Share

Bab 3

Author: Alibn A.
last update Last Updated: 2022-09-19 06:28:08

Gadis kecil berambut kuncir itu mengikuti ajakanku tanpa menolak. Usianya hampir sama dengan Naya. Ingin sekali kutanyakan Papanya kerja apa, tetapi kuurungkan karena anak seperti ini tak mungkin mengerti apa yang orang dewasa lakukan. Aku terus berjalan sambil menuntunnya.

"Tante, Dita lupain boneka di lumah Yani." Dita menoleh padaku diikuti dengan langkah kakiku untuk berhenti.

"Biar Tante aja yang ambilin. Kamu masuklah dulu!" Aku membukakan pintu pagar rumah dan menutupnya kembali.

Setelah mendapatkan boneka tersebut, aku beranjak pulang, tak sabar ingin menanyakan perihal suamiku. Boneka ini akan membuat mereka mengatakan di mana Mas Adnan berada. Aku harap mereka tidak menyembunyikan sesuatu dariku.

Sebuah mobil melintas di depan kedai Bu Sumi. Seketika, wajah seorang wanita tertangkap oleh kedua netraku tepat di depan rumah Bu Sari saat aku keluar.

"Sepertinya, tadi wajah mama. Ke mana dia pergi? Dan wanita di sampingnya, bukankah Lisa? Padahal seharian tadi aku menunggunya di rumah untuk diajak berbicara," bisikku.

Benar, tak ada seorang pun di rumah. Ruang tamu dan teras belakang sudah kudatangi dan tidak menemukan seorang pun. Boneka ini masih di genggaman kemudian kuletakkan saja di atas sofa karena tak mendapatkan seorang pun. Anak kecil tadi juga sudah tak terlihat. Aku mencoba menerka mungkin dia sedang istirahat di kamar.

Tak terasa, hari sudah sore. Awan pun memantulkan cahaya jingga seakan memberi isyarat waktu akan berganti.

Setelah memanggil-manggil sekian detik, aku memutuskan ke kamar mengecek Naya, khawatir kalau ia sedang mencariku sejak tadi. Saat pintu kubuka, kudapati Naya masih tertidur pulas. Kurang lebih hampir tiga jam, ia masih tertidur. Aku meletakkan punggung tangan ini ke atas dahinya. Panasnya belum juga reda.

***

Semua makanan telah terhidang di atas meja. Sengaja malam ini, kumasak untuk mereka agar saat pulang nanti mereka tidak kerepotan memasak lagi dan aku punya waktu untuk menanyakan perihal gadis kecil tadi.

Aku masih penasaran di mana gadis kecil itu. Padahal tadi sore saya mengantarnya sampai ke rumah ini dan saya melihat sendiri ia masuk ke rumah. Sampai saat ini, aku tidak melihatnya lagi. Mungkin saja, dia sedang tidur, tapi dengan siapa.

Aku berhenti memikirkan anak kecil itu dan melanjutkan menyuapi Naya di sampingku.

"Makan yang banyak, ya, agar Naya sehat dan cepat sembuh," ucapku.

"Iya, Mah. Papa gimana, Ma. Kok belum ada dali tadi?"

Segera aku mengusap kepalanya, ada nyeri di dada ini mendengar pertanyaan itu lagi. Ia memang berharap bisa bertemu papanya saat mendengar akan ke sini. Ia mau mengikutiku berkunjung meskipun sedang kurang sehat.

"Insya Allah kita akan mendapat kabar Papa, ya, Nak. Makanlah dulu!"

"Kakek, nenek, dan Tante Lica, kok tidak ada, Ma?"

"Lagi keluar, ntar lagi pulang, kok."

Tiba-tiba, aku terpikir Bapak. Dia di mana, ya, apakah pergi bersama mereka juga? Dari tadi, aku belum bertemunya.

"Assalamualaikum ...."

"Nah, itu mereka sudah datang!"

Aku beranjak dan membukakan pintu, "Waalaikumsalam. Eh, Ma, ... Lis, baru pulang."

"Iya, dari rumah tetangga sebelah."

Dari tetangga sebelah? Terus, tadi sore yang kulihat di dalam mobil? Ah, sudahlah. Kenapa mereka menyembunyikan sesuatu dariku?

"Tapi ...."

"Tapi, kenapa?" Wajah mereka berdua terlihat serius padaku.

"Tidak ada apa-apa, Ma. Oh, ya, mari makan Ma ... Lis! Kebetulan Jihan sudah masak."

Sebaiknya, aku tak usah menyebut bahwa aku melihat mereka berdua di dalam mobil. Alangkah baiknya aku mengikuti permainan mereka agar mengetahui kebohongan lain yang disembunyikan. Atau mungkin Dita, gadis kecil itu bersama mereka juga.

"Ma, boneka di sofa itu milik siapa, ya? Tadi, siang tidak ada."

"Oh -- itu ...."

"Punya Tante mau kuberikan untuk Naya," sambung Lisa yang semenjak tadi menikmati makanannya, kemudian menoleh ke gadis mungil di sampingku.

"Untuk Naya, Tante?"

"Iya. Sana ambil!"

"Maaf. Tapi, kayaknya, Naya gak suka boneka beruang. Naya sukanya boneka hello Kitty."

Kok, bisanya dia mendapat ide untuk memberi putriku. Padahal boneka itu aku sendiri yang bawa ke sini tadi.

"Yaa, mana aku tau Naya suka boneka itu? Harusnya berterima kasih kalau itu pemberian. Kalau gak mau, gak usah." Wajah Lisa terlihat cemberut. Sifat aslinya yang ditutupi sejak tadi, akhirnya terlihat juga.

"Maaf Lis, aku tidak bermaksud ...."

"Sudah ... Tak usah berdebat. Ayo, makan!"

"Lisa sudah kenyang! mau ke kamar dulu, permisi."

Ia berjalan sambil menghentakkan kakinya. Sepertinya, dia tersinggung dengan ucapanku tadi. Seharusnya aku yang marah karena dari tadi mereka tidak jujur padaku tentang keberadaan Mas Adnan.

"Abisin dulu dong makanannya, Lis! Gak baik, mubazir. Sini duduk!" titah Mama.

"Eh, Ma. Sore tadi, Jihan lihat anak kecil di depan rumah. Anak siapa, ya?"

"Uhuk ...."

"Minum dulu, Ma." Aku menyodorkan minuman saat mendengar ia terbatuk.

"Mungkin anak tetangga."

"Tapi, dia masuk ke rumah ini."

"Mba Jihan gak salah lihat? Mungkin Naya!" Lisa menyahut.

"Mmm ... Naya dari tadi tidur, kok."

"Yakin? Bisa saja dia bangun nyariin mamanya atau mungkin dia ngigau dengan berjalan, ckckck ...." Sambil tertawa.

"Iya, Naya bobo," sahut Naya.

"Selama ini Alhamdulillah Naya gak seperti itu."

"Yaa, mungkin saja. Siapa yang tahu kan."

Aku tidak melanjutkan dan menggubris perkataannya, tak ingin berlarut-larut berdebat. Lagi pula, ia tidak akan menyerah. Sebaiknya, aku yang diam.

"Nak Jihan besok belum mau pulang?"

Apa maksudnya pertanyaan ini. Apa ia ingin kami cepat pulang?

"Mama tidak bermaksud mengusir, tapi kasihan pekerjaan Nak Jihan di sana bakal terbengkalai."

"Kedaiku ada karyawan yang jaga. Insya Allah, besok Jihan dan Naya akan pulang kok, Ma. Lagi pula Jihan gak dapat kabar apapun juga tentang Papa Naya."

Mereka terdiam mendengar ucapan sarkasku. Aku pun tahu mereka pasti merasa bersalah padaku.

Kedai milik kami, menjual berbagai macam jenis kue kering dan basah. Modal awal diberikan oleh kedua orang tuaku saat pernikahan kami. Alhamdulillah saat ini sangat ramai pembeli. Sebelum ke rumah ini, aku sudah menitipkannya ke Mba Sarah, salah satu karyawan yang sangat kupercayai.

"Emang Papa di mana sih, Ma?" sahut Naya.

"Naya masuk ke kamar, ya, istirahat dulu. Ntar mama jelaskan!"

"Iya, Ma."

Kalau bukan karena putriku, aku tidak mungkin menanyakan terus kabar suamiku ke mereka. Namun, aku tidak bisa diam saja melihat fotonya bersama seorang wanita yang juga teman kuliahku dulu.

Penghiatannya pada pernikahan kami membuatku harus mengambil sikap. Aku tak bisa diam saja. Harus kutemukan di mana mereka dan kuberi perhitungan pada Mas Adnan.

Suara bapak memberi salam di luar dan membuka pintu.

"Eh, kalian sudah pada ngumpul ternyata. Ada apa, kenapa semua diam? Naya di mana?"

"Sudah balik ke kamar, Pak!" jawabku. "Silakan makan, Pak! Biar kuambilkan piring dulu."

"Terima kasih, ya!"

Saat saya ke dapur, aku sempat mendengar percakapan mereka.

"Kalian bahas apa sampai semua diam seperti tadi?" tanya Bapak.

Kupelankan langkah saat mendengar pertanyaan bapak.

"Ya, apalagi kalau bukan kabar suaminya," sahut Lisa sedikit berbisik meskipun bisa kudengar di bagian dapur.

"Ini Pak, silakan. Aku ke kamar sebentar mengecek Naya."

Aku sengaja tidak menutup pintu kamar dengan rapat, sedikit terbuka sekitar tiga centimeter agar bisa mendengar percakapan mereka. Posisi kamar kami dekat ruang makan yang juga berhadapan dengan kamar Lisa.

"Kasihan Jihan yang sampai saat ini tidak mengetahui keberadaan suaminya," kata bapak.

"Ini permintaan Adnan, Pa. Mama tak mungkin menyakiti Adnan, begitu juga Jihan jika dia tahu."

"Tapi, kalian juga menyakiti Jihan. Dia harus tahu keberadaan suaminya. Untuk apa menyembunyikan ini terus?"

"Pelankan suaramu, Pak! Pokoknya dia tidak boleh tahu. Bagaimana nasib Adnan nanti kalau Jihan dan keluarganya tahu?"

"Biarkan dia tahu sendiri dari pada tahu dari kita, Pak," sambung Lisa.

"Mama dan anak sama saja. Selalu yang jadi pertimbangannya materi. Bapak nyesal punya anak seperti dia, apalagi Lisa."

"Tak perlu capek-capek menyembunyikan dariku, aku juga sudah tahu, kok. Aku hanya ingin bersilaturahmi ke sini sekaligus menyambangi kedua mertuaku dan juga iparku," ucapku yang tanpa mereka sadari sudah berada di antara mereka.

Wajah mereka berubah menjadi pias dan terkesiap.

Related chapters

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 4

    Setelah meletakkan piring bekas makanku dan Naya ke westafel, aku kembali ke kamar. Selera makanku tiba-tiba hilang begitu saja. Duduk terlalu lama bersama mereka akan membuatku semakin tidak berselera."Nak Jihan, tunggu sebentar!" Ibu berlari menghampiriku. "Iya, Bu. Kenapa?""Maksud Nak Jihan sudah tahu itu, apa?""Tahu apa ya, Bu?" tanyaku sekedar mengulang kembali ingatan di otak."Barusan Nak Jihan bilang sudah tahu, tahu apa? Trus, bilang kami menyembunyikan sesuatu, maksudmu kami sembunyikan apa?"Aku tak tahu kenapa dia tiba-tiba terlihat sangat gelisah seperti ini. Sehingga dia berlari untuk menghampiriku dan hanya ingin tahu apa yang telah aku ketahui."Oh, itu .... Anak kecil bernama Dita apakah ada hubungannya dengan Mas Adnan?" tanyaku ke Ibu dengan nada sedikit menyelidik.Seketika ibu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tidak ingin aku mengetahui gelagatnya yang mencurigakan. Mungkin dia tidak menyangka bagaimana aku tahu nama anak kecil itu. Namun semakin dia

    Last Updated : 2022-09-19
  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 5

    Setelah berjalan beberapa menit mengitari daerah kediaman mertuaku, aku memutuskan kembali ke rumah.Matahari sudah mulai terik menyinari. Keringat mengucur deras di punggung."Mba Jihan ... Assalamualaikum!" Aku menoleh ke sumber suara yang menyapa."Waalaikumsalam, Bu Sumi ....""Abis jalan pagi?""Iya, nih. Lumayan keringatan!""Aku pikir udah pulang!""Belum. Sebentar lagi, kami pulang. Mungkin sekitar jam sembilan.""Oh, gitu! Dita, putri Mba Jihan di mana, kok aku gak lihat?""Dita bukan putri saya, Bu. Putri saya, namanya Naya." Aku memutuskan untuk jujur saja daripada ikut berbohong dan akibatnya aku akan kena imbas dari kepura-puraan keluarga suamiku juga. "Loh, Mba Jihan gimana, sih! Kok, saya jadi bingung. Trus, Dita itu anak siapa?""Aku juga gak ngerti, Bu. Aku baru tahu kemarin dari Bu Sumi sendiri kalau ada anakku di rumah Bu Sari.""Tapi, aku dengar sendiri dari Mba Lisa, katanya Dita anak Mas Adnan. Itu berarti anak Mba Jihan juga.""Anak kami, namanya Naya. Aku jug

    Last Updated : 2022-09-21
  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 6a

    POV Lisa"Lisa! Apakah Mba Jihan sudah tahu kalau Mas Adnan sudah nikah?""Gak mungkin lah, Mak. Kenapa Mama terlihat sangat khawatir seperti ini? Aku yakin seratus persen dia gak tau. Kalau dia tau, pasti Mas Adnan akan dimintai untuk cerai. Atau setidaknya dia ke sini untuk mengurus surat cerainya, tapi tidak 'kan. Dia hanya datang menanyakan kabar suaminya."Ibu mengangguk, mungkin mulai mengerti dengan penjelasanku. Aku mendekatinya kemudian menjelaskan kembali lebih detail agar ia makin tidak salah paham. Sekitar dua jam kami bercerita dan membahas yang lain entah apapun itu.Meskipun sudah beberapa kali aku jelaskan, ia masih terlihat khawatir. "Mereka sudah pulang belum, Lis?""Kayaknya belum, Mak. Tadi dia berjalan ke luar rumah saat Lisa keluar dari kamar.""Oh, gitu! Sebaiknya, kamu hubungi Mas Adnan agar tidak menitipkan anak kecil itu untuk saat ini ke rumah. Ntar, Mba Jihan curiga lagi." Ibu mendesakku agar segera memberitahu Mas Adnan."Iya, ntar Lisa beritahu Mas Adnan

    Last Updated : 2022-12-06
  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 6b

    POV LisaKedua bola mataku memutar dengan malas, "Ih, Mama cerewet amat! Lagian Lisa baru minggu ini.""Kata siapa? Dari dulu, sejak kamu masih sekolah, Mama yang beresin kamarmu. Coba kalau kamu bantuin Mama, mungkin Mama tidak akan kecapekan terus setiap hari.""Kenapa sih, Mak, akhir-akhir ini bawel banget!""Kamu tuh diberitahu malah marah balik. Cepat ke dapur bantuin Mama!""Ogah, ah. Kita mesan aja, Ma, lewat online. Tadi, Lisa lihat status di aplikasi ijo ada yang lagi post ketoprak. Ketoprak Mas Siswo selalu habis kalau kita tidak mesan segera. Minggu lalu Mas Adnan udah ngirimin duit 'kan?""Lisa! Sampai kapan kamu gini terus? Kemarin kamu sudah mesan. Kamu itu harus membiasakan diri untuk memasak dan menyiapkan makanan. Kalau kamu nikah, gimana mau nyiapin makanan untuk suami dan anak-anakmu nanti.""Aduh, Mak. Itu perkara gampang! Lisa tinggal mesan lewat online. Ribet amat! Lagian Lisa bisa belajar nanti. Udah, ah, mana duitnya Lisa udah mesan. Makanannya udah mau tiba."

    Last Updated : 2022-12-06
  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 7a

    "Naya gak mau pulang. Maunya ketemu ayah dulu!" ucap Naya cemberut diikuti dengan bibirnya membentuk cekung."Mama pasti kabari Naya, kalau ayah sudah tiba. Kita harus balik sekarang. Minggu depan kita akan ke sini lagi, Ok?" Aku berusaha membujuknya terus agar mau mengikuti saranku. Hingga akhirnya, dia pun mau meskipun dengan berat hati mengikutiku berjalan menuju pintu kamar. Aku membuka pintu dan menuntun Naya keluar. "Mba Jihan mau pulang?" Lisa, iparku mendekati kami sambil menyunggingkan senyum."Iya, tolong sampaikan ke Ibu dan bapak, kami mau pamit.""Iya, nanti Lisa sampaikan." Dia terlihat sangat ramah hari ini. Entah apa yang terjadi dengannya hari ini.Entah kenapa, melihatnya tersenyum sambil menjawab ucapanku terasa ada yang pilu di hati ini. "Naya, semoga cepat sehat, ya, Nak!" ucapnya sambil membungkuk ke Naya kemudian berdiri kembali."Telima kasih, Tante.""Mau aku panggilkan taksi?" Wanita yang masih dengan piyama itu menawarkan bantuan ke kami."Tidak perlu, Li

    Last Updated : 2022-12-06
  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 7b

    "Semoga bisa bertemu, ya, Bu. Ibu harus kuat dan tabah kalau kenyataannya sesuai dengan dugaan beberapa hari ini.""Terima kasih, Mba."Mba Tina–tetanggaku di kampung. Ia aku ajak ke sini untuk bekerja bersamaku. Ia sudah aku anggap seperti sahabat dan juga adik sendiri, meskipun usia kami terpaut satu atau dua tahun. kepadanya tempat aku bercerita segala sesuatu."Bagaimana dengan pemesanan katering?" tanyaku."Alhamdulillah berjalan lancar, Bu.""Alhamdulillah, baguslah, senang mendengarnya! Aku percayakan semuanya ke Mba Tina." "Baik, Bu." Ia mengangguk. Aku mulai meraih tas dan berjalan keluar kemudian langsung menuju taksi yang telah menunggu di luar. Aku tidak ingin menunggu lagi untuk segera ke rumah Mas Adnan. Setelah menunjukkan alamat yang aku maksud, taksi driver membawaku ke alamat tujuan. Aku sangat was-was bila alamat yang aku tuju adalah benar alamat Mas Adnan. Pikiranku banyak dihinggapi praduga yang tidak menentu. Aku sudah memutuskan untuk memperjelas masalah ini

    Last Updated : 2022-12-06
  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 8a

    "Jihan! Aku bisa jelaskan semuanya padamu. Aku akan ke rumah besok, Ok!" Mas Adnan mendekatiku, hendak meraih lenganku. Namun aku menepisnya."Jangan menyentuhku, Mas!" Tangannya mengambang di udara. "Sekarang sudah jelas bagiku. Aku tidak butuh penjelasanmu lagi, Mas. Tunggu saja kabar dariku besok." "Oh, ya! Ini kunci mobil milikku 'kan? Aku ingin mengambilnya." Kebetulan mataku melihat sebuah kunci yang tergantung. Aku meraih kunci mobil tersebut di tangannya. Kunci mobil yang kini telah berpindah ke tanganku merupakan kunci mobil truk pemberian ayahku sebagai modal kami. Hanya karena ini membuatnya tidak pernah ada di rumah kami dan menjadikan alasannya agar tidak pernah ke rumah.Gegas aku berlalu dari mereka. Aku tidak kuat berdiri lama di depan mereka sambil menahan sembilu yang menyayat hati. Air mata yang hendak melompat dari netraku tidak terjadi. Air mata ini tidak sudi menangisi kemalangan jalan hidupku. Mas Adnan tidak berani mengejarku karena masih ada Mba Raisya di

    Last Updated : 2022-12-06
  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 8b

    "Iya, Bu. Hati-hati, ya. Semoga selamat sampai tujuan.""Panggilan saya sudahi dulu, ya. Nanti ibu hubungi kalian lagi.""Baik, Bu."Mereka akan ke sini secara tiba-tiba. Biasanya kami yang mengunjungi mereka. Aku menyandarkan kembali kepala ini ke sofa. Kuletakkan gawai di sampingku begitu saja. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya. "Silakan makan, Bu. Makanan sudah saya sajikan di atas meja." Mba Tina menghampiriku yang sedang berpikir."Terima kasih, ya! Tak perlu repot-repot seperti ini, Mba.""Tidak apa-apa, Bu. Saya sudah biasa, kok. Lagian rumah Bu Jihan sudah seperti rumah kedua saya.""Kita makan bersama, ya," ajakku."Aku baru saja selesai makan bersama Naya. Alhamdulillah, Naya sangat lahap hari ini. Dia sedikit bersemangat.""Alhamdulillah!""Ma, Mama sudah pulang?" Naya menghampiriku.Mataku menatapnya lamat-lamat. Seakan melihat Naya yang berbeda. "Iya, Nak. Naya sudah lama bangun?""Iya, Mak, sudah lama. Tadi, Mba Tina temanin main di kamal," jawab Naya

    Last Updated : 2022-12-06

Latest chapter

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 50b

    "Apa maksudmu, Mba? Aku tidak merayu siapapun, apa kau salah orang?" Raisya membelalak. "Tidak usah berlagak tidak tahu. Beberapa hari lalu, aku melihatmu berbicara dengan suamiku di depan rumahmu. Dan aku tidak menyangka suamiku ikut masuk ke rumah ini. Apalagi coba kalau bukan kau ajak ... ih, astaghfirullah ...."Raisya berpikir keras untuk mengingat-ingat. Setahunya tidak ada seorang pun yang dia ajak ke rumah. Mana mungkin? Namun kemudian, dia mulai mengingat sesuatu. "Pak Burhan?""Nah, kau mengetahui namanya. Kau pasti sudah lama mengincarnya 'kan?""Mba, aku tidak pernah merayu suamimu atau apapun yang kau tuduhkan. Beberapa hari yang lalu dia memang ke rumahku karena memperbaiki lampu rumah ini.""Apa? Kenapa kau memintanya, bukan meminta yang lain atau teknisi saja?""Sebenarnya, aku menanyainya alamat atau kontak teknisi, tapi suamimu yang menawarkan sendiri. Katanya, dia juga pengalaman memperbaiki lampu yang rusak. Jadi, aku persilakan. Tidak ada yang lain."Erma, wanit

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 50a

    Di sebuah kamar yang cukup luas, kedua insan itu masih terlibat obrolan serius. Mata mereka belum terpejam. Keduanya masih hanyut, membahas kisah mereka yang dulu. Di dalam hati terdalam, masih ada kekaguman Jihan terhadap lelaki di sampingnya. Tidak terkecuali, Arka. Ketabahannya menunggu, tidak diragukan lagi. "Han!""Iya, Mas." Jihan menoleh ke sisi kanannya. Lelaki itu sedang berbaring sambil menatap langit kamar."Aku ingin bercerita, tapi posisimu terlalu jauh. Apakah kau tidak ingin mendekat? Berbaringlah di sisiku!" ucap Arka dengan seringai senang."Mas!" Pipi Jihan seketika merah merona karena godaan suaminya. "Kenapa? Naya sudah tidur 'kan?" Lelaki bermata tajam itu membalikkan badan dan menghadap ke arah Jihan.Wanita di hadapannya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, karena memang benar putrinya sudah tidur. Arka mendekatkan dan menyandarkan kepala Jihan ke dadanya. Wanita itu hanya patuh dan mengikuti arahan Arka."Mas!" tegur Jihan."Hmm ...."Jihan mendongakkan

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 49b

    Nyonya Assel berbalik. "Siapa yang kau panggil ayah putri kecil? Bukankah Papa ganteng yang berdiri di sampingmu, ayahmu?" tunjuk Nyonya Assel ke Arka."Iya, Nek. Ini Papaku." Alis wanita di depannya seketika tertaut ke atas."Hmmm, aku masih muda, loh. Kok, panggilnya nenek?" ucap Nyonya Assel cemberut. Ia tidak suka dengan panggilan putri kecil di depannya, meskipun itu jujur. Anak sekecil dia mana bisa membedakan usia tua maupun muda. Panggilan itu telah menciderai perawatannya yang sudah ia gelontorkan selama bertahun-tahun. Entah nominalnya sudah tidak bisa dihitung lagi dengan kalkulator, tetapi tiba-tiba dinafikan oleh anak kecil dalam sepersekian detik. "Maaf, Tante.""Nah, gitu dong. Putri kecil yang pintar! Apakah kau mengenal paman ini? Kau memanggilnya apa tadi?""Dia bukan pam- ....""Oh, mungkin anak kecil itu mengira aku seperti papanya. Wajah orang kan hampir banyak yang serupa, tapi tak sama." Sebelum Naya melanjutkan jawabannya, Adnan sudah menyambung, kemudian be

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 49a

    Saat itu, Arka berjalan diapit oleh dua ratu cantik. Di tangan kirinya seorang putri kecil yang sangat menggemaskan, sedangkan di sisi kanannya, wanita anggun yang sedang mengapit lengannya. Mereka terus berjalan beriringan hingga ke singgasana pengantin.Semua mata tertuju ke mereka. Sebuah pemandangan yang sempurna untuk ditonton banyak orang. Mereka tidak menyangka bahwa tamu undangan sudah berdatangan lebih dulu. Padahal acara baru saja dimulai. Lelaki cambang yang duduk bersebelahan dengan Nyonya Assel, seketika membulatkan kedua bola matanya. Ia masih sangsi dengan apa yang dilihatnya. Adnan tidak bisa menafikan bahwa wanita yang berdiri di atas sana ialah mantan istrinya. Ia tidak menyangka Jihan sangat menakjubkan. Jihan sangat cantik bak seorang ratu sehari. Tanpa keraguan dari dasar hatinya. Ia tidak pernah melihat Jihan mengenakan gaun seindah itu. Di mana dia selama ini sehingga belum pernah menyaksikan istri sendiri sangat cantik, bak bidadari? Selama ini, dia hanya

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 48b

    Pagi itu, Adnan bangun dari tidur dan bersiap berangkat ke tempat kerja. Lisa masih bermalas-malasan di kamar karena hari itu bukan jadwalnya bekerja di pagi hari. Jadi, dia masih punya waktu untuk melanjutkan tidur karena semalam menonton serial drama di ponselnya. Sebenarnya, Lisa cukup senang bila kakaknya tinggal bersama di rumah, karena dia sangat takut di rumah sendiri selama sebulan belakangan. Itulah kenapa semalam dia tidak melanjutkan pertanyaannya karena tidak ingin kakaknya berubah pikiran dan kembali ke kosan. "Lisa ... Lis ... Di mana ya, kopi dan gulanya? Sarapan juga tidak ada. Kenapa dapurnya kosong semua?" Adiknya tidak menjawab.Selama sebulan belakangan, Adnan sangat sibuk menyiapkan makanan dan sarapan untuk dirinya sendiri. Padahal dulu, semua sudah tersedia tanpa diminta. Apalagi pakaian, ia harus menyiapkan sendiri segala keperluannya. Bahkan dia harus mencuci sendiri pakaiannya. Adiknya yang diharapkan tidak bisa diandalkan. Terlalu malas. Sudah seminggu,

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 48a

    Setelah dari kantor, Adnan mengendarai motornya menuju rumah kedua orang tuanya. Hampir sekitar sebulan, dia tidak berkunjung ke rumah. Sebelum menuju rumah, dia menyempatkan diri mengunjungi Lisa. Ia memperlambat laju motornya saat mendekati sebuah bangunan dua lantai, kemudian mencari parkiran motor. Setelah menemukan ruang kosong untuk menyimpan motornya, ia bergegas menuju bangunan tersebut. Ia masuk dan menuju lantai atas, tempat di mana para karyawan untuk beristirahat sekaligus berganti pakaian untuk bersiap-siap pulang dan berganti pekerja lain secara shift. Lisa mendapatkan shift pagi. Lantai atas merupakan ruang untuk SPA (Solus Per Aqua), sedangkan lantai bawah untuk Salon. Ya, adiknya bekerja di salon tersebut sebagai cleaning service untuk penebusan utangnya. Selain itu, Lisa tidak punya pilihan untuk bekerja karena Adnan sudah tidak mengirimkan uang lagi padanya. Adnan terus berjalan setelah menaiki tangga terakhir, kemudian berbelok ke kiri. Di ujung jalan ialah ru

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 47b

    "Ya, tau sendiri kan. Dia biang dari semua kegagalan hubungan kalian beberapa tahun silam. Dan kamu tau, gak. Dia juga sangat menyukai Mas Arka. Itulah kenapa dia selalu menghalangimu, pun menjelekkanmu di depan Mas Arka. Bahkan dia pernah memprovokasi Mas Arka. Sekarang dia sedang menerima akibat dari kejahatannya. Dia belum juga menikah sampai sekarang. Dia mengira Mas Arka akan melamarnya. Wanita itu terlalu terobsesi. Seharusnya dia move on dan mulai membuka hati untuk yang lain. Kasian kalau nanti jadi perawan tua.""Mungkin itu sudah jadi pilihannya, Met.""Entahlah! Bagiku, mungkin itu karma.""Mmm ...."Beberapa undangan sudah tersebar, begitu juga untuk keluarga dan kerabat terdekat. Akan tetapi, Jihan tidak tahu kalau undangan untuk alumni sudah disebar juga. Padahal dia sendiri yang berencana akan mengirim ke grup."Han, kita meet up yuk! Udah lama loh, kita tidak mengobrol lagi." Meta menyambung lagi setelah jeda beberapa menit."Okay. Aku juga udah kangen, kita udah lama

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 47a

    Kedua orang dewasa sedang duduk di atas kursi terbuat dari kayu jati minimalis. Mereka berada di dalam ruangan dengan luas sekitar enam belas meter. Di sekitar mereka terdapat meja dan kursi yang sama. Cahaya lampu menyinari sangat lembut dan tidak menyilaukan mata, sehingga membuat pengunjung nyaman. Meskipun di luar sudah pagi, ruangan tersebut tetap menyalakan lampu agar terkesan menyenangkan, sekaligus terlihat elegan dengan cahaya oranye. Wanita yang mereka tunggu pun datang menghampiri mereka, setelah menunggu beberapa menit**Setelah menjelaskan maksud kedatangan mereka, Ibu Anna pulang lebih dulu karena ada beberapa hal yang harus dilakukan. Hal penting baginya bahwa Jihan sudah mengerti dan tidak ada lagi kesalahpahaman. Setidaknya, dia sudah membantu putranya memperbaiki kesalahpahaman yang terjadi kemarin. "Jangan ditunda apalagi diperlambat. Mama tunggu kabar dari kalian secepatnya." Setelah mengatakan itu, wanita tua tersebut beranjak pergi."Baik, Ma."Arka dan Jihan

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 46b

    Ia melihat sekali lagi bangunan di depannya untuk memastikan bahwa pintu rumah yang dia ketuk adalah rumahnya. Ia mencoba, memanggil nama istrinya, Raisya berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. "Ke mana orang di dalam rumah ini?" tanyanya dalam hati.Adnan memutuskan untuk menunggu di teras depan rumah. Mungkin saja, istrinya sedang keluar bersama putrinya. Hampir sekitar tiga jam, orang yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang. Matahari sudah sangat terik. Adnan semakin gelisah dan mulai lapar. Tubuhnya semakin lemas. Hingga malam pun tiba, seorang wanita bersama gadis kecil keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki pagar rumah. Ia menghentikan langkahnya saat melihat seorang lelaki di depan rumahnya. "Raisya! Aku menunggu kalian sejak pagi tadi. Kalian dari mana saja?" Lelaki itu mendongakkan wajahnya. Ia seakan tidak kuat lagi untuk berdiri."Untuk apa kau kembali ke sini? Aku pikir kau sudah mati.""Kamu? kamu mendoakan Mas seperti itu? Ini kan rumahku, jadi

DMCA.com Protection Status