Share

27. Masih Berduka

Author: Chanie1001
last update Last Updated: 2021-07-12 10:45:19

       Adisty pingsan, melihat jasad sang ayah untuk yang terakhir kalinya pasti tidak semua kuat. Apalagi Adisty sangat dekat dengan ayahnya itu. Adisty merasa setengah nyawanya di cabut paksa.

"Sayang." Fajar berbisik guna menyadarkan Adisty namun dalam mata yang terpejam itu, hanya ada air mata yang mengalir.

Fajar memangku Adisty, membawanya ke tempat nyaman dan mulai membantunya agar sadar.

"Ini, pake kayu putih." kata Rahma, tetangga Adisty yang ikut mengantarkan Waldi ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Fajar mengambilnya."Makasih, bu." gumamnya lalu mulai mengusap kepala Adisty seraya mendekatkan kayu putih ke hidung Adisty.

"Dis, bangun. Kuat, sayang." Fajar terlihat begitu sedih, khawatir.

Rahma melonggarkan ikat pinggang Adisty. Siapa tahu itu membantu agar Adisty cepat sadar. Rahma memijat jempol kaki Adisty yang terasa dingin.

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Katanya Dan Nyatanya   28. Kehancuran Fajar

    "Ini rumahnya? Ya ampun, baiknya papa kamu, nak." Wulan mengusap bahu Fajar dengan penuh haru bahagia."Papa emang luar biasa, bu." balas Fajar dengan senyum senang."Sekarang di mana papa kamu? Ibu mau banyak banget bilang makasih karena sudah banyak membantu.""Papa ya gitu, kabur - kaburan—aduh!" pekik Fajar saat mendapat cubitan dari Adisty."Ngaco, papa kamu kerja bukan kabur - kaburan." Adisty terlihat serius membuat Fajar terkekeh pelan."Ya maksudnya gitu, kerjanya ga bisa diem." ralat Fajar di akhiri cengiran."Kapan - kapan, apa papa kamu mau makan malam sama kita?" Wulan terlihat berharap."Boleh dong, bu, sebentar lagi kita jadi keluarga." Fajar mengedipkan sebelah matanya ke arah Adisty."Haduh, kalian udah mau serius aja." Wulan berseru bahagia, mencolek lengan Adisty sebagai godaan."Apa ih, Fajar ngac

    Last Updated : 2021-07-12
  • Katanya Dan Nyatanya   29. Kepergian Fajar

    "Fajar kemana?!" Qiano terlihat kaget."tanpa pamit? Kenapa?" lanjutnya dengan tidak percaya."Belum jelas, tapi dia janji kalau semua udah bisa dia tangani, dia bakalan cerita semuanya." Nata menjelaskan.Kanya mengunyah jeruk dengan alis bertaut."Aneh, Adisty juga ilang dari kemarin. Bukannya mereka pindah rumah ya? Bahkan rumah yang bakalan mereka tempati itu malah di jual." ujar Kanya terheran - heran."Jelas sih, ini ada yang ga beres." yakin Nata seraya mengotak - atik ponselnya.Sebenarnya, Nata sudah tahu semuanya. Hanya saja, Fajar ingin semua di rahasiakana dulu. Fajar punya rencananya sendiri."Semoga mereka baik - baik aja." doa Kanya dengan penuh harap dan tulus.***"Maaf kak, istri saya engga mau." Nata menggenggam tangan Kanya.

    Last Updated : 2021-07-12
  • Katanya Dan Nyatanya   30. Terbongkar

    Syasya menoleh saat mendengar pintu kamar di buka, senyum pun mengembang saat tahu kalau Qiano yang datang."Ngapain?" Qiano bertanya tanpa menatap lawan bicara, dia sibuk merapihkan barang bawaannya."Semenjak di kurung Qiano, Sya cuma bisa baca buku ini." di angkatnya buku novel itu sekilas.Qiano diam, merasa di pukul oleh perkataan Syasya soal dirinya yang mengkurung Syasya.Qiano tidak peduli, yang jelas dia ingin menjaga Syasya dari Irvan meski caranya kurang manusiawi sekalipun."Makan dulu." Qiano menghampiri Syasya, membantunya turun dari kasur lalu memapahnya ke meja yang ada di sana."Masih sakit?" Qiano mendudukan Syasya, berjongkok di hadapannya seraya meraih sebelah kaki Syasya yang bengkak karena jatuh itu."Hm, masih berdenyut." aku Syasya dengan ekspresi sedih.Qiano mengusapnya sekilas."Nanti di

    Last Updated : 2021-07-13
  • Katanya Dan Nyatanya   31. Mencari Jalan

    Nata mendesah pelan, dia terlihat jenuh sekali sedangkan Kanya terlihat asyik dengan dunianya. Nata merasa tumben Kanya suka belanja, bahkan berjam - jam."Kamu Kanya akukan? Kanya yang suka marah - marah?" tanya Nata seraya meraih pinggang Kanya agar mendekat.Kanya mendengus dengan alis bertaut heran."Kenapa lagi? Aku pake uang ayah, kamu ga punya hak ngeluh." balasnya dengan masih sibuk memilih jaket.Nata berdecak."Mau pake uang aku pun ga masalah, tapi aku aneh aja. Kamu selama ini cuma mau makan dan makan dari pada belanja kayak gini." terangnya sedikit sewot.Kanya tersenyum, mengusap pipi Nata sekilas."Kamu tahu, orang yang ga pernah marah pasti sekali marah meledak bangetkan? Nah aku kayak gitu tipenya, ga suka sering belanja tapi sekali belanja ya gini." balasnya dengan santai.Nata menghela nafas pendek, ternyata begitu. Dia baru tahu. Rasanya masih ba

    Last Updated : 2021-07-16
  • Katanya Dan Nyatanya   32. Teman Baru

    Kanya melirik Nata yang terlihat asyik dengan ponselnya."Ngapain kamu? Aku perhatiin dari tadi sibuk ngetik sama cengengesan natap ponsel, selingkuh kita cerai ya." celetuk Kanya.Nata sontak berdecak tak suka."Hati - hati, ucapan adalah doa sayang. Aku mana bisa cari yang lain, kamu aja udah sangat cukup." balasnya agak senewen."Ululuh—" Kanya mengunyel kedua pipi Nata yang tengah cemberut itu."becanda, abis kamu asyik sama ponsel." keluhnya.Nata mendekat, mengecup pipi Kanya sekilas."Aku asyik di grup cowok di kampus, aku cuma lagi berbaur sama mereka." jelasnya."Cowok - cowok yang bawel - bawel itu? Kamu betah sama mereka?" Kanya bersandar di bahu Nata."Betah kayaknya, mereka baik - baik." jawabnya santai."Siapa sih namanya lupa.""Burhan, Bagas, Sarip, Haris sama Kevin."Kanya mangut - mangut."Baha

    Last Updated : 2021-07-17
  • Katanya Dan Nyatanya   33.Kabar Bahagia

    Qiano menatap kepergian Irvan dengan senyum tipis penuh kelegaan, dia merasa berhasil menjinakan Irvan yang selalu brutal. Dering ponselnya membuat Qiano tersentak pelan, di tatapnya ponsel yang menyala itu. Qiano tersenyum tipis saat sadar kalau yang meneleponnya itu Syasya. "Hal—" "Qiano di mana? Sya bosen, kita main monopoli lagi. Jadi, cepetan pulang." potong Syasya dengan super cepat. "Iyah, sekarang pulang. Mau titip sesuatu? Kamu apalagi mau makan sesuatu?" Qiano mulai membawa langkahnya ke parkiran, menuju motornya yang terparkir. "Hm—" suara Syasya beberapa saat hanya itu."itu, beli mie ayam aja tapi sambalnya di pisah ya Qiano." lanjutnya dengan riang. "Siap." Qiano tersenyum tipis, naik ke motornya dengan masih fokus pada suara Syasya di ponsel. "Sama jusnya juga, sama cemilan kalau bi

    Last Updated : 2021-07-21
  • Katanya Dan Nyatanya   34. Perjodohan

    Nata dan Kanya terlihat cerah, ada Syasya dan Qiano di sebrang mereka. Ceritanya mereka bertemu sekalian Syasya jalan - jalan."Sayangnya Fajar ga bisa ikut kumpul, tapi dia udah ucapin selamat semalem." kata Kanya memulai percakapan."Emang Fajar kemana?" tanya Syasya dengan polosnya.Qiano melirik Syasya."Kan waktu itu udah di kasih tahu, dia keluar negeri kuliah." serobotnya.Syasya menepuk keningnya."Oh iyah, aduh Sya pikun." balasnya dengan lucu, mengundang tawa Nata dan Kanya."Anak kita lahir ga akan terlalu jauh, kalau sepasang kita jodohin yuk." riang Kanya pada Syasya."Mau - mau, nantikan unyu." balas Syasya agak heboh.Nata dan Qiano saling lirik lalu menggeleng pelan."Biarin anak - anak pilih jodoh mereka masing - masinglah." Nata bersuara, membuat kehebohan keduanya berhenti."Ya ga di b

    Last Updated : 2021-07-21
  • Katanya Dan Nyatanya   35. Bertemu lagi

    Dentingan jarum jam terus berputar, berulang seiring berjalannya waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun.Hingga kini usia anak Syasya dan Kanya sudah memasuki tahun ke 6. Kedua anak itu akan sekolah ke sekolah dasar."Apa ga 7 tahun aja?" Kanya terlihat bimbang, sedangkan sang anak sudah srmangat."Normal kok, 6 tahun masuk sekolah dasar. Anak kita pinter sayang." kata Nata seraya menatap gadis manis dengan rambut di ikat dua."No no no, itu kotor Elsa." suara Rafa mengalun tenang namun penuh peringatan, begitu lucu. Rafa terlihat dewasa sebelum waktunya.Qiano tersenyum tipis."Jangan berantem,

    Last Updated : 2021-07-21

Latest chapter

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Akhir dari semua kisah

    Revan duduk dengan tenang, justru perasaannya kini senang. Sedangkan Bella menunduk dalam, dia terlihat malu."Kan! Mereka udah dewasa, ketakutan aku terjadikan!" Dewi menatap Dewa dengan emosi dan berkaca - kaca."Iyah, kalau tahu gini aku dari awal engga kasih izin.." Dewa meraih bahu Dewi, mengusapnya agar tenang."Kalau hamil gimana? Rieta pasti kecewa!" Dewi menyeka air matanya, perasaan Rieta pasti hancur kalau sampai itu terjadi.Revan terhenyak, rasa senangnya lenyap. Benar juga, Rieta kalau tahu pasti kecewa dan akan merasa bersalah. Revan harusnya menjaga Bella."Kalian keluarnya di dalam atau luar?" Dewi menatap Revan dengan masih marah.Bella semakin tidak berani mengangkat kepalanya.Revan menjilat bibirnya yang tiba - tiba kering, jakunnya mulai bergerak saat menelan ludah."Da-dalem ma.." Revan menunduk,

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Kembali Bersama

    Bella tersenyum dengan tersipu, tangannya yang dingin kini di genggam erat oleh Revan. Rasanya Bella kembali pada masa ABG labil, berdebar dan malu - malu."Di sini kalo pagi emang gini, dingin.." Revan menatap Bella dengan senyum tipis.Revan masih tidak percaya kalau Bella ada di rumahnya, bahkan saat membuka mata Bella ada di sampingnya.Revan ingin menyinggung pernikahan tapi rasanya Revan ragu, dia tidak mau melukai Bella yang belum sembuh dari gagal nikahnya dengan Fadil."Iyah, parah dinginnya.." Bella mengamati sekitarnya, padahal matahari sudah menyapa cukup tinggi.Revan mengubah posisi, di peluknya Bella dari belakang."Biar anget.." katanya di atas kepala Bella, Revan menyandarkan kepalanya di kepala Bella.Bella menggigit bibirnya, menahan senyum yang takutnya terlalu lebar."Bell.." panggil Revan lembut.

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Berdua Bersamamu

    Revan membantu Dewi untuk duduk, kini mereka sudah kembali ke rumah. Satu bulan lebih berlalu, operasi kecil pun dengan lancar Dewi laksanakan.Revan dan Bella pun mulai terlihat seperti semula, tanpa canggung atau berusaha menghindar. Hubungannya bisa di bilang membaik namun tidak sedekat dulu, Bella pun tidak seagresif dulu.Bella di sibukan dengan bisnis barunya yang baru buka, Bella membuka toko kecil namun berisi bunga dan peralatan lain untuk kado."Bella kok jadi jarang jenguk bunda?" tanya Dewi setelah meraih gelas air yang di berikan Revan.Dewa melirik sang istri."Mungkin sibuk, ayah denger Bella buka bisnis ya?" tanya Dewa.Revan mengangguk."Baru buka minggu kemarin.." jawab Revan."Kamu kenapa ga bantu Bella?" tanya Dewi dengan penasaran."Katanya Bella ga mau di ganggu dulu." balas Revan lesu, seminggu lebih tidak bertemu

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Pengakuan

    Revan menghentikan mobilnya di depan pintu gerbang rumah Bella, sepertinya untuk bertemu Rieta tak bisa sekarang."Bunda di dalem?" tanya Revan setelah membantu Bella membuka sabuk pengaman.Bella menggeleng."Lagi di rumah tante, acara syukuran anaknya.." balasnya dengan suara parau dan mata sembab.Revan mengangguk samar, syukurlah. Jika pun ada Revan tak bisa bertemu sekarang. Revan harus bergiliran menjaga sang bunda dengan ayahnya yang harus lembur."Kapan pulang?" tanya Bella."Nunggu mama sembuh.." balas Revan dengan memperhatikan Bella yang ternyata gemukan.Revan merasa lega, itu artinya Fadil menjaga Bella dengan baik."Mau jenguk, tapi nunggu matanya sembuh.." jelas Bella dengan bibir di tekuk. Moodnya masih belum baik."Hm, gih masuk. Istirahat.."Bella mengangguk."Makasih untuk

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Patah Hati Kedua

    Bella mendial nomor Fadil, tumben selama dua hari ini Fadil tidak segesit biasanya."Kak Bell.."Bella menoleh lalu tersenyum ramah."Eh ada Ratu.." sapanya seraya memeluknya sekilas."Kakak lagi belanja juga?" tanyanya dengan riang."Hm, kamu ke sini sama siapa?" tanya Bella seraya mengusap anak gadis yang kini sudah masuk ke kelas dua SMA itu."Loh?"Bella menoleh, sama kagetnya dengan Fadil kini. Orang yang sulit di hubungi olehnya ternyata sedang belanja."Kalian saling kenal?" tanya Ratu senang."aku sepupu kak Fadil kak dan aku kenal sama kak Bell karena waktu itu kak Bell bantu tolongin anjing Ratu yang kejebak ikatannya di besi pinggir jalan.." terangnya riang.Bella yang berpikiran negatif sontak tertawa pelan."Kirain dia selingkuh.." gemas Bella pada Fadil.Fadil tersenyum, meraih pinggan

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Kebenaran

    Bella terus berceloteh di samping Revan yang kini tengah makan bersama Fadil, Dewa dan Dewi."Iyah Bell, udah makan dulu.." Revan menyimpan udang yang sudah di kupas ke nasi Bella."Makasih.." kata Bella seraya menyudahi celotehannya lalu melirik Fadil di samping kirinya.Fadil menyeka keringat di poni Bella dengan tissue lalu membantu Bella mengupas udang. Fadil harus menghentikan Revan, biar soal mengurus Bella kini menjadi urusannya.Revan melirik keduanya dengan mood down. Revan salah berpikir Bella akan terus menunggunya. Mungkin Revan terlalu percaya diri kalau Bella tidak akan berpaling."Makasih.." kata Bella saat Fadil memberikan udang yang sudah di kupas cangkangnya.Dewi mengamati gerak - gerik anaknya. Sebagai ibu dia sangat paham dengan perasaan Revan.Sudah berapa kali dirinya menasihati Revan tapi tetap saja tidak

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Karma Untuk Revan

    Fadil menggeleng samar, Bella sudah makan langsung tidur siang. Pantas saja pipinya gembul, menggemaskan.Fadil memperhatikan posisi Bella yang tidur dengan posisi duduk dan kepala bersandar di kepala sofa.Nyaman namun nanti akan membuatnya sakit. Fadil memutuskan untuk memandang wajah Bella.Damai, bulu mata lentik, alis tebal dan hampir menyatu dengan bulu - bulu halus di keningnya."Monyet, kamu banyak bulu di wajah ternyata.." gumamnya seraya mengusap bulu halus itu lalu turun ke hidungnya yang mungil namun mancung.Hingga jempolnya berakhir di bibir tipis yang merona alami. Ada kumis tipis yang menghiasi.Hubungannya setelah berstatus masih bisa di bilang mingguan belum bulanan, apa boleh mengecupnya sekilas? Pikir Fadil."Mau cium Bella?"Fadil tersentak sangat kaget di duduknya bahkan membuat Bella terja

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Bella Dan Fadil

    "Aduh! Dosennya semoga belum dateng" heboh Bella dengan kedua kakinya yang pendek terus berlari melewati lorong yang akan membawanya semakin masuk ke dalam kampus.Fadil menaikan satu alisnya saat melihat Bella berlari begitu saja tanpa meliriknya.Fadil menyusulnya lalu menarik jaket Bella yang sontak membuat gadis itu berhenti dengan memekik kaget."Kemana? Kelas kita di sana kali" tunjuk Fadil kearah sebrang Bella."Ha! Belum ada dosen?" tanya Bella dengan nafas terengah."Hm, makanya kalo lagi ngomong teleponnya jangan di matiin! Tahu rasakan!" cemoohnya seraya melepaskan jaket Bella.Bella menggeram, bukan salahnya tapi justru salah Fadil yang selalu berbicara setengah - setengah dan kadang tak jelas. Membuatnya salah paham terus."Au ah! Males gue sama lo!" amuk Bella lalu berlari pelan menuju kelas di ikuti Fadil yang berjalan santai.

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Perpisahan

    Bella gelisah, Bella tengah berdiri di balik pilar. Mencoba bersembunyi dan mengintip Revan yang kini tengah berbicara dengan Melia, kakak kelas mereka."Bella hanya temankan? Terus kenapa kamu ga bisa terima aku?" tanyanya seraya meraih tangan Revan.Revan menatap Melia, gadis di depannya memang menarik tapi Revan tidak ingin terganggu oleh hubungan rumit di masa SMA.Revan hanya ingin lulus lalu terbang ke negara yang akan mendidiknya menjadi atlit."Sorry.." setelah mengucapkan itu Revan berlalu.Bella menghela nafas lega, namun juga prihatin atas penolakan Revan. Bella kembali menarik nafasnya, kali ini dengan berat.Orang terdekat saja di abaikan, apalagi orang luar. Bella semakin tidak bisa menjangkau Revan rasanya.Bella membawa langkahnya untuk kembali masuk ke dalam gedung sekolah yang semakin r

DMCA.com Protection Status