Share

Bab 5

Penulis: Safiiaa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-28 15:06:33

Bab 5

Suasana rumah sakit mendadak sunyi saat dokter mengabarkan kondisi Bu Laras makin memburuk. Operasi yang dilakukan tidak membuat kondisinya makin baik, tetapi malah makin membuat kondisi pasien drop.

Hisyam berjalan mondar mandir di depan ruang ICU. Hati dan pikirannya sedang kacau. Bagaimana tidak, nasib rumah tangganya sedang diujung tanduk sementara ibunya tiba-tiba mendapatkan musibah. Wanita yang ia sayangi, yang seharusnya menjadi penguat saat dirinya sedang terombang-ambing masalah malah turut menderita seperti ini.

Hisyam bak kehilangan satu sayapnya untuk terbang mengarungi samudera kehidupan.

Aini duduk di kursi tunggu sambil menunduk. Hatinya diliputi rasa bersalah karena sedikit banyak musibah ini terjadi setelah dirinya bertengkar dengan Hisyam. Bahkan untuk duduk di dekat suaminya saja Aini tak punya nyali.

"Maafkan aku, Mas," lirih Aini. Linangan air matanya tak membuat Hisyam menoleh sedikitpun.

"Memberimu maaf pun tak membuat Ibu kembali seperti sedia kala." Hisyam menjawab sekenanya. Hatinya enggan berbicara dengan sang istri.

Hisyam kembali terdiam. Ia mengabaikan keberadaan Aini yang juga sama hancurnya dengan dirinya.

"Mas lapar, kan? Aku sengaja bawa makanan untuk Mas. Aku tahu Mas pasti ngga akan sempat meninggalkan Ibu untuk pergi mencari makan." Zahra baru saja datang dan berujar dengan manisnya sambil melirik Aini. Ia membuka makanan dari dalam rantang dan menatanya di kursi kosong tepat di sebelah Hisyam.

"Aku bahkan tak sempat berpikir untuk makan. Yang aku khawatirkan cuma kondisi Ibu. Makin lama bukannya makin membaik tapi makin buruk," ucap Hisyam lemah. Ia mengubah posisi duduknya menjadi bersandar.

"Iya, aku tahu. Kita makan dulu, Mas harus sehat. Kalau Mas juga sakit gimana Mas bisa jagain Ibu?" 

Zahra dengan lincahnya meracik makanan di atas piring yang ia bawa tanpa sedikitpun memperdulikan keberadaan Aini di sebelahnya. 

"Ini Mas, makan dulu. Apa mau kusuapi?" tawar Zahra seraya mengulurkan tangan berisi sepiring nasi.

Hisyam tak menggubris. Ia tetap merenung meratapi kondisi sang Ibu. 

Hal itu tak disia-siakan oleh Zahra. Ia mengambil sesendok nasi lalu ia suapkan ke mulut Hisyam. Sambil tersenyum ia melayani Hisyam bak suaminya.

Hisyam menurut saja. Ia membiarkan suapan itu masuk ke dalam mulutnya sambil menatap nanar plafon ruangan yang bercat putih dengan pikiran kosong.

Dada Aini panas melihat pemandangan di depannya. Ia pun berdiri dari tempatnya duduk dan meraih piring nasi dari tangan Zahra.

Saat Aini hendak melangkah mendekati suami dan teman wanitanya, seorang dokter dan beberapa perawat berlarian menuju ruangan dimana Bu Laras sedang dirawat. Hal itu membuat perhatian tiga orang yang berada di ruang tunggu itu tertuju pada ruangan tersebut.

"Ibu," lirih Aini makin cemas. Ia kembali duduk dengan keringat dingin mengucur deras dari pori-pori kulitnya.

Demikian dengan Hisyam. Urung makan, ia turut berdiri dan berjalan menuju pintu ruangan ICU. Ia mengintip aktivitas dokter dan perawat di dalamnya melalui celah kaca pada pintu itu. Meskipun tidak terlalu jelas, tetapi itu cukup menjadi penawar kekhawatirannya.

"Maaf, Pak, kondisi Ibu tidak bisa tertolong," ucap seorang dokter setelah beberapa saat melakukan tindakan di dalam ruangan.

"Innalilahi," lirih Hisyam. Badannya lemas tersandar di dinding yang tepat berada di belakangnya. Air matanya tak terbendung dan dibiarkan mengalir membasahi wajah yang penuh dengan rasa khawatir. Ia bahkan tak peduli jika dirinya menjadi perhatian beberapa orang berlalu lalang di sekitar lorong ruangan ICU karena air matanya itu.

"Innalilahi wa innailaihi rajiun," lirih Aini. Ia bak kehilangan separuh dunianya. Wanita yang sejak ia menikah telah mengisi kekosongan dalam hatinya kini telah berpulang, dan ia akan kembali menjadi yatim piatu lagi. 

"Silahkan dilihat jenazah ibunya dan bisa segera urus administrasinya agar segera dikebumikan." Perawat itu berujar sebelum pergi meninggalkan Hisyam.

"Ini gara-gara kamu," pekik Zahra tertahan. Matanya menatap Aini dengan nyalang. Ia kemudian mengikuti langkah Hisyam masuk ke dalam kamar ICU dimana Bu Laras berada.

Aini tak peduli dengan ucapan Zahra. Ia yang sedang diselimuti kesedihan lebih memilih diam dan larut dalam tangis dari pada terpancing emosi karena ucapan perempuan yang telah memporak-porandakan rumah tangganya.

Urung masuk, Aini hanya berdiri di depan pintu. Ia ragu untuk melangkah ke dalam ketika melihat Hisyam menunduk dalam pelukan Zahra. 

Dada Aini nelangsa melihat pemandangan di depannya itu. Seharusnya dirinya yang ada di sana, mendampingi suami saat dirinya sedang terpuruk seperti itu. Tetapi, apa daya jika takdir sedang tak berpihak padanya.

"Mas," panggil Aini lirih saat Hisyam berjalan keluar dari ruangan.

Hisyam mengabaikan panggilan Aini. Ia berjalan menjauh tanpa memperdulikan keberadaan istrinya itu.

Aini menatap punggung Hisyam dengan hati nyeri. Bahkan ketika sedang berduka pun, keberadaannya masih diabaikan. 

Kepala Aini menunduk, merasai badai yang begitu datang secara tiba-tiba. Bayang-bayang perpisahan semakin dekat setelah kepergian mertuanya ini. Sikap Zahra dan sikap acuh Hisyam padanya membuat Aini ragu akan nasib rumah tangganya untuk bisa berjalan langgeng dan bahagia kembali seperti sebelum hubungan Zahra dan Hisyam tercium olehnya.

Hisyam mencoba kuat untuk mengurus administrasi dan pemakaman ibunya. Ia harus melakukan yang terbaik untuk saat-saat terakhirnya ibunya. Ia pergi dengan segera untuk mengurus administrasi agar sang ibu bisa dikebumikan secepatnya.

Aini pulang lebih dulu untuk menyiapkan upacara pemakaman, termasuk menyiapkan segala kebutuhan sang ibu sebagai persembahan terakhirnya. Ia pun berharap bisa memberikan yang terbaik untuk yang terakhir kalinya.

Dengan sangat terpaksa Aini memendam dukanya sendiri. Termasuk kepada Aisha, ia tak berani mengadukan apa yang terjadi kepada sahabatnya itu.

Air mata Aini tak terbendung saat melihat keranda berisi tubuh mertuanya dibawa menuju ke liang lahat. Jika saja bisa, ingin rasanya Aini mengundur kepergian ibunya agar bisa menyaksikan bagaimana wajah cucunya ini.

Aini mengusap perutnya yang masih rata sambil memeluk pilu nasibnya yang menyedihkan.

Proses pemakaman terbilang cepat dan lancar. Segalanya seakan berjalan dengan sempurna dan tanpa halangan apapun.

Hisyam terus saja acuh pada Aini hingga proses pemakaman selesai. Keberadaan kerabat yang turut mengantar kepergian jenazah menjadi hiburan bagi Aini dan sengaja menutup semua duka dalam pernikahannya. Hanya duka karena kepergian ibunya yang tampak dalam wajahnya.

Namun, Aini tak bisa terus saja berdiam diri dengan sikap Hisyam itu. Ia harus memulai pendekatan agar hubungannya dengan sang suami kembali mencair. 

"Mas," panggil Aini lirih. Dengan ragu-ragu ia berdiri di depan suaminya untuk mendekatinya, minimal untuk mencuri perhatian dari laki-laki yang telah lama membersamainya.

"Apa? Mengapa kamu masih berada di sini?" ujar Hisyam keras. Dadanya kembali bergemuruh saat menatap wajah Aini yang sendu.

"Mas, kita bisa bicarakan ini baik-baik," sela Aini memohon. Ia tidak rela pergi begitu saja, terlebih tidak ada pembahasan secara pribadi dengan suaminya. Minimal bicara dari hati ke hati agar bisa mendapatkan solusi terbaik.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Semua sudah jelas. Foto itu dan janin yang ada dalam rahimmu sudah menunjukkan semuanya. Pergi saja dari sini, urus anakmu bersama selingkuhanmu itu!" pekik Hisyam keras. Tidak ada tawaran dalam ucapannya. 

"Mas, jangan asal menuduhku!" pekik Aini keras. Ia sudah kehilangan kesabarannya. Tuduhan Hisyam lama-lama membuatnya tersulut emosi.

"Aku tidak menuduh tanpa alasan, bukti yang ada sudah jelas dan valid. Kamu mengakuinya kan?"

"Aku mengaku bukan berarti aku mela-" ucapan Aini terhenti.

"Halah sudah! Aku ngga butuh penjelasanmu! Mulai hari ini, kamu bukan lagi istriku!" pekik Hisyam lantang.

Mendengar ucapan sang suami, seketika kepala Aini terasa berputar. Matanya menatap wajah laki-laki yang sangat dicintainya dengan tatapan nelangsa. Sebegitu mudahnya mengucapkan kalimat itu tanpa berbicara dulu dengannya dari hati ke hati. Dunia Aini pun terasa hancur berkeping-keping..

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Aini akhirnya diceraikan
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, berhentilah menjadi tolol. kau sendiri yg memberi peluang utk g dipercaya.
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
mengemis banget sich. sdh tak dianggap
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 6

    Bab 6"Rasain," ucap Zahra setelah Hisyam berlalu dari hadapan Aini. Ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum miring menatap Aini yang sedang dirundung luka."Kamu!" geram Aini. Ia kemudian berlari menghampiri Hisyam yang tengah berjalan menjauhinya. Wanita hamil itu tak bisa diam begitu saja."Mas tunggu!" ucap Aini sambil menarik lengan Hisyam. Ia tak terima dengan ucapan Hisyam yang tanpa dipikir matang-matang. Pernikahan itu bukan mainan yang bisa seenaknya saja melontarkan kata talak."Apalagi? Kamu sudah selingkuh, masalah ini membuat ibu jatuh dan meninggal. Apalagi yang bisa kujadikan alasan untuk mempertahankan kamu di sisiku?"Kepala Aini terasa berputar mendengar ucapan Hisyam. Kecelakaan yang menimpa Bu laras bukan salahnya. Itu murni kecelakaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Selingkuh? Apalagi itu. Aini tidak bisa diam saja. Perlahan ia mengatur ritme napasnya agar bisa berbicara dengan jelas."Mas, aku sedang hamil. Apa tidak ada sedikit

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 7

    "Aisha?" pekik Aini kaget. Ia tak menyangka jika bertemu dengan Aisha di pinggir jalan raya seperti sekarang ini."Kamu ngapain di sini? Aku habis dari rumahmu tapi kata perempuan itu kamu sedang keluar. Tapi kok kamu di sini? Ngapain bawa tas segala?" tanya Aisha penasaran. Ia memegang tas di depan Aini untuk memastikan isinya.Aini menatap nanar wajah Aisha. Ia pun lantas menceritakan semua yang terjadi. Urut dan runut. Hingga Aisha turut geram akan sikap Hisyam dan juga Zahra itu."Lalu sekarang kamu mau gimana?""Aku ngga tau, Sha. Aku bingung. Aku juga lagi hamil," jawab Aini pasrah. Tangannya mengusap perut yang masih rata itu. Aisha terdiam. Ia tampak berpikir. Hari mulai larut, tak mungkin ia membiarkan sahabatnya terlunta-lunta di jalan raya seperti ini."Ngekos di tempatku aja gimana?" tawar Aisha."Memangnya ada kamar kosong?""Kayaknya ada. Coba nanti kita tanya ibu kos dulu, kalau ngga ada kamu bisa tidur di kamarku sementara.""Kamu beneran?""Beneran lah. Kapan aku boh

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-06
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 8

    Bab 8"Sha," panggil Khalid saat Aisha sedang mengambil barang di dalam gudang.Urung membawa barang tersebut, Aisha menoleh ke arah Khalid. Ia berjalan dengan tergesa, khawatir atasannya itu membutuhkan sesuatu yang urgen."Iya, Pak?" Aisha berujar setelah memangkas jarak. "Saya boleh tanya sama kamu?" tanya Khalid ragu. "Soal?""Aini."Aisha tersenyum kecil. Ia berjalan untuk lebih dekat dengan Khalid yang sedang duduk di sudut ruangan. Sebuah tumpukan kardus menjadi sasarannya untuk meletakkan berat tubuhnya yang ringan itu."Ada masalah apa dengan Aini?" tanya Khalid langsung. Ia tak mau basa-basi sebab takut Aisha akan seperti Aini tadi. Laki-laki yang di name tag nya bertuliskan Khalid Aditya itu tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang datang dengan tidak sengaja."Bapak kok tiba-tiba tanya begitu?""Kemarin saya bertemu dengan Aini di rumah sakit. Tampaknya sebuah pertengkaran terjadi dan suaminya menunjuk ke arah saya dengan penuh amarah. Saya jadi merasa tidak enak. Khawatir

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 9

    Bab 9"Ai, jangan murung aja dong. Jalan aja yuk?" ajak Aisha sore itu. Sepulang kerja, Aini lebih banyak murung di dalam kamarnya. Ia meringkuk di atas kasur sambil menikmati kesedihannya sendiri."Enggak, ah. Aku tidur aja." Aini menjawab usai mengubah posisi tidurnta menjadi berhadapan dengan Aisha. Melihat wajah Aini yang memberenggut membuat dahi Aisha mengernyit penuh tanya."Eh bumil ngga boleh sedih loh! Ini anak yang kamu idamkan sejak dulu kan? Jadi jangan membuat usahamu sia-sia hanya karena meraka tidak menghargai usaha kamu untuk mendapatkan anak ini. Percaya deh, suatu saat Mas Hisyam akan bertekuk lutut memohon ampunan kamu untuk bisa kembali menjadi ayah anak ini kembali.""Kamu ngomong apa! Mana ada!" Aini melengos, meskipun sebenarnya ia juga memiliki harapan yang sama."Beneran! Percaya aku deh! Nyesel tuh pasti dia nanti. Tuduhan dia ngga beralasan soalnya. Asal aja main percaya omongan perempuan itu.""Tapi sebenarnya sudah lama aku merasakan ada yang tidak beres

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-09
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 10

    Bab 10"Waah, sebuah kebetulan yang menyenangkan bisa bertemu kamu di sini," ucap pemilik pantulan di cermin itu. Aini melengos. Hendak pergi, tapi ia sudah terlanjur basah bertemu di sini. Dengan sangat terpaksa Aini meladeni sapaan perempuan yang telah berhasil memporak-porandakan rumah tangganya."Sudah move on rupanya. Senang sekali bisa berjumpa denganmu di sini," sambung perempuan itu lagi sambil menatap Aini dengan senyuman meremehkan."Move on dong. Buat apa bersedih kehilangan orang yang tidak bisa menghargai darah dagingnya sendiri," sahut Aini cepat. Tanpa menunggu jawabannya, Aini pergi dari ruangan toilet khusus perempuan.Aini berjalan tergesa menuju meja tempat Aisha duduk. Ia membanting badannya dengan keras di kursinya."Kenapa sih?" tanya Aisha kaget melihat perubahan ekspresi Aini. Saat sebelum pergi, wajahnya biasa saja tetapi setelah kembali wajah ayu itu berubah murung."Aku ketemu Zahra di toilet.""Zahra? Sama siapa?" tanya Aisha sambil melirik kanan dan kirin

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-10
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 11

    Bab 11"Bodoh!" desis Aisha sambil berdiri dari tempatnya duduk. Ia mengambil tasnya dan menggenggam tali tas itu. Urung melangkah, Aisha tak mau kehilangan kesempatan yang pas untuk mengeluarkan segala kesal dalam hatinya pada lelaki yang menyakiti hati sahabatnya.Ucapan Aisha itu makin menambah kobaran emosi dalam dada Hisyam. Ia tak terima disebut bodoh oleh sahabat istrinya itu."Jaga mulutmu!" pekik Hisyam tak terima. Kobaran amarah terpancar jelas dari dua bola matanya."Yang harusnya dijaga itu sikapmu! Sudah dapat istri baik hati yang lagi hamil anak kamu malah kamu selingkuhin!" cecar Aisha tak mau kalah. Ia seolah mendapatkan kesempatan untuk meluapkan kekesalannya selama ini."Tutup mulutmu!" desis Hisyam lagi. Wajahnya sudah merah padam mendengar celoteh Aisha yang makin tak karuan."Apa?!! Demi wanita macam begini kamu korbanin istri yang baik hati! Menyesal baru tau rasa kamu!" sengit Aisha tak mau kalah. Kemudian ia pergi dari hadapan Hisyam. Kakinya sedikit berlari un

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-11
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 12

    Bab 12"Aku takut mau bilang ke Pak Khalid soal ini," ucap Aini ragu. Ia berjalan sedikit melambat dari langkah Aisha. Sejak dalam perjalanan, kepalanya tak henti memikirkan soal ini."Takut kenapa?" tanya Aisha. Ia mundur untuk mensejajarkan langkahnya dengan Aini. Matanya menatap wajah Aini yang tampak bingung dengan alis mengerut."Apa pantas kalau aku meminta bantuan pada laki-laki yang dituduh menjadi selingkuhanku oleh Mas Hisyam?""Kamu selingkuh atau enggak kan dia ngga mau tau? Yang dia tau cuma ada foto itu, tapi penjelasannya bagaimana dia ngga mau dengar. Biar aja kamu minta tolong sama Pak Khalid, toh Mas Hisyam sudah masa bodoh denganmu!""Tapi aku takut mau ngomongnya," balas Aini cemas."Apa aku yang bilang sama dia?" usul Aisha cepat."Jangan." Tangan Aini reflek memegang lengan Aisha, khawatir sahabatnya itu akan bertindak asal tanpa persetujuannya lebih dulu."Ya sudah, bilang sendiri." Tanpa memperdulikan reaksi Aini, Aisha pergi meninggalkannya.Aini terdiam sesaa

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 13

    Bab 13"Mau cari yang seperti apa lagi kamu?" ujar Bu Airin saat Khalid baru saja menolak sebuah foto yang disodorkan olehnya. Berulang kali ia memberikan foto gadis anak temannya atau kenalannya pada sang putra, tetapi selalu saja berakhir dengan kalimat "Khalid belum siap".Khalid terduduk dengan pandangan lurus ke depan. Ia ragu untuk mengungkapkan bahwa ia sudah memiliki seorang pujaan hati. Sayangnya, perempuan itu sudah menikah.Beberapa tahun lalu saat perempuan itu masih single, Khalid terlalu lama mengulur waktu untuk mengungkapkan rasanya. Dengan alasan belum mapan, ia selalu menunda mengatakan isi hatinya pada perempuan itu. Dan setelah mendengar kabar bahwa perempuan itu baru saja menerima pinangan laki-laki lain, barulah Khalid merasa menyesal.Laki-laki yang sudah menolak banyak gadis itu akhirnya merasa putus harapan. Ia tak mudah membuka hati untuk perempuan lain. Jika diberi pilihan, ia lebih memilih untuk tetap hidup sendiri dengan dunianya. Dengan anak-anak yatim ya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 105

    "Akhirnya kamu beneran jadi milikku," ucap Zain sambil memeluk Aini dalam dekapannya. Keduanya sedang berdiri menghadap jendela kaca yang ada di kamar utama, kamar yang sudah disiapkan Zain untuk Aini.Aini menyambut pelukan Zain dengan menggenggam erat jemari kekar yang terselip di sela-sela jarinya. Ia sedang menikmati hangat tubuh lelaki yang telah lama memiliki hatinya yang hampa."Makasih ya, kamu sudah bersedia menjadi pendamping hidupku setelah ini.""Sama-sama, Mas. Aku juga makasih Mas mau menjadi ayah sambung untuk Adzania.""Sudah lama Mas menganggapnya sebagai anak Mas sendiri."Aini mengurai pelukannya, lalu membalikkan badannya berhadapan dengan laki-laki yang sejak tadi memeluknya. Ia menatap wajah yang sedang penuh dengan gairah itu dengan tatapan sendu. Sebuah rasa yang sama yang selama ini ia tutupi rapat di dalam diri.Jari Zain terulur ke arah dagu milik wanita yang ada di depannya, lalu mengangkatnya sedikit hingga pandangan keduanya beradu. Wajahnya mendekat, men

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 104

    "Aini pulang dulu ya, Bu?" pamit Aini pada Bu Fatimah. Ia meraih tangan yang tak lagi mulus itu untuk dicium takdzim."Hati-hati, Nak. Sering-seringlah main ke sini, biar Ibu ngga perlu nahan rindu." Bu Fatimah menahan tangan Aini untuk tidak menjauh. Mata yang sudah dipenuhi garis penuaan itu tampak sendu menatap wanita berkerudung di depannya."Insya Allah Ibu. Punya suami berasal dari desa yang sama, insyaallah lebih mudah untuk kami datang berkunjung karena memiliki rindu yang sama di kampung ini. Terutama rindu pada Ibu.""Kita bikin jadwal kunjungan rutin aja ya?" celetuk Zain. Ia yang juga menganggap Bu Fatimah sebagai orang tuanya sendiri turut merasakan kasih sayang yang diberi Bu Fatimah pada istri dan anaknya."Boleh, Mas. Biar kita bisa datang teratur. Ngga kayak sekarang, suka molor gini.""Boleh, nanti Mas kosongkan waktu tiap weekend atau hari lainnya untuk datang berkunjung."Aini mengangguk senang. Betapa bahagianya bisa bertemu orang tua yang sudah membesarnya disela

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 103

    Aini bersama dengan Zain kembali ke rumah tanpa Aisha. Keduanya turut berbahagia karena Aisha akhirnya memilih untuk melanjutkan perjodohan itu."Semoga Aisha beneran cocok ya sama laki-laki itu. Siapa namanya?""Rizal. Ganteng ya dia?""Ganteng mana sama aku?" Zain melirik Aini sekilas. Bibirnya merekah manakala mendapati Aini tengah menatapnya tak berkedip."Ganteng Rizal," balas Aini dengan ekor mata tak lepas dari wajah yang tengah mengemudi di sebelahnya.Zain membelalakkan matanya. Wajahnya cemberut seketika."Tapi banyakan Mas," lanjut Aini lagi. Ia terkekeh setelahnya.Senyum di wajah Zain makin melebar. Satu tangannya mengusap punggung tangan Aini yang sejak tadi ia letakkan di atas pangkuannya."Kita ke Ibu?" tawar Zain. Ia rindu kampung halamannya. Rindunya pada makam sang ibunda sudah menggunung karena akhir-akhir ini ia disibukkan dengan urusan kafe."Boleh. Kemarin Ara kasih kabar, kalau ibu mau adain syukuran di rumah. Sekalian kita ke sana aja, gimana?""Boleh. Ibu pas

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 102

    Aini menyambut Zain dan Adza yang sedang berjalan dengan senyum sumringah. Keduanya bergandengan tangan layaknya bapak dan anak yang baru selesai me time berdua."Mama," sapa Adza dengan semangat. Ia menghambur ke pelukan mamanya."Bahagia banget, habis dari mana aja tadi?" balas Aini setelah mengurai pelukannya. Ia memandang wajah putrinya yang tampak berseri-seri."Habis dari mall, Ma. Tadi Ayah ajak aku jalan-jalan terus kita mampir beli makanan. Ayah juga ajak aku ke toko buku, beli banyak buku cerita," papar Adza menggebu.Aini memicingkan matanya. Ada ribuan tanya dalam benaknya yang belum mendapatkan jawaban."Ayah?" ucap Aini sambil menatap Zain dan Adza bergantian.Adza menoleh ke arah Zain. Ia tersenyum sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. "Iya, ayah."Aini mengarahkan pandangannya ke wajah Zain yang sedang menikmati kebingungannya. "Mas, apa ini artinya ...." Aini tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Bahagia mulai tumbuh memenuhi relung hatinya yang sejak tadi cemas

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 101

    Pandangan mata Hisyam tertuju pada Aini dan Zain. Laki-laki yang duduk di samping Aini tampak tenang, berbeda dengan Aini yang kelihatannya salah tingkah. Ia sadar ucapannya itu membuat laki-laki yang sedang mematung itu seketika merasa tidak baik-baik saja."Saya hanya mau ambil tasnya Adza," ujar Hisyam setelah mengerjapkan matanya, membuyarkan segala sesak di dada atas apa yang baru saja ia dengar dengan telinganya sendiri.Aini berdiri dari tempatnya duduk, berusaha menata hati untuk tetap terlihat biasa dan masa bodoh akan dampak dari ucapannya. Ia mengambil tas bergambar Hello Kitty yang ada di dekat komputer di atas meja, lalu menyerahkannya kepada Hisyam yang tidak melangkah sedikitpun."Ini, jangan lama-lama. Dua jam cukup, setelah itu Adza waktunya istirahat," ucap Aini tegas pada laki-laki itu. Tas itu ia pakaikan di punggung Adza."Baik. Aku minta maaf atas segala yang pernah terjadi," ucap Hisyam reflek. Perasaan bersalah kembali menari-nari dalam kepalanya. Keinginannya

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 100

    "Adza makin dekat ya dengan bapaknya?" tanya Zain pada Aini saat keduanya sedang menikmati sarapan pagi buah tangan Zain.Hisyam sudah pergi dengan Adza setelah kedatangan Zain ke dalam toko. Ia tak mau mengganggu Aini yang sepertinya sedang dekat dengan laki-laki lain."Iya. Sebenarnya aku ngga mau, aku ngga kasih izin Adza untuk dekat dengan bapaknya, tapi Aisha tak terima. Benci boleh, tapi menutupi siapa bapaknya juga ngga mungkin aku lakukan. Kebetulan pas Mas Hisyam kasih kabar kalau habis kirim uang jajan Adza, aku sampaikan kalau dia boleh ketemu.""Bagus dong?" ujar Zain setelah makanan dalam mulutnya telah masuk ke tenggorokan."Enggak. Sebenarnya aku khawatir kalau dengan memberi kesempatan seperti ini, malah membuat Mas Hisyam mengira kalau aku juga memberi kesempatan untuk dia kembali dekat denganku.""Mengapa berpikir begitu?""Mas Hisyam ngga lelah buat sok perhatian atau sok dekat denganku setelah aku memberi kesempatan untuk bertemu Adza. Dia bahkan terang-terangan ng

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 99

    Hisyam tersenyum kecil. Matanya mengamati wanita yang baru datang bersama seorang laki-laki yang pernah menghajarnya saat itu.Perubahan penampilan dan rona bahagia yang terpancar dari raut wanita di depannya itu membuat rasa bersalahnya sedikit berkurang."Apa kabar?" sapa Hisyam mencoba mengendalikan perasaannya. Ia mengajak laki-laki yang menggandeng perempuan itu untuk bersalaman."Baik." Laki-laki itu menjawab dengan pias, tidak ada keramahan sedikitpun di wajahnya kala bersitatap dengan Hisyam."Dari mana, Za? Tumben mampir ke gerai?" Wisnu mulai bersuara. Ya, perempuan dan laki-laki itu adalah Zahra dan Angga."Dari rumah, Mas. Aku lagi pengen makan yang seger-seger." Zahra menjawab sambil menatap deretan buah yang ditata rapi di dalam showcase. "Ngidam?" Wisnu kembali bersuara."Alhamdulillah," sahut Angga. Bibir itu baru tersenyum ketika menjawab pertanyaan Wisnu."Selamat ya?" ucap Hisyam turut menyahut seraya menatap wajah Zahra ragu-ragu."Makasih. Oh iya, aku juga mau bi

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 98

    "Kamu menyindirku?" tegas Hisyam. Dalam sinar matanya terdapat amarah yang berkobar."Mas tersindir? Aku hanya bicara sesuai dengan fakta. Kalau Mas merasa ya, syukurlah." Bibir Aini tersungging miring. Ia melengos menghindari sorot mata Hisyam yang tampak menyakitkan matanya."Sayangnya aku tidak merasa. Justru kamu yang harusnya tahu diri. Belum lama suamimu meninggal tapi kamu sudah jalan dengan laki-laki lain," ucap Hisyam masih dengan hati yang bergejolak. Ia gagal menjaga lisannya untuk tidak berkata kasar pada Aini.Aini membulatkan matanya. Ia tak menyangka jika Hisyam akan bicara soal itu. "Jalan dengan siapapun itu bukan lagi urusan Mas. Aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri. Bukannya aku bebas menjalin hubungan dengan siapapun ketika statusku jelas bahwa aku seorang single mother? Bagaimana dengan Mas yang menjalin hubungan ketika masih bergelar suami sah? Tidakkah Mas merasa bahwa sampai kapanpun itu akan tetap membekas di kepalaku, yang notabene adalah sebagai istr

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 97

    Dalam perjalanan pulang, Aini lebih banyak diam. Ia mengingat kembali apa yang diucapkan oleh Bu Airin."Ayo makan dulu, Ibu tadi baru selesai masak," ajak Bu Airin. Ia membuka tudung saji yang ada di atas meja.Di atas meja itu ada pepes ikan patin dan sayur bening. Tampak nasi di dalam bakul berwarna silver itu masih penuh, seperti belum tersentuh sama sekali."Aini sudah makan, Bu. Kalau Ibu belum makan biar Aini temani."Bu Airin diam, kemudian mengangguk lemah.Aini bangkit dari duduknya untuk mengambil piring makan yang ada di atas rak piring. Ia melayani Bu Airin dengan senyum yang terkembang di wajahnya."Wangi makanannya enak, Bu," ucap Aini ketika membuka daun pembungkus ikan tersebut. Aroma bumbu yang membalut ikan itu menguar menyelinap masuk ke dalam indera penciuman Aini. "Iya, itu makanan kesukaan Khalid. Kalau kamu mau nanti bisa kamu bawa pulang.""Dulu Mas Khalid sering minta dibuatkan seperti ini, tapi setelah tahu bagaimana prosesnya, beliau sudah jarang minta lag

DMCA.com Protection Status