"Berpisah?" Raymond mengulangi perkataan istrinya. "Apa maksudku, Sayang? Aku sudah menyelamatkan Virna dan sekarang dia sedang dalam perjalanan pulang.
"Kamu masih bisa berpikir, kan Tn. Raymond? Ber pi sah. Artinya, tidak lagi bersama."
"Ayolah, Sayang." Raymond mendekati Tara dan berusaha meraih tangannya. "Jangan bercanda lagi. Oke? Aku merindukanmu dan anak-anak."
"Stop! Aku sedang tidak ingin bicara
denganmu dan aku tidak ingin kamu menyentuhku."
Raymond menutup matanya untuk beberapa detik dan menarik napas dalam-dalam. Sekarang, dia tidak tahu apalagi yang ada di pikiran istrinya. Dia hanya mendapatkan laporan bahwa Tara keluar rumah dengan buru-buru dan pulang dengan buru-buru.
"Setidaknya, katakan padaku ada apa ini sebenarnya. Kita bisa bicara baik-baik, kan?"
Tara menyunggingkan senyum kecut. "Bicara baik-baik?" Tara menjawab dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Dagunya mendongak ke atas agar ma
"Sekarang, diamlah di sini. Biarkan aku memeriksa tubuhmu," ucap Raymond begitu mereka sampai di kamar. Pria itu meletakkan tubuh istrinya di tepi ranjang lalu ia berlutut. Memeriksa apakah Tara terluka atau terkena pecahan kata."Aku tidak apa-apa! Singkirkan tanganmu!" balas Tara jengkel menggoyangkan kakinya yang sedang disentuh oleh Raymond. Pria itu tak peduli, dia masih saja memeriksa setiap inci bagian tubuh istrinya. Tak ada yang terluka baik di tubuh maupun tangannya."Aku akan tahu kau tidak apa-apa setelah aku memeriksany," tegas Raymond mengamati wajah istrinya yang masih terlihat kesal."Kenapa tidak sekalian kamu membunuhku? Kenapa hanya menembak ban mobilku? Biar kamu puas kalau mati!"Secepat kilat Raymond memeluk istrinya. Mengusap rambutnya dengan lembut dengan dada yang terasa sakit. Bagaimana Tara bisa berkata berkata seperti itu? Kalau istrinya mati, bagaimana lelaki itu akan menjalani kehidupannya?""Lepaskan
Sekolah Internasional Joseph ....Seorang anak perempuan yang tadinya berpamitan pergi ke kamar mandi, dia justru mengendap-ngendap berjalan di koridor sekolah dan berniat ingin pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan guru dan juga saudara-saudaranya.Cleopatra sudah merancanakan pelarian ini dengan matang sejak beberapa hari lalu setelahkakak-kakaknya tidak mau bekerjasama daalam membujuk Tara agar mereka diijinkan bertemu Papanya. Cleo sudah kangen karena sudah lebih dari tiga bulan sejak terakhir kali Raymond menemui mereka tanpa sepengetahuan Tara di luar gerbang sekolah. Dan saat pulang ke rumah, saat itu juga mereka kena semprot karena Hermes yang tak bisa jaga mulut setelah mendapatkan game terbaru yang dibelikan oleh Raymond.Cleo sudah tak tahan lagi dengan dengan Mamanya yang selalu melarangnya makan ini itu. Cleo juga kesal karena Mamanya sama sekali tidak mengijinkan mereka memiliki ponsel. Mama yang kolot! Begitu Cleo memanggilnya kalau s
"Turunkan aku! Aku bukan karung beras!" protes Tara yang tak henti-hentinya memukul punggung Raymond. "Lihatlah semua karyawan melihatmu!""Aku tidak peduli!" jawab Raymond ketus dan langsung membuka lift khusus untuk direktris."Mau membawaku ke mana?""Bicara. Apa kau ingin melihat anak-anak melihat pertengkaran orangtuanya?""Kamu yang mulai! Terlalu sibuk bersama gadis-gadis muda dan melupakan anak-anakmu. Ingatlah, kamu sudah tua! Sudah tak pantas bersama gadis usia dua puluhan!"Raymond tak menyahut. Lift terbuka di lantai empat puluh. Segera dia berjalan menuju ruangannya dan melempar tubuh Tara ke atas sofa."Awww. Sudah kubilang aku bukan karus beras!"Raymond melepaskan dasi dan mulai membuka kancing kemejanya. "Aku tidak peduli kau karung beras atau bukan.""Apa yang kamu lakukan?" tanya Tara yang tak bisa lepas dari memandangi dada suaminya yang terlihat kokoh. Otot-otot di perutnya juga menggoda dan dia kerap merindukan tubuh itu mend
"Aku kenyang sekali!" desah Cleo yang sudah menghabiskan lima potong ayam goreng dan segelas soft drink. Hermes geleng-geleng kepala. Kalau habis menangis, adiknya itu akan memakan apapun yang ada di hadapannya.Cleo tak sanggup lagi bergerak dan menyenderkan punggungnya di sofa dengan nyaman."Kau makan seperti anak kecil saja," protes Ares sambil membersihkan remahan ayam yang jatuh di atas rok adiknya."Aku memang anak kecil. Umurku baru enam tahun!""Anak umur enam tahun harus tahu bagaimana cara makan yang baik," sahut Hades mengelap tangan adiknya menggunakan tisu basah."Itu karena kalian memanjakannya. Menganggapnya seperti anak kecil!" timpal Hermes tak mau kalah."Itu karena dia yang paling kecil diantara kita berempat," balas Hades."Betul betul betul! Justru kamu yang selalu mengabaikanku," balas Cleo gemas."Bukan mengabaikan. Itu karena aku tak mau memanjakanmu!"Ehem! Tara berdehem dan keempat
Tara yang baru saja keluar dari kamar mandi berdiri dengan tegak di depan cermin dan memandangi setiap lekuk tubuhnya yang memiliki banyak bekas kemerahan. Seketika itu, sebuah aliran gairah mengalir di setiap sendi tubuhnya. Percintaan tadi siang dengan Raymond begitu sempurna. Begitu liar. Bigitu panas dan sangat memuaskan. Enam tahun lamanya tubuh wanita itu tak terjamah dan malam ini, ia sungguh ingin merasakannya lagi. Seandainya saat ini dia berada di Jakarta, barangkali Tara susah menyusul lelaki itu dan menuntaskan hasrat birahinya.Tara cepat-cepat mengeringkan rambut dan mengenakan baju tidur seksi yang Raymond belikan untuknya saat mereka baru menikah dulu. Dengan cepat, ia mengambil ponsel yang ada di atas meja lalu menghubungi Raymond."Apakah dia sudah tidur?" Tara berbicara pada dirinya sendiri ketika telepon tak juga tersambung.Karena panggilannya tak kunjung diangkat, Tara memutuskan untuk mengakhiri panggilan itu dan rasa kecewa pun meny
Suara kecipak dari tubuh Virna dan Tiger yang bertabrakan terdengar memenuhi kamar hotel yang mereka habiskan selama seminggu terakhir di kota Seoul, Korea Selatan. Decitan serta getaran tempat tidur pun mengiringi bulan madu mereka yang seakan tak berujung.Napas mereka memburu, dan desahan serta erangan keduanya saling bersahutan. Terdengar mesra dan kenikmatan yang dirasakan setiap kali Tiger menghujamkan dirinya ke dalam mulut rahim Virna membuat perempuan itu semakin tak berdaya. Lelah, namun setiap gesekan yang ditimbulkan terasa nikmat luar biasa. Di atas tempat tidur, Tiger memang tak pernah mengecewakan.Sejak menikah hingga usia kehamilan Tara memasuki usia sembilan bulan dan mendekati hari-hari kelahiran si jabang bayi, mereka berdua berkeliling dunia mulai dari benu Amerika, Afrika dan Asia.Tentu saja perjalanan ini bukan sepenuhnya bulan madu melainkan sudah menjadi tugas Tiger sebagai wakil pimpinan Eternal untuk meng
Raymond terduduk lesu di depan ruangan bersalin karena belum juga ada kabar dari Hilma. Tangannya memangku kepalanya yang terasa berat dan hatinya, tak henti-hentinya memanjatkan doa. Ia tak sanggup membayangkan bagaimana hidupnya akan berjalan jika Tara tak ada di sisinya."Tidak, Ray. Ran pasti baik-baik saja. Istrimu perempuan yang kuat! Terlebih lagi, ada empat orang anak yang membutuhkan belaian dan kasih sayang!" Raymond berbicara pada dirinya sendiri. Berusaha menenangkan batinnya meski sulit.Tak sanggup lagi terdiam dalam kekhawatiran, Raymond pun berdiri. Dia memutuskan pergi ke ruang rawat bayi yang ada di ujung lorong."Sebelah sini, Pak," kata seorang perawat yang sudah tahu maksud dan tujuan Raymond. Pria itu hanya tersenyum tanpa mengucapkan terima kasih lalu berjalan pelan ke sebuah tempat tidur bayi yang berisi anak-anaknya. Tiga laki-laki dan satu perempuan."Terima kasih karena k
"Apa kau menyukainya?" tanya Tiger dengan pelukan erat. Virna bersandar pada dada suaminya sambil menikmati matahari yang mulai bergeser ke barat sedikit demi sedikit. Peluhnya membasahi tubuh dan sesekali angin yang menerpa membuat tubuhnya terasa dingin. Ia berharap agar perasaan dingin itu tidak menyusup ke dalam hatinya. Ya. Dia ingin dirinya menjadi hangat. Sehangat punggungnya yang bersentuhan langsung dengan kulit Tiger."Ya."' Virna menjawab singkat. Ia ingin seperti ini untuk beberapa saat lagi. Di bawah selimut bersama dengan suami yang memiliki hati dan juga tubuhnya. Bersamanya dalam setengah tahun terakhir, Virna mendapatkan apa yang semua wanita impikan. Gelimang harta, suami tampan dan juga cinta yang seolah tak pernah ada habisnya."Apa kau ingin jalan-jalan?"Virna menggeleng cepat. Jalan-jalan? Ia sudah bosan. Baginya dulu, naik pesawat, makan di restoran mewah, menginap di kamar suite, adalah hal tabu. Tapi
Tara yang baru saja keluar dari kamar mandi berdiri dengan tegak di depan cermin dan memandangi setiap lekuk tubuhnya yang memiliki banyak bekas kemerahan. Seketika itu, sebuah aliran gairah mengalir di setiap sendi tubuhnya. Percintaan tadi siang dengan Raymond begitu sempurna. Begitu liar. Bigitu panas dan sangat memuaskan. Enam tahun lamanya tubuh wanita itu tak terjamah dan malam ini, ia sungguh ingin merasakannya lagi. Seandainya saat ini dia berada di Jakarta, barangkali Tara susah menyusul lelaki itu dan menuntaskan hasrat birahinya.Tara cepat-cepat mengeringkan rambut dan mengenakan baju tidur seksi yang Raymond belikan untuknya saat mereka baru menikah dulu. Dengan cepat, ia mengambil ponsel yang ada di atas meja lalu menghubungi Raymond."Apakah dia sudah tidur?" Tara berbicara pada dirinya sendiri ketika telepon tak juga tersambung.Karena panggilannya tak kunjung diangkat, Tara memutuskan untuk mengakhiri panggilan itu dan rasa kecewa pun meny
"Aku kenyang sekali!" desah Cleo yang sudah menghabiskan lima potong ayam goreng dan segelas soft drink. Hermes geleng-geleng kepala. Kalau habis menangis, adiknya itu akan memakan apapun yang ada di hadapannya.Cleo tak sanggup lagi bergerak dan menyenderkan punggungnya di sofa dengan nyaman."Kau makan seperti anak kecil saja," protes Ares sambil membersihkan remahan ayam yang jatuh di atas rok adiknya."Aku memang anak kecil. Umurku baru enam tahun!""Anak umur enam tahun harus tahu bagaimana cara makan yang baik," sahut Hades mengelap tangan adiknya menggunakan tisu basah."Itu karena kalian memanjakannya. Menganggapnya seperti anak kecil!" timpal Hermes tak mau kalah."Itu karena dia yang paling kecil diantara kita berempat," balas Hades."Betul betul betul! Justru kamu yang selalu mengabaikanku," balas Cleo gemas."Bukan mengabaikan. Itu karena aku tak mau memanjakanmu!"Ehem! Tara berdehem dan keempat
"Turunkan aku! Aku bukan karung beras!" protes Tara yang tak henti-hentinya memukul punggung Raymond. "Lihatlah semua karyawan melihatmu!""Aku tidak peduli!" jawab Raymond ketus dan langsung membuka lift khusus untuk direktris."Mau membawaku ke mana?""Bicara. Apa kau ingin melihat anak-anak melihat pertengkaran orangtuanya?""Kamu yang mulai! Terlalu sibuk bersama gadis-gadis muda dan melupakan anak-anakmu. Ingatlah, kamu sudah tua! Sudah tak pantas bersama gadis usia dua puluhan!"Raymond tak menyahut. Lift terbuka di lantai empat puluh. Segera dia berjalan menuju ruangannya dan melempar tubuh Tara ke atas sofa."Awww. Sudah kubilang aku bukan karus beras!"Raymond melepaskan dasi dan mulai membuka kancing kemejanya. "Aku tidak peduli kau karung beras atau bukan.""Apa yang kamu lakukan?" tanya Tara yang tak bisa lepas dari memandangi dada suaminya yang terlihat kokoh. Otot-otot di perutnya juga menggoda dan dia kerap merindukan tubuh itu mend
Sekolah Internasional Joseph ....Seorang anak perempuan yang tadinya berpamitan pergi ke kamar mandi, dia justru mengendap-ngendap berjalan di koridor sekolah dan berniat ingin pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan guru dan juga saudara-saudaranya.Cleopatra sudah merancanakan pelarian ini dengan matang sejak beberapa hari lalu setelahkakak-kakaknya tidak mau bekerjasama daalam membujuk Tara agar mereka diijinkan bertemu Papanya. Cleo sudah kangen karena sudah lebih dari tiga bulan sejak terakhir kali Raymond menemui mereka tanpa sepengetahuan Tara di luar gerbang sekolah. Dan saat pulang ke rumah, saat itu juga mereka kena semprot karena Hermes yang tak bisa jaga mulut setelah mendapatkan game terbaru yang dibelikan oleh Raymond.Cleo sudah tak tahan lagi dengan dengan Mamanya yang selalu melarangnya makan ini itu. Cleo juga kesal karena Mamanya sama sekali tidak mengijinkan mereka memiliki ponsel. Mama yang kolot! Begitu Cleo memanggilnya kalau s
"Sekarang, diamlah di sini. Biarkan aku memeriksa tubuhmu," ucap Raymond begitu mereka sampai di kamar. Pria itu meletakkan tubuh istrinya di tepi ranjang lalu ia berlutut. Memeriksa apakah Tara terluka atau terkena pecahan kata."Aku tidak apa-apa! Singkirkan tanganmu!" balas Tara jengkel menggoyangkan kakinya yang sedang disentuh oleh Raymond. Pria itu tak peduli, dia masih saja memeriksa setiap inci bagian tubuh istrinya. Tak ada yang terluka baik di tubuh maupun tangannya."Aku akan tahu kau tidak apa-apa setelah aku memeriksany," tegas Raymond mengamati wajah istrinya yang masih terlihat kesal."Kenapa tidak sekalian kamu membunuhku? Kenapa hanya menembak ban mobilku? Biar kamu puas kalau mati!"Secepat kilat Raymond memeluk istrinya. Mengusap rambutnya dengan lembut dengan dada yang terasa sakit. Bagaimana Tara bisa berkata berkata seperti itu? Kalau istrinya mati, bagaimana lelaki itu akan menjalani kehidupannya?""Lepaskan
"Berpisah?" Raymond mengulangi perkataan istrinya. "Apa maksudku, Sayang? Aku sudah menyelamatkan Virna dan sekarang dia sedang dalam perjalanan pulang."Kamu masih bisa berpikir, kan Tn. Raymond? Ber pi sah. Artinya, tidak lagi bersama.""Ayolah, Sayang." Raymond mendekati Tara dan berusaha meraih tangannya. "Jangan bercanda lagi. Oke? Aku merindukanmu dan anak-anak.""Stop! Aku sedang tidak ingin bicaradenganmu dan aku tidak ingin kamu menyentuhku."Raymond menutup matanya untuk beberapa detik dan menarik napas dalam-dalam. Sekarang, dia tidak tahu apalagi yang ada di pikiran istrinya. Dia hanya mendapatkan laporan bahwa Tara keluar rumah dengan buru-buru dan pulang dengan buru-buru."Setidaknya, katakan padaku ada apa ini sebenarnya. Kita bisa bicara baik-baik, kan?"Tara menyunggingkan senyum kecut. "Bicara baik-baik?" Tara menjawab dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Dagunya mendongak ke atas agar ma
Tara memarkir mobil tidak pada tempatnya. Ketika penjaga hendak membukakan pintu untuknya, Tara buru-buru mendorong pintu itu dengan sekuat tenaga."Selamat sore, Nyonya." Penjaga itu memberikan salam dengan ramah namun Tara tak menjawab. Ia hanya berdiri dan mengamati penjaga yang sebenarnya adalah bodyguard Raymond. Tara memicingkan mata dan dia semakin kesal saja.Pertama, Mala membohongi dirinya. Memanfaatkan dirinya dan setelah dipikir-pikir lagi, Tara baru menyadari kenapa Mala sangat tahu tentang Sakti. Dia baru ingat bahwa tempo hari, buku diary miliknya raib entah ke mana. Dan Tara ingat sekali dia pernah mengajak Mala main ke rumah. Dia mengajak Mala ke kamarnya dan menceritakan tentang Sakti untuk kesekian kalinya. Well, bukan hal mustahil Mala menipu dirinya. Pikir Tara yang wajahnya makin memerah seperti kepiting rebus.Kedua, setelah membaca informasi yang dikumpulkan Leona dengan saksama, beserta pen
"Ouuhh, My Baby! Kasihan lo diniaya nenek sihir jahat!" ucap Leona kesal sambil memeluk laptop kesayangannya. Dia memandangi wajah Tara dengan tatapan benci setengah mati karena telah membanting sahabat paling berharga yang sudah menemani setahun terakhir."Ntar aku ganti, deh. Kalau perlu sepuluh," ucap Tara jengkel tanpa penyesalan sama sekali. Pasalnya, ketika membaca biodata dan informasi lain di laptop Leona, membuat darahnya mendidih sampai ke ubun-ubun. Dia tidak pernah menyangka bahwa Mala telah menipunya selama ini. Dia menganggap persahabatan mereka abadi dan sejauh ini Mala tak terlihat baik padanya. Tak pernah terlintas sedikit pun di benaknya bahwa Mala akan membohongi dirinya. Membawakan Sakti palsu untuknya. Pria itu ... laki-laki yang memperkenalkan diri sebagai Sakti tak pernah tinggal di panti asuhan. Dia memiliki orangtua dengan latar belakang yang jelas."Ciyus?" Mata Leona membelalak. Cerah dan berbinar. Kalau perempuan
Tara memarkir mobil mini Cooper miliknya tepat di parkiran ekslusif milik RC tower. Gedung mewah tertinggi di ibukota yang dimiliki oleh stasiun televisi terbesar di Indonesia.Sebelum keluar dari mobil, sekali lagi dia memastikan bahwa riasan di wajahnya yang bulat dan tembem tidak terlalu menor. Ya, meskipun bentuk tubuhnya sedang tidak enak dipandang, setidaknya Tara memakai pakaian yang pas. Sebuah rok panjang yang yang tak terlalu membentuk lekuk tubuhnya dan tak terlalu longgar.I'm beautyful Mommy! Ucap Tara pada bayangannya di cermin. Sebagai ibu yang baru melahirkan, kepercayaan dirinya sangat tinggi dan itulah yang membuat dirinya merasa cantik.Dia pun melenggang menuju gedung. Menaiki lift menuju cafe yang terletak di lantai 10. Begitu keluar dari lift, Tara mengedarkan pandangan. Mencari-cari seorang pria yang akan disewanya sebagai detektif swasta.Hmmmm? Tidak ada pengunj