Aku sedang berkeliling memantau keadaan hotel, harus aku akui kerja keras Kartika di hotel yang aku percayakan padanya ini. aku mendapat email dari mas Andy namun aku masih enggan membalasnya. Dia memintaku untuk menelpon Sandrina di London sana yang katanya merindukanku.
Yaaa … ibu macam apa aku ini yang tak bisa merasakan rindu pada anak yang susah payah kukandung dan kulahirkan itu. Tetapi aku melakukan itu demi dirinya bukan? Anak itu harus terbiasa mandiri dan kuat, dia harus belajar dengan giat di sana toh ada ibuku yang menjadi pengganti kasih sayangku.
Ponselku bergetar lagi aku mengira mas Andy masih saja berusaha membujukku atas Sandrina tapi ketika ku lihat baik-baik pesan itu justru dari Edgard. Aku tersenyum kecil, pria yang aneh, dia selalu saja mengirimkanku pesan yang konyol. Aku ingin membalasnya tapi tiba-tiba ada panggilan masuk dari pak Rudy.
“Iya pak Rudy ada apa ?” aku menjawab panggilannya sambil memperbaiki topiku yang
Email yang ku terima dari pak Rudy kubaca dengan seksama, laporan tentang pria yang bernama Edgard. Tidak ada catatan yang mencolok tentang kelakuan negatifnya. Hanya dikabarkan jika Edgard sedang berkonflik dengan ayahnya dan dia harus membuktikan kesungguhannya dalam perusahaan dengan cara sukses menjalin kerja sama dengan perusahaan raksasa seperti Sanjaya Build.Aku geleng-geleng kepala ternyata dia memang orangnya gigih meski terlihat cuek. Aku akan melihat dulu sosok Edgard ini dia berniat apa hingga bersikeras mangajakku makan bersama.“Bu Airin harus hati-hati terhadap pemuda ini. kita belum tau motif sebenarnya dia ada di sini.” Pak Rudy memperingatkanku dan aku akan ingat itu baik-baik.“Baik Pak Rudy,terima kasih.”Sebuah map berisi laporan hasil rapat Sanjaya Bulid juga telah ku terima dan mereka sedang mempertimbangkan tawaran dari Wijaya Enterprise.“Rin, si Edgard lagi gencar deketin kamu ya ?” aku sedang
“Ti-tidak ada apa-apa , Mas, hanya salah paham saja.” Aku berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan Edgard yang kuat. Tapi sialnya Edgard sama sekali tidak ingin melepaskanku.“Kamu bukan suaminya atau pacarnya kan?”“Edgard tolong lepas, di bos aku.” aku menatap mas Andy dan meyakinkan semua baik-baik saja tapi tidak dengan mas Andy.“Lepaskan Airin.” perintahnya dengan nada datar tapi terdengar dingin.“Ayo lah Airin, aku gak ada maksud apa-apa, gak usah sampai bos kamu ikut campur dalam urusan kita. Aku hanya ingin mengajakmu berkencan dan berkenalan lebih jauh.”“Kalau dia gak mau jangan dipaksa, lepaskan dia sekarang!” nada suara mas Andy sudah meninggi. Aku sama sekali tidak ingin ada keributan di sini.“Edgard, please, aku gak suka cara kamu yang seperti ini.” aku mulai panik, mas Andy akan semakin terpancing emosinya.“Aku minta maaf
Aku membuka mata perlahan, apa yang dilakukan mas Andy tidak kuharapkan. Ku palingkan wajahku dan tidak memeluknya lagi. Aku duduk menjauh dan menghindari tatapan matanya.“Maafkan sikapku tadi, aku tidak bermaksud untuk ….” mas Andy tidak melanjutkan kata-katanya lagi, dia tahu jika itu salah.“Aku salah paham dengan pelukanmu tadi, kupikir kau sudah memberiku kesempatan hingga aku, maafkan aku Airin.” lanjutnya lagi dengan penuh sesal.Aku masih memilih diam, hujan masih saja deras di luar sana kilat dan petir bergantian membuat suasana menjadi mencekam.Mas Andy berdiri dan mengecek bajuku yang ternyata masih basah kemudian dia duduk lagi dalam diam. Aku bisa membaca kesedihan dalam dirinya, cinta yang tak pernah terbalas namun tak sanggup jua untuk mengalihkan cinta itu kepada orang lain.“Aku pantas dihukum, aku layak untuk dikutuk, aku hanya perempuan yang tak punya hati lagi Mas, andai saja waktu bisa diu
Mungkin ini saatnya aku meruntuhkan dinding egoku dan menerima lamaran mas Andy yang kesekian kalinya. Tak ada pria yang mengenalku sebaik mas Andy dan tidak ada pria yang melindungiku sekeras mas Andy. Kini ku coba untuk menghidupkan sebentuk hati yang sudah kubunuh berulang-ulang kali itu untuk pria yang melamarku di tengah kondisi kami terdampar di pulau kosong.“Apa kau menerima lamaranku hanya karena aku sedang sakit ? ini hanya demam biasa aku bisa sembuh beberapa hari lagi. Kau tidak usah menjawabnya sekarang kecuali jika aku memang benar sedang sekarat dan tak akan lama lagi meninggal dunia.” mas Andy mengulum senyumnya sambil memejamkan kembali matanya.“Aku tidak akan berubah pikiran Mas, mari kita menikah dan membuat sebuah keluarga normal. Kita menjadi suami istri, lagi pula Sandrina selama ini memanggilmu ‘daddy’ kata itu lebih dulu terucap di bibirnya ketimbang memanggilku.”“Tentu… karena aku adalah ayah baginya selama ini the one and only.” ucapan mas Andy semakin terd
Kartika menyarankan aku untuk mengambil liburan dulu agar kami bisa berbulan madu. Tadinya aku tidak mau tapi demi mas Andy aku menerima saran itu. Tak jauh-jauh hanya di resort kami yang dulu tapi aku tidak akan naik speedboat lagi, aku meminta mas Andy menyiapkan pesawat terbang kecil untuk kami.Pantai dengan pasir putih dan ombak yang tenang, aku menyusurinya bersama mas Andy. Terkenang lagi saat kami terdampar di pulau kosong itu. Meski aku pernah melakukan skin to skin untuk mas Andy yang sedang sakit entah mengapa masih sulit rasanya aku untuk memberikan hak mas Andy atas diriku. Syukurnya mas Andy selalu mengerti atas keadaanku, dia benar-benar tak memaksaku untuk melakukan itu.Kami berdua sepakat disaat jalan-jalan seperti ini kami tidak membawa ponsel agar tidak ada gangguan yang menjeda. Kedekatan yang baru ku bangun ini sungguh butuh konsentrasi agar aku bisa belajar membuka diriku pada suamiku.“Rin sampai kapan Sandrina akan tetap berada di London?” mas Andy akhirnya bu
Aku berdiri di balkon kamar yang menghadap ke laut, debur ombak terdengar begitu syahdu. Ku dekap diriku yang sedikit merasa dingin, ingatanku masih terkenang dengan kisah asmara semalam yang begitu menggelora. Jemariku memainkan ujung rambutku yang masih basah seulas senyum tak kunjung jua pudar dari bibirku yang disentuh berkali-kali semalam oleh mas Andy.“Hayoo … lagi mikirin apa?” mas Andy tiba-tiba saja mendekapku dari belakang. Aroma tubuhnya yang maskulin membuatku merasa nyaman.“Gak ada, gak ada apa-apa.” aku tertunduk merasa sedikit malu. Sebuah kecupan mendarat di bahu kananku lalu menyasar di pipiku.“Apa kau ingin berjalan-jalan lagi ? kita bisa pergi menjelajah di bagian belakang pulau ini. katanya ada perbukitan yang indah, aku hanya melihatnya di brosur jadi aku ingin melihatnya sendiri. Bagaimana ?”Aku mengangguk mengiyakan, mas Andy memelukku semakin erat dan mencium pipiku berkali-kali dengan gemas.“Baiklah, kamu siap-siap yaa, pakai baju yang nyaman karena mun
Waktu pun bergulir …Sanjaya Hotel dan Sanjaya Build sedikit lagi berada di puncak kejayaannya. Aku dan mas Andy serta pak Rudy benar-benar bekerja siang dan malam untuk mewujudkan kesuksesan bendera Sanjaya di tanah air ini. Akan tetapi banyak hal yang korbankan untuk mewujudkan ini, kedekatanku dengan anak-anakku. Dari pernikahanku dengan mas Andy aku melahirkan seorang putra yang kini usianya sebelas tahun. Nama Aldrin Sanjaya Wira. Sanjaya bukan nama keluarganya tapi nama untuk putraku itu. Aku juga akan mengirim dia bersekolah asrama meski ayahnya agak keberatan untuk itu. Mungkin aku memang ditakdirkan sebagai ibu yang berhati dingin dan sanggup hidup terpisah dengan darah dagingku sendiri.“Tapi ini ulang tahun Sandrina yang ketujuh belas Airin, dia sudah lama menantikan pesta ini dan kau tidak bisa menghadirinya?” mas Andi menggelengkan kepala dan terlihat sangat kecewa.“Mas, Mas kan juga tahu ini adalah mega proyek untuk Sanja Hotel dan Sanjaya Build, proyek ini terkait dan
Aku menunggu Sandrina di ruang tamu, kata ibu dia pergi bersama teman-temannya dan ini sudah menjelang dini hari. Aku cemas mengetahui jika Sandrina sudah mulai bergaul dengan cara seperti ini. Clubbing, pergaulan bebas, ooh Tuhan semoga dia dijauhkan dari apa yang pernah ku alami dulu.Rico sempat mengabariku jika dia sendiri yang akan menjemput Sandrina di klub tempatnya merayakan kelulusan bersama teman-temannya itu. Sekali lagi ku lirik jam di dinding dan mereka belum pulang juga.“Airin, ayo istirahat dulu, kita sudah menempuh perjalanan jauh, apa kamu gak cape?” mas Andy mengelus-elus bahuku agar aku tidur sekarang.“Aku mau menunggu Sandrina pulang dulu Mas, Mas duluan saja.”“Baiklah, kita tunggu dia sama-sama.”Aku sudah mulai diserang kantuk ketika terdengar suara mobil Sandrina menderu masuk ke pekarangan rumah. Lewat dini hari akhirnya mereka tiba juga. Ku dengar suara Rico dan Sandrina, sepertinya Rico sedang mengomeli anak gadis itu.“Mom ? Daaad!” Sandrina tampak senang
Aku berjalan beriringan bersama Sandrina, jemari kami saling tertaut dengan erat dan sesekali saling melemparkan tawa kecil ketika Sandrina berceletuk lelucon yang lucu. Jemariku semakin erat bertaut ketika kami sudah ada di ambang pintu kamar perawatan mas Andy. Sejenak kami saling memandang, aku tersenyum padanya dan mengelus kepalanya penuh kasih sayang.“Ayo kita jenguk ayahmu, semoga setelah ada dirimu di sini, Ayah akan sadar dan terbangun untuk kita.”Sandrina mengangguk mendengar ucapanku, lalu aku mendorong pintunya.Di sisi tempat tidur tampak ibuku yang tengah membaca buku, wajahnya mendongak dan berubah menjadi semringah setelah melihat kedatangan kami.“San Sayang …!” serunya dengan suara tertahan, ditutupnya segera buku itu dan bergegas menghampiri cucunya.“Kalian tidak mengabari ibu jika kalian akan datang, kalian tahu jika dokter tidak membolehkan ibu menggunakan ponsel pintar, mereka hanya membolehkan ibu memakai ponsel biasa yang katanya radiasinya lebih aman. Ibu s
Darwis melirikku sesaat dari kaca spion depan, tersirat kecemasan dalam tatapannya kepadaku dan Budi. Lalu aku menoleh pada Budi yang sedang memejamkan matanya, aku merasakan jika anak muda ini tengah meredam semua gejolak dalam hatinya. Perlahan aku meraih tangannya dan melihat buku-buku jemarinya yang memerah dan masih terdapat bercak darah.“Budi, Ariel … dia melompat dari atas balkon, dia mengakhiri nyawanya.” Aku menunggu respon Budi sesaat.“Dia sudah membayar nyawa mamaku dengan lunas ….” gumam Budi yang terdengar pelan di telingaku. Terlihat duka di wajahnya meskipun dari awal berkali-kali dia mengharapkan bisa melenyapkan Ariel dengan tangannya sendiri.“Apa kau baik-baik saja?” tanyaku lagi untuk memastikan, aku tak pernah melihat ekspresi Budi yang sekacau itu.“Aku baik-baik saja, Nyonya. Kurasa kita harus mengkhawatirkan Nona Sandrina.”Aku menghela napas, masih terngiang di telingaku saat Ariel meneriakkan ibu macam apa aku ini, yaah aku mungkin ibu terburuk di dunia. Ak
“Dari awal aku memang telah meragukanmu! Dan memang kau ingin mengacaukan semuanya di saat seperti ini, begitu besarnya dendammu padaku, Airin, hingga kau menghalangiku bersama gadis yang aku cintai!” Cengkraman tangan Ariel semakin kuat dan membuatku semakin tidak bisa bernapas. Dengan sisa-sisa kekuatan yang aku punya, jemariku berusaha menjangkau vas bunga di dekatku dan…Praaak…!Bunyi hantaman vas bunga di kepala Ariel terdengar seiring dengan erangan rasa sakit di kepalanya.“Hanya binatang yang sanggup mengawini keturunannya sendiri dan aku tidak akan membiarkan dirimu menikahi putri kandungmu, Ariel!” bentakku yang hampir menjerit. Aku bergegas mengambil berkas hasil tes DNA Sandrina dan Budi dan melemparkan ke arah wajahnya.“Vasektomi yang kau lakukan itu gagal, kau bukan hanya telah menghamili aku tapi juga seorang perempuan bernama Marcella!”Ariel memegangi kepalanya yang mengucurkan darah, wajah Ariel semakin pucat ketika aku menyebut nama Marcella. Jemarinya gemetar me
Aku meminta Darwis untuk menjemputku di salon, penampilanku hari ini tampil dengan sempurna untuk menghadiri pesta paling kunantikan selama ini. Kejatuhan Ariel! Betapa aku menunggu wajah pucat laki-laki itu ketika dia mengetahui jika bukan hanya Sandrina yang diingkarinya tetapi juga ada seorang anak laki-laki yang sedang menabur dendam padanya.“Anda sudah siap, Nyonya?” tanya Darwis memastikan kondisiku. Jemariku gemetar dan jelas terlihat oleh Darwis. Sesaat dia meraih jemariku dan menggenggamnya erat, mata elangnya menatap ke arahku. Baru kali ini Darwis melakukan kontak fisik denganku yang membuatku sedikit terkejut.“Tarik napas Anda dan bersikaplah lebih rileks, Anda akan baik-baik saja dan aman bersama kami, Nyonya.” Laki-laki itu berusaha menenangkanku dan seakan sedang mentransfer tenaganya aku merasakan kecemasanku berkurang. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Kemudian Darwis mempersilakan aku untuk naik dengan mobil mempelai perempuan menuju hotel di mana Arie
Aku kembali memastikan jika semua sudah siap, bukan… bukan pesta pernikahan ini, tetapi sesuatu yang lebih “meriah” dari pesta yang luar biasa ini. Malam kemarin aku sudah bertemu dengan Budi dan menanyakan kebenarannya secara langsung. Pemuda yang terlihat kuat, garang dan dingin itu menangis bersimpuh mengingat penderitaan ibunya yang diusir dari rumah orang tuanya karena hamil di luar nikah. Masih sedikit beruntung karena ibunya ditampung oleh pemilik panti sehingga perempuan itu bisa melahirkan dan sempat merawat Budi kecil hingga beberapa tahun.“Waktu itu umurku tujuh tahun, penyakit mama semakin parah, sehingga mama memutuskan untuk membawaku kepada laki-laki itu, menerimaku sebagai putranya. Tapi dia menyangkalnya dan mengatakan jika ibuku adalah seorang jal*ng.” Budi menghela napas, matanya mulai basah, kenangan itu begitu buruk dalam hatinya.“Setelah dia menghina mamaku habis-habisan dengan pongahnya dia mendorong kami ke tepi jalan. Ketika itu malam hujan deras dan mama se
Persiapan pernikahan Sandrina sudah nyaris rampung, aku datang untuk melihatnya meski hanya dari atas balkon hotel ini. Para kru WO hotel bekerja dengan keras dan penuh semangat untuk mewujudkan pernikahan “impian” ini. Walaupun, aku tahu akan berakhir seperti apa nanti pesta yang disebut-sebut sebagai wedding of the year. Aku juga tahu saat ini Rico dan pak Rudy sedang berusaha keras meredam para wartawan yang sudah mencium berita besar ini.Aku sendiri pun merinding jika membayangkan rencana yang akan kulakukan nanti. Semua perhatian sedang tertuju pada pernikahan akbar ini dan aku ibu dari calon mempelai wanita yang akan merusaknya.“Maaf, Bu, ada telepon dari pak Rico, Ibu diminta ke kantor pusat sekarang karena ada meeting penting.” Suara dari Vera sekretaris Sandrina memecah lamunanku.“Ouh … baiklah, tolong siapkan mobilnya,” pintaku pada gadis muda itu. Aku kembali menyapu seluruh ruangan melihat dekorasi yang indah dengan dominasi warna putih dan putih tulang. Indah … indah
“Ibu tolong tunggu Airin di sana yaa, beberapa hari lagi Airin akan menyusul. Pastikan saja para perawat di sana dan para dokter memberikan pelayanan yang terbaik untuk mas Andy.” Aku membantu ibu berkemas untuk keberangkatannya menuju Singapore. Aku tidak membiarkannya untuk bertemu dengan Sandrina agar anak itu tidak bercerita apapun pada neneknya.“Tapi kok mendadak begini sih, Rin? Ibu jadi gak leluasa siap-siapnya.” Ibu mengansurkanku sehelai sweater yang biasa dipakai beliau ketika di London dulu.“Maaf, Bu. Sebenarnya Airin sudah dikasih tahu supaya salah satu dari anggota keluarga kita harus berada di sana tetapi Airin yang salah kasih jadwal ke bawahan Airin jadi ada beberapa jadwal Airin yang bentrok. Dalam waktu dekat Aldrin juga akan liburan dan dia juga mau menjenguk ayahnya.” Aku melirik sekilas ibu yang tampaknya mencoba menerima penjelasanku.Dalam waktu satu jam semua siap, aku dan Budi yang mengantarkan ibu langsung ke bandara. Di sana ibu akan dijemput bawahanku da
Darwis datang menghadap kepadaku dengan surat hasil tes DNA itu dan benar, Sandrina memang putri dari Ariel. Aku tersenyum puas melihat ini tetapi aku tidak akan menggunakannya langsung. Aku punya rencana untuk sebuah pesta perayaan. Sebuah pesta yang begitu ditunggu oleh Ariel.“Darwis, kita akan jalankan rencana B, biarkan semua berjalan seperti yang dikehendakinya, tetapi di malam sebelumnya, amankan Sandrina.”“Apa Anda yakin dengan ini? Apa Nona Sandrina akan baik-baik saja?”“Dia butuh suatu pelajaran penting, setelah kamu mendapatkannya bawa dia ke tempat ayahnya di Singapore dan aku akan menyusul.” Aku menjelaskan secara detail rencanaku kepada Darwis meskipun laki-laki itu beberapa kali terlihat mengernyitkan dahinya.“Nyonya, rencana Anda terdengar menyeramkan, terlebih Anda sedang mempertaruhkan putri Anda sendiri.” Darwis terdengar ragu, iya pastinya, siapapun yang mendengar ini pasti akan mengatakan aku gila. Aku seorang ibu yang nekat akan menikahkan putrinya dengan ayah
Aku harus memastikan jika penjagaan Sandrina di rumah benar-benar diperketat sehingga aku kembali sebelum jam makan malam dan berpikir kembali tentang tes DNA itu. Bagaimanapun caranya Ariel dan Sandrina harus menjalani tes itu agar Ariel bisa percaya jika San adalah putrinya.Kutelusuri satu demi satu laman internet penjelasan tentang vasektomi yang gagal. Kemungkinan gagalnya kontrasepsi itu sebesar tiga puluh persen di awal-awal bulan pemakainya. Mendadak aku merasa sangat sial dengan kemungkinan tiga puluh persen itu. Hanya sekali saja Ariel menyentuhku aku langsung mengandung Sandrina. Mungkin memang keputusan yang tepat untuk menikah dengan mendiang pak Sanjaya ketika itu sehingga Sandrina mendapat kehidupan yang sangat layak.“Mom! Apa-apaan di luar sana itu? Kenapa San gak bisa keluar? Sandrina ada janji dengan teman San malam ini, San harus pergi.” Sandrina berdiri tak jauh dariku dengan wajah cemberut.“Mom hanya melakukan yang terbaik buatmu, San. Untuk sementara waktu kamu