"Bagaimana bisa tenang kalau di depan kita akan menghadapi razia?""Kau diam atau aku akan melemparmu ke dalam danau?" bisiknya sambil membalikkan wajah dan mendelik ke arahku, kebetulan di sebelah kiri, kami sedang melewati danau payau yang berair biru, nampak indah dikelilingi oleh rimbun pohon bakau."Hmm, baiklah," ujarku merendahkan suara.Dia hentikan mobil dan memerintahkan agar aku dan imel pindah ke bagasi.Ya ampun, mengapa sesulit ini perjuangan kami?"Pindah bagasi sana!""Itu kan panas dan pengap, bisa jadi kami akan mati, belum lagi aku mudah mabuk darat," ungkapku menolak."Lebih baik mati di bagasi daripada mati dibunuh mereka kan?""Bendi! Kau tidak punya pilihan bagus?!""Ada, bunuh diri ke danau!""Jangan bercanda Bendi, astaghfirullah ....""Turunlah sekarang atau aku akan menyeret rambutmu dan memasukkan kalian dengan paksa ke bagasi, lagipula bertahan sebentar tak apa kan?""Ayo, Ma." Imel mengajakku dengan wajah seriusnya, " aku gak mau ditemukan dan ditahan
Baru saja sampai di rumah ketika gerombolan polisi datang dan mengetuk pintu rumah yang nota bene seharusnya tak perlu dicurigai karena itu adalah rumah si Bibi. Aku tahu itu adalah anak buah Didit yang datang untuk menahan kami dengan alasan bahwa aku sudah menjadi menipu dan mencuri meski tidak jelas bukti dan tempatnya."Sembunyi aja, Nyonya biar aku yang menghadapi mereka," ungkap si Bibi sambil menghadangku."Tidak apa-apa Bi, aku akan menghadapi mereka. Tapi tolong sembunyikan anak-anakku dari para penjahat itu.""Akan saya sembunyikan di mana mereka nyonya?""Sembunyikan di loteng atau di mana saja," ujarku sambil menyuruhnya secepat mungkin.Si Bibi dengan sigap mengambil kursi lalu menyuruh anak-anak untuk naik ke loteng dan menutup kembali tempat itu dengan rapat.Aku tertatih-tatih menuju pintu depan dan membuka pintu dengan perlahan, ah, Tuhan, perjalanan ini masih panjang meski aku sudah berhasil membebaskan kedua anakku."Anda harus ikut kami Nyonya karena anda sudah j
Benar, jika mereka sampai melibatkan Suryadi dan terungkap bahwa dia sudah datang dan berkorban menolongku bisa jadi peluang untuk mendapatkan kembali nama baik dan pekerjaannya akan lebih besar, sebaliknya untuk Didit melibatkan Suryadi akan mempersulit dirinya bisa lepas dari kasus ini.Seusai mengintrogasi tadi mereka tidak menyeretku dalam sel, namun membiarkan aku duduk dan menunggu di ruang pemeriksaan ini, kebetulan ada sebuah sofa yang besar dan aku diperbolehkan duduk dan menunggu disana.Kuharap mereka memanggil pengacara dan tim kuasa hukumku, aku juga berharap agar mereka menggeledah rumah dan mengamankan surat-menyurat berharga yang belum sempat kuambil dari rumah Didit.Sempat khawatir juga jika pria licik itu menyembunyikannya, tapi, tidak ada gunanya juga menyembunyikan surat kepemilikan yang tidak bisa di balik nama, karena membalikkan nama secara ilegal tentu adalah perbuatan melanggar hukum, terlebih semua asetku terdaftar secara resmi.Selagi hendak merebahkan bada
Pagi ini akhirnya pengacaraku datang, tak terkira rasa syukur karena aku akan tertolong juga. Kuharap ia bisa membantu mengamankan surat-menyurat berharga dan mengeluarkan aku dari tempat ini."Bagaimana keadaan Anda Nyonya," tanyanya sambil menjabatku."Aku baik, tapi tolong lakukan sesuatu," balasku."Maaf atas keterlambatan saya, berhari ini nyonya tidak menghubungi dan saya tidak mendengar kabar apapun," jawabnya pelan.Dua orang polisi terlihat mengawasi kami dan seolah sengaja tak mau keluar dari ruangan ini untuk menguping kami."Saya pasti membantu Nyonya tapi izinkan saya mengumpulkan bukti," ujarnya."Lakukan tes laboratorium kandungan obat yang pernah disuntikan kepada saya akan terlihat di sana.""Saya khawatir bahwa setelah berhari-hari pengaruh obat itu telah hilang," bisiknya."Kurasa tak semudah itu, buktinya efek obat tersebut sesekali terasa dan membuat saya lemas, tolong jangan buang waktu," bisikku."Kita akan tes lab, tapi itu harus atas izin pihak kepolisian. Ka
"Nyonya yakin?""Lalukan saja ketika situasi tidak terkendali,' balasku pelan, nyaris tak terdengar."Aduh, saya gugup tentang ini Nyonya," balasnya dengan suara bergetar."Jika tak ada jalan keluar lain, kurasa hanya itu solusianya, tapi aku masih berharap Mas Yadi tidak dipindahkan ke rutan yang aksesnya sulit, namun kita harus tetap berharap positif bahwa mungkin ia hanya keluar sementara dari tempat itu," bisikku."Saya harus tutup telponnya, karena saya harus pergi," ujarnya terburu-buru."Ya, tetap kawal semua prosesnya.""Siap, Nyonya."Setelah mengembalikan ponsel tersebut, aku kembali tercenung, kurasa aku harus bertindak, percuma diam begini, aku tak bisa duduk dan menunggu semuanya jadi lebih kacau, jadi, kuputuskan bangun dan melakukan sesuatu.Kulirik jam, sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi, kurasa pak Kapolres sudah datang, jadi aku akan mengendap ke ruangan dia, menunggu para petugas jaga itu menjauh dari tempat ini.Pucuk dicinta ulam pun tiba, mereka semu
"Siap, ada apa Pak?" tanya Mas Didit ketika masuk ke ruangan ini."Apa yang bisa kamu jelaskan tentang wanita ini?""Di-dia ... Saya sedang menahannya," jawab pria itu bergetar."Apa alasannya?""Ka-karena ....""Dia hanya ingin menjebak saya, dia mencoba menahan agar saya tidak punya kesempatan untuk melaporkan perbuatannya," timpalku secepatnya sambil menangis."Betul itu?" tanya Pak Kapolres pada Mas Didit."Saya tidak melakukan apapun ... wanita ini gila Pak, justru saya sudah merawatnya sesuai prosedur kesehatan, Bapak bisa minta keterangan dari petugas kesehatan Rumah Sakit tersebut.""Kamu sudah bersekongkol dengan mereka, buktinya ketika saya meminta ikatan dilepaskan dan ingin keluar dari ruangan tersebut mereka melarang dan malah mengunci pintunya dengan keras, saya juga disuntik tanpa izin saya. Kaau ingat semua itu, saya sungguh trauma, ya Allah, kenapa ini terjadi pada saya," ungkapku terisak sedih. Sebenarnya aku tak perlu menangis, tapi kurasa menambahkan drama akan s
Anak anakku sudah pulang, meninggalkan aku sendirian yang masih terbaring di brankar vip rumah sakit Bhayangkara.Ada kesepian, tapi aku harus bertahan, yang penting sekarang kondisiku sudah terjamin dengan keamanan, sehingga aku bisa tidur dengan tenang. Ponselku juga sudah dikembalikan dari tangan Didit oleh seorang petugas yang datang mengantarkan benda itu, alangkah bersukurnya aku mengingat apa yang ada di sana.Kurasa Didit tak tahu apa apa dan menurutnya menahan ponselku tak akan memberi bantuan apapun karena ia juga tak bisa membuka pinnya, dan jika makin disimpan malah dengan itu polisi akan membuat dia makin diseret hukum.Sempat berada di titik stuck, tidak tahu harus berbuat apa dan memulai dari mana, namun tiba tiba teringat sebuah file tersembunyi di ponsel, kutekan tombol power dan ternyata batrainya hampir habis, tapi aku lega mereka tak merusaknya mengingat aku punya senjata di memory benda pipih berlogo apel itu.Tak ada pilihan lain, aku juga teringat seseorang
"Tante ... aku cariin Tante sejak pertama kali Tante gak pulang, kemana aja," ujarnya sambil menangis."Aku ada masalah dengan Papamu," jawabku."Papa?" Gadis itu langsung menghentikan tangisannya dan nampak amat terkejut."Iya, dia yang sudah membuatku terbaring di sini, nyaris melumpuhkan dan membunuhku," "Ta-tapi kenapa? Bukankah Tante istrinya Papa, lalu kenapa bisa begitu?""Entahlah, hanya dia dan Allah yang tahu.""Aku menyayangi Tante seperti Mamaku, kenapa Papa harus berbuat setega itu?""Memang dia bilang apa denganmu tentangku?""Dia bilang Tante ssakit, tapi aku curiga karena Imel dan Siska ikut menghilang sannpergi dari rumah, balasnya mengusap air mata."Mungkin kita tak bisa serumah lagi, Nak,," ujarku sambil menggenggam tangannya."Kenapa, Tante sama Papa mau cerai?""Iya, dia bahkan hendak memenjarakannaku tanpa alasan andai tidak ada yang turun tangan menegaskan masalah ini, sekali aku minta maaf karena kita tak akan bersama lagi," balasku sambil mengusap wajahnya