.
.
.
“HIks… Hiks… Hiks…” Di depan aliran air sungai yang mengalir deras, Mawar yang telah mendarat di sebuah lembah terlihat menangis dengan pilunya.
Sambil mengusap kedua matanya, ia mencoba untuk menenangkan diri tetapi dirinya sepertinya tidak mampu membayangkan apa yang akan terjadi dengan Jayden. Meskipun awalnya, ia sangat membenci pria yang menculiknya itu, tetapi entah mengapa, saat ini dirinya sangat mengkhawatirkannya.
“Jayden. Apa kau selamat? Hiks...” Gumamnya dengan lirih disela-sela tangisannya sebelum akhirnya dia melihat sebuah kantong yang tertempel pada kain parasut tidak jauh dari tempatnya saat ini duduk.
Benar. Kantong itu adalah bagian dalam tas milik Jayden yang digunakannya untuk menyimpan peralatannya. Sehingga, ketika parasut itu terbuka, maka bagian dalam tas itu akan menggantung seperti sebuah kantong. Dan saat ini, tanpa peralatan pada kantong itu, bagaimana Jayden dapat bertahan?!
S
. . . “Awuwu…wu…wu…” Bersenjatakan tombak dan lembing, orang-orang yang sebelumnya ditolong oleh Mawar bergegas menyerbu tempat dimana Jayden sedang berkelahi seorang diri dengan orang-orang kerdil yang ada disana. Melemparkan tombak dan lembingnya, mereka semua menyerang orang-orang kerdil itu seakan mereka ingin meluapkan amarah yang telah terpendam di dalam diri mereka semua sejak lama. “Suku Hanoi!” Seru Jayden kemudian yang sudah memprediksi keberadaan suku Hanoi disana. Awalnya, tadi ketika dirinya masih di atas pohon bersama Mawar, ia sempat menggunakan alat pemindai panas ketika dirinya mencium adanya sesuatu yang tidak beres dengan orang-orang dalamnya. Tetapi siapa yang menyangka jika alatnya mendeteksi keberadaaan segerombolan orang yang sepertinya sedang berdesak-desakan dan bersembunyi dengan posisi mereka semua yang berjongkok. Bahkan di alat itu, Jayden juga dapat mendeteksi proyeksi-proyeksi siluet orang dewasa yang sepertinya
. . . “Bos Li.” Seorang pelayan setia bernama Kasim itu terlihat turun dari kapal kayunya dan segera berlari untuk mendapatkan bosnya yang sedang menyeruput es kelapa muda yang baru saja dibuatnya sendiri. Melihat Kasim datang sambil terjungkal-jungkal ke arahnya, pria tua itu kemudian menghentikan kenikmatannya dan meletakkan kelapa itu di atas meja disampingnya dan menutupnya dengan sebuah tisyue kering supaya tidak ada lalat yang hinggap disana. Ya, meskipun sudah tua bangka, tetapi dirinya begitu memperhatikan kebersihan terhadap makanan dan minumannya. “Bos. Berita penting bos!” Tunggang langgang, Kasim akhirnya sampai juga kedepan bosnya yang sudah siap untuk mendengarkan ceritanya. “Begini Bos…” Secepat kilat, Kasim kemudian menceritakan semua hal yang didengarnya dengan memperagakan seolah-olah dirinya adalah seorang kunfu master yang terlibat dalam pertempuran itu sendiri. Padahal semua informasi itu, tentu saja ia dapatkan da
. . . Setelah seharian merawat pasien yang ada di tenda-tenda darurat yang ada disana, para tenaga medis akhirnya merasa lega. Berdasarkan diagnosis yang mereka lakukan, anak-anak dan bayi-bayi itu rupanya tidak mengalami masalah kesehatan yang serius karena mereka mendapatkan perawatan kesehatan tepat ada waktunya. Andai mereka telat berobat, mungkin saja, penyakit itu akan bertambah buruk dalam beberapa hari ke depan. Beruntungnya, dengan penanganan yang tepat, mereka tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya membutuhkan resep untuk beberapa hari ke depan. Hanya saja, untuk sementara waktu, sepertinya suku Hanoi harus tinggal di tanah lapang milik Jayden dengan tenda-tenda sebagai tempat peristirahatan, paling tidak, sampai anak-anak mereka yang sakit sudah sembuh total. Setelah mengemasi barang-barang bawaan mereka, para petugas medis itu kemudian mulai berpamitan dengan semua orang karena hari sudah mulai gelap dan helic
. . . Pagi harinya, sembari menyeruput secangkir kopi hangat ditangannya, Jayden yang sudah tampil dengan setelan jeans dan kemeja berwarna biru tampak sedang menunggu seseorang yang sejak semalam merajuk padanya. Mawar. Istrinya itu benar-benar tidak tahu diuntung. Semalam, ia dengan rela hati menyerahkan ranjangnya untuk ditiduri oleh wanita itu. Tetapi disaat dirinya hendak keluar sebentar saja dari kamar mereka, pintu kamar itu langsung dikunci dari dalam. Begitulah, semalam Jayden harus tidur di sofa yang ada di ruang tamu semalam suntuk. Menghela nafasnya, Jayden kemudian menghirup lagi aroma kopinya sebelum seseorang mengejutkannya dari dalam. “Aku tidak mau ikut.” Kata wanita itu kepadanya dengan wajah cemberut dan bibir manyun-nya yang sepertinya menantang untuk dicium itu. “Pokoknya tidak mau!” Tambahnya lagi untuk mempertegas keinginannya yang tidak ingin diganggu-gugat oleh siapapun. Mawar. Sep
. . . “Brengsek! Pria itu katanya cinta. Tetapi sekarang malah menyuruhku bekerja seperti ini.” Dengan memakai topi lebar berwarna putih, Mawar terus menggerutu sembari memetik buah-buah anggur yang ada dihadapannya. Mawar sekarang menyesal karena melihat tablet Jayden yang menunjukkan rasa cinta pria itu hingga Mawarpun menjadi jatuh hati dibuatnya. Andai dia tahu, lebih baik dia banting saja tablet itu ke atas tanah! Batinnya. Beberapa saat dirinya sudah mendapatkan sekeranjang penuh buah anggur, tetapi sedetik kemudian mandor yang ada disana kembali menyuruhnya untuk mengambil keranjang yang baru. Sialan! Mawar merasa sangat dipermainkan oleh Jayden yang sengaja menyuruh mandor yang adalah warga suku Henai itu untuk mengawasinya. “Pak. Sudah ya, aku sangat lelah.” Gerutu Mawar ketika matahari disana sudah mulai naik ke atas dan membuat kepalanya sakit karena begitu panas. Lagipula, ia juga tidak memakai sunblock atau semacamn
. . . “Benarkan? Apakah para pria melihatnya?!” Bergegas Jayden menyambar teropongnya dan melihat ke kanan dan kekiri hanya untuk mendapati bahwa puluhan pekerja di lading itu tidak sedang berkonsentrasi karena mata mereka terus melirik ke istrinya. Lihat saja, pria yang mencangkul disana, mereka bahkan mencangkul pohon-pohon dan bukannya tanah untuk membuat jalan aliran air. Dan para pengangkut buah anggur, mereka bahkan terus bertabrakan satu dengan yang lainnya. Apalagi, para penyiram pohon, aduh mereka malah saling menyirami teman-temannya sendiri yang ternyata terus melongo meskipun diri mereka sudah basah kuyup. Jayden tidak menyangka jika pesona istrinya itu mampu menyihir seluruh pria di ladangnya. Tentu saja, hal itu membuatnya merasa gemas. Istrinya, bukankah hanya dirinya yang boleh melihatnya?! Lagipula, kenapa sih Mawar itu harus secantik itu! Brengsek! Dengan rasa jengkel, Jayden kemudian memanggil Suseno yang masih sibuk dimejan
. . . Sementara itu di rumah pantai, seorang perempuan cantik nampak datang diantar oleh speedboat dari perkotaan. Kalau dilihat dari baju dan aksesoris yang dipakainya, pastilah wanita itu berasal dari keluarga terhormat. Lihatlah, bajunya adalah keluaran terbaru Channel, tas dan sepatunya adalah koleksi terbatas dari Gucci. Berlenggang menuju ke depan pintu rumah mewah itu, sang tamu kemudian menekan sebuah tombol rumah untuk memanggil seseorang dari sana. Ting! Tong! Begitulah bunyi bel yang segera disahut oleh wanita tua yang ada di dalam. “Iya, tunggu sebentar.” Bibi Hans yang telah selesai merapikan baju sang Nyonya kemudian bergegas membukakan pintu yang hampir tidak pernah berbunyi itu. “Iya. Cari siapa?” Melihat wanita dihadapannya, Bibi Hans sedikit terkejut. Siapakah wanita yang mampir ke pulau terpencil itu. Bukankah hanya Jayden yang selama ini tahu lokasi mereka saat ini? Batin bibi Hans dengan wajah yang b
. . . Tersentak, Mawar seketika menjatuhkan keranjang buah anggur yang dibawanya. Beberapa kali, ia mengedipkan kedua matanya dengan jantungnya yang mulai berdegup kencang. Tidak, apakah orang yang sedang dilihatnya adalah Jayden? Dengan bergetar, Mawar dibawah sebuah lampu jalan yang kebetulan mati, mengamati mereka berdua yang berpelukan dengan wajah pria itu yang menunduk kebawah. Hanya dengan melihat, Mawar bisa memastikan bahwa mereka berdua pasti sedang bercumbu ditempat yang remang-remang disana. Tetapi mengapa pria itu melakukannya dengan wanita lain sementara pria itu juga melakukannya dengan Mawar beberapa waktu lalu?! Menghadapi sebuah fakta itu, sekilas, Mawar dapat merasakan sebuah hantaman keras membentur dadanya dan membuat hatinya sakit begitu saja. Perasaan itu hampir sama seperti perasaan hancur yang dirasakannya ketika dia merasa dibuang di hutan rimba itu seorang diri. Jayden, apakah pria itu benar-benar sedang mempe
...“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.“Bi, jangan mati. Kumohon.”Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!“Tidak Bi. Jangan ucap
...Mawar tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Matanya tertutup kain hitam dan kedua tangannya terikat kebelakang. Hanya deru nafasnya saja yang terdengar menggema di ruangan yang dingin dan sepi itu.Sampai akhirnya, langkah kaki terdengar memasuki ruangan yang nampaknya besar itu. Dan tidak beberapa lama kemudian sebuah suara asing akhirnya menggema disana.“Buka kain di matanya!” seru seorang wanita dengan suara mendominasi.“Baik Nyonya!” jawab seorang pria yang sepertinya adalah pengawalnya.Langkah kaki pria itu terdengar mulai mendekat ke arah Mawar. Dan dalam hitungan detik, pria itu telah menarik dan melepas penutup mata hingga Mawar dapat melihat dengan jelas situasi di depannya.Ya, dia saat ini berada di ruang tamu sebuah rumah mewah bergaya Victoria yang sangat besar. Dinding rumah itu berwarna putih dan dikelilingi oleh jendela-jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunung
...Melihat keinginan sang Nyonya, Bibi Hans tidak dapat menahan rasa ibanya. Dia menghela nafasnya sebelum akhirnya dia pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu dari dalam brankas yang dimilikinya. Sekilas, ia terlihat mengamati benda itu. Sepertinya ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Dari sorot matanya, ia tidak ingin memberikan benda itu kepada Mawar. Tetapi ada hal lain di dalam dirinya yang mendorongnya begitu kuat untuk melakukan apa yang dia yakini.Perlahan, BIbi Hans mengambil benda itu dan menggenggamnya. Kemudian, dia lalu menghampiri sang Nyonya yang masih menangis di atas lantai dingin di dapur itu.“Nyonya … “ ucap Bibi Hans ikut bersimpuh di depan sang Nyonya.Bibi Hans memegang tangan Mawar. Tangan itu terasa begitu dingin karena gemetaran. Bibi Hans tahu, ini adalah waktu baginya untuk memberikan benda itu kepada sang Nyonya.“Nyonya, pergilah. Saya akan menolong anda untuk keluar dari
...Selama berhari-hari Mawar dibuat penasaran oleh sikap bibi Hans yang berubah. Beberapa kali, Mawar menangkap bayangan bibi Hans yang selalu sembunyi-sembunyi menuju ke belakang rumah untuk menghubungi seseorang. Tetapi anehnya, ketika ditanya, dia selalu mengatakan bahwa itu adalah telepon dari anaknya. Atau kalau tidak, itu adalah telepon dari suaminya.Mustahil. Ponsel bibi Hans tidak akan mungkin bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya dengan leluasa karena Jayden sudah membuat pembatas jaringan. Lagipula, Bibi Hans sendiri dulu juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menikah. Kalau dia sampai berbohong, pasti ada hal besar yang disembunyikannya, batin Mawar sambil meneguk segelas orange juice miliknya.“Nyonya, saya akan mengambil bahan-bahan makanan yang di drop oleh suruhan Tuan Jayden,” ucap Bibi Hans yang segera diangguki oleh Mawar.Selama beberapa hari ini, Mawar memang tinggal sendiri bersama Bibi Hans
...Hari telah berganti malam di Pulau Henai. Setelah Bibi Hans memasak makan malam, ia bergegas untuk berjalan menuju ke belakang rumah pantai yang besar itu. Disana, ada sebuah kursi kayu di bawah pohon beringin yang cukup remang. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain disana, ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Tidak beberapa lama kemudian, sambungan itu terhubung dan seseorang terdengan berbicara diseberang sana.“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita itu diseberang sana.“Seperti yang Nyonya minta, saya sudah mencari tahu niat Tuan Muda yang sebenarnya,” jawab bibi Hans kepada wanita itu.“Apa katanya?” sahut wanita itu sebelum kembali berbicara, “Kau tahu sifatku dan kau juga tahu apa saja yang bisa aku lakukan kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku,” imbuhnya.“Tentu saya tidak berani Nyonya,” timpal Bibi Hans kemudian melanjutkan perk
...Siang hari terasa sejuk di rumah pantai dengan seluruh jendela kaca yang terbuka. Dengan antusias, Jayden melangkahkan kakinya untuk masuk kesana. Ia berpikir, isterinya itu akan rajin belajar, sama seperti sebelumnya yang dia lihat. Ya, beberapa hari yang lalu, ketika ia dan Mawar sedang bertengkar, Jayden bisa melihat semangat yang membara pada diri wanitanya itu. Sehingga ia berpikir, mungkin hal yang sama juga terjadi saat ini.Saat hendak menarik gagang pintu rumahnya, Suseno tiba-tiba telah berlari keluar dan menabraknya begitu saja. Bruk! “Aw…” keluh sahabatnya itu seketika setelah badan kurus miliknya berbenturan dengan badan Jayden yang kekar. Terasa sakit hingga Suseno mengelus lengannya beberapa kali.“Kau ini kenapa?” tanya Jayden penasaran.“Ja-Jay, mengerikan Jay!” kata Suseno menjawab pertanyaan dari sahabatnya.“Apa yang mengerikan? C
...“Bos, sekelompok kru dari kapal itu telah menyelamatkan diri. Apakah kita perlu menangkap mereka?” tanya pria diseberang telepon itu.“Tidak perlu. Biarkan saja mereka. Aku hanya sekedar bermain-main saja,” jawab Jayden seraya terus menciumi tangan isterinya.“Siap Bos!” sahut bawahannya itu.Menutup ponselnya, Jayden lalu merasakan ada sepasang mata yang saat ini tengah menatap tajam dirinya. Dia tahu, Mawar pasti bertanya-tanya mengenai kejadian hari ini. Tetapi Jayden masih belum ingin memberitahunya apapun. Itu terlalu berbahaya bagi Mawar.“Jay, hentikan aksimu itu!” seru Mawar menarik jemarinya dari mulut suaminya itu. “Sekarang cepat katakan semua hal yang aku tidak tahu!” imbuh wanita itu.Jayden tidak bergeming. Dengan lembut, ia malah mengambil anak rambut isterinya dan merubah topic pembicaraan.“Sayang, rambutmu wangi sekali. Shampoo apa
...Keluar dari rumah pantai itu, Bos Li berdecak dengan sangat kesal. Bagaimana tidak, cucu lelakinya itu telah berani mengepung kapal perang miliknya. Dasar bocah kurang ajar! Sekarang, mungkin yang perlu dia lakukan adalah mundur terlebih dahulu. Tetapi suatu saat nanti, ia yakin, bahwa ia bisa menakhlukkan bocah pemberontak itu dan membawanya kembali ke keluarga Linua.Membawa tongkatnya, Bos Li terus berjalan menuju ke kapal yang telah menjemputnya. Namun di sela-sela perjalanannya, kedua matanya melirik ke arah cucu perempuannya itu.“Diona, sejak kapan kau tahu tentang keberadaan kakakmu di pulau ini?” tanya sang kakek, “Pulau Henai bukanlah tempatmu atau kakakmu,” imbuhnya.“Em, Kakek, aku minta maaf. Aku tahu sejak mata-mataku melihat kakak menculik seorang perempuan,” sahut Diona dengan sedikit merasa bersalah, “Jadi, aku mengikutinya sampai ke pulau ini,”&ldqu
. . . Ceklek! Pintu itu terbuka menampilkan sosok tua yang tidak asing di mata Mawar. Menyipitkan matanya, Mawar sepertinya mengenali siapa pria beruban yang tiba-tiba datang itu. Tunggu, bukankah dia adalah …. Merasa mengenali pria tua itu, Mawar lalu menarik lengan suaminya dan berusaha mengatakan sesuatu padanya. “Jay, orang itu-“ perkataannya terputus karena Jayden lebih dulu memandangnya dengan tatapan lembut. “Dia yang memberimu cek dan selembar foto palsu pernikahanku?” sahut Jayden membuat Mawar terkejut, “Aku sudah tahu sayang,” imbuhnya lalu mencium tangan isteri kesayangannya itu. “Lalu darimana kau bisa tahu?” tanya Mawar yang langsung dibalas sebuah senyuman oleh suaminya. “Aku terlalu jenius untuk hal sekecil itu, sayang,” jawabnya. “Tapi siapa dia Jay?” tanya Mawar penasaran, “kenapa dia ingin membuat kita bercerai?” imbuhnya. “Ckck …,” mendengar itu, sebuah tawa kecil lepas dari mulut pri