Tubuh Jane gemetaran tak terkendali, matanya terpaku pada peti mati. Hingga menjelang tengah malam, oksigen di dalam peti mati hampir habis sepenuhnya.Kedua peti mati itu mengeluarkan suara pelan yang mirip dengan kuku yang mencakar kayu.Geretakan itu terdengar jelas, sementara aku yang sudah memakai earphone tidak ingin mendengar suara itu mengganggu mimpiku yang indah.Namun, Jane mendengarkan suara itu dengan sangat jelas, semakin lama hingga akhirnya menghilang.Saat hari sudah hampir pagi, aku merasa sudah cukup dan melepas earphoneku.Tatapan Jane tampak kosong, dia menatapku dengan bingung dan berkata, "Aku dengar mereka meminta tolong padaku."Saat ini, dua orang kerabat datang untuk membantu dan aku pura-pura menepuk pundak Jane untuk menenangkannya.Aku menjelaskan pada kerabat yang ada, "Mungkin dia ketakutan saat menjaga jenazah, makanya mulai bicara hal-hal aneh."Selama dua hari berikutnya, aku sendiri yang menjaga jenazah. Bau busuk dari jenazah semakin kuat mengeli
Ibu mertuaku dulu membeli sebuah mainan gendang untukku dan aku pikir itu adalah untuk bayi yang ada di perutku.Namun, setelah itu, dia mulai membenciku dan bahkan berharap aku mati, jadi tidak mungkin dia akan memberikan mainan itu untuk anakku.Mendengar kata-kataku, wajah Junanti semakin pucat.Walaupun penampilanku menakutkan dan aku tampak seperti arwah yang sedang berkeliaran di jalan, masih ada beberapa tetangga yang pemberani diam-diam mengamatiku.Suara Junanti pun mulai gemetar dan berkata, "Kamu Feni? Mina, jangan bermain-main seperti ini! Cucu apa? Jangan aneh-aneh kamu, aku nggak ngerti apa yang kamu maksud!"Mendengar keributan itu, Jane panik dan berlari keluar. Saat melihat penampilanku, dirinya yang memang sudah terpuruk sebelumnya langsung berteriak ketakutan."Jane, kenapa takut? Aku ini ibu mertuamu, kamu sudah melahirkan cucu yang gemuk untukku, aku datang memberi mainan untuk cucuku.""Nggak, pergi kamu, kalau mau balas dendam, cari saja Mina, aku nggak berniat
Junanti yang kehilangan hak warisnya, tidak bisa mendapatkan uang pembongkaran rumah dan terpaksa menyewa tempat tinggal sendiri.Kabar tentang ini cepat tersebar di kalangan tetangga."Seharusnya suaminya juga bagian dari keluarga itu, jadi seharusnya dia juga dapat bagian uang itu.""Kamu nggak tahu, ya? Junanti dan suaminya nggak menikah sah, pernikahan mereka bahkan nggak diakui. Bahkan adik iparnya menemukan bukti perselingkuhan Junanti dan langsung mengusirnya dari rumah."Semua ini membuatku sedikit terkejut.Percakapan antar tetangga yang kutangkap membuatku berpikir, benar-benar keturunan perselingkuhan.Beberapa hari kemudian, mayat Junanti ditemukan di dalam sumur saat orang-orang sedang menyiram tanaman. Kabar ini langsung mengguncang semua orang dan cepat tersebar ke seluruh desa.Aku pun bertanya-tanya dan saat mayatnya ditemukan, sudah dalam kondisi yang mengenaskan. Tangan yang mengenakan gelang giok palsu akhirnya jadi petunjuk untuk mengenalinya.Pihak desa menghubun
Setelah keracunan herbisida, rasa sakitnya seperti ada yang mencabik-cabik seluruh organ tubuhku.Saat ini, aku menatap mereka sekeluarga dengan penuh kebencian.Rasa sakit yang luar biasa membuatku tidak bisa bangkit sama sekali."Haha, ibu, lihat dia! Sepertinya wanita ini sudah mau mati."Anak Jane menunjuk ke arahku sambil tertawa keras. Sementara itu, Josua mengelus kepala anak itu dengan penuh kasih sayang, sambil berkata,"Benar sekali, nak. Wanita ini memang pantas mati. Dia orang jahat yang merebut rumah kita dan nggak mau pergi."Anak mereka kemudian mengambil batu dari lantai dan mulai melemparkannya ke arahku dengan penuh tenaga.Bahkan ada bata merah yang menghantam kepalaku."Perempuan jahat! Perempuan jahat! Mati kamu!"Aku berguling-guling kesakitan di lantai. Kepalaku sudah berlumuran darah, tubuhku perlahan hancur oleh racun yang menyebar.Darah segar keluar dari mulutku tanpa henti.Namun, mereka sekeluarga hanya berdiri di sana, tertawa sambil menikmati penderitaank
"Suami dan ibu mertuaku baru saja pergi tadi pagi, ini baru lewat dua jam lebih. Bagaimana mungkin serigala sudah memakan mereka sampai habis?"Melihat aku bersikeras ingin mencari mereka, Junanti dan Jane saling bertukar pandang, lalu segera meninggalkan tempat itu.Tak lama kemudian, polisi tiba di lokasi. Aku menceritakan semua yang terjadi dan pencarian pun dimulai.Sekitar satu jam kemudian, tiba-tiba Jane berteriak.Semua orang berkumpul dan menemukan Josua, suamiku dan ibu mertuaku terbaring di belakang sebuah batu besar. Tubuh mereka penuh bercak darah dan terlihat seperti sudah tak bernyawa.Kami segera membawa mereka ke rumah sakit. Saat proses penyelamatan berlangsung, Jane langsung menghalangiku untuk masuk ke ruang gawat darurat."Keluarga harap menunggu di luar, kami akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan mereka," ujar Jane, sebagai dokter di rumah sakit itu.Melihat aku sedih, Junanti berpura-pura menghiburku,"Jangan khawatir, putriku adalah dokter terbaik di r
Dokter itu mengernyitkan dahi, tampak ragu dan menatap Jane.Melihat aku yang bersikeras untuk melihatnya, Jane akhirnya mulai menutup lubang hidung dan mulut suami serta ibu mertuaku."Terima kasih banyak dok, urusan pemakaman dan pengurusan surat kematian akan kuurus. Aku juga akan pergi untuk mengambil akta kematiannya."Mendengar itu, sudut bibir Jane sedikit bergetar, mencoba menyembunyikan ketegangan.Junanti yang ada di sampingku segera menarik tanganku."Kamu lagi hamil, nggak perlu lakukan sendiri. Kita semua tetangga, biarkan saja aku yang mengurusnya, jangan sampai kamu kelelahan dan mempengaruhi bayimu."Saat Junanti hampir menyentuh perutku, aku secara reflek mundur beberapa langkah.Memang, jika aku mengirim mereka ke neraka, bayi dalam perutku bisa terpengaruh. Aku ingin mereka melihat bagaimana semua rencana mereka gagal."Baiklah, kalau begitu terima kasih banyak, Tante Junanti. Aku akan pergi untuk mengambil akta kematian dulu."Usai bicara, aku sengaja berdiri diam d
Melihat kepala desa berbicara, wajah Junanti langsung berubah. Dia hanya bisa menatap dengan cemas saat kepala desa menerima dokumen yang kuberikan dan berjanji akan segera mengurus semuanya.Di perjalanan pulang, Junanti berjalan di depan, pasti sedang memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini, karena langkah yang aku ambil menggagalkan rencana mereka.Di kehidupan sebelumnya, aku kehilangan tiga orang terdekatku dan aku larut dalam kesedihan yang mendalam, sampai aku tidak sempat memperhatikan hal-hal seperti ini. Aku bahkan tidak pernah melihat akta kematian ibu mertua dan suamiku.Saat itu, Junanti yang mengurus pemakaman mereka. Aku bahkan merasa sangat berterima kasih padanya.Penyusunan rencana kremasi yang sudah diatus tiba-tiba dia ubah menjadi penguburan. Aku bahkan tidak curiga sama sekali. Baru setelah mereka dimakamkan, aku juga tidak pernah melihat mereka lagi.Dengan begitu mudahnya, aku terjebak dalam tipu daya mereka dan akhirnya berakhir dengan tragis.Setelah urusa
Junanti yang kehilangan hak warisnya, tidak bisa mendapatkan uang pembongkaran rumah dan terpaksa menyewa tempat tinggal sendiri.Kabar tentang ini cepat tersebar di kalangan tetangga."Seharusnya suaminya juga bagian dari keluarga itu, jadi seharusnya dia juga dapat bagian uang itu.""Kamu nggak tahu, ya? Junanti dan suaminya nggak menikah sah, pernikahan mereka bahkan nggak diakui. Bahkan adik iparnya menemukan bukti perselingkuhan Junanti dan langsung mengusirnya dari rumah."Semua ini membuatku sedikit terkejut.Percakapan antar tetangga yang kutangkap membuatku berpikir, benar-benar keturunan perselingkuhan.Beberapa hari kemudian, mayat Junanti ditemukan di dalam sumur saat orang-orang sedang menyiram tanaman. Kabar ini langsung mengguncang semua orang dan cepat tersebar ke seluruh desa.Aku pun bertanya-tanya dan saat mayatnya ditemukan, sudah dalam kondisi yang mengenaskan. Tangan yang mengenakan gelang giok palsu akhirnya jadi petunjuk untuk mengenalinya.Pihak desa menghubun
Ibu mertuaku dulu membeli sebuah mainan gendang untukku dan aku pikir itu adalah untuk bayi yang ada di perutku.Namun, setelah itu, dia mulai membenciku dan bahkan berharap aku mati, jadi tidak mungkin dia akan memberikan mainan itu untuk anakku.Mendengar kata-kataku, wajah Junanti semakin pucat.Walaupun penampilanku menakutkan dan aku tampak seperti arwah yang sedang berkeliaran di jalan, masih ada beberapa tetangga yang pemberani diam-diam mengamatiku.Suara Junanti pun mulai gemetar dan berkata, "Kamu Feni? Mina, jangan bermain-main seperti ini! Cucu apa? Jangan aneh-aneh kamu, aku nggak ngerti apa yang kamu maksud!"Mendengar keributan itu, Jane panik dan berlari keluar. Saat melihat penampilanku, dirinya yang memang sudah terpuruk sebelumnya langsung berteriak ketakutan."Jane, kenapa takut? Aku ini ibu mertuamu, kamu sudah melahirkan cucu yang gemuk untukku, aku datang memberi mainan untuk cucuku.""Nggak, pergi kamu, kalau mau balas dendam, cari saja Mina, aku nggak berniat
Tubuh Jane gemetaran tak terkendali, matanya terpaku pada peti mati. Hingga menjelang tengah malam, oksigen di dalam peti mati hampir habis sepenuhnya.Kedua peti mati itu mengeluarkan suara pelan yang mirip dengan kuku yang mencakar kayu.Geretakan itu terdengar jelas, sementara aku yang sudah memakai earphone tidak ingin mendengar suara itu mengganggu mimpiku yang indah.Namun, Jane mendengarkan suara itu dengan sangat jelas, semakin lama hingga akhirnya menghilang.Saat hari sudah hampir pagi, aku merasa sudah cukup dan melepas earphoneku.Tatapan Jane tampak kosong, dia menatapku dengan bingung dan berkata, "Aku dengar mereka meminta tolong padaku."Saat ini, dua orang kerabat datang untuk membantu dan aku pura-pura menepuk pundak Jane untuk menenangkannya.Aku menjelaskan pada kerabat yang ada, "Mungkin dia ketakutan saat menjaga jenazah, makanya mulai bicara hal-hal aneh."Selama dua hari berikutnya, aku sendiri yang menjaga jenazah. Bau busuk dari jenazah semakin kuat mengeli
"Nggak boleh dipaku!" Reaksi Jane membuat semua orang yang ada di sana bingung dan aku berpura-pura bingung juga sambil menatapnya."Kenapa? Apa ada masalah?""Nggak ... hanya saja, kalau kalian memaku peti matinya seperti ini, bukankah itu nggak ada udara?"Aku hampir tidak bisa menahan senyumanku yang mulai naik. Di sana ada beberapa kerabat yang hadir.Aku yakin Jane tidak akan berani membiarkan dirinya kehilangan pekerjaan hanya demi menyembunyikan kematian Josua, karena akta kematian sudah dikeluarkan. Kecuali, Jane ingin menghancurkan karirnya sendiri.Dan dengan begitu banyak orang yang ada di sini, aku rasa keluarganya tidak akan mau kehilangan muka seperti ini."Bukankah justru lebih baik nggak ada udara? Kamu juga tahu sendiri, di sini nggak ada alat pengawetan jenazah seperti di rumah sakit. Hanya satu dua hari saja pasti akan berbau. Lagipula, untuk mengadakan pemakaman besar, kita perlu menunggu jenazah selama tiga hari."Saat ini, Jane sudah tak bisa berdiri tegak, dia h
Melihat kepala desa berbicara, wajah Junanti langsung berubah. Dia hanya bisa menatap dengan cemas saat kepala desa menerima dokumen yang kuberikan dan berjanji akan segera mengurus semuanya.Di perjalanan pulang, Junanti berjalan di depan, pasti sedang memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini, karena langkah yang aku ambil menggagalkan rencana mereka.Di kehidupan sebelumnya, aku kehilangan tiga orang terdekatku dan aku larut dalam kesedihan yang mendalam, sampai aku tidak sempat memperhatikan hal-hal seperti ini. Aku bahkan tidak pernah melihat akta kematian ibu mertua dan suamiku.Saat itu, Junanti yang mengurus pemakaman mereka. Aku bahkan merasa sangat berterima kasih padanya.Penyusunan rencana kremasi yang sudah diatus tiba-tiba dia ubah menjadi penguburan. Aku bahkan tidak curiga sama sekali. Baru setelah mereka dimakamkan, aku juga tidak pernah melihat mereka lagi.Dengan begitu mudahnya, aku terjebak dalam tipu daya mereka dan akhirnya berakhir dengan tragis.Setelah urusa
Dokter itu mengernyitkan dahi, tampak ragu dan menatap Jane.Melihat aku yang bersikeras untuk melihatnya, Jane akhirnya mulai menutup lubang hidung dan mulut suami serta ibu mertuaku."Terima kasih banyak dok, urusan pemakaman dan pengurusan surat kematian akan kuurus. Aku juga akan pergi untuk mengambil akta kematiannya."Mendengar itu, sudut bibir Jane sedikit bergetar, mencoba menyembunyikan ketegangan.Junanti yang ada di sampingku segera menarik tanganku."Kamu lagi hamil, nggak perlu lakukan sendiri. Kita semua tetangga, biarkan saja aku yang mengurusnya, jangan sampai kamu kelelahan dan mempengaruhi bayimu."Saat Junanti hampir menyentuh perutku, aku secara reflek mundur beberapa langkah.Memang, jika aku mengirim mereka ke neraka, bayi dalam perutku bisa terpengaruh. Aku ingin mereka melihat bagaimana semua rencana mereka gagal."Baiklah, kalau begitu terima kasih banyak, Tante Junanti. Aku akan pergi untuk mengambil akta kematian dulu."Usai bicara, aku sengaja berdiri diam d
"Suami dan ibu mertuaku baru saja pergi tadi pagi, ini baru lewat dua jam lebih. Bagaimana mungkin serigala sudah memakan mereka sampai habis?"Melihat aku bersikeras ingin mencari mereka, Junanti dan Jane saling bertukar pandang, lalu segera meninggalkan tempat itu.Tak lama kemudian, polisi tiba di lokasi. Aku menceritakan semua yang terjadi dan pencarian pun dimulai.Sekitar satu jam kemudian, tiba-tiba Jane berteriak.Semua orang berkumpul dan menemukan Josua, suamiku dan ibu mertuaku terbaring di belakang sebuah batu besar. Tubuh mereka penuh bercak darah dan terlihat seperti sudah tak bernyawa.Kami segera membawa mereka ke rumah sakit. Saat proses penyelamatan berlangsung, Jane langsung menghalangiku untuk masuk ke ruang gawat darurat."Keluarga harap menunggu di luar, kami akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan mereka," ujar Jane, sebagai dokter di rumah sakit itu.Melihat aku sedih, Junanti berpura-pura menghiburku,"Jangan khawatir, putriku adalah dokter terbaik di r
Setelah keracunan herbisida, rasa sakitnya seperti ada yang mencabik-cabik seluruh organ tubuhku.Saat ini, aku menatap mereka sekeluarga dengan penuh kebencian.Rasa sakit yang luar biasa membuatku tidak bisa bangkit sama sekali."Haha, ibu, lihat dia! Sepertinya wanita ini sudah mau mati."Anak Jane menunjuk ke arahku sambil tertawa keras. Sementara itu, Josua mengelus kepala anak itu dengan penuh kasih sayang, sambil berkata,"Benar sekali, nak. Wanita ini memang pantas mati. Dia orang jahat yang merebut rumah kita dan nggak mau pergi."Anak mereka kemudian mengambil batu dari lantai dan mulai melemparkannya ke arahku dengan penuh tenaga.Bahkan ada bata merah yang menghantam kepalaku."Perempuan jahat! Perempuan jahat! Mati kamu!"Aku berguling-guling kesakitan di lantai. Kepalaku sudah berlumuran darah, tubuhku perlahan hancur oleh racun yang menyebar.Darah segar keluar dari mulutku tanpa henti.Namun, mereka sekeluarga hanya berdiri di sana, tertawa sambil menikmati penderitaank