Setelah bertemu dengan supir taksi itu ditempat mangkalnya, Edgar langsung menanyakan kemana supir taksi itu mengantar Ivana."Bapak mengantar istri saya kemana?""Saya menurunkannya didekat jembatan sana pak! Saya pikir nona itu berjalan ke arah sungai," ucap supir taksi itu memberikan keterangan."Terimakasih. Ini ada sedikit untuk bapak," kata Edgar sambil menyerahkan beberapa uang lembar euro pada supir taksi itu dari dalam dompetnya."Tidak tuan! Saya tulus memberitahu tuan, tanpa mengharap imbalan. Terimakasih saja sudah cukup tuan. Saya hanya berharap tuan bisa segera berbaikan dengan istri tuan, tadi nona itu banyak menangis." Supir taksi itu menolak uang pemberian Edgar dan ia hanya berharap kalau hubungan Edgar dan Ivana membaik.Edgar terdiam, raut wajahnya terlihat khawatir mendengar istrinya banyak menangis. Hatinya juga merasa marah, karena ini pasti gara-gara Samuel."Terimakasih. Bapak tenang saja, karena saya akan membuatnya kembali tersenyum!""Iya Tuan."Setelah itu
Pertanyaan Ivana bisa terbilang konyol dan mustahil, sebab Edgar tak mungkin berselingkuh dari istrinya. Wanita yang selama ini ia inginkan."Ivana, aku tak mungkin melakukan itu!""Jangan macam-macam Paman. Kalau kau berselingkuh kau harus membayar mahal untuk denda penalti kontrak kita! Karena kau melanggar kontrak dengan berselingkuh," ucap Ivana mengancam.'Ah sial! Aku pikir dia berkata seperti ini karena cemburu. Rupanya aku salah. Atau, apakah aku harus mengatakan cintaku lebih cepat? Agar ia mengetahui perasaanku?' kata Edgar dalam hatinya. Tadinya ia berpikir kalau Ivana bertanya karena cemburu dan Edgar mulai berpikir untuk mengatakan cintanya lebih cepat.****1 bulan kemudian....Ivana menjalani hari-harinya satu rumah dengan dua wanita yang membencinya, yaitu Amber dan Julia. Mereka berdua bersekutu untuk membuat keributan di rumah. Ivana sudah mulai terbiasa dengan kelakuan Amber dan Julia yang kekanak-kanakan.Meskipun selalu diganggu, akan tetapi Ivana menikmatinya. Ia
Jauh dari Ivana, bukan berarti Edgar tidak bisa memperhatikan Ivana. Ia selalu memperhatikannya, walaupun melalui orang lain. Edgar meminta seseorang untuk mengawasi Ivana secara diam-diam di kampus, alias mata-mata yang ia bayar. Pada dasarnya, Edgar adalah orang yang posesif. Hanya saja Edgar tidak mau menunjukkan perhatiannya yang berlebihan pada Ivana, ia takut kalau Ivana malah akan melarikan diri, setelah tau sisi Edgar yang seperti ini. Bahwa ia tidak akan pernah melepaskan apa yang ada didalam genggamannya.Tidak dalam hal bisnis, apalagi dalam hal asmara yang baru saja ia rasakan kembali setelah bertahun-tahun menduda."Bukankah seharusnya sekarang dia ada di kampusnya? Pasti dia sedang bimbingan kan? Apa aku tanya Kimmy saja?" Edgar berbicara sendiri, bingung sendiri dan jarinya tak tahan ingin mengetik pesan pada istrinya Padahal pesan sebelumnya, belum dibalas oleh Ivana, dibaca pun belum.Saat ini Edgar masih berada di kamar hotel tempatnya menginap selama perjalanan bisn
Mendengar kata-kata Ivana, dosen yang bernama lengkap Justin Alfred Moore itu tidak bisa berkutik dan akhirnya ia pun memberikan kesempatan kepada Ivana untuk melakukan bimbingan dengannya. Meski seharusnya ia tidak memperbolehkan Ivana ikut bimbingannya lagi, karena gadis itu sudah melanggar aturan yang ia buat."Kau sudah benar-benar membuat saya melanggar aturan yang saya buat sendiri," ucap Justin dengan wajahnya yang selalu datar."Maafkan saya Pak! Saya hanya mengutip kata-kata bapak, walaupun saya terlambat datang...tapi saya selalu mengikuti pelajaran bapak!" Ivana mengikuti Justin dari belakang, mereka berdua akan pergi bimbingan di perpustakaan kampus sekalian mencari bahan-bahan yang kurang dari skripsi yang sedang dikerjakan oleh Ivana.Justin tidak merespon ucapan Ivana, dan gadis itu sudah tau dengan sikap Justin yang dingin. Si Dosen muda yang berusia 30 tahunan dan masih jomblo itu, memang memiliki sifat yang dingin kepada siapapun juga.Kini Ivana berada di perpustaka
Akhir-akhir ini Ivana sering merasakan lapar yang tidak bisa ditahan. Bahkan moodnya gampang berubah, kadang menangis, kadang senang dan kadang marah. Aneh, memang, tapi Ivana juga tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Berat badannya juga bertambah, karena banyak makan. Kalau sudah makan, bertemankan dengan bantal dan bantal, sudah pasti Ivana akan tertidur."Eh? Kau sudah bangun?" tanya Kimmy sambil membawakan dua gelas jus diatas nampan yang ia bawa."Kebetulan sekali, aku baru membuat jus jeruk sunkist!" ujar Kimmy sambil tersenyum dan menyimpan nampan berisi dua gelas berisi jus jeruk sunkist itu ke atas meja."Kebetulan sekali, aku haus dan juga lapar!" mata Ivana berbinar-binar penuh gairah, saat ia melihat dua gelas berisi jus Sunkist tersebut.Dengan tidak sabar, Ivana mengambil gelas itu lalu meneguk isinya dalam sekali tegukan. Kimmy yang melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya."Haah...habis juga. Kimmy ayo kita beli yang pedas-pedas," ajak Ivana dengan semang
****Edgar tidak terima melihat Ivana dan Rick berciuman, ia juga tidak pernah lupa bahwasanya mereka pernah hampir menikah. Seketika pikiran Edgar melayang-layang, mengapa Ivana tidak memberontak ketika dicium oleh Rick seolah menikmatinya. Itulah yang ia lihat tadi, tapi ia tidak melihat kejadian sebelumnya.Mata berwarna abu itu tampak berkilat marah, ia memukul Rick, tak pandang bulu, meski Rick adalah putra kandungnya sendiri."Bangun!" ujarnya dengan dingin."Bangunlah brengsek!" umpat Edgar dengan emosi pada Rick.Rick tidak terlihat takut pada papanya, ia malah tersenyum dan mengusap sudut bibirnya yang terluka akibat pukulan Edgar. Entah mengapa ia senang melihat Edgar marah seperti ini dan ia harap Edgar juga marah pada Ivana. Kalau perlu, mereka bercerai saja."Pa, kenapa papa tega sekali kepadaku? Aku ini putramu, Pa. Teganya kau memukul aku demi wanita yang menggoda ku," ucap Rick sambil berdiri dari atas lantai, ia menatap Ivana dan Edgar bergantian. Lelaki itu berusaha
Ini kedua kalinya bagi Ivana dan Edgar, lakukan penyatuan. Jika dulu mereka melakukan penyatuan yang pertama di atas ranjang, sekarang mereka melakukannya dengan latar kamar mandi yang luas. Edgar terbenam kuat didalam tubuh Ivana, ia menggendong istrinya bak koala dengan kedua kaki Ivana yang melingkar di tubuh Edgar. "Paman...kumohon...jangan keras-keras! Pelan... ah..."Ivana merasakan sesak dan kesulitan bernapas, manakala Edgar bergerak semakin liar di dalam tubuhnya. Tubuh mungil Ivana terhentak beberapa kali ke tembok, dan tak bisa ia pungkiri, bahwa punggung dan kakinya merasakan sakit dengan posisi seperti ini. Sementara itu, Edgar sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun, dan menyahuti permintaan istrinya. Seolah ia menuliskan pendengarannya dan mengikuti insting kelakiannya untuk menyatukan diri bersama Ivana. Penyatuan yang didasari oleh rasa amarah dan juga cemburu. Bayang-bayang di mana putra kandungnya sendiri mencium istrinya, semakin membuat Edgar jadi emosi.
Tanpa menjawab pertanyaan ibunya, Edgar segera pergi keluar dari rumahnya sambil menggendong Ivana dengan terburu-buru. Namun meskipun pertanyaannya tidak dijawab, Amber yakin kalau Ivana sedang terluka. Terlihat dari wajahnya yang pucat dan noda darah dibelakang tubuhnya."Apa yang terjadi? Mengapa dia seperti itu? Apa putraku melakukan kekerasan rumah tangga kepadanya? Ah... tidak mungkin, Edgar bukan orang yang ringan tangan pada wanita.""Nenek, nenek bicara apa? Siapa yang ringan tangan?" tanya Rick yang sudah berada dibelakang Amber bersama dengan Julia. Rick sudah memakai setelan kampusnya, selain itu Rick juga memiliki kerja paruh waktu di salah satu stand pusat perbelanjaan milik Denvier Grup. Sekarang Edgar juga tidak memberikannya uang, Rick berjuang sendiri untuk memberikan nafkah kepada istri dan calon anaknya. Edgar hanya menyediakan tempat tinggal saja untuk Rick dan Julia."Ah...tidak apa-apa nak. Lebih baik kalian segera berangkat ke kampu
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa