Sampai akhirnya, Maya lulus SMA dan saat itu Kalingga masih menjadi taruna AKMIL. Kalingga tidak tahu kejadiannya secara langsung karena memang sedang tidak di rumah. Rupanya, terjadi konflik antara Bu Rita dengan ibunya Maya. Bu Rita dan ibunya Maya sebenarnya bukan saudara kandung. Ibunya Maya ad
Kalingga memucat, sementara Maya terkejut. Bu Rita menghampiri mereka berdua dengan tampang menuntut jawaban. Awalnya, Bu Rita tidak mendengar perdebatan Kalingga dan Maya. Namun, ketika ia kembali ke ruang tamu untuk mengambil sesuatu, ia melihat ada Maya di depan. Bu Rita heran, kapan Maya keluar
Kalingga mendadak kikuk sendiri. “Ini… Bukan ulang tahun teman saya, tapi kejutan dari saya untuk kamu, Bening.” Bening sontak menoleh dengan ekspresi bingung. “Kejutan? Kan aku enggak ulang tahun.” “Kejutan ‘kan nggak harus nunggu ulang tahun, Bening.” Setelah mendengar jawaban itu, Bening malah
Kalingga mengembuskan napas berat. “Bang Lingga udah memutuskan semuanya, May. Lebih baik kita tetap menjadi saudara saja. Jadi, mari akhiri semua hubungan kita yang nggak seharusnya ada ini.” “Bang Lingga jangan bercanda! Bang Lingga nggak bisa kayak gini. Apa-apaan ini? Bang! Abang!” Kalingga ti
“Mas Wildan..?!” Bening benar-benar terkejut dengan suara yang terdengar di ponselnya. Untuk sesaat, Bening tidak percaya dengan sang pemanggil. Bening menjauhkan ponsel dan sekali lagi melihat nomor asing tersebut. Wildan sengaja menghubunginya dengan nomor baru. Tapi, bukannya Wildan masih koma?
Bening geram. Tangannya mengepal kuat hingga mati rasa. Bening tidak pernah semarah ini. Wildan menggunakan kelemahannya untuk menghancurkan harga diri Bening di depan keluarga suaminya. Apalagi pria itu baru saja sadar dari komanya. Sudah mendapatkan teguran sampai koma, tapi malah sama sekali tida
Bening mengepalkan telapak tangannya kuat-kuat. "Kamu..." Wildan senyam-senyum di depan Bening, membuat wanita itu semakin muak saja melihat wajahnya. "Kamu cantik banget kalau lagi marah gini, Ning. Gemes ya," goda Wildan. Ia mendekat dan hendak menjawil dagu Bening, tetapi tangan Bening lebih
Ketika Bening sedang tenggelam dalam isi pikirannya sendiri, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Bening sedikit berjengit kaget mendengarnya. Jujur, ia agak khawatir. Bagaimana kalau Wildan nekat mengikutinya hingga ke rumah? Bening mengembuskan napas panjang. “Tenang, Bening… Nggak mungkin bajingan
Setelah semua urusan selesai, Langit dan Dahayu akhirnya pulang ke rumah. Karena Dahayu mengendarai mobilnya sendiri, Langit mengikutinya dari belakang dan memastikan wanita itu tidak menghilang dari pengawasannya. Langit langsung menarik Dahayu masuk ke kamar begitu mereka sampai. Dahayu pasrah-p
Sudah dua jam berlalu sejak Langit keluar dari rumah. Dahayu mulai khawatir. Pasalnya, laki-laki itu sama sekali tidak menghubunginya. Pikiran Dahayu mulai tertuju kepada klub malam. Namun, dengan segera dia mengenyahkan kemungkinan itu. “Langit udah berubah. Dia nggak bakalan pergi ke klub malam l
“Ya Allah, beneran, Yu?” Bening sampai tidak percaya mendengarnya. Semua orang di meja makan terlihat tersenyum, terutama ibu Langit yang akhirnya mendapatkan cucu pertamanya. Dahayu malah malu sendiri karena menjadi pusat perhatian. Bening berdiri dari kursinya dan menghampiri Dahayu, memeluk putr
Bibir mereka tidak menempel lama. Karena tiba-tiba Dahayu mendorong Langit dan beringsut menjauh. Wajahnya memerah padam dan jantungnya berdebar tak karuan, tetapi dia justru menolak bertautan dengan Langit. Langit menatap Dahayu dengan kecewa. “Kenapa, Yu? Apa aku salah cium kamu? Aku ‘kan suami k
Buket bunga yang Langit bawa cukup besar. Dahayu sampai kesulitan membawanya dan hampir tidak bisa melihat apa pun. Sementara itu Langit tersenyum kecil melihat Dahayu kewalahan membawa buket itu. Dia mengikuti istrinya memasuki rumah singgah. Ini bukanlah kunjungan pertama Langit ke rumah ini, teta
“Kamu... hamil?” Dahayu mengangguk pelan. Tanpa sadar tangannya berdiam di perutnya sendiri. “Iya, aku hamil. Karena itu, aku mutusin kasih kamu kesempatan. Aku nggak ingin anak ini terlahir tanpa seorang ayah,” ujarnya lirih. Langit menelan ludah, masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Akhirnya, Dahayu berbicara dengan Langit di ruang tunggu rumah sakit. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di sekitar sana sehingga mereka bisa berbicara dengan lebih leluasa. Akan tetapi, kehadiran Sagara di antara pasangan suami-istri itu membuat suasana menjadi tegang. Sagara terus memperhatika
Setelah mengetahui dirinya hamil, Dahayu tidak bisa berhenti menangis. Tangannya gemetaran memegangi testpack yang memperlihatkan dua garis biru. Dahayu bingung apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Haruskan Dahayu menyimpan semua ini sendirian ataukah memberiahukannya pada Langit? “Assalamualaik
Begitu tahu ibunya tak sadarkan diri, Langit langsung melarikan ibunya ke rumah sakit. Langit meminta tolong Bi Ikah untuk memegangi ibunya di bangku penumpang belakang. Kepalanya sedang berkecamuk, tetapi Langit harus bisa fokus pada jalanan di depannya demi menghindari kecelakaan. Mobil mewah Lan