persis! “Sayang, lain kali jangan mau diajak pergi oleh orang lain. Dan juga, jangan menerima apapun yang bukan berasal dariku. Apa kau mengerti?” Jayden memegang wajah isterinya itu dan memperingatkannya dengan lembut. “Memangnya kenapa?” Dengan polos, Mawar bertanya karena bibi itu kan meskipun dia menyamar dia tetaplah orang baik yang mau menolongnya untuk kabur. “Mawar… Dengarkan aku. Kau tau topeng ini? Tidak sembarang orang bisa membuatnya. Dan jika saja kau naik kapal itu. Kau bisa saja dibuang ke laut.” Jayden berbicara begitu untuk menakut-na
...“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.“Bi, jangan mati. Kumohon.”Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!“Tidak Bi. Jangan ucap
...Mawar tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Matanya tertutup kain hitam dan kedua tangannya terikat kebelakang. Hanya deru nafasnya saja yang terdengar menggema di ruangan yang dingin dan sepi itu.Sampai akhirnya, langkah kaki terdengar memasuki ruangan yang nampaknya besar itu. Dan tidak beberapa lama kemudian sebuah suara asing akhirnya menggema disana.“Buka kain di matanya!” seru seorang wanita dengan suara mendominasi.“Baik Nyonya!” jawab seorang pria yang sepertinya adalah pengawalnya.Langkah kaki pria itu terdengar mulai mendekat ke arah Mawar. Dan dalam hitungan detik, pria itu telah menarik dan melepas penutup mata hingga Mawar dapat melihat dengan jelas situasi di depannya.Ya, dia saat ini berada di ruang tamu sebuah rumah mewah bergaya Victoria yang sangat besar. Dinding rumah itu berwarna putih dan dikelilingi oleh jendela-jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunung
...Melihat keinginan sang Nyonya, Bibi Hans tidak dapat menahan rasa ibanya. Dia menghela nafasnya sebelum akhirnya dia pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu dari dalam brankas yang dimilikinya. Sekilas, ia terlihat mengamati benda itu. Sepertinya ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Dari sorot matanya, ia tidak ingin memberikan benda itu kepada Mawar. Tetapi ada hal lain di dalam dirinya yang mendorongnya begitu kuat untuk melakukan apa yang dia yakini.Perlahan, BIbi Hans mengambil benda itu dan menggenggamnya. Kemudian, dia lalu menghampiri sang Nyonya yang masih menangis di atas lantai dingin di dapur itu.“Nyonya … “ ucap Bibi Hans ikut bersimpuh di depan sang Nyonya.Bibi Hans memegang tangan Mawar. Tangan itu terasa begitu dingin karena gemetaran. Bibi Hans tahu, ini adalah waktu baginya untuk memberikan benda itu kepada sang Nyonya.“Nyonya, pergilah. Saya akan menolong anda untuk keluar dari
...Selama berhari-hari Mawar dibuat penasaran oleh sikap bibi Hans yang berubah. Beberapa kali, Mawar menangkap bayangan bibi Hans yang selalu sembunyi-sembunyi menuju ke belakang rumah untuk menghubungi seseorang. Tetapi anehnya, ketika ditanya, dia selalu mengatakan bahwa itu adalah telepon dari anaknya. Atau kalau tidak, itu adalah telepon dari suaminya.Mustahil. Ponsel bibi Hans tidak akan mungkin bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya dengan leluasa karena Jayden sudah membuat pembatas jaringan. Lagipula, Bibi Hans sendiri dulu juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menikah. Kalau dia sampai berbohong, pasti ada hal besar yang disembunyikannya, batin Mawar sambil meneguk segelas orange juice miliknya.“Nyonya, saya akan mengambil bahan-bahan makanan yang di drop oleh suruhan Tuan Jayden,” ucap Bibi Hans yang segera diangguki oleh Mawar.Selama beberapa hari ini, Mawar memang tinggal sendiri bersama Bibi Hans
...Hari telah berganti malam di Pulau Henai. Setelah Bibi Hans memasak makan malam, ia bergegas untuk berjalan menuju ke belakang rumah pantai yang besar itu. Disana, ada sebuah kursi kayu di bawah pohon beringin yang cukup remang. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain disana, ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Tidak beberapa lama kemudian, sambungan itu terhubung dan seseorang terdengan berbicara diseberang sana.“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita itu diseberang sana.“Seperti yang Nyonya minta, saya sudah mencari tahu niat Tuan Muda yang sebenarnya,” jawab bibi Hans kepada wanita itu.“Apa katanya?” sahut wanita itu sebelum kembali berbicara, “Kau tahu sifatku dan kau juga tahu apa saja yang bisa aku lakukan kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku,” imbuhnya.“Tentu saya tidak berani Nyonya,” timpal Bibi Hans kemudian melanjutkan perk
...Siang hari terasa sejuk di rumah pantai dengan seluruh jendela kaca yang terbuka. Dengan antusias, Jayden melangkahkan kakinya untuk masuk kesana. Ia berpikir, isterinya itu akan rajin belajar, sama seperti sebelumnya yang dia lihat. Ya, beberapa hari yang lalu, ketika ia dan Mawar sedang bertengkar, Jayden bisa melihat semangat yang membara pada diri wanitanya itu. Sehingga ia berpikir, mungkin hal yang sama juga terjadi saat ini.Saat hendak menarik gagang pintu rumahnya, Suseno tiba-tiba telah berlari keluar dan menabraknya begitu saja. Bruk! “Aw…” keluh sahabatnya itu seketika setelah badan kurus miliknya berbenturan dengan badan Jayden yang kekar. Terasa sakit hingga Suseno mengelus lengannya beberapa kali.“Kau ini kenapa?” tanya Jayden penasaran.“Ja-Jay, mengerikan Jay!” kata Suseno menjawab pertanyaan dari sahabatnya.“Apa yang mengerikan? C
...“Bos, sekelompok kru dari kapal itu telah menyelamatkan diri. Apakah kita perlu menangkap mereka?” tanya pria diseberang telepon itu.“Tidak perlu. Biarkan saja mereka. Aku hanya sekedar bermain-main saja,” jawab Jayden seraya terus menciumi tangan isterinya.“Siap Bos!” sahut bawahannya itu.Menutup ponselnya, Jayden lalu merasakan ada sepasang mata yang saat ini tengah menatap tajam dirinya. Dia tahu, Mawar pasti bertanya-tanya mengenai kejadian hari ini. Tetapi Jayden masih belum ingin memberitahunya apapun. Itu terlalu berbahaya bagi Mawar.“Jay, hentikan aksimu itu!” seru Mawar menarik jemarinya dari mulut suaminya itu. “Sekarang cepat katakan semua hal yang aku tidak tahu!” imbuh wanita itu.Jayden tidak bergeming. Dengan lembut, ia malah mengambil anak rambut isterinya dan merubah topic pembicaraan.“Sayang, rambutmu wangi sekali. Shampoo apa
...Keluar dari rumah pantai itu, Bos Li berdecak dengan sangat kesal. Bagaimana tidak, cucu lelakinya itu telah berani mengepung kapal perang miliknya. Dasar bocah kurang ajar! Sekarang, mungkin yang perlu dia lakukan adalah mundur terlebih dahulu. Tetapi suatu saat nanti, ia yakin, bahwa ia bisa menakhlukkan bocah pemberontak itu dan membawanya kembali ke keluarga Linua.Membawa tongkatnya, Bos Li terus berjalan menuju ke kapal yang telah menjemputnya. Namun di sela-sela perjalanannya, kedua matanya melirik ke arah cucu perempuannya itu.“Diona, sejak kapan kau tahu tentang keberadaan kakakmu di pulau ini?” tanya sang kakek, “Pulau Henai bukanlah tempatmu atau kakakmu,” imbuhnya.“Em, Kakek, aku minta maaf. Aku tahu sejak mata-mataku melihat kakak menculik seorang perempuan,” sahut Diona dengan sedikit merasa bersalah, “Jadi, aku mengikutinya sampai ke pulau ini,”&ldqu
. . . Ceklek! Pintu itu terbuka menampilkan sosok tua yang tidak asing di mata Mawar. Menyipitkan matanya, Mawar sepertinya mengenali siapa pria beruban yang tiba-tiba datang itu. Tunggu, bukankah dia adalah …. Merasa mengenali pria tua itu, Mawar lalu menarik lengan suaminya dan berusaha mengatakan sesuatu padanya. “Jay, orang itu-“ perkataannya terputus karena Jayden lebih dulu memandangnya dengan tatapan lembut. “Dia yang memberimu cek dan selembar foto palsu pernikahanku?” sahut Jayden membuat Mawar terkejut, “Aku sudah tahu sayang,” imbuhnya lalu mencium tangan isteri kesayangannya itu. “Lalu darimana kau bisa tahu?” tanya Mawar yang langsung dibalas sebuah senyuman oleh suaminya. “Aku terlalu jenius untuk hal sekecil itu, sayang,” jawabnya. “Tapi siapa dia Jay?” tanya Mawar penasaran, “kenapa dia ingin membuat kita bercerai?” imbuhnya. “Ckck …,” mendengar itu, sebuah tawa kecil lepas dari mulut pri