Beranda / Pernikahan / Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas? / Berusaha mengejar kesempatan kedua

Share

Berusaha mengejar kesempatan kedua

Penulis: Itha Sulfiana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-10 20:53:28

Perasaan Bu Jannah hancur tak karuan. Putra kebanggaan yang dulu dia manjakan dengan sepenuh hati kini malah tega menyakiti dirinya. Rasanya perih. Seluruh tulang Bu Jannah bagai dipaksa lepas satu per satu.

"Kamu jahat sama Ibu, Bian!" lirih Bu Jannah menangis.

Di kamar sebelah, Bian menutup telinganya dengan bantal. Kesal sekali rasanya, mendengar tangisan sang Ibu yang menurutnya sangat menganggu.

"Argghhh!! Ibu bisa diem nggak, sih? Berisik!!!" bentak Bian sembari memukul dinding pembatas antara kamarnya dan kamar sang Ibu.

Tak berselang lama, suara tangis itu perlahan reda. Bian menghela napas lega lalu tertidur tanpa rasa bersalah.

*

"Bian... tolong bersihkan Ibu dulu ya, Nak! Ibu benar-benar udah nggak nyaman," pinta Bu Jannah memelas saat kepala Bian menyembul di depan pintu kamarnya.

"Makanya, Ibu cepat sembuh, dong! Biar Ibu nggak nyusahin Bian lagi," ucap Bian ketus sembari masuk ke dalam kamar sang Ibu.

"Maafkan Ibu!" Bu Jannah tertunduk. Ia pasrah saja ketika Bian mulai m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Kedatangan orangtua

    "Bapak? Ibu?" lirih Najwa dengan perasaan bahagia."Ngapain orang itu harus datang sekarang, sih?" gumam Bian merasa kesal.Pak Haris dan Bu Dahlia lekas menghampiri Najwa. Mereka saling berpelukan demi melepas rindu yang sudah lama menggunung."Bapak sama Ibu kenapa datang nggak bilang-bilang, sih? Kan, Najwa bisa jemput di terminal," ucap Najwa begitu melepaskan pelukan dengan sang Ibu angkat."Ibu sama Bapak sengaja pengen kasih kejutan untuk kamu, Wa! Tapi... ternyata pas sampai sini, justru kami yang terkejut. Kok, manusia sampah ini masih ada disini?" tanya Pak Haris dengan lirikan sinis ke arah Bian."Bapak sama Ibu apa kabar?" tanya Bian basa-basi."Nggak usah sok akrab. Sebentar lagi, kamu bukan siapa-siapa lagi untuk putri kami," jawab Pak Haris ketus."Tapi, saya nggak mau cerai dari Najwa, Pak. Saya masih sangat mencintai dia.""Cinta Najwa atau cinta hartanya?" sindir Pak Haris telak."Tentu saja cinta Najwa-nya, Pak.""Kalau memang cinta, kenapa dulu mendua?"Skakmat!La

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-11
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Resmi bercerai

    Hari yang dinanti-nanti Najwa akhirnya tiba. Hari ini, adalah sidang terakhir perceraiannya dengan Bian. Dengan didampingi oleh pengacara serta kedua orangtua angkatnya, Najwa dengan penuh percaya diri melangkah memasuki gedung tersebut. "Sepertinya, Bian tidak akan hadir hari ini," ucap Pak Haris saat hendak memasuki ruang pengadilan. "Bagus kalau Mas Bian nggak datang, Pak. Itu artinya, perceraian kami bisa diputuskan secara verstek. Dengan begitu, nggak akan banyak drama yang bisa menganggu jalannya persidangan nanti," timpal Najwa. Perempuan itu sangat bersyukur dengan ketidakhadiran mantan suaminya. Dengan begitu, sidang putusan perceraian mereka bisa diputuskan dengan cepat tanpa ada drama penolakan dari Bian. "Selamat, Mbak Najwa! Anda kini sudah resmi menyandang status baru." Pengacara yang selama ini mendampingi Najwa dalam sidang perceraiannya tampak tersenyum puas dengan hasil yang dikeluarkan pengadilan. "Terimakasih, Pak!" "Kalau begitu, saya permisi dulu! Masih ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-12
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Membuang Ibu

    "Pokoknya, Mas nggak akan pernah menerima perceraian ini, Wa! Kamu selamanya akan tetap jadi istri Mas!" ucap Bian keras kepala.Kehilangan Najwa adalah kejatuhan paling rendah dalam hidupnya. Wanita itu adalah harapan terakhir yang tersisa untuk Bian bisa kembali hidup senang seperti dulu.Namun, jika sekarang Najwa benar-benar sudah lepas dari genggaman, itu artinya hidup Bian selamanya akan terus dipenuhi penderitaan."Kenapa susah sekali untuk kamu memaafkan aku, Wa? Padahal, aku sudah mengaku salah! Aku sudah bilang, kalau aku khilaf. Aku menyesal karena telah menyakiti kamu dengan menghadirkan Salma ditengah-tengah kita.""Dan aku juga sudah pernah bilang, Mas! Nggak ada gunanya menyesal! Karena selamanya, aku nggak akan pernah mau kembali lagi sama kamu!"Bian merasa sangat frustasi. Apalagi yang harus dia lakukan demi membuat Najwa kembali padanya?"Ayo, Pak, Bu! Kita pulang!" ajak Najwa pada kedua orangtuanya."

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-13
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Taktik Bu Jannah

    "Astaghfirullahaladzim!! Ibu kenapa?" tanya seorang wanita berhijab yang datang menghampiri Bu Jannah bersama suami dan anaknya."Huhuhu... Tolong Ibu, Nak! Ibu sepertinya ditinggalkan sama anak Ibu," jawab Bu Jannah."Ya Allah, kasihan sekali!" pekik suami wanita itu tertahan. "Memangnya, kenapa Ibu sampai ditinggal ditempat seperti ini?"Bu Jannah menggeleng. Hendak berterus terang, namun dia juga tak tega jika orang-orang ini nantinya malah memperkarakan Bian ke kantor polisi."Mungkin, anak Ibu lupa kalau Ibu masih ada disini, Nak!" jawabnya kemudian."Ibu hafal, alamat rumah Ibu?" tanya wanita itu lagi."Hafal," jawab Bu Jannah."Kalau begitu, Ibu beritahu saja dimana alamat rumah Ibu! Nanti, saya dan suami saya yang akan mengantarkan Ibu pulang.""Terimakasih, Nak! Terimakasih," timpal Bu Jannah lega.Akhirnya, dia tak jadi terlantar. Sebaliknya, mungkin hidupnya akan kembali enak setelah ini."Bu, apa benar, ini rumahnya?" tanya wanita itu pada Bu Jannah."Benar, Nak! Ini rumah

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-13
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Diantarkan pulang

    Najwa menghela napas panjang. Dia tahu, keputusannya menerima Bu Jannah malam ini dirumahnya, pasti akan menimbulkan keberatan disisi sang Ayah. "Bapak nggak setuju kalau perempuan tua yang licik itu ada disini, Nak!" ujar Pak Haris bersikeras. "Pak Haris! Tolong maafkan kesalahan saya di masa lalu! Demi Allah, saya menyesal telah berbuat jahat sama Najwa. Dan, sekarang saya sudah mendapatkan karmanya. Anak saya sendiri tega menyiksa bahkan membuang saya." Raungan pilu Bu Jannah kembali membahana. Namun, Pak Haris sama sekali tak tersentuh dengan isak tangis perempuan lumpuh itu. Hatinya sejak lama sudah mati untuk orang-orang yang tega memperlakukan Najwa dengan tidak adil. "Ibu lebih baik istirahat dulu! Nanti, biar Najwa yang bicara sama Bapak," ujar Najwa menengahi. "Terimakasih, Nak! Terimakasih! Kamu memang perempuan berhati malaikat!" puji Bu Jannah. Namun, ekspresi Najwa tampak biasa saja sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-14
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Bukan siapa-siapa lagi

    "Nggak! Saya nggak mau pulang! Saya mau di sini!" teriak Bu Jannah histeris. Pak Haris, Bu Dahlia serta Najwa hanya bisa menggeleng pelan. Sementara, Bi Iroh terlihat sudah sangat kesal dengan kelakuan Bu Jannah yang sedari tadi terus saja memerintahnya dengan kalimat kasar. "Kamu nggak bisa mengusir Ibu dari sini, Wa! Ibu juga berhak tinggal di sini! Di rumah ini, ada hak Bian juga." "Hak Bian? Anda melantur, ya? Jelas-jelas, rumah ini dibeli oleh pakde Syamsul untuk Najwa!" sangkal Pak Haris sambil tertawa meremehkan. "Tapi... perabotan di rumah ini, pasti dibeli pakai uang anakku, kan? Nggak mungkin, selama dua tahun membina rumah tangga, Najwa tak pernah membeli sesuatu dengan uang milik anakku!" "Ah, Ibu benar. Memang, aku pernah membeli perabotan dengan menggunakan uang Mas Bian." Senyum penuh kepuasan terbit di wajah Bu Jannah. Dia yakin, jumlah perabotan yang dibeli menggunakan uang anaknya pasti lumayan banyak. "Ibu ingat rak piring kecil yang pernah di rusak Net

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-14
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Bertemu Deva

    "Ibu nggak usah takut! Aku jamin, Mas Bian nggak akan pernah berani menelantarkan Ibu lagi setelah ini," ucap Najwa setelah merasa cukup berbicara dengan Bian."Tapi, Ibu, maunya ikut kamu saja, Wa!" kata Bu Jannah lirih dengan mata berkaca-kaca. Sesekali, dia melirik takut ke arah Bian yang tampak berdiri kaku dengan tangan terkepal.Tatapan Bian yang terlihat begitu mengintimidasi membuat Bu Jannah merasa gentar. Dia yakin, setelah ini sang putra pasti akan membuat perhitungan dengan dirinya.Apa dia akan disiksa lagi?Andai, Najwa bersedia membuka hati untuk membawanya pergi dari tempat itu, pasti Bu Jannah akan bahagia sekali."Maaf, Bu! Tapi, aku benar-benar nggak bisa merawat Ibu lagi. Aku sibuk kerja. Sementara, Bi Iroh juga sudah kerepotan mengurus rumah. Sekarang, Ibu tinggal sama Mas Bian saja, ya! Aku yakin, Mas Bian kemarin hanya khilaf. Iya kan, Mas?" Najwa menoleh menatap mantan suaminya.Gugup, lelaki itu mengangguk. Dia berusaha tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya i

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Dibalas Deva

    "Mas Bian! Apa-apaan, kamu? Udah gila, ya?" pekik Najwa saat melihat siapa pelaku pemukulan itu."Kamu yang gila!" balas Bian. "Ngapain kamu jalan sama lelaki lain disaat status kamu masih sebagai istriku, hah?" bentaknya keras hingga mengundang perhatian dari banyak orang.Deva yang tadi jatuh terduduk, kembali berdiri dengan tegak. Wajahnya terlihat kesal namun masih berusaha menahan diri untuk tidak membalas Bian karena ada Najwa ditengah-tengah mereka."Maksudnya, apaan nih, Bro?" tanya Deva pada Bian."Najwa istri gua! Ngapain Lo, ngajakin dia jalan berduaan kayak gini? Apa kalian berdua ini nggak punya malu, hah? Kenapa kalian terang-terangan selingkuh di depan banyak orang seperti ini?""Yang selingkuh siapa, sih?" protes Deva tak habis pikir. "Ada, gue pegang-pegang tangan Najwa atau peluk-peluk dia?" lanjutnya sambil tersenyum sinis."Nggak usah ngelak, Lu! Gue udah liat semuanya!" ucap Bian dengan suara keras. "Kamu juga, Wa! Ngapain jadi perempuan terlalu kegatelan? Apa aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-15

Bab terbaru

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Extra Part

    "Sialan!! Kenapa jadi begini? Kenapa Najwa malah bahagia dengan lelaki lain? Seharusnya, dia itu kembali sama aku. Bukan malah melupakan aku dan menikah dengan pria lain!!"Bian berteriak kesal yang membuat teman-teman satu selnya menjadi ikut-ikutan kesal."Hei, bisa diam, nggak lu?" hardik seorang pria berbadan besar."Apa?" tantang Bian. "Kalau gue nggak mau diem, lu mau apa, hah?" Ia berkacak pinggang dengan begitu angkuh."Oh, lu berani sama gua?" Pria berbadan besar itu berdiri dari duduknya.Sontak, tahanan lain langsung mendadak riuh. Mereka memanas-manasi keadaan supaya terjadi pertengkaran seru."Emangnya, kenapa gua mesti takut sama lu, hah? Modal badan gede doang, udah sombong lu!""Sialan!"Bugh!Satu pukulan keras menghantam dagu Bian. Lelaki itu langsung mundur ke belakang dengan sedikit kehilangan keseimbangan."Lu berani mukul gua?" Bian mulai naik pitam.Disiapkannya tinju, lalu ia layangkan dengan cepat ke arah pria berbadan besar itu. Sayangnya, tangan Bian justru

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Ending

    Satu tahun kemudian... "Hoekkk!! Hoek!!" "Wa, kamu masih mual?" tanya Halimah seraya menghampiri sang sekretaris yang sedang muntah di toilet yang ada di ruangannya. "Iya, Kak," jawab Najwa. Dia menekan tombol flush pada closet kemudian berbalik menatap Halimah. "Ini sudah lebih seminggu loh, Wa." Halimah mengingatkan. "Paling cuma masuk angin aja, Mbak. Beberapa hari lagi pasti sembuh, kok. Atau, mungkin magh-ku kambuh. Soalnya, akhir-akhir ini aku malas banget buat makan. Kayak nggak nafsu gitu tiap kali lihat makanan." "Bulan ini, kamu sudah haid?" selidik Halimah. "Belum, Kak," geleng Najwa. "Bulan kemarin juga belum. Kenapa, ya?" Plak! Halimah menampar bahu Najwa saking gemasnya. "Kamu nggak nyadar sesuatu, Wa?" tanya Halimah. "Maksud Kak Halimah, apa?" "Jangan-jangan, kamu hamil, Wa?" tebak Halimah.

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Pamit

    "Urusan apa lagi, Tante Sephia? Apa Tante masih belum jera juga, mencari masalah dengan kami?" Deva menatap wajah wanita tua itu dengan tajam. Geliginya bergemelatuk dengan keras. Ia sudah sangat siap andai Bu Sephia ingin kembali memulai masalah baru dengannya dan keluarganya. Bruk! Namun, dugaan Deva rupanya salah. Bukan hendak mencari masalah, tetap wanita tua itu justru malah menjatuhkan diri dihadapan Najwa dan Deva. Kedua tangannya saling menyatu didepan dada. Ia meneteskan air mata seraya mendongak menatap Deva dan Najwa seraya bergantian. "Maafkan saya dan keluarga saya! Saya mohon..." pinta Bu Sephia mengiba. "Tante, jangan begini! Ayo, bangun!" Najwa berusaha membuat wanita tua itu berdiri. Akan tetapi, Bu Sephia menolak dan tetap bersikukuh untuk berlutut dihadapan Najwa dan juga Deva. "Suami dan putri saya sudah meninggal karena kesalahan kami sendiri. Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Indra. Dan, saya tidak ingin terkena karma lagi. Saya tidak mau keh

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Wanita tua

    Deva menghentikan langkahnya. Ia menengok kebelakang untuk sesaat kemudian kembali melangkah. "Tidak usah. Apapun yang terjadi pada mereka, sama sekali bukan tanggung jawab kita." Teddy mengangguk tanda mengerti. Raungan Bu Sephia adalah hal terakhir yang Deva dengar sebelum benar-benar pergi meninggalkan tempat itu. "Mas..," sambut Najwa saat Deva telah kembali. "Tangan kamu, gimana?" tanya Deva seraya menghampiri sang istri. "Alhamdulillah, sudah agak mendingan." "Maaf, karena aku baru sempat menanyakan keadaan kamu, Sayang!" "Nggak apa-apa, Mas. Ngomong-ngomong, gimana kondisi keluarga Mbak Intan?" "Mereka semua baik-baik aja. Cuma... Tante Sephia sepertinya belum menerima kenyataan bahwa putrinya sudah berpulang." Najwa meneguk ludahnya. Dia turut prihatin akan kepergian Intan yang begitu tragis. Namun, bukankah Intan sendiri yang menentukan akhirnya hidupnya? Wanita itu sendiri yang telah nekat menghancurkan dirinya. "Nak Deva...," panggil Bi Tin. Deva tersenyum hanga

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Salah didik

    "Galih... kamu dimana, Nak?"Teriakan seorang Ibu yang mengkhawatirkan putranya terdengar begitu menyayat hati. Najwa langsung menyambut wanita tua yang datang bersama beberapa tetangga lain dari kampung dengan langkah tergesa."Bi Tin," sapa Najwa.Bi Tin dengan wajah sembap, langsung menggenggam kedua telapak tangan Najwa."Galih dimana? Bagaimana kondisinya? Dia selamat, kan?" cecar Bi Tin dengan suara bergetar."Masih ditangani dokter, Bi. Galih kekurangan banyak darah.""Ya Allah...," Bi Tin merasakan persendiannya terasa lemas.Dia hampir jatuh bersimpuh. Namun, Najwa dan yang lain berusaha menahan tubuhnya agar tetap berdiri tegak."Duduk dulu, Bi!" ucap Najwa sambil membantu wanita tua itu untuk duduk di kursi besi."Galih...," racau Bi Tin sambil terus menangis."Maafkan Najwa, Bi! Semuanya karena Najwa," lirih Najwa yang ikut duduk disebelah Bi Tin.Bi Tin menghela napas panjang. Dia berusaha mengusir sesak yang menghimpit dadanya.Pasalnya, putra satu-satunya yang ia miliki

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Menyerah

    "Lepas!!!" teriak Intan membabi-buta. Dia ingin terbebas dari kuncian dua orang tim keamanan yang memeganginya."Aku akan bunuh kamu, Najwa!!!" teriaknya saat melihat kehadiran Najwa diantara banyaknya tamu di pesta ulangtahun Iqbal.Tak Intan hiraukan tatapan-tatapan takut sekaligus geram yang diberikan oleh para hadirin. Wanita itu hanya terus fokus pada Najwa yang saat ini sedang dipeluk oleh Halimah. "Aku akan bunuh perempuan itu! Lepas, Pak! Lepaskan saya!""Tunggu, Pak!" teriak Deva dari belakang.Para tim keamanan itu pun berhenti. Mereka memberi hormat kepada Deva sebelum membuka jalan untuk pria itu agar bisa mendekati Intan.Plak!Semua orang tercengang melihat kejadian barusan. Seorang Deva, yang selama ini pantang memukul wanita... dengan penuh kesadaran justru menampar Intan dengan sangat keras."Deva...," lirih Intan serak. Air matanya jatuh membasahi pipinya."Apa?" tanya Deva dingin. "Apa kamu sudah puas?""Aku begini karena kamu...," timpal Intan."Karena aku?" Deva

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Detik-detik

    "Tolong!!!" teriak Najwa lebih keras.Atensi para hadirin yang datang langsung tertuju ke arahnya. Wajahnya sudah bersimbah air mata. Tubuhnya gemetaran.Deva yang mendengar teriakan istrinya pun turut menoleh. Matanya langsung melebar sempurna saat melihat tangan sang istri yang bercucuran darah.Prang!Gelas yang dipegang Deva langsung pecah tak berbentuk saat lelaki itu tanpa sadar melepasnya begitu saja dari genggaman.Deva berlari begitu cepat menghampiri sang istri yang saat ini seperti hampir kehabisan napas."Najwa! Sayang... kamu kenapa?" tanya Deva panik. "Dokter!!! Saya butuh dokter!" teriaknya begitu keras.Halimah dan Iqbal turut menghampiri Najwa."Ada apa?" tanya Halimah."Bal, panggil dokter! Istriku butuh dokter!" titah Deva panik sambil memegang tangan Najwa yang berdarah."Panggil Ivanna!" kata Iqbal pada seorang pria yang berdiri dibelakangnya."Oke," angguk pria itu.Tak lama kemudian, seorang wanita dengan gaun malam berwarna hitam datang mendekat. Wanita itu men

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Nasib Galih

    Di dalam kamar yang begitu gelap, Intan sengaja mengurung diri. Ponsel yang terus menerus berdenting diatas kasur berusaha ia abaikan.Rentetan notifikasi yang menyesaki layar ponselnya tak ingin ia lihat sedikitpun. Mengintip pun, tidak."Diam!!!" teriak Intan memaki ponselnya.Telinga ia tutup rapat-rapat dengan kedua telapak tangannya. Dia duduk di pojok, dekat jendela yang tertutup rapat tirai berwarna abu-abu."Berhenti menghakimi aku!!! Aku nggak salah!!" teriaknya lagi.Intan benar-benar tak tahan dengan cacian dari warganet. Apalagi, beberapa bahkan sengaja menerornya melalui DM Ig dan FB."Intan!!! Kamu kenapa, Nak?" teriak Bu Sephia dari luar kamar.Digedor-gedornya kamar sang putri namun tak ada respon sedikit pun dari si pemilik kamar. Hanya racauan Intan saja yang terus terdengar sedari tadi."Ma, sudah! Biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau," tukas Indra sambil menarik sang Ibu menjauh dari kamar sang adik."Ndra, kamu nggak kasihan sama adik kamu, hah?" tanya Bu S

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Terancam

    "Jadi, kamu sekarang kerja di catering?" tanya Halimah pada lelaki yang usianya terpaut agak jauh dibawahnya itu.Galih menghela napas dalam-dalam. Dia mengangguk tanpa berani menatap langsung ke arah mata mantan atasannya itu."Najwa juga akan datang ke pesta ini. Saya harap, kamu tidak akan berbuat nekat lagi seperti dulu!" peringat Halimah.Lelaki itu hanya diam saja. Sejujurnya, dia teramat bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan Najwa lagi.Akan tetapi, disudut hati yang lain, Galih justru merasa malu. Bagaimana tidak? Pekerjaannya sekarang hanya seorang karyawan catering. Pelayan, yang derajatnya bahkan dipandang sangat rendah oleh sebagian kalangan berada."Saya harus pergi sekarang, Bu! Permisi!" pamit Galih."Galih, tunggu!"Namun, pria itu tak mau menggubris panggilan Halimah sedikitpun. Baginya, Halimah hanya sekadar mantan atasan. Tak ada kewajiban Galih lagi untuk menghormati apalagi menuruti perintah da

DMCA.com Protection Status