Empat hari sudah polisi menyelidiki kasus kecelakaan Diki. Namun belum ada kabar dari mereka. Sepertinya mereka belum menemukan siapa pelaku dari kasus kecelakaan ini."Kenapa melamun?" Tanya Candra yang masih berada dirumahku setelah menjemputku tadi."Masih nungguin kabar dari polisi Ndra." Jawabku."Soal apa?" Tanya dia yang memang belum ku beri tahu masalahnya."Kecelakaan Diki." Jawabku."Kamu lapor polisi Re?" Tanya Candra."I_iya Ndra. Diki berkata bahwa dia melihat sebuah mobil yang sengaja ingin menabraknya." Jawabku."Kenapa kamu gak kasih tau aku? Aku kan bisa menyelidikinya juga Re." Jawabnya."Maaf Ndra. Aku masih belum yakin soalnya, sehingga aku tidak memberitahumu. Aku hanya memberi tahu polisi saja. Mereka pasti akan menyelidiki lebih lanjut lagi." Jawabku."Dimana Diki? Bolehkah aku menemuinya?" Tanya Candra."Bukannya kamu udah sering menjenguknya?" Tanyaku. Candra memang hampir tiap hari menjenguk Diki ketika kesini."Ini masalahnya lain Re. Aku mesti bertanya leb
Pagi harinya, saat kami sedang sarapan, terdengar suara mobil Candra datang. Sepertinya dia tidak kesiangan lagi hari ini."Assalamualaikum." Salam Candra.Aku keluar untuk mempersilahkannya masuk. Ku ajak dia ke ruang makan untukku ajak sarapan sekalian."Ayo ikut sarapan sekalian Nak Candra." Ajak Bapak."Iya Om, saya sudah sarapan barusan." Jawab Candra."Jadi gak mau gabung nih?" Tanya Ibu."Iya tante makasih. Lain kali saja." Jawab Candra.Karena Candra tidak ikut bergabung maka aku segera menghabiskan sarapanku. Merasa tidak enak jika membuatnya menunggu terlalu lama."Ya udah ayo!" Ajakku yang sudah menyelesaikan sarapan."Kok buru buru Re. Habisin dulu aja gak papa." Lanjut Candra."Udah Ndra. Aku udah kenyang." Jawabku.Kami pun berangkat setelah berpamitan.Dalam perjalanan, Candra terlihat khawatir. Sepertinya ada yang sedang dipikirkan."Kamu kenapa Ndra? Kok kaya cemas gitu?" Tanyaku."Em_em gimaja ya Re? Aku mau mulai ngomongnya dari mana?" Kata Candra."Ngomong aja, g
Sore itu ketika aku hendak membaringkan badan ke kasur, tiba tiba ponselku berbunyi. Telepon dari Candra."Halo, ada apa Ndra." Tanyaku. Candra meneleponku padahal baru saja pergi dari rumahku beberapa menit yang lalu."Aku baru saja nemuin Kak Serli. Dia terlihat bingung ketika ku tanya soal kecelakaan." Lanjut Candra."Berarti bukan dia pelakunya Ndra." Jawabku."Iya, sepertinya aku salah sangka Re. Oh ya, soal jam tangan yang tadi kamu titipin ke aku, udah aku kembalikan pada Kak Serli." Sambungnya."Apa dia marah?" Tanyaku."Dia diam saja. Dia beralasan jika dia cuma ingin dekat dengan calon adik iparnya." Ujar Candra."Mungkin memang benar apa katanya Ndra." "Gak mungkin Re. Dia bukan tipe orang seperti itu. Pasti dia punya niat lain, namun dia pandai mencari alasan." Sambungnya."Ya udah Ndra. Gak papa, asal dia gak marah. Dan soal kecelakaan itu, aku yakin bukan Bu Serli orangnya." Tambahku."Iya Re. Semoga polisi cepat menemukan pelaku yang sebenarnya." Ucap Candra.Setelah i
Pulang dari kantor polisi, aku meminta Candra untuk datang ke rumah. Memintanya untuk mengantarkanku ke butik. [Iya Re. Tunggu sebentar ya. Selesai urusan ini aku segera kesana.] isi pesan yang ku terima dari Candra.[Baik, aku tunggu ya.] Balasku.Setelah hampir satu jam menunggu, Candra belum juga datang. Tidak biasanya dia membuatku menunggu seperti ini.Setelah kubatalkan niatku untuk pergi ke butik, tiba tiba Candra datang. Dia meminta maaf karena telah membuatku menunggu terlalu lama."Iya gak papa Ndra." Jawabku."Kamu gak marah kan Re?" Tanya Candra."Egak Ndra. Santai aja, Oh ya aku tadi dari kantor polisi lo." Terangku."Ngapain? Apa pelakunya sudah tertangkap?" Tanya Candra."Iya Ndra. Ternyata dugaanku benar." Balasku."Jadi benar perempuan itu yang nabrak, Re?""Iya Ndra." Ucapku.Candra hanya menggelengkan kepalanya. "Apa suamimu sudah mengetahuinya?" Tanya Candra lagi."Sepertinya dia belum tau." Jawabku.Candra lalu menyuruhku untuk memberitahu Mas Yogi. Dia ingin a
Semenjak bertemu dengan Bu Serli di Toko batik kemarin, aku menjadi rendah diri dengan keluarga Candra. Mungkinkah orang tuanya juga bersifat demikian.Ibu yang melihatku termenung lalu menghampiriku. Dia kemudian duduk disebelahku."Kamu kenapa Re? Masih teringat Reza?" Tanya Ibu."Bagaimanapun juga dia tetap darah dagingku Bu." Jawabku."Iya Ibu tau. Memang tidak mudah untuk melupakannya. Oh ya, bagaimana persiapan pertunangan kamu? Udah siap semua kan?" Tanya Ibu."Udah Bu. Kemarin Candra dan aku pergi ke butik mencari Kemejanya dan juga kebayaku." Jawabku."Bagus lah kalau sudah siap. Oh ya, jangan lupa undang Fida juga Rendi, walaupun orang tuanya gak menyukaimu, tapi dia kan temanmu juga. Dia juga baik." Sambung Ibu."Iya Bu. Bagaimana kondisi Diki sekarang, Aku jarang ke kamarnya sekarang." Kataku."Dia sudah lebih baik Re. Namun dia belum mau kuliah. Entah kenapa." Kata Ibu."Ya udah, biar Reina yang tanya apa masalahnya ya Bu. Tapi beneran dia udah sehat kan?""Iya Re." Jawab
Karena tidak ingin ada masalah lagi nantinya, akhirnya kuputuskan untuk memberi tahu Candra soal Diki dan Bu Serli.Ku ambil ponselku dan ketika aku hendak meneleponnya, tiba tiba Diki menghampiriku dikamar."Mau Ngapain lagi?" Tanyaku."Jangan laporin ke Candra Kak. Aku akan memutuskannya dengan baik baik. Aku tidak tau jika dia adalah Kakaknya Candra. Tau gitu gak aku dekati." Terang Diki."Kamu tuh insaf dong. Masih banyak perempuan diluar sana yang singel dan yang penting seumuran denganmu. Jangan nyari tante tante mulu." Ujarku."Berpacaran dengan mereka yang lebih tua dari kita tuh enak kak. Kita minta apa aja pasti dituruti." Sambung Diki."Dik! Emang kamu butuh uang berapa sih sebenarnya. Jika kakak yang kasih, kamu bakal berhenti berbuat seperti itu???!!!!" Tanyaku tegas."Sebenarnya sih uang dari Ibu Bapak juga cukup Kak. Cuma jika ada yang ngasih lebih kan lumayan." Ujarnya."Sekarang dengerin Kakak. Kamu minta uang berapa dari Kakak?" Seruku."Loh Kakak kok gitu? Masa aku
Setelah melewati perjalanan yang tidak mudah, akhirnya sampai juga dihari pertunangan kami. Hari ini, akan menjadi hari bersejarah untukku juga Candra.Berawal dari teman SMP yang tidak begitu akrab,sampai akhirrnya dipertemukan kembali dalam keadaan yang sama sama ditinggalkan oleh kekasih masing masing. Mempunyai luka yang sama.Semua persiapan sudah dilakukan. Banyak tetangga yang membantu memasak juga menyiapkan berbagai hal untuk acara pertunangan ini.Awalnya keluarga Candra meminta agar pertunangan ini dilakukan digedung saja. Memakai jasa catering untuk makanannya. Tapi karena Bapak dan Ibu menginginkan kesederhanaan juga kebersamaan dengan tetangga, akhirnya kami memilih untuk melakukan pertunangan ini dirumah saja."Candra dan keluarganya akan datang jam berapa Re?" Tanya Ibu yang lewat depan kamarku. "Sebentar lagi paling Bu. Katanya kemarin sih jam sepuluh. Ini masih jam sepuluh kurang seperempat." Kataku yang sebelumnya sudah melihat jam."Oh, ya udah. Kamu dandan yang
Hari ini, aku pulang kerja dijemput oleh tunanganku. Candra menjadi pria yang lebih romantis setelah hari pertunangan itu. Dia selalu meluangkan waktu ditengah kesibukannya untukku. Dia sedang menyelesaikan buku ke duanya.Candra melambaikan tangannya ketika melihatku berjalan kearahnya.Aku melambaikan tanganku juga tanda menjawab sapaannya. Dia lalu turun kemudian membuka pintu mobil untukku."Sudah lama menunggu?" Tanyaku."Belum bagitu lama." Jawabnya.Setelah aku masuk, Candrapun menyusul masuk,Q kemudian menjalankan mobilnya.Dalam perjalanan itu, Candra menanyakan tentang Pak Hisyam. "Apa Kak Hisyam hari ini berangkat Re?" Tanya Candra."Iya Ndra. Tadi sempat kulihat dia dikantornya. Namun sepertinya dia sengaja datang siang. Kenapa memang? Tumben nanyain tentang dia?" Tanyaku."Em, begini Re. Sebenarnya tadi Kak Serli dan Kak Hisyam ribut besar. Kak Serli ketahuan selingkuh. Kak Hisyam menceraikannya." Lanjut Candra."Beneran? Dari mana kamu tau???" Tanyaku penasaran."Kak S
Beberapa bulan setelah itu buku ketiga mas Candra pun terbit. Buku yang menjadi inspirasi banyak orang ternyata. Kisah seorang ayah yang rela berkorban melakukan apapun itu demi pengobatan anaknya yang menderita gagal ginjal. "Selamat atas realisnya buku ketigamu, Mas. Semoga semakin sukses untuk ke depannya," kataku pada mas Candra. "Terimakasih juga, Sayang. Semua ini terjadi juga karena adanya kamu. Aku percaya jika aku bisa seperti ini karena dukungan penuh darimu. Terimakasih sekali lagi sudah mau menjadi pendamping hidupku yang selalu mendukung apapun keputusanku," kata mas Candra. "Aku bangga padamu, Mas," balasku. Mas Candra kemudian naik ke panggung setelah pembawa acara mempersilahkannya. "Saya mengucapkan terimakasih banyak untuk semua yang sudah meluangkan waktunya. Hari ini secara resmi, buku ketiga saya telah diterbitkan. Buku ini mengisahkan tentang pengorbanan seorang ayah. Kalian mungkin bertanya-tanya, siapakah sosok dibalik tokoh yang menjadi inspirasi saya da
"Ndra," terdengar suara seorang perempuan memanggil nama suamiku saat kita sedang berjalan menuju ke mobil."Oliv?" kataku saat melihat ternyata dia yang memanggil mas Candra tadi."Ada apa?" tanya mas Candra kemudian."Aku mau bicara sama kamu, bisa?" kata Oliv kemudian.Mas Candra malah menoleh ke arahku tanpa menjawab perkataan Oliv. "Iya silahkan bicara di sini saja," kata mas Candra. Sepertinya dia ingin menjaga perasaanku."Aku mau bicara empat mata saja. Bisakah?" tambah Oliv."Kenapa nggak di sini saja? Sama saja kan?" kata mas Candra lagi."Boleh aku pinjam Candranya sebentar, Re. Janji deh hanya lima menitan saja," kata Oliv padaku setelah itu."Oh iya, silahkan bawa saja," jawabku.Mas Candra pun kemudian mengikuti kemana Oliv pergi. Dari jauh aku memperhatikan gerak-gerik mereka. Mereka terlihat membicarakan hal yanh serius berdua.Lima menit kemudian mas Candra kembali menghampiriku begitu juga dengan Oliv."Makasih ya, Re. Ini aku kembalikan lagi Candra untukmu," kata O
Mas Candra akhirnya menjadikan pak Sapto sebagai sosok inspirasi untuk buku ke tiganya. Dia juga mendapatkan penghargaan atas apa yang dia lakukan pada pak Sapto.Ternyata pak kepala desa yang mengetahui kebaikan mas Candra kepada pak Sapto menceritakannya pada bapak wali kota. Secepat ini balasan yang Allah berikan kepada orang yang ikhlas membantu orang lain ternyata. "Jadi hari ini berangkat jam berapa, Mas?" tannyaku pada mas Candra. Hari ini dia akan datang ke acara launching buku salah satu teman penulisnya."Sebentar lagi. Kamu ikut kan?" tanya mas Candra. "Raiqa bagaimana?" tanyaku."Ajak aja Raiqa. Dia pasti seneng kan diajak jalan-jalan naik mobil," balas mas Candra. "Kamu yakin? Di sana pasti banyak orang kan?" "Nggak papa, Sayang. Raiqa pasti senang," kata mas Candra kemudian. Tak terasa waktu cepat sekali berlalu dan tanpa terasa kini putri kecilku sudah berusia tiga bulan. "Ya sudah deh. Aku siap-siap dulu kalau begitu," kataku.Saat aku sedang bersiap tiba-tiba s
"Ini hadiah buat Mela. Mela semangat ya. Tidak boleh malas jika di suruh melakukan HD," kataku saat kita sudah sampai di rumah sakit lagi. "Asyik, makasih ya, Tante.""Sama-sama, Sayang. Kalau begitu Tante keluar ya. Mela ditungguin Ibu sekarang," lanjutku."Iya, Tante. Makasih ya. Mela akan selalu semangat menjalani HD agar cepat sembuh," jawab Mela.Aku segera memeluk Mela. Tak terasa air mata ini pun jatuh begitu saja."Tante kenapa menangis?" tanya anak kecil itu."Nggak papa, Sayang. Tante cuma bangga saja padamu," jawabku seraya menyeka air mataku yang baru saja tumpah."Aku hebat ya?""Iya, kamu anak yang hebat. Teruslah seperti ini ya, Sayang," tambahku.Setelah hampir setengah jam aku di dalam bersama dengan Mela, akhirnya aku pun keluar. Mela meneruskan melakukan cuci darahnya. "Sudah?" tanya mas Candra yang saat ini sedang menggendong Raiqa."Sudah, Mas.""Pergi sekarang?""Semua sudah kamu selesaikan?""Sudah, Sayang," jawab mas Candra. "Ya sudah kalau begitu. Ayo pulan
"Mulai hari ini setiap kamu mau HD, kamu perginya ke sini ya, Mel. Tidak perlu ke rumah sakit yang di luar kota," kata mas Candra."Kenapa di sini, Om? Mela kan udah betah dan nyaman HD di rumah sakit yang kemarin. Perawatnya juga baik-baik banget pada Mela," jawab Mela. "Mela mau cepet sembuh kan? Rumah sakit ini lebih baik dari rumah sakit sebelumnya. Jadi di rumah sakit ini juga nantinya Mela bakalan dapat perawatan dan pengobatan yang baik. Mela mau sembuh kan?" kata mas Candra selanjutnya. "Mela ingin sekali sembuh, Om. Tapi kata ibu, Mela ini anak istimewa. Jadi sewaktu-waktu kalau Tuhan udah sayang sama Mela, Mela harus siap untuk dipanggil Tuhan," jawab Mela. Kali ini aku benar-benar tidak bisa menahan air mataku. Aku langsung pergi sebentar agar Mela tidak melihat air mataku keluar."Re," kata mas Candra yang tiba-tiba menyusulku. "Mas," ujarku yang kemudian langsung memeluknya."Nggak papa. Dia anak yang kuat. Dia pasti bisa melewati ini semua. Kita akan membantunya. Kita
"Di mana pak Sapto?" taya bapak kepala desa pada seorang perempuan yang duduk di ruang tunggu bersama seorang anak perempuan."Pak Lurah, tolong suami saya, Pak. Dia sedang di interogasi di dalam," kata perempuan tadi."Bagaimana ini, Mbak? Apa kita harus masuk?" tanya bapak kepala desa padaku. "Sebentar, Pak. Saya telepon suami saya dulu," sambungku.Aku menghubungi mas Candra setelah itu. Dia pasti bisa memberi pengertian kepada polisi agar polisi membebaskan pak Sapto."Jadi kamu di kantor polisi sekarang, Re?""Iya, Mas. Mas Candra bisa datang sekarang nggak? Sudah selesai belum di sana?" tanyaku."Iya aku akan langsung ke kantor polisi setelah ini. Urusanku di sini juga sudah selesai," kata mas Candra kemudian."Buruan ya, Mas. Aku bingung harus bagaimana ini," ucapku."Iya, Re. Aku segera datang."Setelah menghubungi mas Candra, aku kemudian mendekati istri pak Sapto dan anaknya. Aku yakin jika anak yang dimaksud pak Sapto adalah anak ini."Bu," sapaku."Iya, Mbak. Apakah mbakn
Ponsel mas Candra berdering saat kita sedang sarapan bersama. Dia lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja dan langsung melihat siapa yang meneleponnya. "Halo," ujar mas Candra."Oh iya, Pak. Apa sudah sampai di rumah sekarang?" tanya mas Candra kemudian."Baik, Pak. Hari ini saya ke rumah ya. Saya hubungi dulu teman saya di rumah sakit," sambung mas Candra."Sama-sama, Pak. Tunggu saya datang. Sebentar lagi saya ke sana," lanjut mas Candra.Setelah mas Candra mengakhiri panggilannya dia lalu bergegas bangkit dari meja makan."Mau berangkat sekarang? Pak Sapto sudah sampai di rumah ya, Mas?" tanyaku yang tahu jika itu panggilan dari pak Sapto."Iya, Sayang. Aku langsung ke sana sekarang ya. Kamu mau ikut nggak?" tanya mas Candra kemudian."Aku di rumah saja ya, Mas. Kasihan Raiqa," jawabku."Ya sudah kalau begitu. Aku sendiri saja nggak papa. Aku siap-siap dulu ya," kata mas Candra selanjutnya. "Iya, Mas. Oh iya, Mas. Bukankah hari ini kamu ada janji ketemuan sama produ
"Jadi begitu ceritanya? Kasihan banget pak Sapto itu. Dia rela melakukan penipuan seperti itu demi membiayai pengobatan anaknya," kata Ibu saat aku dan mas Candra menceritakan soal kejujuran pak Sapto. "Iya benar, Bu. Sebuah pengorbanan seorang ayah untuk anaknya," balasku. "Ya begitulah, Re. Jadi kalian berniat untuk membantunya?""Iya, Bu. Mas Candra mau membantu pengobatan anak pak Sapto," ujarku."Benar begitu, nak Candra?""Iya, Bu. Aku merasa harus membantu bapak ini. Rejeki yang selama ini aku dapat sebenarnya juga rejeki pak Sapto ini. Diki menabraknya juga bukan sebuah kebetulan semata. Semua ini sudah kehendak Allah.""Nak Candra benar. Dalam rejeki kita ada rejeki orang lain juga. Semoga rejeki kalian makin berkah kedepannya," lanjut Ibu."Amin," balasku dan Mas Candra secara bersamaan. "Dan untuk Diki, ibu minta maaf. Ibu tidak pernah berniat atau pun bermaksud untuk membuatmu sakit hati. Ibu hanya berusaha menasehati mu. Ibu menghawatirkanmu," sambung Ibu."Maafkan Dik
"Iya begitulah, Mbak," jawab pak Sapto. Aku tahu jika saat ini dia sedang berkata jujur. "Kenapa bapak memilih untuk melakukan pekerjaan ini?" tanya mas Candra."Saya terpaksa, Mas. Seandainya ada pekerjaan lain yang bisa mendapatkan uang dengan cepat pasti saya akan melakukannya. Apapun itu pekerjaannya. Saya pernah mau menjual ginjal saya juga untuk pengobatan anak saya, tapi istri melarang saya. Saya tidak ada pilihan lain, Mas." "Apakah istri dan anak bapak tahu akan hal ini?" tanya mas Candra lagi."Istri tahu, anak yang tidak tahu. Jadi setiap kali saya di tangkap dan masuk polisi istri selalu bilang jika saya lagi bekerja keluar kota. Berusaha untuk membuat anak saya percaya," jawab pak Sapto sembari menyeka air matanya."Apa polisi tidak pernah menanyakan alasan bapak melakukan ini semua? Bukankah sudah hampir tiap kali di tangkap pasti melakukan hal yang sama?" tanyaku."Tidak ada yang peduli, Mas. Polisi juga yang penting memenjarakan saya. Mereka tidak pernah bertanya ken