POV Author"Apakah cara ini akan berhasil?" tanya lelaki tersebut. Ia masih sangsi dengan usulan adiknya. Ia masih membutuhkan penjelasan lagi."Aduh, Mas gimana, sih? Harus berhasil, dong! Itu hanya masalah kecil. Masa Mas tidak bisa?""Okay, Mas akan usahakan.""Gitu, dong. Jangan putus asa dulu. Kalau Mas berhasil mendapatkan hak asuh Naya, aku yakin wanita itu akan bertekuk lutut. Dia akan melakukan apapun demi putrinya, apalagi dijauhkan. Mungkin dengan cara ini Mas bisa bernegosiasi agar mendapatkan sebagian hak Mas. Gimana menurutmu, Mas?""Boleh juga," ujar lelaki itu sambil memegang dagunya."Mas, kenapa gak gugat dengan kedai? Kedai masih ada hak Mas di sana."Adnan tidak menyangka adik dan istrinya cukup cerdas dengan masalah ini. Mereka bertiga menatap lelaki yang sedang makan tersebut. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Lelaki itu masih berpikir keras, pasalnya rumah dan mobil saja ia tidak berhasil, apalagi kedai. Dan kemudian hak asuh anak. Sangat membingungkan.Ia han
POV AuthorIa terlihat sedikit putus asa, sempat terbersit di benak akan semakin sulit untuk mendekati mereka dan tidak mungkin mengganggu terus. Pintu mobil itu terbuka. Seorang lelaki berbadan tegap keluar dan berjalan menuju pintu yang satu untuk membukanya.Tidak berselang lama, dua orang wanita dewasa keluar dari dalam mobil beserta putri kecil. Salah satu dari kedua wanita itu adalah mantan istrinya dan satunya lagi seorang wanita, yang membantu putrinya turun dari mobil. Wanita itulah yang pernah datang bersama Arka pada suatu malam untuk membantu Jihan.Mereka terlihat sangat akrab. Lelaki itu masih menatap dari kejauhan. Entah apa lagi yang ada dalam pikirannya saat. Benar-benar kacau.Setelah menjawab penasarannya, ia berbalik menuju tempat yang sudah dia rencanakan untuk kunjungi hari ini. Ia melajukan motornya, hingga akhirnya beberapa menit berlalu ia sampai ke tempat tujuan. Adnan memasuki kantor, kemudian mengutarakan maksudnya ke pengacara yang akan membantunya. Seki
POV AuthorJihan berdiri dan menyusul Arka keluar dari ruangan. Wanita itu masih mengikuti dari belakang. Langkah kaki mereka terhenti sejenak."Loh, gimana, Bos. Tidak jadi meeting hari ini?" Dika baru saja masuk ke ruangan, tetapi bertemu dengan Arka dan juga Jihan di depan pintu."Kita bahas di kedai saja.""Di kedai Mba Jihan 'kan?" Dika menggodanya dengan mengedipkan mata ke temannya tersebut. Seketika, ia mengerti maksud Arka ke sana.Lelaki itu tidak menyahut, hanya membalas dengan sorotan mata awas. Entah Dika tidak tahu maksud tatapan itu. Akan tetapi, nyalinya seketika menciut.Mereka pun berjalan berempat, bersama. Dika dan rekannya Dea, lebih tepatnya gebetan mengikut dari belakang. Ia hanya mengikuti keputusan pimpinannya.Wanita di samping Dika itu cukup pendiam dan pemalu. Hal itulah yang membuat Mahardika atau yang biasa dipanggil Dika, harus lebih ekstra untuk merayu Dea. Semenjak Dea bekerja di kantor Arka, Dika semakin semangat bekerja. Sehingga Arka selalu menggan
POV Author"Ti-dak ada, Mas. Hanya pembahasan ringan tentang masa-masa kuliah kami dulu," ucap Jihan. "Silakan makan!" Jihan mencairkan suasana yang beku. Ia pun mendekatkan tisu dan tempat sendok ke Arka agar mudah diraih. "Oh, jadi kalian nostalgia lagi tentang kuliah?" sahut Arka, sambil menaikkan gulungan lengan kemejanya ke atas. Ia pun meraih sendok yang diberikan."Iya, sekalian bahas ...." Dika tidak melanjutkan ucapannya. Ia hampir saja menyebut yang sebenarnya tentang pembahasan mereka."Bahas apa?" Arka menoleh padanya."Tidak ada, Bos. Ayo, lanjutkan makannya! Keburu dingin sup-nya. Wangi sup ini bikin nagih. Kamu harus coba, Bos.""Kamu gak persilakan Dea?" Dea hanya tersenyum mendengar godaan Arka."Sudah, Bos. Dari tadi, sebelum Pak Bos kembali ke sini."Jihan sesekali tertawa melihat tingkah Arka yang selalu menggoda Dika dan Dea. Mereka pun kembali makan dengan lahap. Rasa lapar sudah tidak bisa kompromi lagi. "Ma ...." Gadis kecil berponi berlari ke arah ibunya."
POV Author"Maaf bos. Aku salah bertanya. Maksud aku, bagaimana perkembangan kasus yang dihadapi Mba Jihan?"Arka mengernyit, "Kita sedang membahasnya sekarang dan akan dilanjutkan setelah makan siang ini.""Baik, Bos." Dika menggaruk cambangnya meskipun tidak gatal, sambil tersenyum yang terkesan dipaksakan.Kurang lebih setengah jam, mereka menyelesaikan makan siang bersama."Karena kita sudah selesai, mungkin kita bisa mulai." Arka memulai pembicaraan, setelah meja dibersihkan dan dirapikan kembali.Mereka pun melanjutkan pembahasan di kantor tadi yang sempat tertunda. **Jihan bersiap-siap akan pulang ke rumah setelah berdiskusi panjang siang tadi. Kebetulan hari sudah sore dan akan berubah gelap. Arka dan rekannya telah pulang lebih dulu. Mereka sudah memutuskan akan menyelesaikan semua masalah yang sedang mereka tangani untuk beberapa klien yang telah menyewa jasa mereka.Setelah sampai di rumah, Jihan memarkirkan motor dan menyuruh Naya masuk lebih dulu. Ia akan menutup pagar
POV AuthorBeberapa menit berlalu, mereka tiba. Arka membantu membukakan pintu untuk mereka. "Selamat datang Tuan dan Nyonya! Silakan masuk!" Seorang waitress menyambut mereka. "Terima kasih. Tempat yang telah aku pesan sudah tersedia?""Oh, iya, Tuan! Mari ke arah sini, aku akan tunjukkan." Wanita itu sudah sangat akrab melihat wajah Arka. Selain pengunjung setia, Arka juga menjadi perbincangan kalangan waitress wanita di restoran tersebut. Bagaimana tidak, lelaki dengan paras ganteng dan cool seperti Arka jelas akan menarik perhatian mereka.Sebenarnya, waitress bernama Susi tadi sedikit bingung melihat kedatangan lelaki tadi dengan seorang wanita dan gadis kecil. Setahu dia, lelaki itu belum beristri. Jadi, siapa wanita dan anak kecil itu. Pertanyaan tersebut terlintas di benaknya. Ternyata tidak hanya dia, beberapa karyawan wanita lain juga saling bertanya-tanya.Restoran itu selalu ramai. Jadi, pelanggan sudah harus reservasi sebelum datang agar mendapatkan meja. Kalau tidak,
POV Author[Raisya!] Aku sedikit terkejut dan tidak percaya.[Untuk apa maksud Raisya menyebarkan isu ini?][Ya, untuk apalagi kalau bukan untuk memperbaiki namanya? Jadi, dia gak bakal disalahkan lagi karena merebut suami orang. Selain itu, dia ingin teman-teman berpikir kamunya yang mau balikan diam-diam sama Mas Arka. Jadi, kamu bisa bayangkan sendiri gimana jadinya][Astaghfirullah. Sekejam itu dia memfitnahku!][Tuh, di grup udah heboh][Pasti, aku udah ditelanjangi habis-habisan di grup][Ya, pastinya. Untungnya, kamu udah left grup, Han. Kalau tidak, aku tidak tahu seperti apa raut wajahmu][Iya, Met. Makasih, ya atas saranmu waktu itu][It's okay, Han]Jihan sudah lama keluar dari grup alumni karena baginya pembahasan di dalam sangat toxic yang mengganggu mental dan pikirannya. Itulah mengapa dia memutuskan untuk left grup. Jadi, dia hanya mengandalkan kabar dari Meta, sahabatnya. Meta yang selalu meneruskan informasi dari grup ke Jihan. [Han, tau gak isi statusnya Raisya ap
POV Author"Ada apa, ya, rame sekali?" tanya yang lain saat mendekat."Ituloh, Bu Lastri ditagih rentenir. Ternyata, dia minjam duit banyak banget.""Astaga! Jadi, gitu! Pantesan aku gak pernah lagi lihat kalung dan gelang emas yang melingkar di leher dan pergelangan tangannya.""Ya, mungkin saja dia udah gadai atau jual untuk menutupi utang, tapi gak cukup.""Kasihan ya, Pak Hasan, suaminya cuma seorang petani, tapi istrinya maksa banget gayanya kayak sosialita." Cuitan tetangga cukup mengganggu telinga Bu Lastri, karena suara mereka sangat besar. "Maka dari itu ibu-ibu, kalau suami gak banyak duit gak usah maksa," ucap salah seorang dari kumpulan ibu-ibu itu dengan meninggikan suara."Iya, benar. Akibatnya kan kayak gitu."Sindiran-sindiran tetangga cukup membuat telinga dan muka Bu Lastri menjadi merah padam. Entah malunya mau disimpan di mana. Semua tetangga sudah melihat dan menyaksikan sendiri para rentenir membentak dan memarahinya di depan orang banyak."Dan tahu tidak, anak