Hari ini, aku, Kalea, memutuskan untuk mencari pekerjaan. Aku bersemangat mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan di kota ini.Tak terhitung berapa lamaran yang telah kucetak dan kuserahkan kepada pak satpam di setiap gedung.Namun, langkah kakiku terhenti sejenak ketika aku melihat sebuah perusahaan besar di depanku.Di dalam hati, aku merasa ragu, "Apakah aku pantas bekerja di sini? Jadi OB pun tak ada masalah," gumamku dalam hati.lalu kutegaskan niatku, "Aku harus mencoba, demi mendapatkan pekerjaan dan masa depan yang lebih baik!"Kebetulan, aku mendengar percakapan antara beberapa OB di perusahaan tersebut, yang membahas tentang adanya lowongan pekerjaan untuk posisi mereka.Aku merasa ini adalah kesempatan yang baik dan segera menyambarnya. Aku pun mendekati OB tersebut dan menanyakan hal tersebut dengan rasa penasaran dan harapan."Memangnya ada lowongan di sini?" tanyaku, menahan rasa gugup yang mencoba merayapi."Iya Mbak, kebetulan kantor butuh hari ini untuk menggantika
Aku, Kalea, benar-benar shock saat mendengar apa yang dikatakan oleh abang tukang rujak buah saat itu.Aku tak bisa mempercayai apa yang baru saja aku dengar, ternyata Andien yang menjadi maduku selama ini tengah mengandung anak Mas Raka tanpa sepengetahuan diriku."Apakah dia sengaja menyembunyikan kehamilan ini dariku?" pikirku, merasa bingung dan kesal. Aku bahkan tidak sempat menyadari bahwa penjual rujak buah di depanku tengah menatapku aneh. "Mbak, kok bengong saja?" tegur penjual rujak buah itu, seolah menarikku kembali kepada kenyataan. "Tidak ada apa-apa kok, Bang. Ya sudah, berapa semuanya?" balasku, mencoba mengakhiri percakapan kami agar bisa segera pergi mencari kebenaran. "Lima belas ribu, Mbak," balas Abang tukang rujak buah tersebut. Aku segera membayar pesanan tersebut dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Dalam benakku, semua pikiran terasa kacau, antara ingin tahu apa yang terjadi dan merasa tidak sanggup untuk menghadapi kenyataan pahit ini. Aku bahkan
Aku, Kalea, tercengang saat mendengar Andien berbicara kepada Mas Raka, suamiku, memintanya untuk menceraikan diriku. Seketika aliran darahku pun langsung mendidih, aku benar-benar sangat marah dan geram melihat wajahnya."Apa maksudmu meminta suamiku menceraikanku? Kau pikir kau ini siapa? Dasar l*cur tak tau diri," tanyaku dengan suara penuh amarah. "Masa bodoh dengan wanita seperti Mbak, saat ini aku bisa memberikan keturunan bagi Mas Raka, aku tidak perduli dengan ejekanmu kepadaku, meskipun kau mengatakan aku adalah l*cur, tapi aku bisa memberikan Mas Raka keturunan," .jawab Andien dengan tatapan sinis yang menusuk hatiku. Aliran darahku mendidih mendengar penghinaan Andien tersebut. "Dasar wanita murahan, wanita yak tau malu , beraninya kau menghinaku seperti itu," umpatku, seraya memukul kecewa dan bingung. Menahan amarah yang tak terbendung, kuangkat tanganku tinggi-tinggi dan layangkan tamparan keras pada wajah Andien. Plaaak! Bekas merah dari telapak tanganku terpatri
Aku terkejut saat mendengar pengakuan Kalea, entah mengapa hatiku serasa ikut pedih menahan perasaan yang tak menentu.Apalagi setelah aku melihat dirinya yang terlihat sangat tertekan dan tak berdaya setelah Mas Raka menikah lagi dengan wanita yang lebih kaya.Sejenak, aku mencoba menyelami apa yang terjadi dalam benaknya.Aku melihat wajahnya dari spion tengah mobilku, wajah penuh penyesalan.Wajah Kalea mencerminkan sebuah cerita yang pernah kukira ia takkan pernah dialami olehnya. "Itulah kehidupan, Kal. Seperti kata pepatah, apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Namun, bukan berarti tak ada ruang untuk introspeksi diri dan menjalani hidup lebih baik," ungkapan hatiku padanya terasa lemah lembut. Mata Kalea tertunduk, mungkin saat ini ia merasa terpuruk oleh dosa masa lalunya yang kini muncul kembali. "Kau benar, Ran. Terkadang kita harus merasakan pahitnya hidup ini untuk bisa belajar dari kesalahan. Aku kira hidup bersama Mas Raka akan selalu bahagia hingga akhir waktu.
Aku benar-benar terkejut mendengar apa yang baru saja diungkapkan Kalea. Ia menceritakan bahwa dirinya telah menjadi korban fitnah oleh madu dan sopirnya. Lebih dari itu, ia mengaku selama tinggal bersama madunya, keluarga istri baru Mas Raka bahkan menjatah makannya, sungguh miris nasib Kalea, bahkan lebih miris dari diriku saat aku hidup bersama dengan ibu mertuaku, meskipun ibu mertuaku tidak pernah menjatah makanan untuk diriku. Namun setiap hari aku terus di hina dan di cap benalu oleh dirinya.Hatiku begitu terpukul mendengar penderitaan yang dialami mantan sahabatku ini. Aku merasa sangat iba melihat nasib yang ditanggungnya, terlebih dia sudah mulai menyesali apa yang sudah diperbuat oleh dirinya."Aku turut merasakan kesedihanmu, Kal," kataku seraya mencoba menenangkan perasaan sahabatku.Kalea menatap wajahku yang sedang menatap iba, tampak tersenyum kecut dan kulihat wajahnya kini sudah mulai berubah di sana."Sungguh, aku tidak menyangka jika kau diperlakukan begitu bu
Ketika mendengar cerita Kalea, perasaan terkejut memenuhi hatiku. Tak pernah terlintas di benakku bahwa dia diperlakukan lebih buruk dariku. Rasanya aku begitu beruntung bisa terlepas dari keluarga yang penuh benalu tersebut.Namun, aku tetap saja penasaran bagaimana Kalea bisa bertahan dengan segala perlakuan yang dia terima. "Kau mau mencari kerja di mana?" tanyaku sambil menatap wajah Kalea yang penuh keputusasaan. Hatiku merasa miris melihat kondisinya seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Kenapa mereka memperlakukan dia sangat buruk, sementara dulu mereka sangat memuja dirinya dan bahkan mereka mengagungkan Kalea."Entahlah, yang penting aku bisa bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, karena mulai hari ini Mas Raka tidak akan memberikan aku nafkah seperti dulu lagi. Semua uang nafkahku dipegang oleh ibu mertuaku dan dia yang akan memberikan jatah kepadaku," ungkap Kalea dengan wajah frustasi. "Apa? Nafkahmu akan dijatah? Dan kau diam saja dan menerima keputus
Aku benar-benar terkejut saat mendengar apa yang baru saja diucapkan Mas Raka. Tubuhku merasa gemetar, pikiran bergejolak dan tidak bisa dipercaya bahwa orang ini berani mengatakan hal tersebut. Sedetik kemudian, aku melihat Mas Raka mulai berjalan mendekatiku, sambil mempertahankan tatapan yang intens ke arahku. Aku panik dan berusaha menghindarinya. "Apa yang kamu lakukan, Mas?" tanyaku dengan suara tercekat. "Bersenang-senang denganmu, Rania. Aku merindukanmu, dan aku ingin menikmati tubuhmu kembali. Aku janji, aku akan merahasiakan semua ini," sahut Mas Raka sambil tersenyum licik. Deg!Jantungku terasa berdetak kencang saat mendengar kata-katanya. Begitu mengecewakan dan membuatku marah, bagaimana bisa dia mengharapkan hal tersebut setelah semuanya sudah berakhir? Dia sudah tidak waras saat mengatakan itu kepadaku."Kamu sudah gila, Mas! Ini kantor dan aku sudah punya suami sekarang! Ingat Mas, ini adalah perusahaan milik istri mudamu, apa jadinya jika dia memergoki dirimu me
Ketika mendengar suara wanita yang ternyata adalah istrinya, aku melihat Mas Raka tampak panik saat mendengar suara istrinya tengah berteriak di luar ruangannya, dan tanpa berpikir panjang, aku pun langsung mendorong tubuh Mas Raka ke arah belakang. Mas Raka buru-buru memakai kemejanya yang sempat dilepaskan tadi, sementara aku berusaha menenangkan diri dan menjauhi mantan suamiku yang baru saja berbuat mesum kepadaku. "Mas Raka! Apa yang kamu lakukan di dalam? Kenapa kamu mengunci pintu ruanganmu?" teriak Andien, istri Mas Raka, dengan nada marah. Aku masih sangat shock saat itu dan tidak tahu harus bagaimana. Aku pun merasa ketakutan, bagaimana jika Andien mengetahui apa yang terjadi di ruangan ini? Melihat paniknya, Mas Raka segera menuju ke arah pintu dan buru-buru membuka pintu ruangannya, sementara penampilannya yang acak-acakan sama sekali tidak menjadi perhatiannya. Hatiku berdebar kencang, saat Andien akan melihat peristiwa yang tak senonoh yang dilakukan oleh suaminya
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d