Pernikahan seharusnya menjadi pengikat hubungan agar lebih kuat, tapi itu hanya berlaku bagi sepasang kekasih yang saling mencintai. Tidak dengan pernikahan Levin dan Laura yang dipaksakan. Cintanya hanya sebelah pihak.Tiba-tiba saja, saat Laura sedang berjalan turun dari altar pernikahan. Laura merasakan sakit pada bagian perutnya. Sara yang melihat itu, langsung menghampiri wanita yang sudah menjadi menantunya itu dengan khawatir. Marco juga menghampiri Laura, dia malah memapah Laura agar tidak jatuh."Laura! Apa kau baik-baik saja nak? Wajahmu pucat."Diperhatikan seperti itu, membuat hati Laura sedikit lebih baik. Meski sikap Levin sudah menyakiti hatinya."Saya tidak apa-apa bibi, perut saya keram. Tapi saya sudah biasa," jawab Laura sambil memaksakan senyumannya didepan mertuanya itu."Keram? Kalau begitu tidak bis dibiarkan, ayo kita pergi ke rumah sakit dan memeriksakan kondisimu!" ujar Sara, layaknya seorang ibu yang khawatir kepada anaknya."Tidak perlu, Bibi.""Satu lagi p
Setelah dua hari putrinya menghilang dan tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Siang itu Ivana jatuh pingsan, Emily yang pertama kali menemukan ibu mertuanya itu, sungguh terkejut melihat Ivana pingsan di dapur."Ma! Mama! Mama bangun Ma!" Emily berteriak memanggil-manggil ibu mertuanya, dia juga mencoba menggoyang-goyangkan tubuh Ivana. Namun tidak ada respon dari wanita yang saat ini terbaring tak sadarkan diri diatas lantai itu."Papa! A! Papa! Arion!" teriak Emily panik, dia memanggil ayah mertua dan juga suaminya.Tak berselang lama kemudian, kedua pria yang berbeda usia itu sudah ada didapur. Mereka terkejut saat melihat Ivana terbaring diatas lantai yang dingin."Mama!" pekik Arion."Sweetheart! Apa yang terjadi?" Edgar sang suami, terlihat panik saat melihat istrinya tak sadarkan diri. Dia meraih tubuh istrinya, dan mencoba membuat matanya terbuka. Tapi tidak ada respon dari wanita itu."Sweetheart! Wake up!" pinta Edgar seraya menepuk-nepuk pipi Ivana dengan pelan."Sayang
"Buat apa aku meracuni mu? Memangnya kau orang penting sampai aku harus menghabiskan waktuku dipenjara?" balas Leon yang membuat Aileen semakin kesal. Kekesalan gadis itu, dia tumpahkan dengan mie berwarna merah dengan toping telur setengah matang, sosis, bakso didepan matanya.Gadis itu menyeruput dengan lahap mie pedas diatas piringnya. Kata-kata orang penting itu membuat Aileen kesal. Apalagi saat ini hatinya memang sedang kacau setelah mendengar pernikahan Levin dan Laura, tak bisa dia pungkiri bahwa hatinya sakit.Dia tidak menyangka bahwa pria yang tadinya akan menghabiskan hidup bersamanya, malah menikah dengan wanita lain. Padahal hanya tinggal 7 hari hari pernikahan mereka akan digelar? Lalu bagaimana dengan persiapan pernikahan yang sudah terjadi itu? Bahkan Aileen lupa untuk memikirkannya, karena ia terlalu sibuk dengan rasa sakit hatinya."Pelan-pelan makannya, santai saja. Tidak akan ada yang menghabiskan makananmu. Aku bisa pesan lagi," celetuk Leon yang memang selalu te
****Setelah mendapatkan kabar dari detektif suruhannya untuk mencari Aileen, akhirnya Arion mendapatkan sebuah kabar yang membahagiakan. Dimana detektif suruhannya itu berhasil menemukan keberadaan saudara kembarnya. Arion langsung pergi ke restoran yang dikatakan Detektif itu bersama dengan istrinya.Sebelumnya, Arion juga mendapatkan kabar yang mengejutkan dari detektif suruhannya itu. Bahwa dia melihat Aileen akan melompat ke sungai. Seketika jantungnya berhenti berdegup, manakala dia mendengar berita tersebut.Untuk memastikan bagaimana keadaan saudara kembarnya, Arion dan Emily pergi ke sana. Sesampainya disana, Arion dan Emily melihat Aileen sedang bersama dengan Leon di lorong toilet."Ai, ternyata benar kau ada di sini!" ujar Arion dengan suara keras, pria itu menatap tajam pada sang adik dan berjalan dengan langkah cepat ke arahnya. Disusul dengan Emily yang ada dibelakangnya. Emily terlihat lega melihat Aileen dalam keadaan baik-baik saja."A?" Aileen menatap kakaknya itu.
"Ketika putriku sedang patah hati, dan tidak tahu bagaimana keadaannya. Ibu dan ayahmu malah membuat pesta pernikahan adikmu dan wanita hamil itu. Tapi tidak masalah sih kalau adikmu menikah. Hanya saja, setidaknya mereka menghargai Aileen dan keluarga kami yang dirugikan. Mereka bahkan tidak meminta maaf pada kami."Kata-kata Ivana selalu terngiang di kepala Leon, sehingga dia tidak bisa mengabaikan itu. Mengabaikan sakit hatinya Aileen dan keluarganya, karena ulah ibu dan ayahnya. Ya, Leon paham alasan mengapa Ivana dan Edgar murka,kalau kejadiannya memang seperti ini. Untuk Levin, dia juga sangat marah, kecewa padanya."Ma, Pa, dimana Levin?" tanya Leon begitu dia pulang ke rumah. Tatapan matanya tajam seperti elang pembunuh."Kami tidak tahu kemana dia pergi," jawab Sara lesu. Dia hanya pulang dengan Laura dan Marco ke rumah, setelah dari rumah sakit."Pa, Ma, aku baru saja bertemu Aileen dan keluarganya," ucap Leon sambil mengatur deru napasnya yang mulai memburu karena emosi.Sa
Meskipun Laura sudah tahu ini akan terjadi, tapi ia pikir tidak akan separah ini. Sebelum menjadi suami-istri dan menjadi teman, Levin bersikap hangat padanya dan semua orang. Sekarang pria itu bahkan tak peduli padanya.Tak ada pesta pernikahan impiannya, apalagi malam yang indah pengantin baru. Semua itu hanyalah mimpi Laura saja. Suaminya bahkan tidak peduli padanya, kalau bukan karena bayi yang ada didalam kandungannya. Mereka tidur di kamar terpisah."Ya tuhan, kenapa rasanya sesakit ini? Apa ini semua karena niatku semula untuk membalas dendam?" gumam Laura sambil memegang dadanya yang sesak."Padahal aku mencintaimu, Levin. Tulus."Mendekati Levin dengan niat balas dendam dan mematahkan hati Aileen, malah berujung jatuh cinta pada lelaki itu, perasaannya adalah nyata."Stop Levin! Kau disini saja, jangan buat masalah. Temani istrimu!" bentak Marco kesal. "Jangan buat kami makin pusing."Levin terdiam setelah ayahnya emosi, dia pun hanya bisa berdiri disana melihat kedua orang tu
****Kedatangan Marco dan Sara, memang disambut tapi bukan sambutan yang ramah. Melainkan sambutan dingin dan berbeda dari sebelumnya. Marco dan Sara berusaha mengenyahkan perasaan takut, juga tidak nyaman itu. Yang penting tujuan mereka datang kemari adalah untuk meminta maaf."Silahkan duduk, paman Marco, bibi Sara!" Arion lah satu-satunya disana yang memperlakukan Sara dan Marco dengan ramah."Terimakasih nak Arion," balas Sara dan Marco ramah juga."A, kau pergilah ke dapur, lalu suruh Nora membuat minuman dan cemilan!" ujar Ivana pada putranya."Baik Ma."Arion pergi ke dapur sebelum dia berangkat bekerja. Didapur ia melihat istrinya juga ada disana dan sedang membuat kopi untuk Arion."Sayang. Bagaimana? Apa kau sudah bicara dengan mama dan papa tentang Aileen?" tanya Emily sambil mengocek kopi didalam gelas dengan sendok."Sudah, tapi mereka tidak mau mendengarkanku. Dan sekarang ada masalah lain," ucap Arion dengan wajah gelisah."Masalah lain?""Nanti aku jelaskan. Oh ya, dim
****Pria tampan yang memakai setelan jas berwarna abu dan membawa kantong kain dengan logo restoran itu masuk terdiam didepan pintu, setelah dia melihat sosok bidadari cantik yang memikat hatinya. Bidadari itu memiliki sepasang mata berwarna abu-abu dan rambut coklat."Dia sangat cantik. Apa dia adalah wanita yang akan dijodohkan denganku?" gumam pria itu tanpa berkedip. Dia masih melihat sosok Aileen yang menaiki mobil dan pergi meninggalkan rumah."Tuan, maaf...anda siapa ya?" tanya Agatha yang sedang lewat di pintu depan. Dia bertanya kepada pria asing didepannya ini."Saya Kenneth Deruro, saya kesini untuk bertemu dengan pak Denvier atas permintaan papa saya.""Oh begitu. Ya sudah, mari saya antarkan ke dalam Tuan." Agatha membawa pria itu masuk ke dalam rumah.Edgar dan Ivana yang masih berada diruang tamu, melihat Agatha bersama dengan pria tampan disampingnya."Nyonya! Katanya tuan ini ingin bertemu dengan tuan besar," kata Agatha sopan.Edgar langsung menyambutnya dengan seny
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa