Beranda / Romansa / Karma(penyesalan) / Kerjasama dengan Tuan Pramu

Share

Kerjasama dengan Tuan Pramu

Penulis: Nadaaulia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Maaf menunggu lama tuan." ucapnya, sambil membungkukkan badannya, yang dibalas balik oleh Herman.

"Aku sudah dengar sepak terjang anda disemua perusahaan milik anda, dan aku tertarik untuk bekerja sama dengan anda." ucap Pak Pramu lantang.

Dari cara bicaranya, dia memang benar tertarik bekerja sama dengan Herman. Begitupun Herman, siapa yang tidak tahu tentang Pak Pramu, tak ada alasan untuknya menolak bekerja sama dengan pak Pramu.

Setelah sekitar beberapa jam Herman bertatap muka dengan pak Pramu, akhirnya mereka deal dengan kerjasamanya. Ini adalah jalan untuk Herman mengembangkan lebih pesat bisnisnya ini.

Herman kini tengah berada didalam mobilnya. Ia merasakan tubuhnya sangat lelah. Ia ingin segera menemui anaknya satu-satunya. Dipandangnya foto anaknya di ponselnya. Ia tersenyum sendiri menatap foto bayi kecilnya itu.

"Aah, bahkan hanya berjauhan sebentar saja, ayah sudah sangat merindukanmu." lirihnya.

Tak sengaja ,ia membuka galery lama, sebuah galery
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Karma(penyesalan)   Bertemu Kembali

    Herman memanggil-manggil istri dan anaknya, saat ia baru sampai di villa. Namun tak ada yang menyahut. Setahunya, ketika ia berangkat tadi, mereka masih ada disini."Kau dimana sayang? aku sudah sampai villa. Herman menghubungi Amira."Sebentar , kami akan pulang mas." jawab Amira. Ia segera berkemas. Suaminya sudah pulang. Ia berniat hanya berjalan-jalan, dikarenakan kesepian tanpa Herman."Kau dimana?biar aku yang kesana?kau bersama tantri kan? tanya Herman lagi."Kemarilah mas, aku sharelock dipesan mas." Herman melihat pesan masuk dari Amira, ia segera menuju lokasi yang dikirim Amira. Tak susah untuk Herman sampai ditempat itu.Herman setengah berlari, ia sudah sangat rindu dengan putranya itu. Diciuminya dengan berulang-ulang anak Vino, yang berada dibalik strollernya.Aaah, ayah sudah sangat merindukanmu sayang.." ucap Herman sambil memangku anakny, keluar dari strollernya.Amira memandang haru, melihat dua orang tersayang didepannya. Begitu pula dengan Tantri ya

  • Karma(penyesalan)   Pertemuan Kedua

    "Beri saya waktu untuk berfikir, setidaknya saya harus membicarakan ini dengan banyak pihak terlebih dulu." Pramu tersenyum dingin mendengar jawaban Herman. Ia sangat menginginkan kalau Herman membuka cabang didekatnya, dengan begitu, ia bisa dengan mudah memanfaatkan keadaan. Andi dan Herman tak langsung berpamitan pulang, mereka masih asyik berbincang bersama pak Pramu. Kali ini bukan masalah bisnis yang sedang mereka bicarakan, tapi hoby mereka yang sama. Ya..Pak Pramu dan Herman sama -sama menyukai travelling. Hanya saja ,karena kesibukannya sekarang, Herman tak lagi menggeluti hobinya ini. Pak Pramu berencana lusa untuk mengadakan kemah bersama. Ia beserta keluarganya mengajak keluarga Herman untuk berkemah, disekitar villa milik pak Pramu. Herman nampak antusias dengan ide Pak Pramu, yang menurutnya sangat brilliant."Baiklah, nanti aku bicarakan dengan istriku dulu." ucap Herman. Waktu menunjukkan pukul 22.00 , sudah terlalu lama ia berada dirumah Pak Pr

  • Karma(penyesalan)   Dia Adalah Istriku

    "Bagaimana tuan? apa bisa kita besok berkemah bersama? tanya Pramu dibalik teleponnya. "Maaf...istri saya kurang setuju, anak kami masih sangat kecil." Balas Herman dengan perasaan yang kurang enak. Pramu menyeringai dibalik teleponnya. Sebenarnya ia sedang merencanakan sesuatu, berhubung kemarin dia melihat Herman yang terpana melihat Adinda, ia akan memanfaatkan Adinda untuk bisnisnya."Baiklah, tak apa, semoga lain kali kita bisa lebih dekat dari sekedar rekan bisnis." Balas Pramu. Herman tak mengerti maksud dari kata-kata Pramu tadi. Namun ia mencium aroma tak beres dari orang orang itu. Ia belum lama mengenal Pramu, tapi sudah bisa menilai seperti apa sosok Pramu itu. "Ternyata, dibalik kesuksesannya ,ia melakukan hal-hal kotor diluar bisnisnya." Gumam Herman."Apa dia marah sayang? tanya Amira penasaran. Ia takut penolakannya itu membuat renggang masalah bisnisnya."Tidak sayang, biarkan saja." balas Herman, ia menenangkan istrinya. Setelah rencananya untuk mengajak k

  • Karma(penyesalan)   Ancaman Pramu

    Herman tak menyangka, kalau Adinda bisa menghubunginya lagi. Dia bahkan sudah tak menyimpan kontaknya, namun dari suaranya saja ,ia sudah faham kalau iti suara Adinda."Ada perlu apa? aku tak ada waktu untuk hal yang tak penting." Jawab Herman ketus. Ia berusaha agar Adinda semakin membencinya. Walau hatinya masih ada sedikit rasa untuk Adinda, namun ia berusaha sekuat mungkin untuk tetap setia pada Amira. Ia tak ingin melukai hati Amira lagi. "Baiklah, aku akan menemuimu besok, sekalian ada hal yang harus kita bicarakan." Mendengar jawaban Herman, Adinda menjadi tak karuan. Ia berfikir tentang suatu hal. Dimana Herman akan menceraikannya. Selama ini, Adinda memang menghindar dari Herman , dia memang sudah berencana akan menggugat Herman, namun bukan berarti dia harus kehilangan Herman sekarang ini. Hatinya belum siap untuk saat ini. "Aku ingin kita selesaikan urusan kita, bukankah hubungan kita sudah berantakan? tak adalagi alasan untuk mempertahankannya lagi!!" Kata-kata Herm

  • Karma(penyesalan)   penangkapan Herman dan Adinda

    Betapa terkejutnya Herman saat melihat banyak foto dirinya bersama Adinda. Tidak salah lagi, ini semua pasti ada hubungannya dengan perempuan itu.Herman menggebrak mejanya didepannya dengan keras. Ia sangat emosi dengan semua ancaman Pramu."Apa maksudmu?" Herman berteriak, dia keraskan rahangnya. Dia kepalkan tinjunya. Terlihat garis-garis urat dilengannya."Ha..haaa...haa.." tenang saja tuan, rahasia anda aman bersama saya, asal anda menuruti apa mauku!!" ancamnya. Dia menatap tajam Herman ddidepannya.Seketika Herman menarik kerah baju Pramu. Dia mendekatkannya dengan wajah Pramu."Katakan saja apa maumu?aku tak ada waktu untuk bermain-main denganmu!!" bentaknya lagi.Dengan tertawa, Pramu melepaskan genggaman tangan Herman dikerah bajunya. Ia melepaskannya dengan kasar."Hai tuan....berhati-hatilah, sekarang kunci anda ada ditanganku, sekali saja aku sebarkan aibmu, semua akan hancur dalam sekejap." balasnya lagi sambil menyeringai.Herman hanya bergeming. Ia lantas merobek sem

  • Karma(penyesalan)   Haruskah ku Buka Hatiku Untuk yang Lain

    Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Batang hidung Herman tak muncul juga, Amira sudah gelisah menunggu. Dia sudah bersiap, berkemas. Bahkan sekertarisnya Herman pun sama. Mereka tak bisa dihubungi.Amira kecewa ,sakit hati, dan sangat marah. Lagi-lagi Herman mengingkari janjinya. Ia berjanji akan pulang cepat. Karena akan pulang bersama malam ini ,namun nyatanya? Jangankan pulang, menghubungi saja, tidak ada.Vino daritadi terus menangis. Ia menangis tanpa lelah. Airmatanya hampir kering. Entah apa yang dia tangisi, yang jelas dia terus menangis selama hampir beberapa jam. Matanya terlihat sangat cekung, bahkan ia tak mau menyusu.Amira hampir frustasi. Dia sudah kehilangan cara untuk mnghubungi dua orang tersebut. Jika dihitung, mungkin sudah berpuluh kali ia menhhubungi suaminya dan Andi."Nyonya, bagaimana ini? tuan Vino terus menangis, dia juga tak mau menyusu, aku takut dia terkena dehidrasi nyonya." ucap Tantri, yang sedari tadi menggendong Vino.Kata-kata Tantri berhasil membuat A

  • Karma(penyesalan)   penggerebekan Tempat Pramu

    "Critakanlah, kau sudah berjanji akan menceritakannya padaku!" Amira sebenarnya tak ingin membuka aib keluarganya sendiri, tapi ia merasa beban kali ini, sungguh dirasanya sangat berat. Sampai-sampai dia bimbang, antara mempertahankan Herman, atau menyerah saja. Kalau hanya sekedar sibuk, ia tak masalah, ia sangat memahaminya. Namun kali ini, yang membuat Amira jauh lebih kecewa adalah, Herman bahkan tak peduli dengan Vino. Dia bahkan lebih memilih pekerjaannya, daripada ikut pulang bersamanya dan anak mereka. Begitulah Amira menceritakan rasa kecewanya, tentang suaminya.Tiba-tiba Wisma memegang erat tangan Amira. Ia menggenggamnya, dan mengusap lembut tangannya."Amira, beri aku kesempatan, untuk membahagiakanmu..." sorot matanya yang teduh, membuat Amira luluh. Ia seolah tersihir dengan kelembutan sikapnya.Selama ini, Wisma selalu bersedia melakukan apapun untuk Amira, namun Amira selalu menolaknya, karena dia merasa ,kalau dirinya sudah menjadi seorang istri. Tak pantas baginy

  • Karma(penyesalan)   Penggerebekan Tempat Pramu (part 2)

    Suara pintu didobrak dari luar. Terlihat beberapa anggota kepolisian masuk ke ruangan mereka. Salah satu mereka mengacungkan senjata ditangannya. Berjaga-Jaga ,kalau saja ada komplotan didalam ruangan itu."Pak, kami disini!!" teriak Andi. Seolah memberitahukan keberadaan mereka. Dengan sigap, polisi itu menghampiir mereka ,dan mengevakuasi mereka dengan cepat.Dipapahnya Herman keluar ruangan. Ia langsung dibawa ke rumah sakit, oleh mobil polisi. Suara sirine membuat keheningan terpecah, menjadi ramai. Banyak orang berkerumun, mendekati tempat itu.Mereka seperti sedang syuting adegan laga. Beberapa penjaga suruhan Pramu, akhirnya dibekuk oleh polisi itu. Tak terkecuali Pramu sendiri. Entah kejadian apa selanjutnya yang terjadi setelah itu.Saat ini, Herman dan Andi sedang berada di Rumahsakit di Jogja. Mereka berdua dirawat disana. Andi yang cedera dikaki dan tangannya. Akibat pukulan kemarin, terpaksa harus dirawat intensif.Sedangkan Herman, yang tiba-tiba mengalami gejala jantun

Bab terbaru

  • Karma(penyesalan)   Akhir Kisah Amira dan Herman

    Kau sudah siap sayang?" Herman bertanya pada Amira yang masih sibuk menyiapkan segalanya."Sebentar lagi mas, memang mas sudah siap?" "Sudah sayang, tinggal menunggu kamu selesai, baru kita berangkat," "Baiklah, tunggu lah sebentar," jawab Amira sambil mdmbereskan barang miliknya. Herman melihat jam di tangannya. Susah hampir setengah jam Amira belum juga selesai. Ia mulai gusar, dan kembali melihat Amira. "Sayang, ayolah! jangan lama-lama, masih banyak hal yang harus kita kerjakan disana!" ajaknya dengan nada sedikit kesal. Amira yang faham dengan keadaan Herman yang mulai tak sabar, akhirnya mengakhiri kegiatannya. Dengan segera, ia menyimpan pekerjannya itu. "Aku sudah siap mas, ayo kita berangkat!" ajak Amira, sambil berdiri, dan mendekati Herman. Kemudian mereka melenggangkan kaki, melangkah keluar kamar. Sebelum benar-benar meninggalkan rumah itu, Amira mengitari seluruh ruangan dirumah itu. Rumah yang penuh dengan kenangan, pahit manis, semua sudah ia alami disini.

  • Karma(penyesalan)   Nyatakah Ini?

    Herman masih terpaku didepan makam istrinya. Ia tak sedikitpun ingin pergi meninggalkannya. Tangannya yang masih memeluk nisan bertuliskan Adinda, masih setia berada disana. Sesekali, ia mengusap airnatanya dibalik kacamata hitamnya. Andai ia tak malu, mungkin saat ini ia sudah menangis sambil berguling guling ditanah. Berteriak kalau dirinya tak ingin ditinggalkan. Semua bayangan tentang Adinda semasa hidupnya, terekam jelas dalam pikiran Herman. Ia belum mampu mengusir Adinda dari bayangannya. Kuburannya saja masih basah, maka wajar jika semua kenangan yang ada, masih belum bisa ia lupakan. "Mas, ayolah... kita tak boleh terlalu lama bersedih. Ini sudah hampir sore, kita sebaiknya pulang terlebih dulu. Kalau kau masih ingin menemaninya, besok kau bisa kembali lagi kemari!" ajak Amira, yang mulai pegal karena menunggu Herman yang masih saja diam disamping makam Adinda. Ia menatap ke arah Amira. Dilengkungkannya bibirnya itu. Ia pun bangkit dari jongkoknya, dan kini berdiri

  • Karma(penyesalan)   Berkabung

    "Mas, ayolah angkat mas... ini penting mas!!" Amira terus menggerutu kesal. Herman yang tak mengangkat teleponnya, membuat Amira merasa geram. Setelah beberapa kali ia mencoba menghubungi Herman, akhirnya ia berinisiatif untuk menghubungi Andi. Ia yang tak sabar menunggu Herman, akhirnya berhasil menelepon Andi. "Dimana mas Herman? apa dia tak memegang ponsel?" tanya Amira kasar. Pasalnya, ia sudah kehabisan stok sabarnya. Sudah berkali kali ia menghubunginya, namun Herman tak kunjung mengangkatnya. "Dia masih meeting nyonya. Kami kedatangan klien penting. Jadi maaf, sepertinya dia belum bisa menjawab telepon anda,""Katakan padanya, kalau ada hal penting yang tak bisa ditinggalkan!!dia harus segera pulang!!""Masalah apa?"Amira sedikit ragu memberitahukannya. "Aah emm.. Adinda, Adinda meninggal barusan!!" ucap Amira dengan terbata. Andi sunyi tak menjawab. Mungkin disana, dia pun merasa tak percaya dengan kabar ini."Baiklah, nanti aku sampaikan pada tuan," ucapnya santai. Ya

  • Karma(penyesalan)   Selamat Jalan Adinda

    "Mas, aku melihat jari Adinda bergerak, ayolah ikut denganku!!" seru Amira yang hampir tak percaya dengan apa yang ia lihat. Adinda menggerakkan jarinya, sebagai bentuk respon jika ada yang mengajaknya berbicara. "Mungkin matamu sudah lelah sayang, Adinda itu koma, ia tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya," jawab Herman yang tak menghiraukan perkataan Amira. "Tidak mas, aku melihatnya, ayolah sebentar, aku takut kalau dia ingin berbicara sesuatu," Amira yang ngeyel ingin agar Herman ikut dengannya, dan melihat kalau Adinda benar benar bisa bergerak. Herman pun sejenak meninggalkan makannya. Ia bergegas menuju kamar Adinda. Ia ingin tahu, apakah benar Adinda bisa menggerkaan jarinya, seperti yang dikatakan Amira. Namun, tak ada pergerakan sama sekali. Ia masih sama seperti tadi, seperti patung yang diam tak berkutik. "Lihatlah! mana? kau lihat sendiri kan sayang, dia diam saja?" Herman memegang wajah Amira. Ia meyakinkan pada Amira, kalau apa yang Amira lihat adalah sebuah khay

  • Karma(penyesalan)   Menyesal

    Setelah berpesan pada Amira dan Herman, Dokter itupun berlalu. Amira memasuki ruangan dimana Adinda terbujur kaku. Ia menatap setiap jengkal wajah Adinda. Sungguh tak disangkanya, nasib Adinda bisa se tragis ini. Dulu, dia adalah wanita yang sangat cantik. Tubuhnya bisa dibilang sangat proporsional. Maka pantas saja, dengan mudah laki laki bisa tertarik hanya dengan melihat fisiknya saja. Seperti yang Herman alami, ia tertipu dengan tampilan Adinda yang menawan. Namin siapa sangka, ternyata ia tertipu oleh penampilan menawan Adinda. Seperti pepatah, segala yang kita punya didunia ini hanyalah titipan. Sewaktu waktu, akan diambil oleh sang pemilik. Seperti yang terlihat didepannya. Amira menoleh ke arah Herman. Suaminya terlihat wajahnya menggambarkan betapa suasana hatinya sedang buruk. "Mas, kau sudah makan siang?" "Belum, aku belum ingin makan sayang," Herman nampak lesu. Tak biasanya ia seperti itu. Mungkin karena melihat kondisi Adinda, setidaknya Herman merasa sedih. Ka

  • Karma(penyesalan)   Adinda Koma

    Pagi ini terasa sangat damai bagi Adinda. Amira yang dengan senang hati mengantarkannya berkeliling taman, menghirup udara segar, dan melihat indahnya pemandangan, yang menampakkan bermacam macam bunga. Membuat ia menjadi sedikit membaik. Memang suasana hati sangatlah berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Seperti yang Adinda alami saat ini, ia kembali bersemngat menjalani kehidupannya, dan semua itu berkat Herman dan Amira. Ia bersyukur bisa hadir ditengah tengah keluarga mereka. Mereka yang masih memperlakukannya dengan baik, walaupun Adinda sudah melakukan kejahatan terhadap Amira. Namun Amira, yang mempunyai hati seperti malaikat, ia selalu memaafkannya. Tak masalah baginya masa lalu Adinda. Yang terpenting baginya, Adinda saat ini bisa sehat kembali. "Amira, kenapa kau masih begitu baik padaku? sedangkan aku sudah sangat jahat padamu?" Adinda menuliskan pertanyaan itu di selembar kertas yang ia bawa. Karena dengan menulis lah, ia bisa berkomunikasi dengan orang lain.

  • Karma(penyesalan)   Menyambut Adinda

    Semua sudah dia siapkan, hidangan sudah tersaji lengkap, kamar sudah ia rapikan. Amira sudah memberikan yang terbaik untuk menyambut kedatangan Adinda. Bahkan dirinya pun sudah mandi dan bersiap. Seolah seperti akan kedatangan seorang tamu agung, Amira begitu mempersiapkan segalanya. Kini, ia tinggal menunggu kedatangan Herman dan Adinda dari Rumah sakit. Dua orang yang akan membuat hatinya terguncang, sebentar lagi akan datang. Amira kini tengah bermain dengan kedua anaknya. Setidaknya, ini akan mengurangi sedikit rasa grogi nya ,saat nanti Herman dan Adinda datang. "Jam berapa mereka tiba nyonya?" Dhina bertanya pada majikannya itu. Amira hanya terdiam. Dia sendiri tak tahu kapan mereka akan tiba. Tak penting juga baginya, kapan mereka akan tiba, tugasnya sudah selesai, ia tinggal menunggu mereka datang saja. Ponsel Amira berbunyi. Tertulis nama Herman yang kini tengah menghubunginya. "Iya mas, kau sudah sampai mana?""Ini baru mau jalan, kau sudah siapkan kamarnya bukan?"

  • Karma(penyesalan)   Welcome Adinda

    Hari ini, adalah hari kedua Herman menjaga Adinda di Rumah sakit. Selama ia berada disana, entah mengapa ada ruang kosong didalam hati Amira. Terbersit rasa waswas dalam relung kalbunya. Timbul rasa takut akan keadaan, takut bilamana suaminya benar benar mencintai Adinda, dan akan perlahan melupakannya, karena kebiasaan nya menjaga Adinda, yang entah sampai kapan. Bukan Amira berharap sesuatu yang buruk terjadi pada Adinda, agar ia bisa memiliki suaminya seutuhnya. Namun keadaan seperti ini, benar benar membuatnya merasa terancam. Jauh di relung hatinya, ia mengharapkan kesembuhan Adinda, namun bukan untuk kembali ke pelukan suaminya, melainkan ia memliliki kehidupan lain yang jauh dari hidupnya dan Herman. Suasana hati Amira yang terasa hampa, tanpa adanya Herman bersamanya, membuat ia pun kurang bergairah menjalani hari nya. Seperti pagi ini, ia terbangun agak siang. Biasanya, pagi pagi sekali, ia akan memasak untuk suaminya tercinta. Namun lain untuk kali ini. Ia masih bermal

  • Karma(penyesalan)   Ikhlas Walaupun Berat

    "Hmm..nyonya menangis?" Andi mencoba mencairkan suasana yang beku dan hening. Amira terkaget dengan pertanyaan Andi. Sontak ia mengusap air matanya. Dia malas menjawab pertanyaan yang mrnurutnya kurang penting dan tak harus dijawab. "Kau tak akan mengerti masalah seperti ini," cibir Amira. Ia hanya sedang tak ingin diganggu. Menghadapi keadaan ini sungguh membuatnya payah. "Tak usah menangis nyonya, ini hanya sementara, cinta tuan hanya untuk anda," ucap Andi pada Amira. "Kau hanya cukup menyetir, tak perlu banyak pendapat!" tegas Amira. "Baiklah..." ucap Andi meminta maaf pada Amira. Ia tak tahu kalau majikannya saat ini, tengah kesal. Ia sedang tak ingin di ganggu. Perasaannya sedang berkecamuk. Antara ego dan cemburunya, ia sedang berusaha untuk mwnyabarkan dirinya menghadapi semua kejadian ini. Amira menyenderkan kepalanya di sofa mobil. Ia mencoba menetralkan pikirannya. Ia sedang belajar menjadi seorang wanita hebat, yang mampu membagi hatinya untuk seorang wanita yang

DMCA.com Protection Status