Suara gawai begitu mengusik mimpiku, dengan gerakan pelan aku meraba nakas mencari benda pipih yang semalam kutaruh di atasnya.
"Pagi Nyonya.." suara mendayu Sandra memasuki telingaku."Hmm.." sahutku malas."Hei.. wake-up girls..""Aku punya kejutan manis untukmu," suaranya penuh semangat.Aku menghembuskan nafas, memijit pelipis yang sedikit berdenyut dan memaksa mata untuk terbuka."Iyaa.. apa?" Sahutku dengan suara serak."Sebelumnya aku mau bilang trimaksih. Karna kamu udah ngasih aku job seindah ini," cerocos Sandra dengan suara riang."Oh iya.. foto hot sudah tercetak semua. Terus aku harus gimana lagi?" Tanyanya.Hm.. cepat juga kerjanya."Bawa semua ke kantorku, aku tunggu jam sebelas siang.""Eh.. sorry Fi. Aku ga bisa kekantor hari ini," ucap Sandra."Kenapa?""Hari ini aku mau diajak liburan ke Bali sama si Om," suara centilnya muDarah kental seketika mengalir dari kepalanya hingga tercecer diatas lantai. Menyedihkan sekali Mas Daniel, tubuhnya sudah tidak bergerak. Mungkin dia pingsan, tidak sadarkan diri. Atau bisa jadi sudah mati.Rasa belas kasih sudah melebur begitu saja, yang ada hanya kepuasan melihat dirinya berdarah-darah."Bawa pergi anakmu dari sini, sebelum aku membunuhnya!" sembur Ayah garang, matanya menatap Mamih dengan lekat.Mamih tercekat ketakutan, badannya terguncang kuat dengan bibir bergetar hebat menahan tangis.Aku hanya bisa memandangi tanpa ada niat sedikitpun untuk melerai, apa lagi membantu laki-laki yang sebentar lagi menjadi calon mantan suamiku itu.Dengan sigap Paman memapah tubuh Mas Daniel yang sudah tidak berdaya itu, dibantu dengan Mamih yang masih menangis tersedu.Nafas Ayah terlihat masih memburu, Bik Inah datang membawa nampan berisi teko dan minuman segar juga gelas.Aku menuntun Ayah duduk d
Pov Daniel.Sebelum keluar dari rumah sakit, aku menikah sirih dengan Anitta. Yah.. mau tidak mau, aku harus menikahinya sebelum perutnya semakin membesar. Lagi pun, aku mulai terbiasa berdampingan dengannya.Cinta yang kuperjuangkan tidak bernilai lagi dimata Fiona. Dia bahkan menolak kewajibannya dengan alasan belum siap. Sampai kapan? Sementara hasratku sudah tidak bisa terbendung lagi.Diam-diam aku mendatangi kamar Bik Inah, dimana ada Anitta di dalamnya yang menantiku dengan sambutan hangat memabukan.Ahh.. beginikah nikmatnya mempunyai istri lebih satu, jika satu merajuk, aku bisa dengan yang kedua. Sungguh aku ingin kedua istriku suatu hari nanti akan akur dan berdamai, khususnya untuk Fiona."Mas, aku ingin meminta pinjaman uang yang kamu pakai belakangan ini," ucapnya tiba-tiba."Maksud kamu?" Aku ya
Setelah keadaan Anitta membaik, kami langsung bergegas menuju kantor polisi, untuk melaporkan kasus penganiayaan yang dilakukan Fiona. Dengan bukti berupa hasil visum juga luka yang masih membekas diwajah Anitta, membuat laporan semakin mudah di proses.Aku dan Anunggu Fiona dijemput oleh aparat. Hanya memakan waktu satu jam, polisi berhasil membawa Fiona kesini.Kupandangi wajah Fiona yang terlihat semakin cantik saat di introgasi. Sesaat mata kami beradu tatap, namun sorot Fiona datar saja melihatku. Tidak ada benci atau amarah dimatanya.Polisi memutuskan untuk menahan Fiona, hatiku sedikit lega mendengarnya. Karna menurutku, ini adalah kesempatan bagus, untuk menjadi pahlawan baginya. Fiona tersenyum tipis kearahku, saat polisi menggiringnya memasuki sel tahanan. Ada rasa bersalah yang mencuat didalam dada, melihatnya ada didalam jeruji besi, namun secepat kilat aku menepisnya. Toh ini hanya
Bukankah sulit sekali menahan gejolak itu. Daniel?" Lagi Papih menatapku, kali ini dengan senyum mengejek kearahku.Aku tergagap ditempat, lidahku terasa sulit bergerak. Semakin membuat Papih melambung diatas awan."Jadi.. maksudmu, kau akan tetap menjalani hubungan itu dan menikahinya begitu?" Mamih kembali berucap, kali ini tanpa emosi. Sepertinya Mamih berhasil menetralkan perasaannya."Ya.. aku akan menikahinya, apapun yang terjadi. Dengan, atau tanpa persetujuan darimu," ucap Papih santai. Benar-benar membuatku ingin menjotos bibirnya.Mamih mendecih sinis, bibirnya terangkat sebelah. "Itu tidak akan terjadi, aku akan mengurus surat perceraian!" gertak Mamih."Silahkan.. aku lebih baik kehilanganmu, dari pada harus menjauhi dia. Fikirmu, kau sudah jadi istri yang baik untukku? Kau bahkan selalu membuatku malu, didepan rekan-rekanku. Kau selalu ingin menang sendiri dan aku harus selalu mengalah menuruti keinginanmu. Menurutku itu semua sudah cu
"Bukankah sulit sekali menahan gejolak itu. Daniel?" Lagi Papih menatapku, kali ini dengan senyum mengejek kearahku.Aku tergagap ditempat, lidahku terasa sulit bergerak. Semakin membuat Papih melambung diatas awan."Jadi ... maksudmu, kau akan tetap menjalani hubungan itu dan menikahinya begitu?" Mamih kembali berucap, kali ini tanpa emosi. Sepertinya Mamih berhasil menetralkan perasaannya."Ya ... aku akan menikahinya, apapun yang terjadi. Dengan, atau tanpa persetujuan darimu," ucap Papih santai. Benar-benar membuatku ingin menjotos bibirnya.Mamih mendecih sinis, bibirnya terangkat sebelah. "Itu tidak akan terjadi, aku akan mengurus surat perceraian!" gertak Mamih."Silahkan ... aku lebih baik kehilanganmu, dari pada harus menjauhi dia. Pikirmu, kau sudah jadi istri yang baik untukku? Kau bahkan selalu membuatku malu, didepan re
"Sudahlah ... kau pun sama, nafsu saja yang dibesarkan. Bisanya menyakiti hati istri saja!"Tenggorokanku seakan tercekat mendengar ucapan Mamih, aku langsung menyambar minumanku lalu meneguknya hingga tandas. Mamih benar-benar keterlaluan.Dulu mati-matian mendukungku, sekarang malah balik menyalahkanku. Saat aku ingin mengakhiri hubungan dengan Anitta, Mamih sendiri yang melarangku. Sulit dimengerti jalan fikirannya. Pagi-pagi sudah merusak moodku saja!Kutinggalkan sarapan yang baru saja kumulai, Mamih masih saja berbicara tidak jelas saat aku meninggalkannya."Pagi Pak," sapa Puspa, kasir cafe milikku."Pagi ..." sahutku tak acuh, sambil melewatinya menuju ruanganku."Pak ... ini laporan ke uangan bulan ini, dan ini uang hasil dua minggu yang lalu."Puspa menyerahkan buku besar
Pulang kerumah dengan hati yang teriris, aku berjalan dengan langkah gontai menaiki tangga, menuju kamarku.Didalam kamar, ada Anitta sedang mengunyah sambil menyenderkan tubuh disisi ranjang, dia nampak tersenyum melihat kedatanganku dan menautkan alis saat aku tak membalas senyumnya."Gimana sayang, kamu udah resmi cerai dengan dia?" tanya Anitta saat aku merebahkan badan.Hah ... tubuhku begitu lelah, begitu pun dengan hati dan jiwaku."Sayang ... kamu kenapa sih lemes banget," Anitta bergelayut manja dilenganku."Aku, masih kefikiran Fiona," sahutku sambil menatap langit-langit didalam kamar."Sudahlah Mas ... kan ada aku, buat apa mikirin dia. Dia aja sudah ga peduli sama kamu," Anitta meringsekan tubuh dipangkuanku."Lagi pula, apa sih hebatnya dia. Ngasih anak aja ga mampu," lanjut Anitta dengan nada mengejek.Aku yang sedari tadi memijat kening langsung menghentikan activitas mendengar uc
Berbicara kesana-kemari dengan Castie, aku seperti mendapat semangat baru saat bertemu dengannya. Senyum manis, yang selalu terukir serta sikapnya yang dewasa membuatku merasa nyaman saat ada disampingnya.Dia berbeda dengan Anitta, yang selalu minta ini dan itu. Castie sama sekali tidak mau menerima uangku, meski aku telah memakai jasanya."Aku ingin berteman denganmu. Apa bisa?" Ucap Castie sambil mengamatiku yang sedang mengancing kemeja."Ya ... tentu," jawabku antusias. Lalu berjalan mendekatinya yang masih terbalut selimut, tanganku membelai kepala dan merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.Siapa yang bisa menolak berteman dengannya? Hanya orang bodoh yang menolak keinginannya."Setiap sabtu dan minggu aku bekerja di club semalam, datanglah jika kau merindukanku," ucapnya dengan manja, kedua tangannya merengkuh tungkuk leherku."Aku ... menyukaimu Daniel," desahnya ditelinga. Matanya menatapku dengan penu