Semakin malam, pesta itu semakin meriah. Namun Edgar tidak bisa berlama-lama di sana, karena istrinya yang sedang hamil. Tapi ia juga adalah penyelenggara alias tuan rumah acara ini dan ia tidak bisa begitu saja meninggalkan pesta. Lantas, ia pun meminta izin terlebih dahulu kepada istrinya untuk berpamitan kepada semua orang. "Sweetheart, aku akan berpamitan kepada semua orang. Lalu kita bisa pulang duluan!" kata Edgar. "Pulang? Mana bisa begitu. Kau adalah tuan rumah di pesta ini dan kau tidak bisa pergi begitu saja meninggalkannya. Aku tidak masalah bila harus menunggu lebih lama, sampai acara selesai," kata Ivana yang memahami posisi suaminya. Edgar adalah orang yang mempunyai acara ini dan otomatis, ia harus ada di acara ini sampai selesai. "Tapi Sweetheart, kau pasti lelah. Kau juga sudah mengantuk bukan?" tanya Edgar khawatir, sebab sudah ketiga kalinya, pria itu mendengar istrinya menguap. "Tidak apa-apa. Tinggal setengah ja
Usai tidur yang nyenyak sampai siang, Edgar dan Ivana baru keluar dari kamar, setelah mereka selesai membersihkan tubuh mereka bersama di kamar mandi. Keduanya sudah tampak segar dan bugar, hanya tinggal menikmati sarapan pagi saja. Syukurlah ini hari libur, jadi mau bangun siang pun tidak masalah.Seperti biasa, selalu ada adegan suap-suapan suami istri di meja makan yang mencerminkan kemesraan pasangan itu. Mereka tak luput dari pandangan beberapa pelayan yang sedang bertugas di tempat masing-masing."Tuan dan nyonya semakin hari semakin romantis saja ya!" celetuk Agatha sambil tersenyum."Benar...bahkan aku bisa melihat binar-binar cinta di mata mereka. Ah..sungguh manis bukan?" kata Mia sambil tersenyum."Semoga hubungan mereka langgeng sampai kakek nenek bahkan sampai akhir maut memisahkan!" Nora berdoa dengan tulus untuk kebahagiaan hubungan Ivana dan Edgar.Para pelayan lain juga mengharapkan yang sama, semoga saja pasangan ini menyelesaikan masalah yang ada dalam hidup rumah t
Mansion mewah Denvier, malam itu terlihat seorang wanita cantik sedang duduk di sofa ruang tengah seorang diri sambil memainkan ponselnya dan melihat jam terus menerus. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, tapi sampai saat ini dari siang tadi, menghubunginya Edgar masih belum menghubunginya. Ivana masih menunggu dengan setia balasan pesan dari suaminya."Sebenarnya kemana dia? Apa yang sedang dia lakukan, sampai dia tidak bisa membalas pesanku?" Ivana terus bertanya-tanya seperti itu selama beberapa kali. Ia berusaha untuk menghilangkan pikiran negatif kepada suaminya, yang belum membalas pesan, atau mengangkat telepon darinya. Walaupun, di dalam benaknya ada perasaan curiga."Nona! Ini jus mangganya," ujar Nora seraya menyimpan segelas jus mangga ke atas meja.Ivana bergerak dari posisi rebahannya, dan sekarang mengambil posisi duduk. Begitu ia melihat Nora berada di sana. "Terimakasih Nora!"Wanita itu tiba-tiba saja, ingin minum yang segar-segar di malam hari dan Nora me
Pagi sudah menyapa langit Paris, namun langit itu tampak mendung. Tidak secerah seperti biasanya. Mungkin karena sudah waktunya memasuki musim hujan, maka dari itu langit pun tampak mendung. Ivana membuka matanya perlahan-lahan, ia merasakan tubuhnya ditutupi sesuatu yang hangat. Wanita itu mengerjapkan matanya, berusaha untuk memulihkan kesadarannya."Eungh." Lenguh wanita itu, merasakan kesadarannya yang perlahan kembali. "Eh? Aku tidur di sofa? Aku pasti ketiduran semalam! Astaga, aku harus siap-siap, hari ini adalah sidang skripsi ku!" Wanita itu terlihat panik, bahkan ia tidak memikirkan apapun saat ini. Hanya sidang skripsi di kepalanya saat ini!! Ponselnya ia tinggalkan di sofa begitu saja.Ivana berlari terburu-buru menuju ke kamarnya. Agatha dan Margaret terkejut melihat Ivana yang berlari, mereka takut wanita itu akan terpeleset atau bahkan terjatuh. Mengingat Ivana yang saat ini sedang berbadan dua. "Astaga! Nona jangan berlari, berbahaya!" teriak Margaret mengingatkan d
Seketika rahang Edgar mengeras dan darahnya mendidih, ketika ia mendengar suara seorang pria yang terdengar memanggil nama istrinya dan memuji istrinya itu. Ia juga terdengar akrab menyapa Ivana."Tuan-""Berikan telponnya pada istriku sekarang!" ujar Edgar dengan emosi."Baik tuan!" kata Jemmy yang lalu berjalan mendekati Ivana yang sedang duduk bersama dengan seorang pria dan Kimmy temannya. "Nona, tuan menelpon!" ujar Jemmy seraya menyodorkan ponselnya ke hadapan Ivana, dan wanita itu mengambil ponsel tersebut. Kemudian ia berdiri dari tempat duduknya dan melangkah pergi sedikit menjauh dari sana. "Halo." Ivana menjawab telepon dari suaminya dengan singkat. Ya, jujur saja, ia sedikit kesal karena kejadian kemarin. Dimana suaminya tidak menghubungi Ivana, ketika lelaki itu sudah tiba di Limoges."Sweetheart! Siapa bajingan yang baru saja berbicara denganmu?" tanya Edgar dengan suara tegas. "Apa hal ini yang pertama
Aneh dan tidak nyaman, itulah yang dirasakan Ivana malam itu. Ia benar-benar merasa tidak nyaman, dan masih terjaga. Entah kenapa perasaannya tidak enak dan pikirannya tertuju kepada suaminya yang sedang berada di luar kota.Ditambah lagi, terdengar suara petir menggelegar bersamaan dengan suara hujan yang mengalir deras membasahi bumi. "Kenapa mataku masih belum bisa terpejam? Padahal aku sudah merasa ngantuk. Dan lagi, perasaan apa ini? Kenapa aku merasa tidak enak hati? Apa Hubby baik-baik saja? Ah...ya, pasti jam segini dia sudah tidur." Ivana bergumam sendiri, seraya melihat ke arah jam dinding, yang sudah menunjukkan pukul. 11 malam.Ivana tidur seorang diri, tanpa suaminya menemani dan sudah dua malam ia seperti ini. Jika sebelumnya ia bisa tertidur nyenyak di sofa, lain lagi dengan tidur diatas ranjang. Tidurnya tidak nyenyak karena tidak ada Edgar di sampingnya. Tak bisa Ivana pungkiri bahwa hatinya merasa kesepian, tidak ada Edgar."Apa aku sulit tidur seperti ini karena aku
Ivana dibuat mematung di sana, ia bahkan kehilangan kata-kata saat melihat suaminya berada di dalam satu ranjang bersama dengan mantan istri yang tak lain adalah cinta pertamanya.Seketika ingatan Ivana kembali pada pengkhianatan yang pernah dilakukan Rick kepadanya. Ia juga melihat hal yang sama seperti ini, tapi perasaannya jauh lebih sakit dibandingkan perasaan dikhianati Rick waktu itu. Sebab, posisinya saat ini ia adalah istri Edgar, sedang mengandung kedua anaknya dan Ivana telah memberikan segalanya untuk Edgar. Entah itu kunci hatinya, hidupnya, bahkan tubuhnya. Lalu sekarang ia merasa diruntuhkan, merasa dibodohi dan kenapa ia mengalami hal ini lagi untuk kedua kalinya? Hancur hati Ivana melihat Edgar berada disana, dalam posisi yang jelas membuat salah paham. Air matanya luruh tanpa diminta, sungguh Ivana ingin mendekati mereka berdua dan melabrak mereka, tapi entah kenapa kali ini ia lemah. Ia tidak sekuat itu, padahal dulu saat Rick berkhianat, ia masih bisa melawan dan be
Kalang kabut, takut, gelisah dan panik. Itulah yang dirasakan Edgar saat ini. Ia tidak bisa berpikir jernih setelah istrinya pergi meninggalkannya dalam keadaan kacau. Ia juga belum mengingat apa yang terjadi dengannya semalam, sehingga ia bisa tidur seranjang dengan Vanessa dalam keadaan tidak berpakaian. Sebenarnya apa yang terjadi?"Kerahkan orang-orang untuk mencari istriku! Di stasiun, bandara, terminal, semuanya! Istriku harus di temukan hari ini juga!" titah Edgar pada Marco dan Jemmy. Mobil yang tadi membawa Ivana juga tidak tau kemana rimbanya. Anehnya, Ivana seperti disembunyikan seseorang yang bukan orang biasa. Sehingga Edgar sulit untuk menemukannya."Baik tuan."Jemmy dan Marco mengerahkan orang-orang untuk mencari Ivana di kota Limoges itu. Mereka yakin Ivana belum pergi jauh dari sana. Edgar pun turut mencari keberadaan sang istri dengan penuh rasa takut, ia takut istrinya akan pergi meninggalkan dirinya."Sweetheart, kumohon...jangan pergi meninggalkanku! Aku tidak bi
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa