22Selama beberapa hari berikutnya, Sebastian makin dekat dengan Dylan. Pria bermata tajam selalu pulang awal, agar bisa mengajak bayi itu jalan-jalan seputar cluster yang ditempatinya. Seperti sore itu, Sebastian mendorong kereta bayi menuju jalan utama. Sebab di bloknya hanya ada kedua anak Zainal, tempat itu jadi sepi. Sebastian meneruskan langkah hingga tiba di dua blok arah depan. Dia mengarahkan kereta bayi menuju kediaman Arya dan Dahayu. Pekikan ketiga bocah di depan rumah besar dua lantai, menyambut Sebastian kala tiba di sana. Aldi dan Aldo, putra kembar Arya, langsung menghampiri Sebastian dan menyalaminya dengan takzim. Alfian yang baru berusia setahun lebih, jalan dengan hati-hati untuk menyambangi pria berkaus krem. Alfian mencium punggung tangan Sebastian, lalu dia ikut memegangi Dylan yang tampak memandangi ketiga bocah tersebut dengan penuh minat. "Masuk, Tian," ajak Arya, sambil mendorong pagar agar lebih lebar. "Lagi sibuk, Mas?" tanya Sebastian sembari bersal
23Hari berganti. Senin pagi, Rinjani menumpang di mobil Sebastian yang dikemudikan Santos. Perempuan berbaju sage hendak menghadiri rapat dengan semua panitia acara fashion show. Santos mengantarkan Rinjani terlebih dahulu ke gedung milik penyelenggara utama fashion show. Kemudian dia melajukan kendaraan untuk menuju kantor Pramudya Grup, yang tidak terlalu jauh dari gedung tadi. Puluhan menit berlalu, Sebastian telah berada di ruang pertemuan terbesar di lantai 11 bangunan bercat abu-abu muda. Dia tengah terbahak menyaksikan perdebatan Yanuar melawan Haryono, yang berlangsung alot. "Kalau masih mau berantem, kalian keluar!" tegas Artio yang akrab dipanggil Tio. "Enggak, Mas. Kami sudah berdamai," sahut Yanuar. "Duduk. Acara akan dimulai." Tio mengalihkan pandangan pada ajudan barunya. "Munshi, jemput Indah, May dan Mala," pintanya yang segera dikerjakan pria muda bersetelan safari hitam. Sekian menit terlewati, rapat dimulai Marley dengan untaian doa. Putra ketiga Sultan Pramud
24Pria berkemeja abu-abu, memandangi perempuan di kursi seberang dengan saksama. Lelaki itu nyaris terbahak, saat Keisha merengek agar Lesti tidak jadi dipindahkan ke Makassar. Ethan membatin, bila mantan istri Sebastian itu pandai sekali berakting. Ethan akhirnya sadar, bila kemampuan itu digunakan Keisha semaksimal mungkin untuk memikat Sebastian, hingga berhasil memanfaatkan sahabatnya tersebut. Kendatipun pada awalnya kurang dekat, tetapi semenjak Sebastian menjadi pengelola proyek di Singapura yang juga diikuti Ethan, keduanya menjadi akrab. Bersama Brayden, Rylee, Hadrian, Marley, Luthfan dan Olavius, Ethan serta Sebastian bekerjasama sebaik mungkin hingga proyek tersebut sukses. Sejak saat itu, hubungan mereka kian dekat, hingga tercetus ide untuk membuat perusahaan baru, yakni JAGAD yang disingkat JGD. "Gimana, Mas?" tanya Keisha sembari memandangi Ethan lekat-lekat. "Aku nggak yakin, Kei. Karena ini keputusan komisaris utama," jelas Ethan yang mengejutkan Keisha. "Maks
25Sebastian menggendong Dylan sambil menahan kepanikan yang mencuat dalam hati. Dia tidak mau memperlihatkan kekhawatiran, karena Rinjani akan makin tegang. Santos mengemudikan mobil sang bos menyusul kendaraan Ethan. Mereka tengah menuju rumah Benigno, yang tadi sempat ditelepon Ethan buat mengabarkan kondisi Dylan. Setibanya di tempat tujuan, Urfan keluar dari pintu depan samping kiri. Dia membukakan pintu bagian tengah agar Sebastian bisa langsung turun. Santos memarkirkan mobil di belakang mobil Ethan. Kemudian dia bergegas menyusul orang-orang yang telah berada di dalam rumah Benigno. Pria berkumis tipis terlihat sangat tenang saat memeriksa Dylan, yang tengah merengek di ranjang pasien, yang berada di kamar samping kanan ruang tamu. Benigno adalah seorang dokter sekaligus pengusaha. Meskipun sudah tidak membuka praktik, tetapi Benigno tetap menerima pasien khusus untuk penghuni kompleks dan sekitarnya. Falea yang dulunya merupakan perawat, mengusap rambut Dylan sambil mem
26Seorang pria berbaju hijau, segera berdiri, saat melihat Sebastian muncul dari pintu. Lelaki bernama Willy Hermansyah Prambudi, mengulurkan tangan kanan untuk berjabatan dengan mantan Kakak iparnya. Setelahnya, Sebastian mendatangi seorang perempuan tua yang tengah berbaring di ranjang pasien. Sebastian menyalami Kania, mantan mertuanya yang seketika menangis. Hati Sebastian mencelos, hingga dia merunduk untuk memeluk Kania. Meskipun pernikahannya dengan Keisha telah berakhir, tetapi Sebastian tetap menghormati Kania. Selama menjadi bagian dari keluarga Prambudi, Kania sangat menyayangi Sebastian. Bahkan, perempuan tua tersebut sempat memarahi putrinya yang telah mengkhianati Sebastian. Pintu ruang perawatan VIP itu kembali terbuka, dan Agus Prambudi hadir bersama putrinya. Mereka sempat tertegun sejenak melihat pria yang tengah mengurai dekapan dengan Kania. Kemudian Agus dan Keisha mengayunkan tungkai menyambangi sang tamu. Agus bersalaman dengan mantan menantunya, lalu dia
27Kedatangan Sebastian malam itu, disambut Dylan dengan rengekan. Bayi yang kian membesar, langsung mengulurkan kedua tangannya, ketika melihat pria berbaju abu-abu mendekatinya. "Hai, Sayang. Kok, belum tidur?" tanya Sebastian, sebelum menciumi dahi lelaki kecil yang memegangi bajunya. "Kayaknya dia nungguin Mas. Dari tadi tidurnya nggak lelap," sahut Rinjani sembari merapikan ikatan rambutnya. "Oh, mau nemenin Om nonton orchestra?" seloroh Sebastian. "Orchestra di mana?" "Youtube. Aku lagi pengen nonton itu, tapi nggak bisa berangkat ke tempat pertunjukkannya." "Musik klasik?" "Hu um." "Aku nggak paham. Tahunya cuma slow rock atau yang nge-beat." "Slow rock? Contohnya, lagu apa?" "If I Knew, dari band Helloween." "Aku belum pernah dengar. Nanti kucari di Youtube." "Selain musik klasik, Mas suka apa lagi?" "Kamu." Wajah Rinjani seketika berubah. Dia memutar bola mata, lalu mendengkus pelan. "Kita lagi ngomongin musik." "Kamu juga musik. Nada dalam hatiku." Rinjani te
28Ruang rapat di kantor Prambudi Grup, siang itu terlihat ramai orang. Mereka sangat antusias untuk berjumpa dengan bos Janitra Grup, yang tengah dalam perjalanan ke tempat itu. Keisha mengabaikan lelaki berkemeja cokelat yang berada di ujung kiri meja besar. Dia tidak mau beramah-tamah dengan Anton, karena masih kesal dengan pria itu. Hal yang sama juga dilakukan Anton. Dia tidak menghiraukan perempuan bersetelan blazer oren muda, yang tengah berbincang dengan Willy dan beberapa orang lainnya, di sisi kanan meja. Anton tidak mau keluar dari koalisi dan bersikeras untuk ikut ambil bagian, karena dia membutuhkan proyek itu untuk menstabilkan keuangan perusahaannya. Sekali-sekali Anton akan berbincang dengan Pahlevi dan Mardani. Selebihnya Anton tetap diam sambil memandangi layar ponselnya. Tidak berselang lama, pintu terbuka. Lesti yang telah pindah kerja menjadi asisten Keisha, segera bangkit dan merunduk sedikit pada pria bersetelan jas abu-abu tua yang tengah memasuki ruangan.
29Jalinan waktu terus bergulir. Pagi itu, Rinjani memeluk putranya sedikit lebih lama, sebelum melepaskan Dylan dan memberikannya pada Latifah. Rinjani menginstruksikan beberapa hal pada Latifah dan Wati. Kemudian dia memasuki mobil MPV hitam yang pintunya telah dibukakan Santos. Tidak lama kemudian, mobil yang dikemudikan Urfan telah melaju di jalan utama kompleks. Urfan beberapa kali menekan klakson untuk membalas sapaan para pengemudi mobil bos. Banyak anggota PG, PC, PCD dan PBK yang bermukim di tempat itu. Meskipun berbeda cluster, tetapi mereka sering berjumpa di jalan utama, yang menjadi pusat bisnis di sana. "Mas, yakin bisa ngasuh Dylan?" tanya Rinjani untuk kesekian kalinya. "Kamu sudah nanya itu lima kali, Rin. Harusnya aku sudah dapat gelas, piring, mangkuk, teko dan toples cantik," seloroh Sebastian. "Bukan gitu. Aku beneran khawatir Dylan rewel ditinggal seharian," terang Rinjani. "Enggak perlu was-was. Banyak orang yang bersedia bantu ngasuh Dylan. Istrinya Bang
73Minggu pagi menjelang dengan kecepatan maksimal. Keluarga Daharyadika datang dari Bogor. Mereka hendak mengantarkan Sebastian dan Rinjani ke bandara, nanti jam 2 siang. Tidak berselang lama, Ardiatma datang bersama istri dan kedua anaknya. Mereka bergabung dengan keluarga Basman, dan berbincang dengan akrab.Kala Dylan mendatangi kumpulan itu dengan dituntun Latifah, Ardiatma menggendong lelaki kecil dan mendekapnya erat. "Akhir tahun nanti, Papa mau jenguk kalian di sana," tutur Ardiatma sembari memamgku cucunya. "Kami pulang, Pa. Mau menghadiri acara pernikahan Tia dan Said," jelas Sebastian. "Kapan nikahannya?" "Tanggalnya belum pasti, sih. Tapi, akhir bulan Desember." "Setelahnya berarti." Ardiatma memandangi besannya di kursi seberang. "Kita berangkat sama-sama, Bas," ajaknya. "Boleh. Saya memang berencana ke sana. Ingin tahu, musim dingin itu seperti apa," terang Basman. "Siapa saja yang ikut, Pak? Nanti aku minta pengawalan dari Wirya," cakap Sebastian. "Bapak sama
72Hari terakhir di Jakarta, digunakan Sebastian untuk mendatangi keluarga Baltissen di kediamannya. Gustavo dan Ira menyambut kedatangan Sebastian dan Rinjani serta Dylan, dengan sangat hangat. Begitu pula dengan Edmundo, Ayah Gustavo, serta Miranda, Adik bungsu Alvaro dan Hugo. Mereka berbincang sembari sekali-sekali tertawa. Suasana bertambah ramai, kala Alvaro datang bersama Arjuna, dan kedua ajudan muda. Sang komisaris 4 PBK itu menelepon rekan-rekannya, lalu mereka berjanji temu di rumah Sultan, karena Sebastian juga hendak ke sana untuk berpamitan. Puluhan menit kemudian, tiga mobil mewah keluar dari kediaman Gustavo. Para sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, menuju kawasan Kalibata. "Pada heboh mau nyusul, Var," cakap Sebastian sambil membaca pesan-pesan di grup 777. Dia menumpang di mobil itu, sedangkan Rinjani dan Dylan ikut di mobil Gustavo. "Siapa aja? Aku mau ngabarin May, supaya nyiapin suguhan," balas Alvaro sembari terus mengemudi. "Orang-orang PBK,
71Jumat siang menjelang sore, ruang rapat terbesar di gedung kantor PG, dipenuhi ratusan orang. Para bos PG, PC dan PCD, datang bersama istri serta asisten masing-masing. Mereka duduk rapi di tempat yang telah disediakan, sambil menunggu komisaris utama tiba. Tidak berselang lama Tio memasuki ruangan bersama keempat direktur, para manajer, dan dua komisaris besar, yakni Sultan dan Gustavo. Ajudan Tio mempersilakan orang-orang tersebut menempati deretan kursi terdepan. Sementara Tio meneruskan langkah menuju podium. Acara dimulai Tio dengan sapaan salam, yang dijawab hadirin dengan hal serupa. Selama beberapa menit berikutnya, Tio menuturkan tentang berbagai proyek yang digagas PG, dan diserahkan pengelolaannya pada anggota PC serta PCD. Setelahnya, Tio memanggil belasan pria yang akan berangkat menuju Kanada, pada dua hari mendatang. Sebastian yang menjadi ketua proyek, diminta Tio untuk memberikan kalimat perpisahan. Pria bermata tajam itu memandangi orang-orang di barisan terd
70Jalinan waktu terus berjalan. Detik-detik keberangkatan ke Kanada, kian dekat. Sebastian dan Rinjani mengebut semua pekerjaan mereka, agar selesai tepat di hari terakhir bulan Agustus. Selama 10 hari berikutnya, pasangan tersebut mengunjungi orang tua dan para kerabat mereka, secara bergantian. Selain itu, mereka juga lebih sering menghabiskan waktu bersama para sahabat. Beberapa hari sebelum berangkat, Mirna dan suaminya mendatangi Rinjani di kediamannya. Mirna menerangkan kondisi kesehatan Anton yang kian memburuk. Rinjani terkejut kala Mirna kembali menyampaikan permintaan Anton, untuk bertemu dengan Rinjani dan Dylan. Perempuan bermata besar itu meminta waktu untuk berpikir, dan hendak berdiskusi dengan suaminya terlebih dahulu. Sebastian tiba di rumah, beberapa saat sebelum azan magrib berkumandang. Rinjani bersikap biasa saja. Dia menunggu Sebastian sudah hilang lelahnya, baru Rinjani akan menceritakan peristiwa tadi siang. Malam kian larut. Suasana kediaman Sebastian te
69 *Grup 777*Zulfi : Kalian sudah otw, Gaes? Alvaro : Aku sudah nyampe depan blok rumah Pak Erick.Yanuar : Aku numpang di mobil Bang bule. Benigno : Kirain aku, doang, yang belum nyampe. Tahunya, banyak. Heru : Kejebak macet ini. Ada tabrakan tunggal di depan. Hadrian : Mobilku kejepit di tengah-tengah. Aku mau pindah ke mobil Mas Ivan aja. Ivan : Aku tunggu depan kantor X, @Ian. Baskara : Untung aku sudah jalan duluan bareng Tio. David : Aku terpaksa mutar lewat jalur alternatif. Trevor : Saya juga mau mutar. Bakal lama ini macetnya. Zainal : Aku titip anak-anak. Pada rewel mereka. Ada yang bisa ditumpangi? Damsaz : Mobilku kosong, @Bang Zainal. Zainal : Posisi, @Damsaz? Damsaz : Baru keluar gerbang utama. Zainal : Oke, tunggu di situ. Triska sama kiddos naik ojek ke sana. Brayden : Aku susul pakai motor aja, @Zainal. Zainal : Boleh, @Mas Brayden. Triska sudah nyeberang. Ngadem di depan mini market. Brayden : Oke, tunggu 5 menit. Aku ngebut.Lainufar : Ada lagi yan
68Beberapa hari terlewati. Sore itu, Keisha mendatangi kediaman Sebastian bersama dengan Willy. Perempuan berbaju oren itu, terkejut melihat Aline juga tengah berada di sana. Rinjani menyambut kedua tamunya dengan ramah. Dia mempersilakan Keisha dan Willy duduk di kursi seberang meja. Sementara Rinjani menempati sofa panjang. Tidak berselang lama, Sebastian muncul bersama Urfan. Rinjani menyalami suaminya dengan takzim, sedangkan Dylan berteriak memanggil sang papa yang langsung mendatanginya. Sebastian menggendong lelaki kecil berbaju merah, kemudian dia duduk di sebelah kanan Rinjani. Keisha mengamati Dylan dengan saksama. Dia kaget saat bayi berusia 7 bulan lebih itu mengulurkan tangan kiri, seolah-olah hendak menggapainya. Keisha maju untuk memegangi Dylan. Perempuan tersebut segera mengambil alih sang bayi dari gendongan papanya. "Dylan tertarik dengan bros di bajumu," tutur Rinjani. Keisha menunduk. "Mau, Dylan?" tanyanya yang dibalas ocehan sang bayi. "Jangan, Kei. Semu
67Jalinan waktu terus bergulir. Minggu berganti dengan kecepatan maksimal. Sabtu sore, Keisha kembali menghubungi orang yang diyakini sebagai anggota komplotan pencuri. Keisha telah dibelikan ponsel baru oleh Sebastian. Selain itu, pria bermata tajam tersebut juga sudah memberikan uang senilai 100 juta, untuk biaya hidup Keisha selama beberapa bulan ke depan. Sebastian sengaja tidak memberikan banyak uang, karena dia tahu jika Keisha pemboros. Sebastian juga sudah menegaskan, bila hanya itu yang bisa diberikannya pada Keisha, dan tidak akan ditambah lagi. Detik terjalin menjadi menit. Tepat pukul 7, pintu kamar hotel tempat Keisha menginap sejak tadi sore, diketuk dari luar. Perempuan yang menggunakan wig, bergegas membuka pintu. Dia tidak langsung mempersilakan tamunya masuk, melainkan mengamati pria berkemeja marun pas badan, yang tengah menjinjing tas travel hitam. "Siapa namamu?" tanya Keisha, dengan berlakon sebagai orang luar negeri. "Sammy," jawab pria bercelana jin keta
66Rinjani membulatkan mata, sesaat setelah Sebastian menuturkan tentang peristiwa buruk yang menimpa Keisha kemarin malam. Rinjani sempat terperangah, sebelum mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sebastian memijat pangkal hidung. Dia tidak bisa lepas tangan, karena merasa jika dirinya harus bertanggung jawab atas kehidupan Keisha. Selama perempuan tersebut belum menikah kembali. Rinjani mengamati suaminya yang terlihat gundah. Meskipun sedikit cemburu, karena Sebastian masih memikirkan nasib Keisha, tetapi Rinjani segera mengenyahkan kecemburuan itu dari hatinya. Rinjani memahami tanggung jawab Sebastian pada mantan istrinya. Perempuan berambut panjang tersebut menguatkan hati, untuk terus mendukung niat baik Sebastian pada Keisha. Perempuan berbaju sage, menggeser badannya mendekati Sebastian. Rinjani mengangkat tangan kanan dan memijat kepala suaminya dengan pelan. "Mas, kalau aku boleh saran. Lebih baik, kasih separuh uang penjualan rumah di Lebak Bulus, buat Keisha," tutur Rinj
65"Ehh, mau ke mana?" tanya Sebastian, kala istrinya hendak beranjak. "Ke sebelah," jawab Rinjani. "Di sini aja. Temani aku." Sebastian mendatangi perempuan bergaun abu-abu dan memeluk pinggang Rinjani. "Sebentar, doang, Mas. Cuma mau mastiin mereka nyaman." "Enggak percaya. Ujung-ujungnya kamu pasti ngobrol sama Teh Lidya dan ketiga sahabatmu." Rinjani menyunggingkan senyuman. "Ketahuan, deh." "Untuk saat ini, cukup hanya kita aja. Yang lain bisa mengurus diri masing-masing." Rinjani mengangkat alisnya. "Enggak bisa begitu. Mereka tamu, dan kita harus berlaku sebagai tuan rumah yang baik." "Telepon Wati dan kasih instruksi buat ngapain." "Dia pasti capek, Mas. Dari kemaren sibuk sama Ida dan panitia lainnya." Sebastian mendengkus. "Ya, udah, tapi jangan lama-lama ke sananya." "Oke." "Balik ke sini, bawakan aku salad buah." Rinjani mengangguk mengiakan. Kemudian dia mengecup kedia pipi suaminya, lalu melepaskan diri. Rinjani melenggang keluar kamar, sembari menutup pintu