Share

Bab 22 b

Penulis: Aisyah Nur Permata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kapokmu Kapan, Mas? (22b)

Tugas pertama Mbok Mina adalah menyuapi Bang Robi dan Miska makan malam. Makan malamnya sengaja kupesan lewat aplikasi ojek online. Aku masih sangat lelah untuk harus keluar mencari makan. Aku memesan empat porsi untuk makan malam kami.

"Saya makan biasa saja, Bu." Mbok Mina sempat menolak menu yang kupesankan dengan alasan sungkan.

"Jangan kayak gitu, Bi. Rezeki jangan ditolak." Aku mengingatkan.

Akhirnya Mbok Mina pasrah dan menerima menu makanan yang kupesankan. Aku sengaja memesan makanan istimewa untuk makan malam. Sesekali memanjakan lidah, tidak salah, kan. Mumpung sedang bebas memegang uang.

Aku izin istirahat terlebih dahulu pada Mbok Mina. Beliau mengiakan dan berjanji untuk mengurusi semua kebutuhan Miska dan Bang Robi sebelum beliau istirahat.

Pagi hari, saat aku keluar kamar, rumah sudah rapi. Mbok Mina juga sudah menyiapkan sarapan di meja makan. Beliau bahkan sudah membersihkan tubuh Miska dan Bang Robi. Aku memang kembali tidur setelah salat S
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Ada org lain yg sk eh dia malahan lbh milih jd pelakor .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kapokmu Kapan, Mas?   23 a

    Kapokmu Kapan, Mas? (23)Pria di foto bukannya Mas Andre, sahabat suamiku? Benarkah dia terlibat dalam hal ini? Kalau iya, apa motifnya?"Kirim ke WA saya, ya, Mas!" Ira meminta kepada Mas Adam sebelum dia melajukan mobilnya.Sebelumnya, kami memang sudah bertukar nomor ponsel dengan Mas Adam. Tujuannya untuk saling berbagi informasi bila diperlukan. Mas Adam berniat membantu kami demi bisa menyelamatkan Miska. Sebuah pengorbanan cinta yang tulus.Sepanjang perjalanan, aku lebih banyak diam. Aku masih belum mengerti apa hubungan Mas Andre dengan kejadian yang menimpa suamiku dan Miska. Untuk apa dia memata-matai Miska?"Jadi gimana, Ti, kita mau ke mana sekarang? Langsung pulang?" Ira bertanya tanpa menatapku. Fokusnya masih ke jalan raya di depan kami."Langsung ke rumah orang yang tadi di foto aja, Ra."Ira menginjak rem mendadak. Dia lantas menoleh padaku setelah mobilnya benar-benar berhenti."Kamu kenal orang itu?" tanyanya.Aku mengangguk."Siapa dia, Ti? Kenapa gak bilang dari

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 23b

    Kapokmu Kapan, Mas? (23b)"Maksud kamu, Ra?"Ira mengangkat tangannya yang memegang sebuah ponsel. Sepertinya ponsel Mas Andre. Entah kapan dia mengambilnya.Senyumku mengembang. Begitu juga dengan Ira. Kami lalu melanjutkan perjalanan."Aku antar kamu pulang sekarang, ya, Ti? Aku masih ada kerjaan, nih. Nanti malam aku hubungi kamu kalau dapat info penting.""Oke, Ra. Makasih banyak, ya!""Santai ...."Ira lantas mengarahkan mobilnya menuju rumahku. Aku diantarnya pulang tepat sebelum adzan Magrib berkumandang. Temanku itu menolak tawaranku agar dia singgah sejenak."Lain kali aja, Ti. Aku masih ada kerjaan," alasannya.Aku tak bisa memaksa. Jadi, baru aku masuk ke dalam rumah setelah mobilnya menghilang dari pandangan.Kedatanganku disambut hangat oleh Mbok Mina. Wanita paruh baya itu langsung menyiapkan minuman hangat untukku. Tak lupa beliau juga menanyakan apa yang kuperlukan."Gak usah repot-repot, Mbok. Saya cuma butuh istirahat aja. Oya, keadaan Bapak sama Bu Miska gimana? Mer

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 24a

    Kapokmu Kapan, Mas? (24)"Oke, Ra. Besok pagi kita ketemu, ya." Aku membalas pesan Ira sesegera mungkin.Semoga saja kali ini Ira benar-benar berhasil menemukan pelaku utama yang membuat Bang Robi dan Miska gancet. Awalnya memang aku merasa puas dan senang melihat mereka menderita. Namun, aku tak tega melihat mereka seperti itu. Pasti tersiksa sekali rasanya. Biar bagaimanapun, mereka masih keluargaku.Statusku masih istri sah Bang Robi. Ya ... meski aku sudah bertekad kuat untuk mengakhiri biduk rumah tangga kami nantinya setelah Bang Robi bisa lepas dari gancet yang terjadi padanya dan Miska. Aku sudah tak sudi melanjutkan rumah tangga yang sudah dinodai perselingkuhan.Aku mencoba menerka-nerka siapa sebenarnya dalang dari semua ini. Apa motifnya melakukan semua ini pada Bang Robi dan Miska. Bisakah aku membujuknya untuk melepaskan Bang Robi dan Miska nantinya.Sayangnya, aku tak dapat menemukan pelakunya lewat praduga. Tak ada yang bisa kucurigai. Juga aku tak bisa menerka motif p

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 24b

    Kapokmu Kapan, Mas? (24b)Siapa yang akan peduli pada Bang Robi dan Miska lagi kalau bukan aku. Keluarga Bang Robi saja sudah tak terlihat responnya. Apalagi keluarga Miska di desa. Mungkin mereka sudah telanjur malu. Jangankan mereka, aku saja harus menutup mata dan telinga bila keluar dari rumah. Niat hati mempermalukan Bang Robi dan Miska ternyata juga berimbas padaku. Aku ikut viral karenanya. Bukan hanya dukungan yang kuterima, tetapi juga cacian dari orang yang membenci.Aku menemui Ira di sebuah kafe yang telah kami sepakati sebelumnya. Ira sudah terlebih dulu sampai di sana. Saat aku sampai, dia sedang asik menikmati sarapannya.Dia sempat menawarkan aku menu sarapan, tetapi kutolak. Aku sudah sarapan dengan menu yang dibuatkan Mbok Mina di rumah. Nasi goreng spesial buatan beliau memang juara. Tak mampu aku menolaknya.Setelah Ira selesai dengan sarapannya, dia menyerahkan sebuah amplop cokelat padaku."Ini apa, Ra?""Buka coba!"Aku langsung membukanya setelah Ira memerintah

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 25a

    Kapokmu Kapan, Mas? (25)"Yakin, kalian siap mendengar alasannya?" Laki-laki itu kembali mengulang tanyanya.Aku dan Ira saling bertatapan sebelum kami kompak menjawab, "Yakin!"Laki-laki itu kembali tertawa terbahak-bahak."Saya yang tidak yakin kalian siap mendengarnya," katanya."Jangan mempermainkan kami!" Ira membentak. Bentakannya berhasil membuat tawa laki-laki itu terhenti.Dia menatap sinis ke Ira."Ini tidak ada urusannya dengan anda!" tegasnya.Ira tampak geram dengan perkataan laki-laki itu. Dia lantas maju dan menjambak rambut laki-laki yang masih terikat itu."Jangan main-main! Segera katakan yang sebenarnya sebelum kesabaran saya habis!" bentak Ira.Laki-laki itu sama sekali tak merespon bentakan Ira. Dia hanya diam seraya fokus menatapku. Entah mengapa, aku merasa ada banyak luka dalam tatapannya.Ira terus berusaha membuat orang itu bicara, tetapi sia-sia. Akhirnya aku memberi kode agar Ira menghentikan usahanya. Percuma kami memaksa bila dia tidak berniat menjawab. M

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 25b

    Kapokmu Kapan, Mas? (25b)Benarkah Bang Robi bersikap demikian? Akan tetapi, mengapa dia malah berselingkuh dengan Miska?"Akhirnya adik saya mengalah. Dia bisa berpikir jernih dan tak mau merusak keutuhan rumah tangga Robi dan Mbak Titi. Adik saya mengalah.""Awalnya saya tetap memaksa adik saya untuk meminta pertanggung jawaban Robi. Saya bahkan sempat berniat membeberkan kenyataan bahwa Robi punya anak dengan adik saya. Tapi adik saya bersikukuh menolak. Dia tidak mau ada wanita lain yang ikut merasakan penderitaan seperti yang dia rasakan. Hal itu yang membuat saya mengalah.""Tapi entah dari mana datangnya bisikan untuk memata-matai Robi. Ternyata Robi berselingkuh. Dia membohongi adik saya. Dia yang seolah laki-laki yang ingin setia pada istrinya, tak lebih dari predator ganas. Dia berselingkuh dengan lebih dari dua wanita."Astaghfirullah ... benarkah demikian?"Saya juga mencaritahu info tentang Mbak Titi. Saya mencaritahu kebiasaan dan semua tentang Mbak Titi. Saya merasa iba

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 26a

    Kapokmu Kapan, Mas? (26)Aku menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan secara berkali-kali demi menetralkan sesak di dada. Ya, pertanyaan Ira dan laki-laki itu membuat sesak di dadaku kian bertambah.Hening sejenak sebelum aku memberikan jawaban."Iya, saya akan tetap melepaskan mereka."Ira menatapku seraya menggeleng. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Dari tatapannya, aku bisa melihat ketidaksukaannya atas jawabanku."Bagaimana saya bisa melepaskan mereka?" Aku bertanya pada laki-laki itu.Dia menggeleng lemah."Mereka hanya bisa dilepaskan oleh dukun yang jasanya saya pakai untuk membuat mereka seperti itu.""Di mana saya bisa menemukan dukun itu?""Sayangnya, kedua dukun itu sudah meninggal.""Mas, tolong ... jangan main-main!" Aku sedikit membentak."Saya tidak main-main, Mbak!" Dia menegaskan."Kapan mereka meninggal?""Mbak tahu persis. Saudara Mbak Titi yang melawan mereka."Mas Aryo?"Ya, saudara Mbak Titi melawan mereka hingga tewas.""Dua kalajengking itu?"Laki-l

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 26b

    Kapokmu Kapan, Mas? (26b)"Dek ... Abang minta maaf, ya!" ucapnya lirih.Tak kuasa kutahan air mata. Permintaan maaf yang terdengar tulus itu begitu menyentuh hatiku. Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulut Bang Robi setelah beberapa hari ini."Abang minta maaf! Abang minta maaf, Dek! Abang minta maaf ...." Bang Robi terus mengucapkan kalimat itu seraya menatapku dengan tatapan penuh penyesalan."Abang sadar telah salah. Abang sadar banyak salah dan dosa sama kamu, Dek. Abang sadar ....""Abang mau berubah, Dek. Abang gak mau nyakitin kamu lagi. Abang minta maaf, Dek ...."Aku masih diam tak menanggapi. Hanya ujung baju yang kugunakan untuk menyeka air mata. Aku bingung harus menjawab apa.Benarkah Bang Robi telah sadar akan semua kesalahannya? Benarkah dia akhirnya mau mengakui bahwa dirinya bersalah? Benarkah janjinya untuk berubah?Pertanyaan-pertanyaan itu berlarian begitu saja dalam benakku.Bang Robi terus saja menangis penuh penyesalan. Sementara Miska tampak terlelap. En

Bab terbaru

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 53b

    Kapokmu Kapan, Mas? (53b)Aku masuk dan tiba-tiba pintu itu terkunci dari luar."Masuk saja. Tidak perlu takut, Dek!" perintah Bang Robi.Tangannya menunjuk sebuah sofa agar aku duduk di sana. Kuletakkan tasku di samping."Gak usah tegang gitu, Dek," kata Bang Robi saat melihatku membetulkan posisi duduk berulang kali.Aku tak menjawab kata-katanya."Aku ke sini mau to the point aja, Bang!" kataku kemudian."Kamu butuh apa memangnya?""Aku gak butuh apa-apa, Bang. Aku malah mau menyerahkan ini." Kulempar map berisi duplikat surat-surat berharga peninggalan orang tuaku ke atas meja yang menjadi pembatas aku dan Bang Robi."Silakan ambil semua itu. Itu yang Abang inginkan, kan?" tanyaku.Bukannya menjawab, Bang Robi malah tertawa."Bukan itu, Sayang! Abang gak butuh itu semua. Yang Abang butuh itu kamu!""Aku? Maksud Abang apa? Bukannya Abang niat bunuh aku?"Bang Robi kembali tertawa."Nah, itu kamu tau.""Kenapa Abang segitu jahatnya sama aku? Salah aku apa, Bang?""Salah kamu karena

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 53a

    Kapokmu Kapan, Mas? (53)Aku bersiap berangkat setelah Bang Robi mengirimkan pesan berisi tempat di mana kami akan bertemu. Kusiapkan apa-apa saja yang kuperlukan untuk menemui Bang Robi. Aku harus menyelesaikan semuanya.Baru saja aku memutar gagang pintu kamar, dari luar sudah didorong orang. Ternyata Pak Arsyad yang mendorong. Aku yang tadinya sudah di ambang pintu, harus mundur beberapa langkah karena Pak Arsyad yang ikut masuk ke kamarku. Tangannya lantas menutup pintu kamarku dan menguncinya dengan cepat. Lalu, kunci itu disembunyikannya di dalam saku celana yang dikenakannya."Mas ... balikin kuncinya! Saya mau pergi," pintaku.Bukannya memberikan apa yang kupinta, Pak Arsyad malah menempelkan belakangnya ke pintu. Dengan santai Pak Arsyad bersedekap dan berucap, "Kalau bisa, coba ambil sendiri!""Mas ... tolong! Saya mau pergi. Sudah ada janji.""Janji dengan Robi?"Aku mengangguk."Tidak akan saya biarkan kamu keluar dari sini, kalau begitu.""Mas ... tolong ngertiin saya kal

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 52b

    Kapokmu Kapan, Mas? (52b)Malam itu, aku tak dapat tidur dengan pulas. Marahnya Pak Arsyad mendominasi pikiranku. Aku tak suka dengan itu. Sungguh menyakitkan.Pagi harinya, saat sarapan, aku sengaja meminta izin kepada kedua orang tua Pak Arsyad, serta Bude Ningsih."Siang nanti Titi izin keluar, ya, Ma, Pa, Bude."Ketiganya serempak menanyakan tujuanku."Mau menyelesaikan sesuatu yang harus diselesaikan," jawabku.Pak Arsyad diam saja tak merespon apa pun. Dia juga tak melirikku barang sedikit. Ada rasa sakit kurasakan karena itu.Meskipun Pak Arsyad marah, aku sudah bertekad bulat untuk menemui Bang Robi. Aku ingin menyelesaikan semuanya. Semua upaya yang aku dan Pak Arsyad lakukan selama ini tak berdampak banyak. Jadi, ini jalan terakhir untuk mengakhiri semuanya. Setidaknya, setelah Bang Robi mendapatkan semua yang diinginkannya, aku berharap tidak ada lagi korban. Aku semakin takut menjadi sumber dosa banyak orang.Ternyata, setelah sarapan, Pak Arsyad tidak berangkat ke kantor

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 52a

    Kapukmu Kapan Mas? (52a)Selepas shalat, aku menyusul Pak Arsyad yang telah lebih dulu menunggu di mobil."Kita pulang sekarang?" tanya Pak Arsyad setelah aku duduk di kursi samping kemudi."Memang masih ada rencana mau ke mana lagi, Mas?" Aku balik bertanya."Tidak juga. Tapi siapa tau kamu butuh pergi ke suatu tempat untuk film diri."Benar juga kata Pak Arsyad. Aku butuh tempat untuk syuting diri. Juga untuk menjernihkan pikiran."Boleh, sih, Mas. Tapi saya gak tau mau ke mana.""Gimana kalau ke pantai?""Boleh."Pak Arsyad lantas melajukan mobilnya menuju pantai. Kami lalu duduk di tepi pantai beralas tikar yang disewakan. Pak Arsyad juga memesan dua buah kelapa muda untuk kami nikmati.Cukup lama kami dalam diam menikmati semilir angin pantai yang menyejukkan. Aku sibuk dengan pikiranku tentang langkah selanjutnya yang akan kuambil. Entah dengan Pak Arsyad, apa yang dipikirkannya, aku tak bisa menebak.Seandainya waktu dapat kuputar. Aku pasti akan berusaha sebaik mungkin agar se

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 51c

    Kapokmu Kapan, Mas? (51c)Aku benar-benar dibuat terkejut dengan pengakuan itu. Dadaku bergemuruh. Tak pernah kusangka semua itu."Itu pun karena saya diancam. Bapak mengancam akan membunuh anak bungsu saya yang sedang berada di rumah sakit.""Mbok punya anak selain Mas Wisnu?" tanyaku heran. Pasalnya, selama ini yang kutahu Mbok Mina hanya punya satu anak."Anak saya ada dua, Bu. Wisnu anak pertama saya. Adiknya bernama Siti. Dia sedang dalam masa perawatan di rumah sakit jiwa. Pak Robi tau itu. Saya juga kurang mengerti beliau tau dari mana. Padahal saya tidak pernah bercerita. Pak Robi menggunakan Siti untuk menekan saya memberitahukan tentang kepergian Ibu. Saya terpaksa memberitahu alamat rumah di kampung."Astaghfirullah ...."Awalnya, saya pikir Bapak mau menjemput Ibu secara baik-baik. Jadi saya beri saja. Tapi ... saya malah disuruh hubungi Wisnu. Saya disuruh bohong tentang sakit dan nyuruh Wisnu nyusul ke kota. Di situ, perasaan saya sudah gak enak. Tapi saya gak bisa berbu

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 51b

    Kapokmu Kapan, Mas? (51b)Karena bosan tak mendapat jawaban, Mas Wisnu akhirnya kembali ke motornya dan pergi dari tempat itu. Aku dan Pak Arsyad membuntutinya. Cukup jauh perjalanan yang harus kami tempuh sampai akhirnya kami tiba di sebuah rumah. Tempat motor Mas Wisnu berhenti.Di depan rumah itu terlihat Mbok Mina keluar menyambut putranya. Tampak ibu dan anak itu saling berbincang entah apa. Mereka lalu masuk ke rumah bersama dan mengunci pintu setelahnya.Aku dan Pak Arsyad masih setia di dalam mobil. Kami menunggu kesempatan untuk dapat masuk ke rumah itu dan meminta penjelasan. Pak Arsyad yakin betul bahwa ada sesuatu keterkaitan antara mereka dan apa yang sedang terjadi kepadaku.Satu jam sudah kami menunggu di dalam mobil. Akan tetapi, Pak Arsyad belum juga mau kami turun menghampiri rumah itu. Perutku sudah perih, tetapi tak sampai hati kuutarakan."Ayo, kita turun!" Pak Arsyad memberi perintah setelah melihat Mas Wisnu keluar dari rumah itu. Sepertinya Mas Wisnu hendak sa

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 51a

    Kapokmu Kapan, Mas? (51)"Jadi, apa yang akan Mas lakuin selanjutnya?" Aku bertanya."Kita buntuti Wisnu.""Kita?" Aku mengernyit."Iya. Apa kamu gak mau tau apa yang sebenarnya terjadi? Saya ada feeling kuat mereka ada kaitannya dengan kasus ini.""Begitu menurut Mas?"Pak Arsyad mengangguk."Kalau begitu, saya ikut. Kapan Mas mau laksanain rencana itu?" ucapku."Kemungkinan besok sore sepulang kerja. Atau lihat besok, deh. Pokoknya kamu siap-siapa aja. Kalau saya telpon, kita siap berangkat.""Oke, Mas, kalau gitu.""Ya udah, ini udah malam. Kamu tidur, sana!""Iya, Mas. Mas juga, ya! Terima kasih udah mau saya repotin malam begini.""Santai."Kami lantas kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.Namun, sebelum dapat terlelap, aku kembali teringat mimpi malam sebelumnya. Aku bermimpi sedang bertengkar dengan Mbok Mina dan Mas Wisnu di tepu jurang. Hampir saja kami terpeleset ke dalam jurang itu. Aku merasa itu adalah sebuah petunjuk. Semoga saja aku segera mengetahui maksud

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 50b

    Kapukmu Kapan Mas? (50b)"Kayaknya korban pembunuhan, Mbak."Entah mengapa, saya merasa ngeri dengan informasi itu. Apakah Mas Adam juga menjadi salah satu korban Bang Robi? Entahlah. Aku tak berani berspekulasi.Karena hari semakin petang, Pak Arsyad mengajakku untuk pulang setelah sedikit berbasa-basi dengan tetangga Mas Adam yang kami tanyai. Sepanjang perjalanan pulang, aku lebih banyak diam. Begitu juga dengan Pak Arsyad.Malamnya aku merasa gelisah. Bahkan dalam tidur pun aku jadi tidak tenang. Mataku terpejam, tapi sama sekali aku tidak merasa tidur. Pikiranku berlarian ke berbagai praduga.Barulah setelah lewat pukul dua dini hari, aku bisa terlelap. Akan tetapi, sebuah mimpi aneh muncul dalam tidurku. Aku memimpikan Mbok Mina dan Mas Wisnu.Aku terbangun tepat saat azan Subuh berkumandang. Berkali-kali aku beristighfar demi keputusan debar di dada. Apakah mimpiku adalah pertanda? Atau hanya bunga tidur semata.Sudah cukup lama aku tak mendapat kabar dari Mbok Mina dan Mas Wis

  • Kapokmu Kapan, Mas?   Bab 50a

    Kapokmu Kapan, Mas? (50)Aku benar-benar terkejut melihat Bang Robi menarik tanganku. Ingin rasanya kutepis dan berlari menjauh darinya. Akan tetapi, suasana di lain arah pun sedang tak kondusif.Terpaksa, aku hanya pasrah dibawanya. Kami akhirnya keluar dari gedung itu. Segera kutepis tangan Bang Robi. Dari kejauhan, terlihat Pak Arsyad. Aku segera lari menghampirinya."Kamu gak kenapa-kenapa, kan?" tanya Pak Arsyad ketika aku sampai di depannya.Belum sempat aku menjawab, Bang Robi sudah menimpali, "Cewek lo gak kenapa-kenapa, kok, Bro. Aman.""Lo yang nyelametin dia, Bi?" tanya Pak Arsyad."Iya.""Thanks, ya, Bi."Bang Robi hanya mengangguk menanggapi ucapan Pak Arsyad."Lain kali, jagain cewek lo baik-baik, Bro. Dia kayaknya sensian sama cowok." Bang Robi menyindirku.Pak Arsyad malah tertawa menanggapi perkataan Bang Robi.Pak Arsyad melihat ke arahku. Aku menggeleng sebagai isyarat tak melakukan apa pun kepadanya."Diapain emangnya lo, Bi?""Gak, kok. Dah, ya, gue duluan. Sial.

DMCA.com Protection Status