Share

Bian kehilangan

Author: Itha Sulfiana
last update Last Updated: 2024-05-27 21:07:30

Ajal memang tak ada yang tahu. Tak pernah Najwa sangka, bahwa mantan ibu mertuanya akan berpulang secepat ini. Terlebih lagi, beliau berpulang dengan membawa luka hati yang teramat dalam akibat perbuatan putra kesayangannya.

"Pak, tolong kabari Bian kalau Bu Jannah sudah berpulang," tukas Bu Ana pada suaminya.

"Iya, Bu," angguk sang suami yang dengan sigap menaiki sepeda motornya menuju ke rumah Bian.

Hampir sepuluh menit berselang, Pak RT kembali bersama dengan Bian. Beberapa warga lain turut ikut serta untuk membantu beberapa hal terkait mengurus jenazah.

"Ibu...," raung Bian sambil memeluk tubuh yang kini tak lagi bernapas itu.

"Bu, maafkan Bian, Bu! Bangun, Bu! Bian masih butuh Ibu," lanjut pria itu dengan suara bergetar.

Dia memang pernah berharap supaya Ibunya lekas meninggal. Namun, saat hal itu benar-benar terjadi, hati Bian malah merasa sangat perih.

Dia pikir dia akan baik-baik saja jika Ibunya tiada. Namun, ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Hidup Bian malah terasa ha
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Permintaan yang kembali ditolak

    Mendung menggantung di langit yang gelap. Dibawah air yang perlahan mulai jatuh membasahi bumi, Najwa dapat melihat Neti yang sedang meraung sambil memeluk papan yang bertuliskan nama sang Ibu."Bangun, Bu! Jangan tinggalkan Neti. Neti masih butuh Ibu."Teriakan memilukan Neti, menggema di sela hujan yang semakin deras. Wanita yang kini telah resmi dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun delapan bulan tersebut datang dengan diantar oleh beberapa petugas rutan."Sudahlah, Net! Ikhlaskan Ibu, ya!" hibur Bian. Dia memeluk sang adik dengan perasaan yang sama hancurnya."Kenapa Ibu cepat sekali ninggalin kita, Mas? Kenapa? Apa Ibu marah sama aku? Apa Ibu kesal, karena selama ini aku selalu cuek sama beliau?""Mungkin, ini yang terbaik, Net! Setidaknya, Ibu sudah tidak menderita lagi."Pandai sekali Bian menghibur adiknya. Padahal, dirinyalah pelaku utama yang membuat Ibunya selama ini menderita lahir dan batin.Tak hanya fisik yang dibiarkan menderita karena seringnya kelaparan. Tapi, ba

    Last Updated : 2024-05-27
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Bertemu kembali dengan Ahmad

    Semakin hari, hidup Salma juga semakin menderita. Dia merasa sudah sangat lelah menjadi sapi perah untuk Seno. Laki-laki itu benar-benar mempekerjakan Salma sebagai seorang pel@cur tanpa peduli Salma lelah ataupun tidak."Siap-siap! Satu jam lagi, kita berangkat. Ada pelanggan yang mau pakai kamu malam ini," kata Seno yang muncul dibalik pintu yang hanya terbuka setengah."Kita baru aja sampai rumah, Mas! Apa tidak bisa, aku rebahan dulu?""Kalau mau rebahan, nanti aja! Sekalian, di kamar hotel sama tamu kamu."Salma menghela napas berat. Dia hanya bisa pasrah terhadap apapun keputusan Seno."Kalau begitu, tunggu sampai aku selesai menyuapi Ibu makan dulu, Mas," jawab Salma."Ck, iya!" decak Seno kesal. "Tapi, jangan lama-lama! Nanti, kita telat," timpal Seno dengan nada yang terdengar semakin ketus."Iya. Ini tinggal dikit lagi, kok." Salma memperlihatkan isi piring yang tinggal beberapa suap lagi.Blam!Pintu kamar kembali ditutup Seno dengan keras dari arah luar. Salma tampak terse

    Last Updated : 2024-05-27
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Menyembunyikan uang

    "Kamu kenal perempuan aneh ini, Mas?" tanya wanita berjilbab yang merangkul mesra lengan Ahmad."Dia mantan istriku," jawab Ahmad tanpa menoleh pada Salma sedikit pun.Penampilan Salma, benar-benar membuat Ahmad merasa sakit mata saat melihatnya. Pakaian mini yang Salma kenakan, bukan membuat Ahmad tertarik tapi malah bergidik jijik."Oh, yang kamu ceritakan itu?"Ahmad mengangguk."Mas, dia siapa? Kenapa dia sembarangan peluk-peluk lengan kamu?" tanya Salma yang kini sudah kembali berdiri."Kenalkan, ini Diana. Istriku," jawab Ahmad dengan tatapan penuh pancaran cinta pada istri barunya."Mas? Kamu sudah menikah lagi?" Suara Salma terdengar bergetar."Ya, Alhamdulillah. Dan, sebentar lagi kami akan memiliki seorang anak. Iya, kan, Sayang?"Ahmad mengelus perut Diana yang memang sudah agak membuncit. Namun, karena mengenakan gamis yang longgar, jadi perutnya tidak terlalu terlihat."Mas? Ka-kamu... kenapa kamu menikah lagi? Bukannya, kamu hanya cinta sama aku, Mas?"Salma menahan isak

    Last Updated : 2024-05-28
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Pulang kampung

    Hidup terus berjalan. Semakin hari, kehidupan Najwa juga semakin bahagia. Banyak mimpi, yang dulunya sempat tertunda, kini Najwa mampu wujudkan satu per satu.Kini, dia sudah bisa membeli rumah yang baru. Bisa membangun mesjid di kampung, serta berbagi pada orang-orang yang membutuhkan.Hal terkecil yang paling dia rasakan adalah, dia bisa bolak-balik ke kampung halamannya tanpa ada yang melarang. Hal yang dulunya, begitu sangat sulit untuk dia lakukan."Mbak, saya boleh ikut ke kampung, tidak?" tanya Bi Iroh dengan wajah yang terlihat memelas."Bi Iroh mau ikut? Yakin?"Bi Iroh mengangguk. "Boleh, ya, Mbak! Please!!! Masa' saya tinggal di sini sendirian, sih? Mana seru," rengeknya manja.Melihat tingkah Bi Iroh, Najwa seketika tertawa."Ya sudah, Bibi boleh ikut. Tapi, nanti kita nggak langsung ke kampung, ya! Saya mau mampir ke panti asuhan sebentar.""Oke, Mbak! Tidak masalah!""Kalau gitu, Bi Iroh kemasi barang-barang Bi Iroh dulu, gih! Nggak pake lama!""Siap, Bos!" Bi Iroh denga

    Last Updated : 2024-05-28
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Semua anak akan melakukan hal yang sama

    "Kok bisa sih, Din?" tanya Pak Haris.Bu Dahlia tampak menutup mulutnya sambil memegang bahu Najwa dengan kuat."Itu... Pak Tono datang marah-marah ke Ibunya Galih. Dia memaksa Bi Tin untuk menjual rumah yang sekarang Bi Tin dan Galih tempati. Tapi, karena Bi Tin terus menolak, akhirnya Pak Tono malah tonjok mukanya Bi Tin. Nah, pas banget tiba-tiba Galih baru pulang dari sawah. Posisinya lagi megang arit yang habis dia pakai buat bersihin rumput liar di pematang sawah. Pas lihat ibunya ditonjok Pak Tono sampai hidungnya mengeluarkan darah, langsung-lah arit itu dilayangkan Galih ke arah Pak Tono.""Kena apanya, Din?" tanya Bu Dahlia dengan ekspresi meringis. Dia ngeri membayangkan betapa berbahayanya situasi yang baru saja terjadi."Lengannya, Bu. Soalnya, Pak Tono reflek ngangkat tangan buat nangkis serangan Galih.""Parah?" timpal Pak Haris."Lumayan, Pak. Tulangnya sampai kelihatan," jawab Udin."Ya Allah!" Najwa bergidik ngeri. Tak ia sangka, peristiwa berdarah akan menjadi sambu

    Last Updated : 2024-05-28
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Hutang lama

    Tiba di rumah Pak lurah, Najwa dan Bu Dahlia mendapati Pak Haris yang terlihat ditahan oleh beberapa orang warga. Napas lelaki paruh baya berbadan kekar itu tampak naik-turun. Menandakan, bahwa emosi itu belumlah reda secara total. "Bapak!!" panggil Bu Dahlia. Dengan langkah panik, dia mendekati suaminya. "Bapak nggak apa-apa?" Pak Haris menggeleng. "Iya. Bapak nggak apa-apa." "Pokoknya, saya nggak mau tahu! Pak Haris harus bayar biaya pengobatan saya! Kalau tidak, maka bukan hanya Galih yang hari ini akan masuk penjara. Pak Haris juga." Dari ujung teras sana, ada Jaya, yang berteriak sambil memegangi pipi sebelah kirinya yang lebam. "Gila, kamu, Jaya! Jelas-jelas, kamu yang nyerang saya duluan, kok. Saya kan cuma membela diri." Pak Haris turut bersuara dengan mata melotot. "Walaupun saya yang nyerang duluan, tapi Pak Haris baik-baik aja, tuh! Malah saya yang jadi bonyok kayak gini," sungut Jaya. Jelas, dia yang babak belur karena Pak Haris adalah alumni perguruan pencak

    Last Updated : 2024-05-29
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Pemberian Galih

    "Ba-baik. Saya akan bicara dengan Bapak soal masalah ini," ucap Jaya dengan suara melemah."Beritahu Pak Tono, kalau dia tetap nekat menuntut Galih melalui jalur hukum, maka rumah kalian akan langsung saya sita!" tegas Najwa."Iya," angguk Jaya mengerti."Jadi, masalah ini seharusnya sudah clear, kan?" tanya Najwa memastikan.Jaya mengangguk. Tak berselang lama, dia langsung pergi tanpa berpamitan sama sekali. Para warga yang melihat kepergiannya langsung bersorak mengolok-olok dirinya."Terimakasih," ucap Bi Tin yang berjalan mendekat bersama Galih."Sama-sama, Bu," jawab Najwa disertai anggukan kepala."Terimakasih," Galih turut membuka suara. Sepasang matanya, terlihat curi-curi pandang ke arah Najwa."Ya, sama-sama," balas Najwa. "Hidung Ibu nggak apa-apa?" tanya Najwa pada wanita paruh baya itu."Alhamdulillah, nggak apa-apa. Tadi, memang sempat mimisan. Tapi, sudah berhenti.""Kalau Ibu dan Galih butuh apa-apa, jangan sungkan minta bantuan pada kami, ya!""Iya. Terimakasih sekal

    Last Updated : 2024-05-29
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Ingin membalas dendam

    "Wa, sarapan dulu, Sayang!" ajak Bu Dahlia yang sedang menata makanan di atas meja makan.Najwa baru saja selesai mandi dan mengganti pakaian olahraganya dengan gamis rumahan."Iya, Bu," jawab Najwa tersenyum. Dia mengambil tempat duduk di meja makan kemudian menerima piring yang disodorkan oleh sang Ibu."Iroh! Sini, ikut sarapan!" panggil Bu Dahlia pada Bi Iroh yang terlihat agak segan untuk mendekat."I-iya, Bu!" jawab wanita berbadan besar itu. "Duh, saya jadi nggak enak, karena tadi nggak bantuin Ibu masak.""Nggak apa-apa, Roh! Santai saja! Kamu kan ke sini, niatnya memang untuk liburan. Jadi, nikmati saja liburan kamu. Soal pekerjaan di rumah ini, kamu nggak usah kepikiran. Toh, ada tetangga yang setiap hari ke sini untuk bantu bersih-bersih," timpal Bu Dahlia."Tapi, tetap saja saya nggak enak, Bu!""Kalau nggak enak, kasih kucing aja, Roh! Gitu aja kok repot?!" seloroh Bu Dahlia."Ibu bisa aja, bercandanya," sahut Bi Iroh tertawa.Sarapan berlangsung dengan penuh tawa. Tampak

    Last Updated : 2024-05-30

Latest chapter

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Extra Part

    "Sialan!! Kenapa jadi begini? Kenapa Najwa malah bahagia dengan lelaki lain? Seharusnya, dia itu kembali sama aku. Bukan malah melupakan aku dan menikah dengan pria lain!!"Bian berteriak kesal yang membuat teman-teman satu selnya menjadi ikut-ikutan kesal."Hei, bisa diam, nggak lu?" hardik seorang pria berbadan besar."Apa?" tantang Bian. "Kalau gue nggak mau diem, lu mau apa, hah?" Ia berkacak pinggang dengan begitu angkuh."Oh, lu berani sama gua?" Pria berbadan besar itu berdiri dari duduknya.Sontak, tahanan lain langsung mendadak riuh. Mereka memanas-manasi keadaan supaya terjadi pertengkaran seru."Emangnya, kenapa gua mesti takut sama lu, hah? Modal badan gede doang, udah sombong lu!""Sialan!"Bugh!Satu pukulan keras menghantam dagu Bian. Lelaki itu langsung mundur ke belakang dengan sedikit kehilangan keseimbangan."Lu berani mukul gua?" Bian mulai naik pitam.Disiapkannya tinju, lalu ia layangkan dengan cepat ke arah pria berbadan besar itu. Sayangnya, tangan Bian justru

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Ending

    Satu tahun kemudian... "Hoekkk!! Hoek!!" "Wa, kamu masih mual?" tanya Halimah seraya menghampiri sang sekretaris yang sedang muntah di toilet yang ada di ruangannya. "Iya, Kak," jawab Najwa. Dia menekan tombol flush pada closet kemudian berbalik menatap Halimah. "Ini sudah lebih seminggu loh, Wa." Halimah mengingatkan. "Paling cuma masuk angin aja, Mbak. Beberapa hari lagi pasti sembuh, kok. Atau, mungkin magh-ku kambuh. Soalnya, akhir-akhir ini aku malas banget buat makan. Kayak nggak nafsu gitu tiap kali lihat makanan." "Bulan ini, kamu sudah haid?" selidik Halimah. "Belum, Kak," geleng Najwa. "Bulan kemarin juga belum. Kenapa, ya?" Plak! Halimah menampar bahu Najwa saking gemasnya. "Kamu nggak nyadar sesuatu, Wa?" tanya Halimah. "Maksud Kak Halimah, apa?" "Jangan-jangan, kamu hamil, Wa?" tebak Halimah.

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Pamit

    "Urusan apa lagi, Tante Sephia? Apa Tante masih belum jera juga, mencari masalah dengan kami?" Deva menatap wajah wanita tua itu dengan tajam. Geliginya bergemelatuk dengan keras. Ia sudah sangat siap andai Bu Sephia ingin kembali memulai masalah baru dengannya dan keluarganya. Bruk! Namun, dugaan Deva rupanya salah. Bukan hendak mencari masalah, tetap wanita tua itu justru malah menjatuhkan diri dihadapan Najwa dan Deva. Kedua tangannya saling menyatu didepan dada. Ia meneteskan air mata seraya mendongak menatap Deva dan Najwa seraya bergantian. "Maafkan saya dan keluarga saya! Saya mohon..." pinta Bu Sephia mengiba. "Tante, jangan begini! Ayo, bangun!" Najwa berusaha membuat wanita tua itu berdiri. Akan tetapi, Bu Sephia menolak dan tetap bersikukuh untuk berlutut dihadapan Najwa dan juga Deva. "Suami dan putri saya sudah meninggal karena kesalahan kami sendiri. Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Indra. Dan, saya tidak ingin terkena karma lagi. Saya tidak mau keh

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Wanita tua

    Deva menghentikan langkahnya. Ia menengok kebelakang untuk sesaat kemudian kembali melangkah. "Tidak usah. Apapun yang terjadi pada mereka, sama sekali bukan tanggung jawab kita." Teddy mengangguk tanda mengerti. Raungan Bu Sephia adalah hal terakhir yang Deva dengar sebelum benar-benar pergi meninggalkan tempat itu. "Mas..," sambut Najwa saat Deva telah kembali. "Tangan kamu, gimana?" tanya Deva seraya menghampiri sang istri. "Alhamdulillah, sudah agak mendingan." "Maaf, karena aku baru sempat menanyakan keadaan kamu, Sayang!" "Nggak apa-apa, Mas. Ngomong-ngomong, gimana kondisi keluarga Mbak Intan?" "Mereka semua baik-baik aja. Cuma... Tante Sephia sepertinya belum menerima kenyataan bahwa putrinya sudah berpulang." Najwa meneguk ludahnya. Dia turut prihatin akan kepergian Intan yang begitu tragis. Namun, bukankah Intan sendiri yang menentukan akhirnya hidupnya? Wanita itu sendiri yang telah nekat menghancurkan dirinya. "Nak Deva...," panggil Bi Tin. Deva tersenyum hanga

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Salah didik

    "Galih... kamu dimana, Nak?"Teriakan seorang Ibu yang mengkhawatirkan putranya terdengar begitu menyayat hati. Najwa langsung menyambut wanita tua yang datang bersama beberapa tetangga lain dari kampung dengan langkah tergesa."Bi Tin," sapa Najwa.Bi Tin dengan wajah sembap, langsung menggenggam kedua telapak tangan Najwa."Galih dimana? Bagaimana kondisinya? Dia selamat, kan?" cecar Bi Tin dengan suara bergetar."Masih ditangani dokter, Bi. Galih kekurangan banyak darah.""Ya Allah...," Bi Tin merasakan persendiannya terasa lemas.Dia hampir jatuh bersimpuh. Namun, Najwa dan yang lain berusaha menahan tubuhnya agar tetap berdiri tegak."Duduk dulu, Bi!" ucap Najwa sambil membantu wanita tua itu untuk duduk di kursi besi."Galih...," racau Bi Tin sambil terus menangis."Maafkan Najwa, Bi! Semuanya karena Najwa," lirih Najwa yang ikut duduk disebelah Bi Tin.Bi Tin menghela napas panjang. Dia berusaha mengusir sesak yang menghimpit dadanya.Pasalnya, putra satu-satunya yang ia miliki

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Menyerah

    "Lepas!!!" teriak Intan membabi-buta. Dia ingin terbebas dari kuncian dua orang tim keamanan yang memeganginya."Aku akan bunuh kamu, Najwa!!!" teriaknya saat melihat kehadiran Najwa diantara banyaknya tamu di pesta ulangtahun Iqbal.Tak Intan hiraukan tatapan-tatapan takut sekaligus geram yang diberikan oleh para hadirin. Wanita itu hanya terus fokus pada Najwa yang saat ini sedang dipeluk oleh Halimah. "Aku akan bunuh perempuan itu! Lepas, Pak! Lepaskan saya!""Tunggu, Pak!" teriak Deva dari belakang.Para tim keamanan itu pun berhenti. Mereka memberi hormat kepada Deva sebelum membuka jalan untuk pria itu agar bisa mendekati Intan.Plak!Semua orang tercengang melihat kejadian barusan. Seorang Deva, yang selama ini pantang memukul wanita... dengan penuh kesadaran justru menampar Intan dengan sangat keras."Deva...," lirih Intan serak. Air matanya jatuh membasahi pipinya."Apa?" tanya Deva dingin. "Apa kamu sudah puas?""Aku begini karena kamu...," timpal Intan."Karena aku?" Deva

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Detik-detik

    "Tolong!!!" teriak Najwa lebih keras.Atensi para hadirin yang datang langsung tertuju ke arahnya. Wajahnya sudah bersimbah air mata. Tubuhnya gemetaran.Deva yang mendengar teriakan istrinya pun turut menoleh. Matanya langsung melebar sempurna saat melihat tangan sang istri yang bercucuran darah.Prang!Gelas yang dipegang Deva langsung pecah tak berbentuk saat lelaki itu tanpa sadar melepasnya begitu saja dari genggaman.Deva berlari begitu cepat menghampiri sang istri yang saat ini seperti hampir kehabisan napas."Najwa! Sayang... kamu kenapa?" tanya Deva panik. "Dokter!!! Saya butuh dokter!" teriaknya begitu keras.Halimah dan Iqbal turut menghampiri Najwa."Ada apa?" tanya Halimah."Bal, panggil dokter! Istriku butuh dokter!" titah Deva panik sambil memegang tangan Najwa yang berdarah."Panggil Ivanna!" kata Iqbal pada seorang pria yang berdiri dibelakangnya."Oke," angguk pria itu.Tak lama kemudian, seorang wanita dengan gaun malam berwarna hitam datang mendekat. Wanita itu men

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Nasib Galih

    Di dalam kamar yang begitu gelap, Intan sengaja mengurung diri. Ponsel yang terus menerus berdenting diatas kasur berusaha ia abaikan.Rentetan notifikasi yang menyesaki layar ponselnya tak ingin ia lihat sedikitpun. Mengintip pun, tidak."Diam!!!" teriak Intan memaki ponselnya.Telinga ia tutup rapat-rapat dengan kedua telapak tangannya. Dia duduk di pojok, dekat jendela yang tertutup rapat tirai berwarna abu-abu."Berhenti menghakimi aku!!! Aku nggak salah!!" teriaknya lagi.Intan benar-benar tak tahan dengan cacian dari warganet. Apalagi, beberapa bahkan sengaja menerornya melalui DM Ig dan FB."Intan!!! Kamu kenapa, Nak?" teriak Bu Sephia dari luar kamar.Digedor-gedornya kamar sang putri namun tak ada respon sedikit pun dari si pemilik kamar. Hanya racauan Intan saja yang terus terdengar sedari tadi."Ma, sudah! Biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau," tukas Indra sambil menarik sang Ibu menjauh dari kamar sang adik."Ndra, kamu nggak kasihan sama adik kamu, hah?" tanya Bu S

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Terancam

    "Jadi, kamu sekarang kerja di catering?" tanya Halimah pada lelaki yang usianya terpaut agak jauh dibawahnya itu.Galih menghela napas dalam-dalam. Dia mengangguk tanpa berani menatap langsung ke arah mata mantan atasannya itu."Najwa juga akan datang ke pesta ini. Saya harap, kamu tidak akan berbuat nekat lagi seperti dulu!" peringat Halimah.Lelaki itu hanya diam saja. Sejujurnya, dia teramat bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan Najwa lagi.Akan tetapi, disudut hati yang lain, Galih justru merasa malu. Bagaimana tidak? Pekerjaannya sekarang hanya seorang karyawan catering. Pelayan, yang derajatnya bahkan dipandang sangat rendah oleh sebagian kalangan berada."Saya harus pergi sekarang, Bu! Permisi!" pamit Galih."Galih, tunggu!"Namun, pria itu tak mau menggubris panggilan Halimah sedikitpun. Baginya, Halimah hanya sekadar mantan atasan. Tak ada kewajiban Galih lagi untuk menghormati apalagi menuruti perintah da

DMCA.com Protection Status